Sunteți pe pagina 1din 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322835079

MEASUREMENT OF DIFFUSE ATTENUATION COEFFICIENT (Kd) IN SHALLOW


WATER ARROUND KARANG LEBAR, SERIBU ISLAND, DKI JAKARTA

Article · November 2017

CITATIONS READS

0 339

4 authors:

Budhi Agung Prasetyo Vincentius P. Siregar


Bogor Agricultural University
66 PUBLICATIONS   92 CITATIONS   
6 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Syamsul Bahri Agus Wikanti Asriningrum


Bogor Agricultural University Indonesian Institute of Aeronautic and Space, LAPAN
25 PUBLICATIONS   6 CITATIONS    10 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Coral Reef Mapping View project

OBIA : Classification of Benthic Habitat View project

All content following this page was uploaded by Budhi Agung Prasetyo on 31 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 127-138______________________ISSN 2087-4871

PENGUKURAN KOEFISIEN DIFFUSE ATENUASI (Kd) DI PERAIRAN DANGKAL


SEKITAR KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

MEASUREMENT OF DIFFUSE ATTENUATION COEFFICIENT (Kd) IN


SHALLOW WATER ARROUND KARANG LEBAR, SERIBU ISLAND, DKI JAKARTA

Budhi Agung Prasetyo1, Vincentius Paulus Siregar2, Syamsul Bahri Agus2, Wikanti Asriningrum3
1
Program Studi Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
3
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh,
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Pekayon, Jakarta
Korespondensi: budhiagungp@gmail.com

ABSTRACT

Diffuse attenuation coefficient from downwelling irradiance measurement is one of the important oceanography
parameter that provide information on light availability and the light penetration through waters column that represent
the waters clarity, photosynthesis and other biological processes. Information about diffuse attenuation coefficient play
an important role on the development of bio-optical algorithm on Ocean Color satellite data. The aim of this research
is to know the variability of diffuse attenuation coefficient in the shallow water of Karang Lebar, Air and Panggang
island using irradiance sensor from hyperspectral radiometer TriOS-RAMSES covering a wavelength range from 320
to 950 nm with 3,3 nm spectral resolution. In situ measurments performed by pull down the irradiance sensor on
each depth vertically in waters column up to just before the sea floor. Overall, the measurement result showed that
values of Kd(λ) had patterns tends to be decreased on blue-green region wavelength (380-480 nm) and increased again
on green-red region (560-760 nm). We found that values of Kd(λ) inside of gobah area had greater values than the
outside gobah, significantly the difference significantly occured on all regions that Kd(λ) values measured (F = 5,581
> F critical = 5,554), where each regions has different characteristics to each others. Kd(λ) values dominantly affected
by absorbtion of chlorophyll-a with determination cofficient R2 = 0,808 compared with backscattering by suspended
solid with determination coefficient R2 = 0,043. Kd(λ) values on visible wavelength regions (400-700 nm) can describe
information about how far light can be detected by Ocean Color satellite from water column represented by one
optical depth. Relationship of Kd(λ) values with one optical depth can be describe as exponential equation Kd(400-
700nm) = 0,6747*exp(-0,231*1ζ) with the determination coefficient R2 = 0,97.

Keyword: diffuse attenuation coefficient, downwelling irradiance, shallow water, optical depth

ABSTRAK

Nilai koefisien diffuse atenuasi Kd(λ) yang berasal dari pengukuran downwelling irradiance Ed(λ) merupakan salah satu
parameter penting dalam oceanografi yang memberikan informasi mengenai ketersediaan cahaya dan tingkat penetrasi
cahaya di dalam kolom air yang memberikan gambaran mengenai tingkat kecerahan, fotosintesis dan proses biologi
lainnya. Informasi mengenai koefisien diffuse atenuasi memegang peranan penting dalam pengembangan algoritma
Bio-Optik pada data satelit Ocean Color. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variabilitas dari koefisien
diffuse atenuasi di perairan dangkal Karang Lebar, pulau Air dan Panggang dengan menggunakan sensor irradiace
hyperspectral radiometer TriOS-RAMSES dengan cakupan rentang panjang gelombang 320 hingga 950 nm dengan resolusi
spektral 3.3 nm. Pengukuran in situ dilakukan dengan menurunkan sensor irradiance di setiap kedalaman secara vertikal
pada kolom air. Secara keseluruhan hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai Kd(λ) memiliki pola dimana pada region
panjang gelombang 380-480 nm akan menurun dan akan meningkat kembali hingga pada region panjang gelombang
merah 560-760 nm. Nilai Kd(λ) di bagian dalam gobah ditemukan lebih tinggi dibandingkan di bagian luar gobah dengan
perbedaan yang signifikan terjadi di region panjang gelombang merah, perbedaan signifikan nilai Kd(λ) juga terjadi di
ketiga wilayah (F = 5.581 > F critical = 5.554) dimana masing-masing area memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Secara dominan, nilai Kd(λ) dipengaruhi oleh serapan klorofil-a dengan R2 = 0.808 dibandingkan dengan hamburan
dari muatan padatan terlarut dibuktikan dengan R2 = 0.043. Nilai Kd(λ) pada rentang panjang gelombang sinar tampak
(400-700 nm) dapat memberikan gambaran mengenai jangkauan penetrasi cahaya sinar tampak yang bisa di deteksi
oleh satelit dengan satuan satu kedalaman optik. Hubungan nilai Kd(λ) dengan satu kedalaman optik dijelaskan secara
eksponensial dengan persamaan Kd(400-700nm) = 0.375*exp(-0.095*1ζ) dengan koefisien determinasi R2 = 0.97.

Kata kunci: koefisien diffuse atenuasi, downwelling irradiance, perairan dangkal, kedalaman optik

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB__________________________ E-mail: jurnalfpik.ipb@gmail.com


PENDAHULUAN kondisi properti optik dari masing-masing
wilayah (Siregar dan Selamat 2010).
Latar belakang Parameter koefisien diffuse atenuasi
(Kd) yang berasal dari pengukuran
Penggunaan teknologi inderaja pasif downwelling irradiance (Ed) merupakan
dalam bidang kelautan mengandalkan salah satu parameter oseanografi penting
rambatan energi elektromagnetik (REM) yang berhubungan dengan ketersediaan dan
yang masuk ke dalam kolom air, hal penetrasi cahaya pada kolom air yang dapat
tersebut memiliki kelemahan dimana REM memberikan informasi kecerahan perairan,
akan mengalami pelemahan oleh sifat proses fotosintesis, dan proses biologi lain
optik dari kolom air. Intensitas cahaya yang berlangsung di laut (Kirk 2011; Jerlov
yang masuk kedalam kolom air akan 1976; Wang et al. 2008). Selain itu, nilai
mengalami proses absorbsi dan hamburan, koefisien atenuasi diffuse juga merupakan
yang kemudian disebut proses atenuasi, salah satu gambaran dari properti perairan
disebabkan oleh adanya komponen optik air (Groetsch 2011). Untuk mengetahui
yang menyebabkan menurunnya intensitas properti optik dari badan air dalam kondisi
cahaya secara eksponensial dengan teriluminasi cahaya dibutuhkan pengukuran
kedalaman kolom air. Proses atenuasi spektral downwelling irradiance, Ed(λ) (Gege
tersebut mengakibatkan REM yang kembali & Pinnel 2011). Atenuasi mempengaruhi
dari kolom air dan diterima oleh satelit atau penetrasi energi dalam kolom air secara
sensor pada wahana penginderaan jauh eksponensial dengan kedalaman. Dengan
telah mengalami berbagai interaksi yang menggunakan hasil perhitungan koefisien
terjadi pada kolom air dalam satuan meter atenuasi dari suatu wilayah di harapkan
(Groetsch 2011). dapat memberikan informasi mengenai
Koefisien diffuse atenuasi (Kd) tingkat akurasi pendeteksian dengan
merupakan properti optik yang penting menggunakan teknologi penginderaan jauh
dalam kajian kelautan dari bidang pasif sinar tampak. Sebelumnya telah banyak
penginderaan jauh kelautan, terkait dilakukan penelitian untuk mengetahui
pelemahan REM di dalam kolom air. Selain properti optik dari suatu perairan dengan
itu nilai Kd adalah parameter kritis untuk mengetahui nilai Kd, yang kemudian
membagi kelas kolom air (Jerlov 1976) digunakan sebagai gambaran keadaan
untuk estimasi intensitas cahaya pada perairan tersebut secara optik dengan
suatu kedalaman kolom air (Lee et al. mengetahui nilai Kd(490) yang digunakan
2005). Pengetahuan akan nilai Kd sangat sebagai input dalam pengembangan
berperan untuk mengetahui jangkauan algoritma Ocean Color. Perairan Indonesia
pendeteksian kedalaman suatu kolom air sendiri masih jarang dilakukan penelitian
yang berhubungan dengan kondisi optik berkaitan dengan properti optik dengan
perairan. Proses atenuasi mempengaruhi mengetahui nilai Kd, maka dari itu pada
penetrasi energi dalam kolom air secara penelitian ini akan dilakukan pengukuran
eksponensial dengan kedalaman, maka nilai koefisien diffuse atenuasi di perairan
dengan menggunakan hasil perhitungan dangkal di sekitar area gobah Karang Lebar,
koefisien atenuasi dari suatu wilayah di Pulau Panggang dan Pulau Air secara optik.
harapkan dapat memberikan informasi yang Pengetahuan tentang nilai Kd dapat
dapat digunakan dalam rangka meningkatkan digunakan sebagai informasi dasar untuk
akurasi pendeteksian informasi dari kolom mengetahui keadaan kolom air secara optik,
air khususnya pada penginderaan jauh yang kemudian bisa digunakan sebagai
sinar tampak. Beberapa studi menyatakan informasi tentang jangkauan penetrasi
bahwa pengaruh atenuasi dari kolom air cahaya yang dapat direkam oleh sensor
merupakan ciri properti optik dari suatu satelit (satu kedalaman optik) (Kirk 2011;
wilayah perairan di Indonesia. Salah satu Mobley 1994). Penelitian ini bertujuan untuk
studi menyatakan bahwa perairan dangkal mengetahui nilai koefisien diffuse atenuasi
di sekitar gobah Karang Lebar dan pulau yang di ukur dengan menggunakan sensor
Panggang di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta hyperspectral radiometer dan mengetahui
memiliki properti optik yang berbeda, karakteristik dan variabilitasnya di perairan
sehingga pada saat penggunaan informasi dangkal disekitar area gobah Karang Lebar,
dari citra satelit sinar tampak dari daerah pulau Panggang dan pulau Air, Kepulauan
tersebut memerlukan perlakuan terhadap Seribu, DKI Jakarta.

128 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 127-138
ISSN 2087-4871

METODE PENELITIAN ditentukan dengan menggunakan metode


sampel random berstrata (stratified random
Penelitian ini dilakukan di perairan sampling) dengan asumsi perairan dangkal
dangkal dengan tipe dasar yang beragam di sekitar Karang Lebar memiliki beberapa
yang terdiri dari habitat lamun, pasir dan kelompok tingkat kedalaman perairan di
terumbu karang dengan kedalaman yang bagian tengah gobah, dibagian pinggir
bervariasi dengan rata-rata hingga 10 gobah dan dibagian luar gobah.
meter dan paling dalam sekitar + 30 meter Pengukuran di lapangan dibagi
di sekitar pulau Air, pulau Panggang dan menjadi dua bagian, yaitu pengukuran
Karang Lebar (Gambar 1). Secara geografis properti optik perairan dan pengukuran
lokasi penelitian terletak pada koordinat kualitas perairan. Pengukuran dilapangan
5O43’00”–5O46’00” BT dan 106O33’30”– dilakukan selama tiga hari pada tanggal 24
106O37’30” LS. Titik pengukuran sampel di - 28 April 2016 dengan menggunakan kapal
lapangan ditetapkan dengan menggunakan kecil dimulai sekitar pukul 09.00 hingga
metode garis transek. Terdapat enam garis pukul 15.00 WIB dengan kondisi langit
transek yang terdiri dari L1-L6. Penentuan cerah dan dengan perairan yang tenang.
titik sampling dari setiap garis transek

Gambar 1. Lokasi penelitian dan titik sampling

Pengukuran sampel spektral downwelling irradiance (ACC-2-VIS) TriOS-RAMSES.


irradiance (Ed) untuk perhitungan Pengukuran dilakukan pada kedalaman
koefisien diffuse atenuasi (Kd) tepat di bawah permukaan, Z1 dan di bawah
air pada kedalaman Z2 dengan arah sudut
Pengukuran nilai spektral dilakukan sensor 90O ke arah zenith (Gambar 2).
dengan menggunakan perangkat Pencatatan data dilakukan di atas
hyperspectral radiometer TriOS-RAMSES kapal dengan bantuan laptop dan perangkat
dengan 190 kanal pada panjang gelombang akuisisi data dari TriOS-RAMSES. Data yang
320 – 950 nm dan rentang kanal sebesar direkam kemudian disajikan dalam bentuk
3.3 nm dan perangkat komputer portable tabel dan grafik oleh software Multi Sensor
untuk akuisisi data spektral dari TriOS Data Acquisition (MSDA_XE versi 8.9.2
RAMSES. Nilai yang digunakan sebagai 2014-04-28) yang disediakan oleh TriOS
masukkan untuk perhitungan nilai koefisien GmbH dan secara radiometrik dikalibrasi
diffuse atenuasi adalah nilai downwelling dengan menggunakan calibration files untuk
irradiance, Ed(λ) yang direkam oleh sensor sensor downwelling irradiance (SAM_846B)

Pengukuran Koefisien Diffuse Atenuasi .............................................................................................(PRASETYO et al.) 129


untuk penggunaan sensor dalam air (aqua). hasil pengukuran downwelling irradiance
Kalibrasi sensor dilakukan oleh LAPAN- (Ed) pada dua kedalaman berbeda dengan
Pusfatja dengan menggunakan white menggunakan spektroradiometer pada
reference dan dark reference panel yang downward irradiance pada kanal gelombang
disediakan oleh TriOS. hiperspektral berpusat pada λ dengan
Data downwelling irradiance yang menggunakan rumus berikut (Kirk 2011) :
berasal dari software MSDA_XE kemudian
di ekstrak menjadi file ASCII dengan format
tab delimited, kemudian di lakukan sortir
data dengan menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel. Data Ed di setiap kedalaman
kemudian di plot untuk dilakukkan curve dimana, z2-z1 adalah selisih kedalaman
fitting dengan menggunakan persamaan pada pengukuran (m) dan Ed adalah nilai
eksponensial dari data Ed tersebut. Nilai Kd downwelling irradiance pada kedalaman z di
sendiri dapat dihitung dengan menggunakan panjang gelombang λ.

Gambar 2. Ilustrasi pengukuran downwelling irradiance (Ed) dengan irradiance sensor

Pengambilan sampel kualitas perairan (absorbtion), sehingga komposisi bahan


terlarut di dalam air memiliki pengaruh
Pengambilan sampel air dilakukan terhadap tingkat penetrasi cahaya (Kirk
bersamaan dengan pengukuran sampel 2011).
spektral, kecerahan dan kedalaman perairan. Pengambilan sampel air dilakukan
Pengukuran kualitas perairan seperti dengan menggunakan Van Dorn water
klorofil-a dan muatan padatan terlarut sampler di setiap kedalaman, untuk
(MPT) yang dilakukan pada penelitian ini dijadikan satu yang merepresentasikan
digunakan untuk mengetahui seberapa sampel satu kolom air (bulk). Kemudian
besar pengaruh dari kandungan terlarut sampel air disimpan hingga kemudian
seperti klorofil-a yang merepresentasikan dilakukan penyaringan. Sampel air sebanyak
penyerapan (absorbtion) dan MPT yang 2 liter disaring menggunakan membran
merepresentasikan hamburan (scattering). filter. Kertas saring kemudian dimasukkan
Hasil pengukuran nilai Kd memberikan ke dalam botol kaca tertutup yang berisi
gambaran bahwa tingkat penetrasi cahaya 15 ml larutan aseton 90%. Botol sampel
dari masing-masing area berbeda-beda. disimpan pada suhu 4OC selama 12 jam pada
Nilai Kd yang semakin kecil menunjukkan inkubator. Larutan yang keruh kemudian
perairan yang makin cerah, dimana nilai Kd diputar dalam sentrifuge dengan kecepatan
bergantung pada komposisi dari properti 5300 rpm selama 2 x 5 menit sehingga
apparent optik badan air yang terdiri dari larutan menjadi jernih dan endapannya
hamburan (scattering) dan penyerapan terkumpul di dasar. Selanjutnya dianalisis

130 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 127-138
ISSN 2087-4871

dengan spektrofotometer. kedalaman perairan, kecerahan perairan,


Perhitungan konsentrasi klorofil-a kandungan terlarut klorofil-a, dan
dilakukan dengan mengukur absorbansi kandungan terlarut muatan padatan (MPT)
pada panjang gelombang 664, 647 dan 630 seperti pada Gambar 3. Dari ketiga area
nm. Perhitungan klorofil dihitung dengan pengukuran kecerahan perairan, pulau
persamaan sebagai berikut (APHA 2012): Air memiliki nilai kecerahan perairan yang
paling tinggi, kemudian di ikuti oleh Karang
Lebar dan pulau Panggang (Tabel 1). Hasil
pengukuran nilai Kd di dari ketiga area
dimana: tersebut memberikan gambaran bahwa
Va = volume aseton (ml); tingkat penetrasi cahaya dari masing-masing
V = volume sampel air yang disaring area berbeda-beda. Pengukuran kualitas
(ml); perairan seperti klorofil-a dan muatan
d = diameter cuvet; padatan terlarut (MPT) yang dilakukan
Ca = (11.85 x (λ,664)) – (1,54 x(λ,647)) – pada penelitian ini digunakan untuk
(0.08 x(λ,630)); mengetahui seberapa besar pengaruh dari
kandungan terlarut seperti klorofil-a yang
Analisis suspensi terlarut sampel air merepresentasikan penyerapan (absorbtion)
sebanyak 200 ml di ambil dari botol sampel dan MPT yang merepresentasikan hamburan
kemudian disaring dengan menggunakan (scattering). Hasil pengukuran dari semua
kertas saring Whatman Grade 934 AH titik digambarkan dengan peta sebaran
dengan diameter pori 1.5μm yang sudah yang tertera pada Gambar 3.
ditimbang terlebih dahulu berat keringnya. Hasil pengukuran klorofil-a
Setelah selesai penyaringan dengan menunjukkan bahwa di sekitar perairan
kertas saring, selanjutnya kertas saring pulau Panggang lebih besar dibandingkan
dimasukkan kedalam oven yang dipanaskan Karang Lebar yaitu 0.246 mg/m3 dan 0.203
pada suhu 105OC selama 1 jam. Setelah mg/m3, sedangkan rata-rata kandungan
kering kemudian kertas saring dimasukkan klorofil-a di sekitar pulau Air lebih kecil
ke dalam desikator kemudian di timbang. dari kedua daerah tersebut yaitu 0.137 mg/
Kemudian selisih perbedaan berat kertas m3. Aktifitas antropogenik di sekitar area
saring dihitung menurut perhitungan APHA pulau Panggang di dominasi oleh adanya
(2012) sebagai berikut: lalu lintas kapal dan aktifitas penduduk di
pulau Panggang, sedangkan Karang Lebar
dipengaruhi oleh adanya kegiatan budidaya
ikan dengan menggunakan Keramba
dimana: Jaring Apung, dimana aktifitas budidaya
A = berat kertas saring dengan tersebut merubah kondisi kimia-fisika dan
suspensi terlarut kering (mg); selanjutnya mengakibatkan berkembangnya
B = berat kertas saring tanpa suspensi fitoplankton karena perubahan konsentrasi
terlarut kering (mg). nutrien (Jewel et al. 2003 dalam El-Otify
2015). Sekitar pulau Air tidak banyak
Pengukuran parameter kualitas terlihat adanya aktifitas antropogenik,
perairan lainnya dilakukan dengan Water hanya ada beberapa lalu lintas kapal wisata
Quality Checker HANNA tipe HI 9828, yang melalui daerah tersebut.
untuk mengukur parameter seperti suhu Hasil pengukuran muatan padatan
dan salinitas, selain itu juga dilakukan terlarut (MPT) dari ketiga area di bagian
pengukuran kedalaman perairan dengan tengah gobah pulau Air dan Panggang
menggunakan Sounder-Gun serta GPS kandungan MPT relatif tinggi dibandingkan
digunakan untuk mencatat koordinat lokasi Karang Lebar (Gambar 3). Tingginya
pengukuran. kandungan MPT di area pulau Panggang
kemungkinan dipengaruhi oleh adanya
aktifitas antropogenik dari pemukiman di
HASIL DAN PEMBAHASAN
sekitar pulau Panggang sedangkan di gobah
Karang Lebar kemungkinan dipengaruhi
Pengukuran kualitas air
oleh rata-rata kedalaman perairan yang
dangkal (Tabel 1) dan arus perairan
Hasil pengukuran kualitas perairan
sehingga terjadi pengadukan substrat dasar
yang dilakukan di sekitar pulau Air, pulau
kemungkinan bisa terjadi lebih besar.
Panggang dan Karang Lebar berupa data

Pengukuran Koefisien Diffuse Atenuasi .............................................................................................(PRASETYO et al.) 131


Gambar 3. Peta sebaran spasial kandungan klorofil-a dan MPT

Analisis variabilitas nilai koefisien diffuse dipengaruhi oleh absorbsi oleh molekul
atenuasi (Kd(λ)) air murni (kedalaman), semakin dalam
perairan semakin tinggi absorbsi di julat
Hasil pengukuran nilai Kd di ketiga panjang gelombang merah (620-760 nm)
area gobah dilakukan untuk mengetahui (Mishra et al. 2005; Kirk 2011, Mobley
variabilitas properti optik dari ketiga area 1994). Ketiga area diketahui pada area
tersebut. Secara umum hasil pengukuran di bagian dalam gobah memiliki rentang nilai
setiap stasiun yang berada di gobah Karang Kd yang tinggi di julat panjang gelombang
Lebar juga memiliki pola yang sama seperti merah, yang disebabkan oleh adanya
pulau Air dan pulau Panggang (Gambar 4), serapan dari molekul air dan kedalaman
dimana pada area perairan semi tertutup perairan, dimana di bagian tengah gobah
di bagian tengah gobah pulau dan di pulau (stasiun 9, 10, 14, 20, 22, 24)
bagian yang dekat dengan pesisir memiliki ditemukan konsentrasi klorofil-a yang tinggi
rentang nilai Kd(λ) yang lebih besar. dan kedalaman perairan yang lebih dalam
Fenomena tersebut di jelaskan oleh Brown dibandingkan di bagian tepi gobah dengan
et al. (2008) dalam Zheng et al. (2016) yang dimana terdapat area perairan yang dangkal
menyebutkan bahwa pada perairan terbuka (Gambar 5). Rata-rata rentang Kd pada julat
properti optiknya cenderung lebih banyak panjang gelombang merah di ketiga area
dipengaruhi oleh kandungan organik seperti berbeda secara signifikan secara statistik
klorofil-a dibandingkan dengan kandungan dengan uji analisis varians (F hitung = 5.581
inorganik seperti muatan padatan terlarut. > F tabel = 5.554).
Berbeda dengan di dalam daerah gobah Sifat nilai Kd(λ) pada region panjang
dimana daerah tersebut cenderung gelombang biru, hijau dan merah memiliki
dipengaruhi oleh partikel organik yang perbedaan dimana serapan dan hamburan
terperangkap di dalam gobah pulau. terjadi di ketiga region panjang gelombang
Karakteristik dari nilai Kd di setiap tersebut yang disebabkan oleh masing-
area pada julat panjang gelombang hijau masing faktor yang sudah disebutkan di
(500-550 nm), memiliki nilai Kd terendah atas. Untuk mengetahui perubahan nilai
dibandingkan di julat panjang gelombang Kd(λ) di ketiga region panjang gelombang
biru dikarenakan pada panjang gelombang perlu diketahui kelas frekuensi nilai Kd(λ)
biru, atenuasi lebih dominan disebabkan pada masing-masing panjang gelombang.
adanya absorbsi oleh klorofil-a dan sel- Berikut ini adalah grafik histogram rata-
sel fitoplankton serta molekul air (Gordon rata nilai Kd(λ) di ketiga region panjang
1989; Lee et al. 2005). Sedangkan pada gelombang (Gambar 5).
julat panjang gelombang merah dominan

132 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 127-138
ISSN 2087-4871

Gambar 4. Grafik histogram nilai Kd(λ) di region panjang gelombang biru, hijau
dan merah di ketiga area pengukuran in-situ

Gambar 4. Grafik hasil pengukuran Kd(λ) dan peta sebaran Kd pada julat panjang
gelombang merah; a) Pulau Air; b) Pulau Panggang; c) Karang Lebar

Pengukuran Koefisien Diffuse Atenuasi .............................................................................................(PRASETYO et al.) 133


Karakteristik optik berdasarkan nilai pada penelitian ini berdasarkan pembagian
Kd(λ) kelas kolom air Jerlov, pada area pulau Air
dan pulau Panggang berada di tipe perairan
Karakteristik optik dari pengukuran IB sedangkan Karang Lebar berada di tipe
nilai Kd erat kaitannya dengan kemampuan perairan II. Tipe perairan I menurut Jerlov
sensor, khususnya sensor satelit dalam (1976) merupakan perairan dimana tingkat
merekam radiansi yang kembali dari kolom penyerapan dan hamburan energi cahaya
air. Kemampuan sensor satelit dalam hanya dipengaruhi oleh molekul air dan
merekam radiansi hingga 90% cahaya fitoplankton, sedangkan tipe II merupakan
tersisa dari kolom air dengan persamaan perairan yang dipengaruhi oleh padatan
yang diturunkan dari hukum Beer-Lambert tersuspensi, padatan terlarut dan CDOM
dimana kemampuan sensor dalam merekam yang merubah warna perairan.
radiansi yang berasal dari satu lapisan Hasil perhitungan satu kedalaman
kolom air disebut satu kedalaman optik optik (1ζ) (Gambar 6) menunjukkan
dengan persamaan 1ζ=1/K_d (z,λ) (Nababan kemampuan cahaya dalam proses penetrasi
et al. 2013). Nilai Kd narrow band (400-700 kedalam kolom air hingga kembali ke sensor
nm) memiliki hubungan secara eksponensial satelit, dimana semakin dalam kedalaman
dengan kedalaman optik (Gambar 6), dimana optik yang bisa di terima oleh sensor,
semakin rendah nilai Kd akan semakin semakin banyak informasi yang bisa di
dalam nilai kedalaman optik dimana cahaya hasilkan oleh suatu citra satelit sinar tampak
bisa penetrasi lebih jauh kedalam kolom air dan mengindikasikan tingkat kejernihan
(Kirk 2011). Pola intensitas cahaya tersebut perairan (Jerlov 1976). Gambar 6 dapat
kemudian dapat digunakan sebagai memberikan informasi sampai sejauh mana
informasi untuk menentukan lapisan sensor satelit khususnya satelit Ocean Color
kedalaman suatu perairan yang masih bisa mendeteksi kolom air di setiap rentang
ditembus cahaya karena faktor terpenting panjang gelombang. Nilai kedalaman optik
dalam proses fotosintesis merupakan energi dari ketiga area menunjukkan bahwa pulau
cahaya (Nuzapril et al. 2017). Panggang memiliki satu stasiun dimana
Hasil perhitungan kedalaman optik di daerah tersebut ditemukan pada saat
dan rata-rata Kd(λ) dari masing-masing pengukuran in-situ memiliki warna perairan
stasiun disajikan dalam Tabel 1. Jerlov yang jernih dengan substrat pasir dan lamun
(1976) menggunakan nilai Kd(λ) untuk dengan kedalaman perairan rata-rata 0.7 –
membagi kelas pada perairan laut, dimana 1 m.

Gambar 6. Grafik hubungan Kd(400-700 nm) dengan kedalaman optik

134 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 127-138
ISSN 2087-4871

Tabel 1. Rentang Kd(λ), rata-rata Kd (400-700 nm) dan kedalaman optik di ketiga area

Rata-rata Kd Satu kedalaman optik (1 ζ) Kd


Area Stasiun
(400-700 nm) (m-1) (400-700 nm) (m)
Pulau Air 9 0.4261 2.3469
10 0.4398 2.2733
12 0.2353 4.2492
Pulau Panggang 6 0.1777 5.6275
22 0.1762 5.6746
23 0.1861 5.3744
24 0.1465 6.8270
25 0,1244 8.0408
26 0.3222 3.1038
30 0.1559 6.4151
32 0.2101 4.7604
Karang Lebar 13 0.2707 3.6939
14 0.3686 2.7128
15 0.3849 2.5976
16 0.4314 2.3178
17 0.3203 3.1218
18 0.1977 5.0588

Analisa hubungan koefisien diffuse


atenuasi (Kd(λ)) dengan kualitas perairan atenuasi di kolom air. Peningkatan nilai
Kd(λ) juga mungkin dipengaruhi dari
Perairan dangkal memiliki kontribusi partikel non-alga dan yellow
karakteristik dimana kandungan klorofil-a substance. Ashraf et al. (2012) melakukan
dan MPT yang besar, sehingga sangat penelitian mengenai variasi vertikal dari
mempengaruhi proses serapan dan Kd(λ) dan hubungannya dengan klorofil-a
hamburan dari berkas energi cahaya terjadi pada panjang gelombang pendek,
yang memasuki kolom air (Saulquin et dapat dijelaskan sebagai fungsi linear
al. 2013). Nilai Kd(λ) sebagai bagian dari bahwa fitoplankton memiliki faktor penting
parameter AOP yang dipengaruhi oleh water dalam variabilitas Kd(λ), sedangkan
constituent seperti kandungan klorofil-a untuk panjang gelombang yang lebih
dan padatan terlarut sebagai representasi panjang (merah) cenderung dipengaruhi
dari absorpsi dan hamburan. Gordon (1989) oleh absorbsi dari molekul air itu sendiri.
dalam Wang et al. (2008) menyebutkan Sedangkan kandungan MPT kemungkinan
bahwa nilai Kd(λ) dipengaruhi oleh koefisien bisa menambah hamburan cahaya di dalam
absorbsi dari air laut dan distribusi dari kolom air dan meningkatkan nilai Kd(λ)
medan cahaya. Hubungan secara linear (Gordon 1989 dalam Wang et al. 2008).
terjadi pada nilai Kd(λ) pada rasio panjang Hubungan nilai Kd(λ) dengan
gelombang 443 nm dan 555 nm dengan nilai muatan padatan terlarut tidak memiliki
klorofil-a, dengan persamaan Kd(443/555) = hubungan linear (Gambar 7 b). Hal tersebut
2.774(Klorofil-a) + 0.4537 dengan koefisien dibuktikan dalam penelitian ini dimana
determinasi sebesar (R2) 0.8089. Stramska nilai Kd(550) tidak memiliki hubungan
et al. (2003) menjelaskan bahwa nilai Kd(λ) yang siginifikan terhadap muatan padatan
pada julat panjang gelombang biru-hijau terlarut ditunjukkan oleh p-value = 0.378
memiliki hubungan dengan faktor absorbsi, > 0.005. Nilai Kd pada panjang gelombang
dimana membuktikan bahwa nilai klorofil-a 550 nm digunakan untuk menghitung
mampu menjelaskan nilai Kd(λ) sebesar koefisien hamburan untuk muatan padatan
80.89% seperti ditunjukkan dalam Gambar terlarut (Petzold 1972 dalam Budhiman et
7 a. Rasio band biru dan hijau meningkat al. 2012), koefisien hamburan lebih dominan
seiring dengan bertambahnya konsentrasi berpengaruh pada panjang gelombang yang
klorofil-a dari perairan terbuka hingga ke lebih panjang (>510 nm) dan koefisien
perairan dangkal. Pada grafik rasio Kd absorbsi lebih dominan berpengaruh
(Gambar 7 a) pada gelombang biru dan hijau terhadap nilai Kd(λ) pada panjang gelombang
juga menunjukkan hal serupa, dimana yang lebih pendek (Tiwari & Shanmugam
kandungan klorofil-a mempengaruhi 2013).

Pengukuran Koefisien Diffuse Atenuasi .............................................................................................(PRASETYO et al.) 135


Stramska et al. (2000) menyebutkan bahwa spectral absorbtion coefficient dan spectral
untuk mengetahui model hubungan yang backscattering coefficient (Susilo 2013).
lain antara pengukuran medan cahaya Penelitian ini tidak dilakukan perhitungan
didalam kolom air adalah dengan inherent mengenai total koefisien absorbsi dan
optical properties (IOP), dimana nilai hamburan sehingga model radiatif transfer
koefisien diffuse atenuasi (Kd) adalah nilai tersebut tidak dapat di aplikasikan untuk
dari estimasi total koefisien absorbsi (a) mengetahui karakteristik nilai koefisien
dan total hamburan (bb) (Gordon 1975; diffuse atenuasi (Kd) khususnya pada total
Kirk 2011) atau sifat optik murni perairan absorbsi dan hamburan dengan pendekatan
laut yang ditentukan oleh spectral beam IOP.
attenuation coefficient (cλ), yang terdiri dari

Gambar 7. Grafik hubungan variabel kualitas perairan dengan nilai Kd(λ)

KESIMPULAN DAN SARAN kedalaman optiknya hingga 8.04 m, dan


nilai Kd juga memiliki pengaruh terhadap
Kesimpulan nilai satu kedalaman optik (R2 = 0.97).

Karakteristik dari nilai Kd di setiap Saran


area pada julat panjang gelombang hijau
(500-550 nm), memiliki nilai Kd yang Saran untuk penelitian selanjutnya
terendah dibandingkan di julat panjang diperlukan analisis lebih lanjut mengenai
gelombang biru dikarenakan pada panjang total koefisien absorbsi dan hamburan
gelombang biru, atenuasi lebih dominan dengan pendekatan inherent optical
disebabkan adanya absorbsi oleh klorofil-a properties (IOP) dengan radiatif transfer
dan sel-sel fitoplankton, sedangkan pada model untuk lebih mengetahui profil
julat panjang gelombang merah dominan dari interaksi cahaya di dalam kolom
dipengaruhi oleh absorbsi oleh molekul air air serta diperlukan penelitan secara
dan kedalaman. Hal tersebut ditunjukkan temporal nilai Kd agar dapat diketahui pola
dengan grafik hubungan antara rasio nilai musiman dan faktor-faktor eksternal yang
Kd pada panjang gelombang biru dan mempengaruhinya.
hijau dengan kandungan klorofil-a hasil
pengukuran in-situ (Gambar 7 a). Nilai UCAPAN TERIMA KASIH
Kd dari masing-masing area memiliki ciri
perbedaan di rentang panjang gelombang Terima kasih di ucapkan kepada
merah. Dari ketiga lokasi pengukuran Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
rentang Kd tertinggi terdapat di pulau Air LAPAN dan Bapak Syarif Budhiman, M.Sc
(Kd(400-700nm) = 0.440 m-1) dan yang yang telah memberikan izin untuk mengikuti
terendah terdapat di pulau Panggang kegiatan pengukuran data di Kepulauan
(Kd(400-700nm) = 0.124 m-1). Jangkauan Seribu, DKI Jakarta, memberikan
penetrasi cahaya yang dapat di terima masukkan dan saran mengenai koefisien
sensor satelit dalam satu kedalaman diffuse atenuasi dan penerapannya serta
optik dari ketiga area menunjukkan pulau izin dalam penggunaan hyperspectral
Panggang memiliki titik dimana nilai satu radiometer TriOS-RAMSES.

136 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 127-138
ISSN 2087-4871

DAFTAR PUSTAKA downwelling irradiance: An evaluation


of remote sensing methods. Journal
Brown CA, Huot Y, Werdell PJ, Gentili B, of Geophysical Research, Vol. 110,
Claustre H. 2008. The origin and C02017.
global distribution of second order Lee ZP, Du KP, Arnone R. 2005. A model
variability in satellite ocean color and for the diffuse attenuation coefficien
its potential applications to algorithm of downwelling irradiance. Journal
development. J. Remote Sensing of of Geophysical Research, Vol. 110,
Environment. Vol 112:4186-4203. C02016.
Budhiman S, Salama MS, Vekerdy Z, Verhoef Mishra DR, Narumalani S, Rundquist D,
W. 2012. Deriving optical properties Lawson M. 2005. Characterizing the
of Mahakam Delta coastal waters, vertical diffuse attenuation coefficient
Indonesia using in situ measurements for downwelling irradiances in
and ocean color model inversion. coastal waters: Implications for water
ISPRS Journal of Photogrammetry and penetration by high resolution satellite
Remote Sensing 68: 157-169. data. Journal of Photogrammetry and
El-Otify AM. 2015. Evaluation of the Remote Sensing 60:48-64.
physicochemical and chlorophyll-a Mobley CD. 2001. Radiative Transfer in The
conditions of a subtropical aquaculture Ocean. Squioia Scintific, Inc. WA, USA.
in Lake Nasser area, Egypt. Beni-Suef Nababan B, Louhenapessy VSA, Arhatin RE.
University J. Basic and Applied Science 2013. Downwelling diffuse attenuation
4:327-337. coefficients from in situ measurement
Gege P. dan Pinnel C. 2011. Sources of of different water types. International
variances of downwelling irradiance Journal of Remote Sensing and Earth
in water. J. Applied Optics Vol. 50 Sciences. Vol.10, No.2, December
15:2192-2203 2013:122-133.
Gordon HR. 1975. Computed relationships Nuzapril M, Susilo SB, Panjaitan JP. 2017.
between inherent and apparent optical Hubungan antara konsentrasi klorofil-a
properties of a flat, homogeneous dengan tingkat produktivitas primer
ocean. J. Appl. Opt. 14:417-427. menggunakan citra satelit Landsat 8.
Gordon HR. 1989. Can the Lambert-Beer law (In press).
be applied to the diffuse attenuation Susilo SB. 2013. Penginderaan Jarak Jauh
coefficient of ocean water?. J. Limnol. “Ocean Color”. Departemen Ilmu
Oceanogr. 34:1389-1409. dan Teknologi Kelautan. Fakultas
Gordon HR. 1991. Absorption and Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
scattering estimates from irradiance Bogor.
measurement: Monte Carlo Saulquin B, Hamdi A, Gohin F, Populus
simulations. J. Limnol. Oceanogr. J, Mangin A, d’Andon OF. 2013.
36:769-777 Estimation of the diffuse attenuation
Groetsch P. 2011. Optimization and coefficient KdPAR using MERIS and
verification of a new analytical application to seabed habitat mapping.
radiative transfer model. [tesis]. J. Remote Sensing of Environment Vol
Munchen (Germany): Deutschen Luft- 128:224-233.
und Raumfahrtzentrum. Stramska M, Stramski D, Mitchell BG,
Jerlov NG. 1976. Marine Optics. Amsterdam Mobley CD. 2000. Estimation of
(NED): Elsevier Scientific Publishing the absorption and backscattering
Company. coefficients from in-water radiometric
Kirk JTO. 2011. Light and Photosynthesis measurement. J. Limnol Oceanogr.
in Aquatic Ecosystem. Third Edition. 45(3):628-641.
Cambridge University Press. Tiwari SP dan Shanmugam P. 2013. An
Lee ZP, Carder KL, and Arnone RA, 2002, optical model for deriving the spectral
Deriving inherent optical properties particulate backscattering coefficient
from water color: A multiple quasi- in oceanic waters. J. Ocean Sci. Vol. 9:
analytical algorithm for optically deep 987-1001.
waters, Applied Optics, 41(27):5,755– Wang G, Cao W, Yang D, Xu D. 2008.
5,772, doi:10. 1364/AO.41.005755. Variation in downwelling diffuse
Lee ZP, Darecki M, Carder KL, Davis attenuation coefficient in the northern
CO, Stramski D, Rhea J. 2005. South China Sea. Chinese Journal of
Diffuse attenuation coefficient of Oceanology and Limnology Vol. 26, 3:

Pengukuran Koefisien Diffuse Atenuasi .............................................................................................(PRASETYO et al.) 137


323-333. Lyu H. 2016. Remote sensing of diffuse
Zaneveld JRV, Kitchen JC, Mueller JL. 1993. attenuation coefficient patterns from
Vertical structure of productivity and Landsat 8 OLI imagery of turbid inland
its vertical integration as derived from waters: A case study of Dongting Lake.
remotely sensed obervation. J. Limnol. J. Science of the Total Environment
Oceanogr. 38:1384-1393. 573:39-54.
Zheng Z, Ren J, Li Y, Huang C, Liu G, Du C,

138 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 127-138

View publication stats

S-ar putea să vă placă și