Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Pendahuluan
A. Latar belakang
WHO menyatakan bahwa inkontinensia urin merupakan salah satu topik
kesehatan cukup besar dan diperkirakan lebih dari 200 juta orang diseluruh dunia
mempunyai masalah dalam pengontrolan berkemih (Sinaga, 2011). Konferensi
Konsensus Kesehatan Nasional Amerika (1998) dalam Sinaga (2011)
menyatakan bahwa dua per tiga dari 10 juta orang dewasa yang mengalami
inkontinensia adalah wanita.
Masalah inkontinensia urin saat ini belum mendapatkan perhatian penuh
di dunia, termasuk di Indonesia. Di Amerika Serikat jumlah penderita
inkontinensia urin mencapai 13 juta dengan 85% diantaranya perempuan,
sebenarnya jumlah ini masih sangat sedikit dikarenakan banyak kasus dengan
inkontinensia urin yang belum dilaporkan (Syaifudin, 2001). Prevalensi
inkontinensia urin bervariasi di setiap negara yang disebabkan oleh berbagai
faktor, diantaranya yaitu perbedaan definisi, populasi, sampel penelitian, dan
metodologi penelitian (Sinaga, 2011).
Menurut Baduaji (2004) dalam Sinaga (2011) di Indonesia prevalensi
angka kejadian inkontinensia urin belum dapat terdeteksi secara pasti
dikarenakan banyak orang yang menganggap inkontinensia urin merupakan hal
yang wajar setelah wanita melahirkan dan kebanyakan merasa malu untuk
memeriksakannya ke tenaga kesehatan. Inkontinensia urin erat hubungannya
dengan penurunan kualitas hidup pasien seperti isolasi sosial, kesendirian dan
kesedihan, gangguan psikiatri seperti depresi; rasa malu yang mempengaruhi
aktivitas sehari-hari; stigmatisasi; gangguan pada hubungan seksual; dan
gangguan tidur. Hal tersebut dikarenakan banyak orang yang mengidap
inkontinensia urin namun mereka merasa enggan untuk berkonsultasi dengan
tenaga kesehatan agar bisa mencegah bahkan mengobati inkontinensia urin
tersebut agar tidak menjadi semakin parah. Menurut tendean dalam Sinaga
(2011) faktor-fakor risiko timbulnya inkontinensia urin adalah usia, kehamilan
dan paritas dimana dampak jangka panjangnya masih dalam penelitian.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien dengan inkontinensia Urine ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pasien dengan inkontnensia urin.
2. Tujuan khusus
a. Untuk memahami pengertian dari inkontinesia urine.
b. Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin.
c. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin.
d. Untuk mengetahui maninfestasi klinis inkontinensia urin.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin
D. Manfaat
1. Bagi Pembaca
Agar pembaca dapat menambah pengetahuan tentang inkontinensia
urin.
2. Bagi Penulis
Mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien inkontinensia urine
BAB 2
Tinjauan Pustaka
1. Definisi
3. Etiologi
Etiologi umum yang terjadi pada pasien incontinence adalah :
a. Gejala infeksi saluran kemih Serangan bakteri memicu infeksi lokal yang
mengiritasi mukosa kandung kemih dan menyebabkan dorongan kuat
untuk buang air kecil. Kemudian mendesak pengeluaran urin, yang
mungkin satu-satunya tanda peringatan dari infeksi saluran kemih, juga
dapat disertai dengan frekuensi kencing, disuria, dan urin berbau busuk
b. Atrofi vaginitis Atrofi atau peradangan pada vagina akibat penurunan
yang signifikan dari kadar estrogen; kurangnya estrogen dapat
menyebabkan penurunan kekuatan otototot dasar panggul. atrofi mukosa
vagina juga menyebabkan ketidak nyamanan vagina, rasa terbakar, gatal,
dan terkait dyspareunia
c. Efek samping obat Polifarmasi dan penggunaan α-adrenergik,
neuroleptik, benzodiazepines, bethanechol, cisapride, diuretik,
antikolinergik, agen anti-Parkinsonian, βblocker, disopyramides,
angiotensin-converting enzyme inhibitor, narcoleptics, atau obat
psikotropika dapat memperburuk inkontinensia, efek sedatif dan
benzodiazepin dapat mengganggu kemampuan pasien untuk
mengendalikan fungsi kandung kemih, sehingga urge incontinence
iatrogenik Diuretik dan meningkatkan Volume kemih konsumsi cairan
cepat dan berpotensi memperburuk gejala inkontinensia urin.
d. Konsumsi kopi dan alkohol
Kopi menyebabkan kedua efek diuretik dan efek iritasi
independen, sehingga mengisi kandung kemih yang cepat dan keinginan
yang mendesak dan tidak sukarela untuk buang air kecil. Alkohol, ketika
dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar, juga dapat menumpulkan
kemampuan kognitif pasien untuk mengenali dorongan untuk buang air
kecil, sehingga inkontinensia.
e. Inkontinensia urin biasanya berhubungan dengan penyakit fisik yang
mendasari, termasuk disfungsi kandung kemih, melemah dasar panggul
atau otot kandung kemih, penyakit neurologis, operasi panggul
sebelumnya, atau obstruksi saluran kemih.
f. Hypoestrogenic states, penuaan, dan kelainan jaringan ikat dapat
menyebabkan penurunan kekuatan otot-otot dasar panggul.
g. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan inkontinensia kronis meliputi:
Gejala sisa kehamilan dan masa nifas.
a. Identitas klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung
terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin
perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga
beresiko mengalaminya.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya,
apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres,
ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan
waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin
berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi
ketidakmampuan.
2) Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien,
apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,
pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat
dirumah sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Klien tampak lemas dan tanda tanda vital
terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia
2) Pemeriksaan Sistem :
a) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis
karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah
kelainan pada perkusi.
b) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah
c) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine
biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta
disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder,
pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus
uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan
disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter
sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra
pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu
kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya
nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi,
adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
Data penunjang
Urinalisis: Hematuria, Poliuria, Bakteriuria.
Pemeriksaan Radiografi
a. IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal
dan ureter.
b. VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran,
bentuk, dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama
obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
Kultur Urine: Steril, Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000
koloni / ml)., Organisme.
2. Diagnosa Keperawatan
3. INTERVENSI
a. Mengungkapkan
pemahaman
tentang kondisi,
pemeriksaan
diagnostik, dan
macam terapeutik.
b. Keluhan
berkurang tentang
cemas atau gugup.
c. Ekspresi wajah
rileks.
Klien atas nama Ny. Y umur 50 tahun datang ke Rumah Sakit Z mengatakan
kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak
bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai
toilet. klien mengaku dia mengurangi minum agar tidak mengompol lagi.
Klien mengatakan sering menahan haus. Klien mengatakan lecet-lecet pada
kulit kemaluannya. Klien mengatakan malu apabila keluar rumah, karena
mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat. sehingga hanya diam
dirumah. Klien sebelumnya pernah mengalami inkontinensia sekitar 6 bulan
yang lalu dan sempat terpasang kateter. TD : 160/90 mmHg, ND : 90x/i, S :
370C, RR : 18x/menit.
a. Pengkajian
Identitas klien
Nama : Ny. Y
Umur : 50 th
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : islam
Status Perkawinan : kawin
Suku Bangsa : serawai
Pendidikan : SD
Pekerjaan : tidak bekerja
Tgl masuk RS : 1 April 20114
No. Register : 15665
2. Riwayat Kesehatan
Alasan kunjungan/keluhan utama :
Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK terus-
menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet.
Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga
mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi
untuk sampai toilet. klien mengaku dia mengurangi minum agar tidak
mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien mengatakan
lecet-lecet pada kulit kemaluannya. Klien mengatakan malu apabila keluar
rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat. sehingga
hanya diam dirumah.
Analisa Data
NO Data Etiologi Masalah
1. DS : Sering berkemih, Perubahan pola
- Klien mengatakan ingin BAK urgensi eliminansi
terus menerus
- Klien mengatakan kencingnya
lebih dari 10 kali dalam sehari.
- Klien juga mengatakan dia tidak
bisa menahan kencingnya
DO:
- Klien sering mengompol
2. DS : Irigasi konstan Kerusakan
- Klien mengatakan nyeri pada oleh urine integritas kulit
saat mengeluarkan urine
Kklien mengatakan lecet pada
kulit area kemaluannya
DO:
Kulit area genitalia tampak
kemerahan