Sunteți pe pagina 1din 27

BAB 2

TINJAUAN LITERATUR

2.1 Pemeriksaan
Diagnosis merupakan suatu tindakan mempelajari dan mengidentifikasikan
suatu penyakit agar dapat dibedakan dengan penyakit lainnya. Untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat tersebut, klinisi harus mendapatkan informasi yang tepat dan
banyak mengenai riwayat medis dan riwayat giginya dengan mengajukan pertanyaan
mengenai riwayat, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimuli yang menyebabkan
timbulnya rasa nyeri. Melakukan pemeriksaan visual pada wajah, jaringan keras dan
lunak rongga mulut; melakukan pemeriksaan intraoral; melakukan pengetesan pada
pulpa gigi, dan melakukan pemeriksaan penunjang.
2.1.1 Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan Subjektif dilakukan dengan menggali informasi sebanyak mungkin
dari pasien meliputi:
1. Identitas pasien
Identitas pasien diperlukan sebagai pasca tindakan dapat pula sebagai data
mortem (dental forensic), data identitas pasien meliputi :
a) Nama lengkap
b) Tempat dan tanggal lahir
c) Alamat tinggal
d) Golongan darah
e) Status pernikahan
f) Pekerjaan
g) Pendidikan
h) Kewarganegaraan
2. Keluhan utama (Chief Complaint CC)
Berkaitan dengan keluhan oleh pasien datang kedokter gigi keluhan utama
pasien akan berpengaruh terhadap pertimbangan dokter dalam menentukan tindakan
yang akan dilakuhkan kepada pasien. Contoh rasa sakit ataupun ngilu rasa tidak
nyaman, pembengkakan, perdarahan, halitosis, rasa malu karena penampilan.
3. Present illness (PI)
Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka perlu dilakuhkan
pengembangan masalah yang ada dalam keluhan utama dan lain - lain. Mencari tahu
kapan pasien merasakan sakit/ rasa tidak nyaman sejak pertama kali terasa, apakah
bersifat berselang atau terus menerus, dilihat apakah pasien merasakan sakit, dilihat
faktor pemicunya contoh lokasi, faktor pemicu, karakter, keparahan, penyebaran.
4. Riwayat medik (medikal history/ PMH)
Apakah pasien pernah rawat inap dirumah sakit karena dengan gejala umum
demam, penurunan berat badan serta gejala umum lainnya. Perawatan bedah, radiologi,
alergi obat dan makanan, anestesi, dan rawat inap dirumah sakit karena penyakit riwayat
umum. Jika pasien pernah rawat inap.
5. Riwayat dental (Post Medical History PDH)
Apakah pasien pernah datang kedokter gigi karena akan mempengaruhi seorang
dokter gigi dalam meninjau tindakan perawatan pada pasien yaitu pasien rutin kedokter
gigi apa tidak, sikap pasien datang kedokter gigi saat dilakuhkan perawatan, keluhan
gigi pasien, perawatan restorasi, dan lain-lain. Riwayat penyakit dental merupakan
langkah yang penting untuk menggali informasi terkait keluhan utama pasien.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan
riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimulus yang menimbulkan
nyeri. Nyeri yang timbul karena stimulus suhu dan menyebar, kemungkinan berasal dari
pulpa. Nyeri pada saat makan atau mengunyah dan jelas batasnya kemungkinan berasal
dari daerah periapikal. Faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri
adalah spontanitas, intensitas, dan durasinya.
6. Kebiasaan Buruk
Kebiasaan merupakan factor penting yang menjadi penyebab dan
berkembangnya penyakit dalam rongga mulut. Kebiasaan dalam rongga mulut dapat
berpengaruh pada jaringan keras seperti gigi dan tulang alveolar, jaringan pendukung
gigi ( giginva, ligament periodontal) maupun mukosa mulut lainnya (lidah, bibir, pipi,
palatum). Kebiasaan yang dimaksud seperti merokok, bernafas dari mulut, cara
menyikat gigi yang salah, dan lain lain
2.1.2 Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan objektif yang dilakukan secara umum ada dua macam yaitu
pemeriksaan ekstraoral dan pemeriksaan intra oral. Pada kasus ini, pemeriksaan objektif
yang dilakukan hanya pemeriksaan intra oral yaitu pemeriksaan gigi geligi pasien.
Pemeriksaan objektif gigi dapat dilakukan dengan pemeriksaan beberapa cara antara
lain sebagai berikut:
1. Inspeksi lokasi karies
2. Sondasi
Sondasi dengan sonde dapat menunjukkan kedalaman karies, terbukanya pulpa,
fraktur mahkota dan restorasi yang rusak. Pada beberapa keadaan seperti karies besar di
korona, sonde dapat memberikan bantuan yang memadai dalam menegakkan diagnosis.
Hasil positif menandakan pulpa gigi yang masih vital.
3. Perkusi
Perkusi merupakan indikator yang baik keadaan periapikal. Respon yangpositif
menandakan adanya inflamasi periapikal. Bedakan intensitas rasa sakit dengan
melakukan perkusi gigi tetangganya yang normal atau respon positif yang disebabkan
inflamasi ligamen periapikal, karena adanya peradangan pulpa yang berlanjut ke apikal
dan meluas mengenai jaringan penyangga. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras,
dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa
sakit. Suatu respon sensitif yang berbeda dari gigi disebelahnya, biasanya menunjukkan
adanya periodontitis.
4. Palpasi
Palpasi dilakukan jika dicurigai ada pembengakakan, dapat terjadi intraoral atau
ekstra oral. Abses dalam mulut terlihat sebagai pembengkakan dibagianlabial dari gigi
yang biasanya sudah non vital.Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari
menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa
sakit. Meskipun sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang penting.Bila ada
pembengkakan tentukan hal berikut(1) apakah jaringan fluktuan dan cukup membesar
untuk insisi dan drainase;(2) adanya, intensitas dan lokasi rasa sakit; (3) adanya dan
lokasi adenopati dan(4) adanya krepitasi tulang..
5. Tes suhu
Test termis (panas dan dingin) merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi
vitalitas pulpa atau sesnsitivitas pulpa. Tes dingin dengan menggunakan batangan es,
chloretil, dan air dingin. Penggunaan yang paling sering adalah dengan chloretil yang
disemprotkan pada cotton pellet kemudian ditempelkan pada permukaan gigi yang
karies yang telah dilakukan eskavasi terlebih dahulu, atau pada bukal dipertengahan
mahkota. Apabila respon nyeri terhadap rangsang dingin positif menandakan bahwa
pulpa gigi tersebut masih vital, sedangkan apabila pasien tidak merespon menandakan
bahwa pulpa gigi dalam keadaan nonvital atau nekrosis.
Tes panas tidak dilakukan secara rutin, berguna jika ada keluhan pada gigi yang
sulit dilokalisir. Respon yang hebat dan menetap merupakan indikasi dari pulpitis
irreversibel. Tes panas dapat menggunakan air panas, burnisher, atau menggunakan
gutta percha yang dipanaskan, bahan dan alat diletakkan pada kavitas yang sudah
dikeringkan kemudian diangkat dan amati respon pasien.
6. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi sangat bermanfaat dalam penegakan diagnosis karies, baik karies
dentin maupun profunda. Jenis radiografi yang sering digunakan dalam menegakkan
diagnosa karies adalah radiografi periapikal. Selain untuk melihat kedalaman karies,
radiografi juga menunjukkan ketinggian tulang alveolar, patologi jaringan periapeks,
maupun gigi yang tidak erupsi.

2.2 Diagnosa
Pulpitis irreversible kronis asimptomatik merupakan respon inflamasasi dari
jaringan pulpa yang teriritasi. Pulpitis irreversibel asimptomatik berkembang dari
dengan tanpa gejala atau disebabkan iritasi ringan pada pulpa. Ada teori lain yang
mengatakan bahwa pulpitis irreversibel asimptomatik ini disebabkan oleh pulpitis
simptomatik (akut) yang tidak diobati, dimana fase akut tersebut menyerah atau dimana
rangsangan eksternalnya rinagan atau sedang, walaupun penyakit ini akan berkelanjutan
dari waktu ke waktu. Keseimbangan terjadi antara pertahanan host dan bakteri, karena
sel-sel pertahanan mampu menetralisir agregasi bakteri yang menyebabkan penyakit
untuk tetap bersifat asimptomatik. Kadang-kadang drainase ke luar terjadi oleh interaksi
antara kamar pulpa dan lesi karies. Menyebabkan drainase spontan dari eksudat serous
dan mencegah berkembangnya edema intrapulpa.
Bentuk ulserasi dari penyakit ini yang paling menonjol yaitu pada permukaan
pulpa yang terkena. Ulserasi dapat terjadi pada usia berapa pun dan mampu menolak
suatu infeksi ringan, meskipun penyakit ini dapat berkembang menjadi kronis atau lebih
parah hingga nekrosis tanpa menunjukkan gejala apapun.
Diagnosanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan objektif ataupun subjektif.
Pemeriksaan subjektif yaitu berdasarkan anamnesis yaitu meliputi riwayat sosial, dental
dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari
rencana perawatan. Pada pulpitis irreversibel kronis asimptomatik biasanya pasien
datang tanpa keluhan pada giginya akan tetapi memiliki riwayat sakit berdenyut-denyut
dan sensitif apabila terkena rangsangan panas atau dingin.
Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan ekstra-oral dan intra-oral.
Pemeriksaan ekstra-oral yakni, setiap kelainan ekstra-oral yang nampak yang dicatat
selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan
berat, cara berjalan, corak kulit, mata, bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe.
Pemeriksaan objektif intra-oral meliputi jaringan lunak : mukosa pipi, bibir,
lidah, tonsil, palatum lunak, palatum keras dan gingival. Gigi : kebersihan mulut,
keadaan gigi-gigi, posisi gigi-gigi-crowding, spasing, drifting, oklusi. Pemeriksaan
biasanya menemukan suatu kavitas dalam yang meluas ke pulpa atau karies di bawah
tumpatan. Pulpa mungkin sudah terbuka. Waktu mencapai jalan masuk ke lubang
pembukaan akan terlihat suatu lapisan keabu-abuan yang menyerupai buih meliputi
pulpa terbuka dan dentin sekitarnya. Probing ke dalam daerah ini tidak menyebakan
rasa sakit pada pasien hingga dicapai daerah pulpa yang lebih dalam. Pada tingkat ini
dapat terjadi sakit dan perdarahan. Bila pulpa tidak terbuka oleh proses karies, dapat
terlihat sedikit nanah jika dicapai jalan masuk ke kamar pulpa.
Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang nyata yang
belum diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas proksimal yang
secara visual tidak terlihat, atau mungkin memberi kesan keterlibatan suatu tanduk
pulpa. Suatu radiografi dapat juga menunjukkan pembukaan pulpa, karies di bawah
suatu tumpatan, atau suatu kavitas dalam atau tumpatan mengancam integritas pulpa.
2.3 Etiologi

Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan
pulpa dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan iritan kimia.

1. Iritan mikroba.
Bakteri yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap
jaringan pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalampulpa
melalui tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit,
dan sel plasma akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka,
leukosit polimorfonukleus berinfiltrasi dan membentuk suatu daerah nekrosis pada
lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama
sampai akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini
bergantung pada virulensi bakteri, kemampuan mengeluarkan cairan inflamasi guna
mencegah peningkatan tekanan intra pulpa, ketahanan host, jumlah sirkulasi, dan
drainase limfe.
2. Iritan mekanik.
Preparasi kavitas yang dalam tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma,
trauma oklusal, kuretase periodontal yang dalam, dan gerakan ortodonsi merupakan
iritan-iritan yang berperan terhadap kerusakan jaringan pulpa.
Preparasi kavitas mendekati pulpa dan dilakukan tanpa pendinginan sehingga
jumlah dan diametertubulusdentinalis akan meningkat. Pada daerah yang mendekati
pulpa menyebabkan iritasi pulpa semakin meningkat oleh karena semakin banyak dentin
yang terbuang. Pengaruh trauma yang disertai atau tanpa fraktur mahkota dan akar juga
bisa menyebabkan kerusakan pulpa. Keparahan trauma dan derajat penutupan apeks
merupakan faktor penting dalam perbaikan jaringan pulpa. Selain itu, aplikasi gaya
yang melebihi batas toleransi fisiologis ligamentum periodontal pada perawatan
ortodonsi akan mengakibatkan gangguan pada pasokan darah dan saraf jaringan pulpa.
Scaling yang dalam dan kuretase juga bisa menyebabkan gangguan pada pembuluh
darah dan saraf di daerah apeks sehingga merusak jaringan pulpa.

3. Iritan kimia.
Iritan pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi,
pembersih dentin, base, tambalan sementara dan permanen. Zat antibakteri seperti silver
nitrat, fenol dengan atau tanpa camphor, dan eugenol dapat menyebabkan perubahan
inflamasi pada jaringan pulpa.

2.4 Patogenesis

Mekanisme patogenesis terjadinya pulpa diawali dengan bakteri yang


menginfeksi gigi. Ketika terdapat akses ke pulpa, metabolit bakteri dan komponen
dinding sel menyebabkan inflamasi. Pada lesi awal hingga lesi sedang, produk asam
dari proses
karies berperan secara tidak langsung dengan mengurai matriks dentin, yang akanmeni
mbulkan pelepasan molekul bioaktif untuk dentinogenesis (pembentukan dentin tersier).
Pemberian protein matriks dentin pada dentin atau pulpa yang terbuka
dapat menstimulasi pembentukandentin tersier. Selain itu, terdapat beberapa molekul
lain yang dapat menstimulasidentinogenesis reparative, yaitu heparin-binding growth
factor, transforming growth factor(TGF)-β1, TGF-β3, insulin-like growth factors (IGF)-1
dan -2, growth factor yang berasaldari platelet, dan angiogenic growth factor.
Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan
bukan pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi. Komb
inasi dari peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara langsun
g kristal mineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin merupakan
perlawanan pertama terhadap karies, yang disebut dentin sklerosis. Penurunan permeabi
litas dentin ini terjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan penting dalam
peningkatan pengendapan dalam dentin intratubuler adalah TGF-β1.
Pembentukkan dentin tersier berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada
dentin sklerotik, dan tergantung dengan stimulus. Stimulus ringan mengaktivasi
odontoblas yang diam, kemudian mereka menguraikan matriks organik dentin. Dentin
tersier ini disebut juga dentin reaksioner dan dapat diamati ketika
terjadi demineralisasi dentin awal di bawah lesi enamel yang tidak berkavitas. Pada lesi
karies yang sedang berkembang, respon imun host meningkat dalam intensitas yang
sesuai dengan perkembangan infeksi. Telah dibuktikan bahwa titer sel T, B-lineage
cell , neutrofil, dan makrofag secara langsung sesuai dengan kedalaman lesi pada gigi.
Hancurnya dentin dalam jumlah besar tidak penting untuk mendatangkan respon imun
pulpa.Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel inflamasi
kronis pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian sel
dendrit. Sebagai
sel yang paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan sebagai yang pertama kali ber
tempur. Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan
bukan pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi. Komb
inasi dari peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara langsun
g kristalmineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin merupakan
perlawanan pertama terhadap karies, yang disebut dentin sklerosis. Penurunan permeabi
litas dentin initerjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan penting dalam
peningkatan pengendapandalam dentin intratubuler adalah TGF-β1.
Pembentukkan dentin tersier berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada
dentin sklerotik, dan tergantung dengan stimulus. Stimulus ringan mengaktivasi
odontoblasyang diam, kemudian mereka menguraikan matriks organik dentin. Dentin
tersier ini disebut juga dentin reaksioner dan dapat diamati ketika
terjadi demineralisasi dentin awal di bawah lesi enamel yang tidak berkavitas. Pada lesi
karies yang sedang berkembang, respon imun host meningkat dalamintensitas yang
sesuai dengan perkembangan infeksi. Telah dibuktikan bahwa titer sel T, B-lineage cell
, neutrofil, dan makrofag secara langsung sesuai dengan kedalaman lesi pada gigi.
Hancurnya dentin dalam jumlah besar tidak penting untuk mendatangkan respon imun
pulpa.Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel inflamasi
kronis pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian sel dendrit.
Sebagaisel yang paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan sebagai yang p
ertama kali bertempur dengan antigen asing dan memulai respon imun. Deteksi patogen
dilakukan dengan reseptorspesifik yang disebut pattern recognition receptors (PRRs).
Reseptor ini mengenali polamolekuler patogen (PAMPs) pada organisme yang
menginvasi dan memulai pertahanan hostmelalui aktivasi nuclear factor (NF)-kB. Salah
satu molekul pengenal PAMP adalah toll-likereceptor family (TLRs). Odontoblas telah
terbukti dapat meningkatkan pengeluaran TLRs sebagai respon terhadap produk bakteri.
Ketika TLR odontoblas terstimulasi oleh patogen, cytokine, chemokine, dan
peptidaantimikrobial diuraikan oleh odontoblas, menghasilkan stimulasi dari sel imun
efektorsebagai pembunuh bakteri secara langsung. Odontoblas yang terstimulasi
mengeluarkan chemokines tingkat tinggi seperti,interleukin (IL)-8 yang berperan
dengan pelepasan TGF-β1 dari karies dentin, hasil dari
peningkatan jumlah sel dendrit pada suatu titik, dengan tambahan pelepasan mediatorke
motaktik. Dengan berkembangnya lesi karies, jumlah sel dendrite dalam daerah
odontoblas meningkat. Sel dendrit pulpa bertanggung jawab untuk pengenalan antigen
dan stimulasi limfosit T. pada pulpa yang belum terinflamasi, mereka tersebar di seluruh
bagian pulpa. Dengan perkembangan karies, mereka awalnya berkumpul dalam pulpa
dan daerah subodontoblas, kemudian meluas ke lapisan odontoblas, dan akhirnya
bermigrasi ke tubulus.Terdapat dua jenis sel dendrite yang berbeda dalam pulpa. CD11+
ditemukan dalam pulpaatau dentin border dan ke pit dan fisur. F4/80+ terdapat pada
ruang perivascular dalam zona sub odontoblas dan pulpa dalam. Sel dendrit mungkin
memainkan peran dalam diferensiasi odontoblas dan/atau aktivitas dalam pertahanan
imun serta dentinogenesis. Pulpal Schwann sel juga menghasilkan molekul sebagai
respon terhadap karies, yang menunjukkan kemampuan mengenali antigen. Odontoblas
juga mempunyai peran dalam respon imun humoral terhadap karies. IgG, IgM,dan IgA
ditempatkan dalam sitoplasma dan sel memproses odontoblas dalam dentin yang
mengalami karies, menunjukkan bahwa sel ini secara aktif mengirim antibody ke tempat
infeksi. Mediator neurogenik terlibat dalam respon pulpa terhadap iritan dan mereka
dapat menengahi patologi seperti respon penyembuhan. Substansi P,calcitonin gene-
related peptide(CGRP), neurokinin A (NKA), NKY, dan vasoactive intestinal peptide
dilepaskan dan menyebabkan vasodilatasi serta meningkatkan permeabilitas vascular.
Stimulasi nervussimpatetik seperti norepinephrine, neuropeptide Y, dan adenosine
triphospate (ATP) dapat mengubah aliran darah
pulpa. Neuropeptida dapat berperan untuk mengatur respon imun pulpa. Substansi P ber
peran sebagai kemotaktik dan agen stimulasi untuk makrofag dan limfosit T. Hasil dari
stimulasi ini adalah peningkatan produksi arachidonic acid metabolite, stimulasi mitosis
limfosit dan produksi sitokin. CGRP melakukan aktivitas imunosupresi, yang
ditunjukkan dengan pengurangan produksi H2O2 oleh makrofag dan proliferasi
limfosit. Substansi P dan CGRP dapat menginisiasi dan menyebarkan respon
penyembuhan pulpa. CGRP dapat menstimulasi produksi bone morphogenic protein
oleh sel pulpa. Hasilnya, hal ini menginduksi dentinogenesis tersier (pembentukan
dentin tersier).

2.5 Gejala Klinis

Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih
walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri
tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam.
Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan.
Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal,
respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.

2.6 Rencana Perawatan


2.6.1 Pulpektomi Vital Gigi 85

Pulpektomi vital adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Ini merupakan


perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan irreversible. Biasanya
dilakukan pada gigi anterior atau gigi yang mengalami fraktur

Indikasi pulpektomi vital :

1. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa (gigi vital, nekrosis
sebagian)
2. Seluruh akar dapat diinstrumentasi
3. Adanya kelainan jaringan periapikal (<1/3 apikal) seperti abses, granuloma,
kista dll.

Kontra indikasi pulpektomi vital :

1. Kesehatan umum yang tidak baik.


2. Pasien tidak kooperatif.
3. Gigi yang goyang disebabkan keadaan patologis

Teknik pulpektomi vital pada gigi molar sulung :

a. Kunjungan Pertama
1. Rontgen Foto.
2. Anastesi local.
3. Isolasi daerah kerja.
4. Preparasi kavitas sesuai dengan lesi karies.
5. Untuk mengangkat sisa-sisa karies dan debris pada ruang pulpa dipakai bur
bulat dan bur fisur. Periksa apakah semua jaringan pulpa koronal telah
terangkat.
6. Setelah ruang pulpa terbuka, perdarahan dievaluasikan dan eksudasi purulent
7. Jaringan pulpa diangkat dengan file endodontic. Mulai dengan file ukuran
no. 15 dan diakhiri file ukuran no. 35. Pada gigi sulung, preparasi dilakukan
hanya untuk mengangkat jaringan pulpa, bukan untuk memperluas saluran
akar.
8. Irigasi saluran akar denga bahan NaOCl 2,5-5%. Keringkan dengan
gulungan kapas kecil dan paper point. Jangan sekali-kali mengalirkan udara
langsung ke saluran akar.
9. Apabila pendarahan terkontrol dan saluran akar sudah kering maka saluran
akar diisi dengan Semen Zink Oxide Eugenol.
10. Gunakan amalgam plugger dan berikan tekanan secara konstan untuk
memadatkan Semen Zink Oxide Eugenol.
11. Rontgen foto untuk memastikan bahwa saluran akar sudah terisi dengan Zink
Oxide Eugenol. Karena klasifikasi saluran akar, Zink Oxide Eugenol tidak
mencapai apeks gigi, tetapi gigi geligi sering tetap berfungsi sebelum molar
permanen pertama erupsi.
12. Pasien diminta datang kembali dalam waktu satu atau dua minggu untuk
mengevaluasi keberhasilan perawatan.

b. Kunjungan Kedua
Dilakukan setelah 1-2 minggu untuk mengevaluasi keberhasilan perawatan.
Dilakukan tes vitalitas, jika gigi tidak ada keluhan maka dilanjutkan dengan
penambalan permanen.

2.6.2 Pulpotomi Vital

Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa
bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anastesi, kemudian
memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radicular tetap
vital.

Pulpotomi vital umumnya dilakukan pada gigi desidui dan gigi permanen muda.
Pulpotomi gigi desidui umumnya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada
gigi permanen muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi bita
gigi desidui menyebabkan resorpsi interna.

Berdasarkan penelitian, menurut Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol


97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis.

Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang


terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan
formokresol hanya dilakukan pada gigi desidui dengan singkat dan bertujuan mendapat
sterilisasi yang baik pada kamar pulpa.

Indikasi Pulpotomi vital

1. Gigi desidui dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda- tanda gejala peradangan
pulpa dalam kamar pulpa.
2. Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies/ dentin lunak prosedur pulp
capping indirek yang kurang hati-hat, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau
trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
3. Gigi masih dapat dipertahankan/ diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3
panjang akar gigi.
4. Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus
5. Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Kontra indikasi Pulpotomi Vital

1. Rasa sakit spontan


2. Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun dipalpasi
3. Ada mobility yang patologik
4. Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna
maupun ekterna
5. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat
rendah
6. Pendarahan yang berlebihan

Obat yang dipakai formokresol dari formula Buckley : 


1. Formaldehid 19%
2. Kresol 35%
3. Gliserin 15%
4. Aquadest 100

Kegunaan formokresol

Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang kuat


dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak merangsang pembentukan
dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi jaringan pulpa akan membentuk zona fiksasi
yang bersifat keras, tahan terhadap autolysis dan merupakan barrier terhadap serangan
bakteri yang menuju ke apikal.

Pemakaian formokresol pada pulpotomi vital terdiri 2 metode :

1) Pulpotomi 1 kali kunjungan atau metode 5 menit. Pada pulpa yang mengalami
peradangan kronis jaringan pulpa seharusnya perdarahan akan berhenti dalam 3

– 5 menit setelah diletakkan formokresol. 



2) Pulpotomi 2 kali kunjungan atau metode 7 hari. Karena adanya persoalan
kontrol perdarahan yaitu perdarahan yang berlebihan

Pulpotomi gigi tetap muda dengan Ca(OH)2 lebih berhasil karena apeks masih
relatif terbuka dan vaskularisasi pulpa cukup membantu. Pulpotomi Ca(OH)2 pada gigi
sulung merupakan kontra indikasi karena terjadinya resorpsi interna akibat stimulasi
yang berlebihan dari Ca(OH)2 yang mengaktifkan sel odontoklas. Keberhasilan yang
dilaporkan secara klinis 94% dan secara radiografis 64%. Resorpsi akan lebih cepat
terjadi pada gigi sulung yang telah dirawat pulpotomi.

Teknik pulpotomi vital :

Kunjungan pertama

1) Ro-foto. 


2) Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.


3) Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan, kemudian gigi
diolesi dengan larutan yodium (Gambar 2-A).
4) Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril dengan
kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian pemotongan atau
amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa sampai batas dengan ekskavator

yang tajam atau dengan bur kecepatan rendah (Gambar 2-B, C dan D). 


5) Setelah itu irigasi dengan aquadest untuk membersihkan dan mencegah


masuknya sisa – sisa dentin ke dalam jaringan pulpa bagian radikular.
Hindarkan penggunaan semprotan udara.
6) Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil yang dibasahi
larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin atau aquadest, letakkan

kapas tadi di atas pulp stump selama 3 – 5 menit. 


7) Sesudah itu, kapas diambil dengan hati – hati. Hindari pekerjaan kasar karena

pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan perdarahan kembali. 


8) Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian orifis saluran
akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa kapas kecil yang dibasahi
dengan formokresol jangan terlalu basah, dengan meletakkan kapas tersebut
pada kasa steril agar formokresol yang berlebihan tadi dapat diserap (Gambar 2-

E). 


9) Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan terlihat warna
coklat tua atau kehitam – hitaman akibat proses fiksasi oleh formokresol.
10) Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta dari ZnO,
eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1 (Gambar 2-F), di atasnya
tempatkan tambalan tetap (Gambar 2-G).

A B C

D E F
G

Gambar 2. Prosedur perawatan pulpotomi vital dengan formokresol satu kali kunjungan

Kunjungan kedua


Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa berarti


peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena itu diperlukan 2 kali
kunjungan.

Teknik pulpotomi dua kali kunjungan :

1) Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus ini pulpa ditekan kapas
steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump dan ditutup dengan

tambalan sementara. 


2) Hindarkan pemakaian obat – obatan untuk penghentian perdarahan, seperti


adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini dapat membantu

dugaan keparahan keradangan pulpa. 


Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)

1) Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol


 diambil dari kamar pulpa. 


2) Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol dengan


 perbandingan 1:1 dan zink oksid powder. 



3) Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan tambalan


 tetap.

2.7 Klasifikasi Pulpotomi dan Pulpektomi


2.7.1 Pulpotomi

Pulpotomi ialah prosedur pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar
pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian :

a. Pulpotomi vital.
b. Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation.
c. Pulpotomi non vital / amputasi mortal.

Keuntungan dari pulpotomi :

1) Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.
2) Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan karena pengambilan pulpa
di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit.
3) Iritasi obat – obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.
4) Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.

a. Pulpotomi Vital

Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian
koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan
medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi
vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung
umunya menggunakan formokresol atauglutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium
hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna.

Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan
pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya
dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada
kamar pulpa.

Indikasi

1) Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala peradangan pulpa dalam
kamar pulpa.
2) Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp capping indirek
yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan
terbukanya pulpa.
3) Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang
akar gigi.
4) Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
5) Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.

Kontra indikasi

1) Rasa sakit spontan.


2) Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
3) Ada mobiliti yang patologik.
4) Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna
maupun eksterna.
5) Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat
rendah.
6) Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.

b. Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation)


Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang
terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian
pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk
bahan devital gigi sulung dipakai pasta para formaldehid.

Indikasi :
1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi
terutama pada gigi posterior.
5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena
kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
Kontra indikasi
1) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin
dilakukan.
2) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
3) Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.

c. Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal)


Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan medikamen /
pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik. Tujuannya yaitu
untuk mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer.

Indikasi
1) Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
2) Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan
sebagai space maintainer.
3) Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
4) Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.

2.7.2 Pulpektomi
Pulpektomi ialah prosedur pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa
dan saluran akar. Pada gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis
tidak memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks.
Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara:
a) Pulpektomi vital.
b) Pulpektomi devital.
c) Pulpektomi non vital.

Indikasi
1) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non vital.
2) Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.
3) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.
4) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.
Kontra indikasi
1) Bila kelainan sudah mengenai periapikal.
2) Resorpsi akar gigi yang meluas.
3) Kesehatan umu tidak baik.
4) Pasien tidak koperatif.
5) Gigi goyang disebabkan keadaan patologis
Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya telah mengalami
infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika dibiarkan dalam keadaan ini
pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan
menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan akan berkelanjutan. Pulpektomi
masih dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi
pulpa bertambah luas.

a. Pulpektomi vital :
Pulpektomi vital merupakan prosedur pengambilan seluruh jaringan dalam ruang
pulpa dan saluran akar secara vital.

Indikasi
1) Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis.
2) Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6 tahun.
3) Tidak ada bukti – bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang lebih dari 2/3

b. Pulpektomi devital
Pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar yang lebih
dahulu dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa.

Indikasi
Sering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami pulpitis atau
dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang tidak tahan terhadap anestesi.
Pemilihan kasus untuk perawatan pulpektomi devital ini harus benar –benar
dipertimbangkan dengan melihat indikasi dan kontra indikasinya.
Perawatan pulpektomi devital pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi
yang mengandung para formaldehid seperti toxavit dan lain – lain.

c. Pulpektomi non vital


Gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan diagnosis
gangren pulpa atau nekrose pulpa.

Indikasi
1) Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan estetik.
2) Gigi tidak goyang dan periodontal normal.
3) Belum terlihat adanya fistel.
4) Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma pada gigi-geligi
sulung.
5) Kondisi pasien baik.
6) Keadaan sosial ekonomi pasien baik.
Kontra indikasi
1) Gigi tidak dapat direstorasi lagi.
2) Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti diabetes, TBC dan
lain-lain.
3) Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang sukar dibersihkan.

2.8 Waktu erupsi gigi

Tabel 1. Gigi Desidui

Maksila Kalsifikasi Mahkota lengkap Erupsi Akar lengkap


I1 4 bulan in utero 1 ½ bulan 7 ½ bulan 1 ½ tahun
I2 4 ½ bulan in utero 2 ½ bulan 9 bulan 2 tahun
C 5 bulan in utero 9 bulan 18 bulan 3 ¼ tahun
M1 5 bulan in utero 6 bulan 14 bulan 2 ½ tahun
M2 6 bulan in utero 11 bulan 24 bulan 3 tahun
Mandibula
I1 4 ½ bulan in utero 2 ½ bulan 6 bulan 1 ½ tahun
I2 4 ½ bulan in utero 3 bulan 7 bulan 1 ½ tahun
C 5 bulan in utero 9 bulan 16 bulan 3 ¼ tahun
M1 5 bulan in utero 5 ½ bulan 12 bulan 2 ¼ tahun
M2 6 bulan in utero 10 bulan 20 bulan 3 tahun

Tabel 2. Gigi Permanen

Maksila Kalsifikasi Mahkota lengkap Erupsi Akar lengkap


I1 3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun
I2 10-12 bulan 4-5 tahun 8-9 tahun 11 tahun
C 4-5 bulan 6-7 tahun 11-12 tahun 13-15 tahun
P1 1 ½ -1 ¾ tahun 5-6 tahun 10-11 tahun 12-13 tahun
P2 2- 2 ¼ tahun 6-7 tahun 10-12 tahun 12-14 tahun
M1 Saat lahir 2 ½ -3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun
M2 2 1/3 - 3 tahun 7-8 tahun 12-13 tahun 14-16 tahun
M3 7-9 tahu 12-16 tahun 17-21 tahun 18-25 tahun
Mandibula
I1 3-4 bulan 4-5 tahun 6-7 tahun 9 tahun
I2 3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun
C 4-5 bulan 6-7 tahun 9-10 tahun 12-14 tahun
P1 1 ¾ - 2 tahun 5-6 tahun 10-12 tahun 12-13 tahun
P2 2 ¼ - 2 ½ tahun 6-7 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun

2.9 Indikasi dan kontra indikasi SSC


a. Indikasi
1. Pada enamel gigi yang kerusakannya parah pada permukaan jdi tidak bias
dlakukan restorasi.
2. Pada gigi fraktur
3. Untuk tumpatan komposit atau amalgam yng tidak berhasil
4. Gigi yang digunakan untuk abutmen
5. Pada gigi sulung yang dijadikan SM.
6. Mengkoreksi / memperbaiki single cross bite anterior (gigitan terbalik)
pada gigi desidui dengan dipasang mahkota terbalik
7. Untuk gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar
8. gigi dengan karies yang luas, gigi yang mempunyai defek pada email
seperti hipoplasia email dan amelogenesis imperfekta.
9. digunakan pada gigi yang mengalami fraktur serta unruk gigi penyangga
pada pembuatan space maintainer.

b. Kontra indikasi

1. Restorasi sedikit.
2. Pasien dengan alergi logam. Untuk alergi logam pasien, gigi anterior
menggunakan porselen, gigi posterior menggunakan logam.
3. Untuk gigi yang berjejal (gigi antar samping crowded, kerusakannya
parah. Berhubungan sama OHIS. Jika gigi berjejal akan dipasang SSC,
akan berpengaruh pada OHIS)
4. Hanya sisa radiks (mahkota masih ada, tapi enamel sudah rusak, sehingga
kalau sisa radiks, tambalan yang ditempel kurang kuat sehingga mudah
pecah).

2.10 Macam-Macam SSC

Ada dua macam SSC :

1. Festooned : dengan merek Ni-Chro primary crown, keluaran ion – 3M (USA) adalah
metal crown yang sudah dibentuk menurut anatomis gigi, baik kontour oklusal, bukal /
lingual, proksimal dan tepi servikal. Penyelesaian preparasi SSC jenis festooned ini
tinggal membentuk / menggunting permukaan servikal mahkota tersebut.
2. Unfestooned : dengan merek Sun – Platinum, keluaran Sankin, Jepang adalah metal
crown yang telah dibentuk permukaan oklusal saja sedangkan bagian bukal / lingual dan
servikal harus Pedodonsia Terapan 2 dibentuk dengan tang khusus. Kedua macam
bentuk mahkota harus dimanipulasi agar tetap baik marginalnya.
a. Bentuk unfestooned, tepi servikal mahkota belum digunting.
b. Bentuk festooned tepi servikal sudah digunting dan dibentuk cembung.
c. Bentuk festooned tepi servikal sudah digunting sesuai dengan servikal gigi.

2.11 Cara Preparasi Gigi SSC

a. Preparasi gigi anterior

1. Pengukuran materi gigi


Sebelum gigi dipreparasi jarak mesio-distal diukur dengan kapiler, tujuannya
untuk memilih ukuran SSC yang akan dipakai, sesuai dengan besarnya gigi asli.
2. Pembuangan seluruh jaringan karies dengan menggunakan ekskavator atau
round bor pada kecepatan rendah.
3. Mengurangi permukaan proksimal
Sebelum melakukan preparasi permukaan proksimal, gigi tetangga dilindungi
dengan prositektor atau steel matrik band. Permukaan proksimal dikurangi 0,5 –
1,0 mm dengan bur diamond tapered, dinding proksimal bagian distal dan mesial
dibuat sejajar. Permukaan proksimal diambil jika masih berkontak dengan gigi
tetangga dibuang sampai kontak tersebut bebas.
4. Mengurangi permukaan insisal
Bagian insisal dikurangi 1 – 1,5 mm sehingga nantinya crown sesuai dengan
panjang gigi tetangga.
5. Mengurangi permukaan palatal
Preparasi permukaan palatal 0,5 mm dan dilakukan jika permukaan tersebut
berkontak dengan gigi antagonis. Jika pada kasus open bite untuk gigi anterior
atas, permukaan palatal tidak perlu dipreparasi.
6. Mengurangi permukaan labial
Permukaan labial dipreparasi 0,5 – 1,0 mm cukup dengan membuang karies dan
tidak membuang undercut.
7. Penghalusan pinggir – pinggir yang tajam
Pinggir – pinggir yang tajam bagian proksimal mengakibatkan crown sukar
beradapatasi dengan gigi. Bagian pinggir yang tajam dari preparasi harus
dibulatkan
8. Perlindungan pulpa
Setelah dilakukan pembuangan jaringan karies mencapai dentin yang dalam,
sebaiknya ditutupi dengan kalsium hidroksida yang berfungsi untuk melindungi
pulpa terhadap iritasi.

. A. Pandangan labial. Bagian proksimal dibuat sejajar.B. Pandangan proksimal. C. Pandangan


insisal (J. R. Pinkham Dentistry, 1988, 253)
b. Preparasi Gigi Posterior

1. Pengukuran materi gigi


Sebelum gigi dipreparasi jarak mesio distal diukur dengan kaliper. Pengukuran
ini bertujuan untuk memilih besarnya SSC yang akan dipakai, sesuai dengan
besarnya gigi.
2. Pembuangan seluruh jaringan karies
Dengan round bur putaran rendah atau dengan menggunakan ekskavator.
3. Mengurangi permukaan oklusal
Fisur – fisur yang dalampada permukaan oklusal diambil sampai kedalaman 1 –
1,5 mm dengan tapered diamond bur.
4. Mengurangi permukaan proksimal
Sebelum melakukan preparasi, gigi tetangga dilindungi dengan prositektor atau
suatu steel matrik band. Tempatkan tapered diamond bur berkontrak dengan gigi
pada embrasur bukal atau lingual dengan posisi sudut kira – kira 20° dari
vertikal dan ujungnya pada margin gingiva. Preparasi dilakukan dengan suatu
gerakkan bukolingual mengikuti kontour proksimal gigi. Untuk mengurangi
resiko kerusakan pada gigi tetangga akibat posisi bur yang miring, maka slicing
dilakukan lebih dahulu dari lingual ke arah bukal atau sebaliknya, baru
kemudian dari oklusal ke gingival.
5. Mengurangi permukaan bukal dan lingual
Dengan tapered diamond bur permukaan bukal dan lingual dikurangi sedikit
sampai ke gingival margin dengan kedalaman lebih kurang 1 – 1,5 mm. Sudut –
sudut antara ke-2 permukaan dibulatkan.
6. Perlindungan pulpa
Pembuangan jaringan karies yang telah mencapai dentin cukup dalam sebaiknya
ditutupi dengan kalsium hidroksida, yang berfungsi melindungi pulpa terhadap
iritasi.
2.12 Langkah-langkah Pemotongan SSC
a. Letakkan SSC yang sudah dipilih di atas gigi yang telah dipreparasi. Tekan
SSC ke arah gingiva :
 bila terlalu tinggi atau rendah maka oklusi tidak baik.
 bila terlalu besar atau kecil, SSC tidak dapat memasuki sulkus
gingiva.

b. Periksa apakah tepi SSC pada daerah aproksimal sudah baik.


c. Tentukan kelebihan SSC, kemudian buang dengan stone bur atau potong
dengan gunting.
d. SSC coba lagi dan perhatikan :

 oklusi gigi geligi.


 jika gingiva terlihat pucat berarti SSC masih kepanjangan dan perlu
pemotongan bagian servikalnya.

2.13 Keuntungan dan Kerugian SSC

1. Keuntungan SSC
a. Kerja lebih cepat, oleh karena mahkota SSC sudah tersedia sesuai dengan
ukuran dan bentuk gigi.
b. Lebih tahan lama oleh karena terbuat dari logam.
c. SSC dapat diselesaikan dalam 1 kali kunjungan, hal ini sangat baik terutama
untuk anak – anak.

2. Kerugian SSC
Estetis kurang baik, karena warna mahkota SSC tidak sesuai dengan
warna gigi asli. Untuk mengatasinya maka pada bagian labial SSC tersebut
digunting dan dibuatkan jendela yang kemudian jendela tersebut diisi / ditambal
dengan bahan yang sama warnanya dengan gigi misalnya self curing acrylic,
composit resin. Mudah terjadi penumpukan plak disekeliling servikal sehingga
dapat menyebabkan inflamasi gingiva.

2.14 Pertimbangan Keberhasilan Penggunaan SSC


a. Pembuangan karies dan yang dibutuhkan, tepat untuk terapi pulpa.
b. Pengurangan struktur gigi yang optimal untuk retensi mahkota yang adekuat.
c. Kurangnya kerusakan gigi tetangga setelah pembukaan kontak interproksimal.
d. Pemilihan ukuran mahkota yang tepat untuk menentukan panjang lengkungan.
e. Adaptasi marginal yang akurat dan kesehatan gingiva.
f. Fungsi oklusal yang baik.
g. Prosedur penyemenan yang optimal.

2.15 Beberapa Faktor yang Dapat Menyebabkan Kegagalan SSC

a. Preparasi gigi yang tidak baik.


b. Adaptasi mahkota yang tidak baik dan kemudian disertai dengan retensi yang
buruk.
c. Metode sementasi yang tidak tepat dengan mahkota yang lepas atau margin
yang terbuka.
d. Kegagalan perawatan pulpa.

S-ar putea să vă placă și