Sunteți pe pagina 1din 19

ISSN : 1978-4333, Vol. 05, No.

01

IMPLEMENTASI MANAJEMEN KOLABORATIF DALAM


PENGELOLAAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT
Impementation of Colaborative Management on Community Based Ecotourism
*)
Wulandari dan Titik Sumarti

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

*) Email : wulandari@yahoo.com

Diterima 3 Maret 2011 / Disetujui 30 Maret 2011

ABSTRACT
This study aimed to learn about the implementation of collaborative management in the implementation of
community-based ecotourism in the village of Citalahab- Cikaniki, Halimun Salak Mountain National
Park. By using the principles of collaboration it will be seen how far the process of collaboration that
have been implemented. They will also be reviewed regarding the benefits of implementing these
community-based ecotourism. This study uses a qualitative approach, specially uses primary and secondary
data. The primary data obtained from interviews and field observation, while the secondary data obtained
from various sources such as reference books, and reports of research (thesis or a thesis) about community-
based ecotourism management and collaboration. The study shows that the implementation of
collaboration in community-based ecotourism program in Kampong Citalahab has run on the third phase
of implementing the agreement. However, collaboration was limited to the implementation of activities only
and not been held to review the deal. If the analysis by using the seven principles of collaboration put
forward by Borrini-Feyerabend, et al (2000), the execution of this collaboration can be said to have
fulfilled the principle of first to fifth. Benefits of collaborative management of community-based ecotourism
in the Kampong Citalahab include economic benefits, social and ecological benefits.
Keywords: implementation of collaborative management, community-based ecotourism, ecotourism
management

PENDAHULUAN yaitu terjadinya degradasi lingkungan alam, sosial dan


budaya tempat tujuan wisata (Widada, 2008).
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan
Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dunia.
secara global, maka dibidang pariwisata terjadi pula
Pariwisata memberikan kontribusi lebih dari 10% dari
kecenderungan perubahan dari pariwisata yang
total lapangan pekerjaan, 11% dari Gross Domestic
eksploitatif ke arah pariwisata yang berkelanjutan.
Product (GDP) dunia dan total perjalanan wisata
Ekowisata merupakan pariwisata alternatif yang timbul
diperkirakan meningkat menjadi 1,6 miliar pada Tahun
sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap bentuk
2020 (WWF International, 2001). Sejalan dengan
pariwisata yang kurang memperhatikan dampak sosial
pesatnya perkembangan industri pariwisata global, maka
dan ekologis, dan lebih mementingkan keuntungan
perkembangan industri pariwisata Indonesia juga
ekonomi dan kenyamanan manusia semata (Fennel,
mengalami perkembangan yang pesat. Pada Tahun 2006,
1999 dalam Nugraheni, 2002).
wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia mencapai
4,87 juta orang, sehingga sektor pariwisata dapat Salah satu tempat yang dijadikan tujuan ekowisata adalah
memberikan kontribusi devisa negara sebesar US$ 4,45 taman nasional. Hal ini karena taman nasional memiliki
juta (Statistik Pariwisata dalam Widada, 2008). keanekaragaman hayati yang tinggi dan berbagai daya
tarik obyek ekowisata yang sangat menarik. Salah satu
Perkembangan pariwisata yang semakin pesat di
taman nasional yang banyak menjadi tujuan ekowisata
Indonesia akan membawa semakin banyaknya jumlah
adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak
wisatawan yang berkunjung ke berbagai obyek wisata
(TNGHS). Rencana Aksi Pengembangan Ekowisata
alam di Indonesia. Hal tersebut tentunya memberikan
TNGS Tahun 2008-2011 menyebutkan bahwa TNGHS
dampak yang positif dan negatif. Dampak positif yang
memiliki potensi ekowisata yang tinggi karena terdapat
ditimbulkan dari perkembangan pariwisata yaitu
flora, fauna yang khas, gejala alam, panorama alam,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal,
peninggalan sejarah, dan atraksi budaya yang spesifik.
regional dan nasional, sedangkan dampak negatifnya

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia | April 2011, hlm. 32-50
Setiap tahun jumlah pengunjung yang datang ke TNGHS a) Siapa saja pihak-pihak yang memiliki
mengalami peningkatan yang signifikan. Sampai Tahun kepentingan terhadap ekowisata berbasis
2006 tercatat sekitar 7000 orang yang berkunjung ke masyarakat di Kampung Citalahab?
kawasan ini (Hartono et al, 2007). Oleh karena itulah
b) Bagaimana tahapan pelaksanaan kolaborasi
diperlukan suatu upaya pengembangan ekowisata dimana
dalam ekowisata berbasis masyarakat di
tidak hanya memperhatikan aspek bisnis akan tetapi tetap
Kampung Citalahab?
memperhatikan aspek konservasi bagi kawasan TNGHS.
c) Apa saja yang menjadi kendala dalam
Secara umum kawasan lindung tak dapat dikelola secara
pelaksanaan kolaborasi ekowisata berbasis
praktis atau etis tanpa mempertimbangkan masyarakat
masyarakat di Kampung Citalahab?
yang tinggal didalam atau dekat dengan kawasan itu
(Fisher, 1995 dalam Suporahardjo, 2005). Oleh karena itu 2. Bagaimana manfaat pengelolaan kolaboratif
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya ekowisata berbasis masyarakat bagi masyarakat
sangat diperlukan. Pengelolaan secara kolaboratif menjadi Kampung Citalahab dan Taman Nasional Gunung
suatu pendekatan yang relevan diterapkan dalam kasus Halimun Salak?
ini. Rao dan Geisler (1990) dalam Suporahardjo (2005)
menyebutkan bahwa pengelolaan kolaboratif mengacu Tujuan Penelitian
pada pembuatan keputusan bersama antara yang Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka
membutuhkan sumberdaya lokal dan pengelola tujuan dari penelitian ini, yaitu:
sumberdaya yang terlatih secara formal terhadap
kebijakan yang membimbing penggunaan kawasan 1. Mengkaji proses kolaborasi dalam
lindung berdasarkan kepentingan bersama kedua belah program ekowisata berbasis masyarakat di
pihak dalam melestarikan sumberdaya alam. Kampung Citalahab TNGHS.

TNGHS memiliki luas 113.357 hektar dan menjadi hutan 2. Mengkaji manfaat pengelolaan kolaboratif
terluas di Pulau Jawa, dengan menyimpan ekowisata berbasis masyarakat bagi
keanekaragaman hayati yang luar biasa. Selain banyak masyarakat Kampung Citalahab dan Taman
hutan yang asli, ada juga ragam satwa seperti elang jawa, Nasional Gunung Halimun Salak.
macan tutul, dan owa jawa. Hasil survei GHSNP MP- Kegunaan Penelitian
JICA pada Tahun 2005 menyebutkan bahwa di dalam
kawasan terdapat 314 kampung yang menyimpan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
beragam karakter perkampungan. Banyaknya manfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun
perkampungan dan juga rimbunnya hutan yang ada maka terkait dengan kajian mengenai Implementasi Manajemen
pada Tahun 1995 munculah konsep ekowisata berbasis Kolaboratif dalam Ekowisata Berbasis Masyarakat,
masyarakat dimana tidak hanya menjaga kelestarian khususnya kepada:
lingkungan dan budaya tetapi juga dapat meningkatkan 1. Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai
kesejahteraan masyarakat setempat. Untuk menunjang hal implementasi manajemen kolaboratif dalam
itu, maka beberapa perkampungan disana dikembangkan ekowisata berbasis masyarakat.
menjadi home-stay. Salah satu kampung yang turut
dikembangkan yaitu Kampung Citalahab. 2. Bagi Taman Nasional Gunung Halimun Salak, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
Pihak yang terlibat dalam pengembangan ekowisata di bagi pelaksanaan manajemen kolaboratif dalam
kawasan ini tidak hanya pihak taman nasional dan ekowisata selanjutnya.
masyarakat setempat. Pihak lain yang banyak
memberikan kontribusi dalam pengembangan ekowisata 3. Bagi pihak terkait, dapat memberikan gambaran
ini yaitu adanya keberadaan Yayasan Ekowisata Halimun tentang bagaimana manajemen kolaboratif dalam
(YEH) dan berbagai travel agent. Kerja sama multi pihak ekowisata berbasis masyarakat yang dilakukan oleh
ini dikenal juga dengan istilah manajemen Taman Nasional Gunung Halimun Salak dalam
kolaboratif. Melalui manajemen kolaboratif ini upaya pengembangan dan keberlanjutan ekowisata.
diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan TNGHS yang PENDEKATAN TEORITIS
baik sehingga bermanfaat optimal bagi kepentingan
ekologis, sosial dan ekonomi sesuai dengan karakteristik Tinjauan Pustaka
taman nasional. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk Konsep Ekowisata
meneliti pelaksanaan manajemen kolaboratif dalam
pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di TNGHS. Ekowisata merupakan salah satu bentuk perluasan dari
pariwisata alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari
Masalah Penelitian ketidakpuasan terhadap bentuk pariwisata yang kurang
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan memperhatikan dampak sosial dan ekologis, dan lebih
tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan
adalah: manusia semata (Fennel, 1999 dalam Nugraheni, 2002).
Istilah ekowisata dapat diartikan sebagai perjalanan
1. Bagaimana proses kolaborasi dalam program oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan
Citalahab TNGHS yang meliputi: budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 33
membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung Ekowisata sebagai Konsep Pengembangan Kawasan
pelestarian alam (WWF Indonesia, 2009). Taman Nasional
Rahardjo (2005) mengatakan bahwa ada beberapa hal Konsep pengembangan atau pengelolaan kawasan wisata
yang bisa menjadi elemen penting dalam pencapaian menurut INDECON (1999) seharusnya didasarkan pada
sukses dari sebuah gagasan tentang ekoturisme, dimana kaidah alam yang mendukung upaya pelestarian
ekoturisme semestinya: lingkungan (alam dan budaya) serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar dimana aspek
1. Berdampak rendah terhadap kawasan lindung dan
pengelolaannya didasarkan oleh adanya kesatuan visi
sumberdaya alam.
dari para stakeholdernya. Pemilihan ekowisata sebagai
2. Melibatkan para pihak yang berkepentingan konsep pengembangan kawasan menurut Shelly and
(perorangan, masyarakat, wisatawan, bisnis wisata, Wall (2001) dalam Dirawan (2006) didasarkan pada
dan lembaga-lembaga pemerintahan) dalam proses beberapa unsur utama, yaitu: pertama, ketergantungan
perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan pada kualitas sumberdaya alam, peninggalan sejarah dan
monitoring. budaya; kedua, melibatkan masyarakat; ketiga,
meningkatkan kesadaran apresiasi terhadap alam, nilai-
3. Menghargai budaya dan tradisi-tradisi lokal.
nilai peninggalan sejarah dan budaya; keempat,
4. Meningkatkan keberlanjutan dan kesetaraan tumbuhnya pasar ekowisata di tingkat internasional dan
pendapatan untuk masyarakat lokal sebagai mana nasional dan kelima, sebagai sarana mewujudkan
bagi para pihak lainnya, termasuk operator wisata ekonomi berkelanjutan. Dengan kata lain, ekowisata
dari kalangan swasta. menawarkan konsep low invest-high value bagi
sumberdaya dan lingkungan sekaligus menjadikannya
5. Meningkatkan pendapatan untuk konservasi kawasan sarana cukup ampuh bagi partisipasi masyarakat, karena
lindung. seluruh aset produksi menggunakan dan merupakan
6. Mendidik semua pihak tentang peran mereka masing- milik masyarakat lokal (Dirawan, 2006).
masing dalam konservasi. Taman nasional merupakan salah satu kawasan
Konsep Taman Nasional konservasi yang mengandung aspek pelestarian dan
aspek pemanfaatan sehingga kawasan ini dapat
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya dimanfaatkan untuk pengembangan ekowisata dan minat
Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa khusus. Kedua bentuk pariwisata tersebut yaitu
taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang ekowisata dan minat khusus sangat prospektif dalam
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem penyelamatan ekosistem hutan. Pengembangan kawasan
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu seperti inilah yang menguntungkan bagi kelestarian
pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, hutan (Fandeli, 2005 dalam Qomariah, 2009).
pariwisata, dan rekreasi. Berdasarkan Permenhut No.:
P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi ini terdiri Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di
dari: Kawasan Taman Nasional
1. Zona inti, merupakan bagian kawasan taman Ekowisata berbasis masyarakat yang mengambil dimensi
nasional yang mutlak dilindungi dan tidak sosial ekowisata adalah suatu langkah lebih lanjut
diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan
aktivitas manusia. oleh kegiatan wisata. Pendekatan ini mengembangkan
bentuk ekowisata dimana masyarakat lokal yang
2. Zona rimba; Zona perlindungan bahari untuk mempunyai kendali penuh dan keterlibatan di dalamnya
wilayah perairan adalah bagian taman nasional yang baik manajemen dan pengembangannya, maupun
karena letak, kondisi dan potensinya mampu proporsi yang utama menyangkut sisa manfaat di
mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dalam masyarakat (WWF International, 2001). Selain
dan zona pemanfaatan. itu, ekowisata berbasis masyarakat dapat membantu
3. Zona pemanfaatan adalah bagian dari kawasan memelihara penggunaan sumberdaya alam dan lahan
taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan yang berkelanjutan.
kunjungan wisata. Tempat-tempat yang mempunyai alam dan budaya yang
4. Zona lain, antara lain: (1) Zona tradisional; (2) khas merupakan tempat yang sangat potensial bagi
Zona rehabilitasi; (3) Zona religi, budaya dan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Taman
sejarah; dan (4) Zona khusus. nasional merupakan salah satu tempat yang dapat
dijadikan pilihan dalam pengembangan ekowisata
Menurut MacKinnon (1993), taman nasional merupakan berbasis masyarakat tersebut, hal ini karena dalam usaha
suatu kategori kawasan yang dilindungi yang bertujuan tersebut terkandung aspek konservasi, usaha bisnis dan
untuk melindungi kawasan alami dan berpemandangan pembangunan masyarakat (Nugraheni, 2002).
indah yang penting secara nasional atau internasional Pengembangan ekowisata memberikan manfaat secara
serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan sosial ekonomi kepada masyarakat. Saat masyarakat
dan rekreasi. Selanjutnya, kawasan alami ini relatif luas, mendapatkan manfaat dengan pengembangan ekowisata
materinya tidak diubah oleh kegiatan manusia serta maka mereka akan semakin termotivasi untuk melakukan
pemanfaatan sumberdaya tambang tidak diperkenankan. konservasi (Ekowati, 2005). Melalui usaha tersebut,

34 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
masyarakat turut mengelola sumberdaya alam yang Menurut Tebaiy (2004), Pengembangan ekowisata
berada didalam kawasan taman nasional. Selain itu berbasis masyarakat di kawasan dengan menggunakan
potensi konflik antara masyarakat dan pihak pengelola konsep co-management merupakan salah satu cara
taman nasional dalam pengelolaan kawasan pun dapat yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi
diselesaikan. masyarakat dimana masyarakat lokal terlibat langsung
mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
Menurut Ekowati (2005), terdapat beberapa faktor
monitoring dan evaluasi. Selain itu, arahan kebijakan
pendukung agar praktek ekowisata berbasis masyarakat
untuk pengembangan kegiatan ekowisata adalah
ini dapat berjalan sukses, diantaranya yaitu: (1) adanya
dengan menentukan strategi kebijakan yang dianalisis
dukungan pihak pemerintah daerah secara politik dan
dengan SWOT, didapati 6 strategi yaitu:
melalui aspek lain sehingga mendorong terjadinya
(1)memberdayakan masyarakat kawasan (2)
perdagangan yang efektif dan investasi; (2) tercukupinya
meningkatkan kesehatan status kawasan (3)
hak-hak kepemilikan; (3) keamanan pengunjung
perlindungan dan pengamanan potensi kawasan (4)
terjamin, (4) resiko kesehatan rendah; (5) tersedianya
pemanfaatan dan pengembangan kawasan (5) pembinaan
fasilitas fisik dan telekomunikasi; (6) kondisi lanskap
kelembagaan dan koordinasi (6) peningkatan kualitas
dan flora fauna yang sangat menarik; (7) kesadaran
SDM berbasis sumberdaya potensial.
komunitas lokal akan adanya kesempatan-kesempatan
potensial untuk pengembangan ekowisata di daerah Pemilihan strategi yang tepat dalam pengembangan
mereka; (8) intensitas kedatangan pengunjung yang ekowisata berbasis masyarakat akan sangat menentukan
datang cukup sering, (9) sumberdaya manusia yang keberhasilan praktek ekowisata berbasis masyarakat
potensial; dan (10) masyarakat bersedia terlibat secara tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari
aktif dan ikut berkorban baik tenaga, waktu atau materi berbagai pihak demi tercapainya tujuan. Para pihak yang
untuk kegiatan-kegiatan yang mereka sadari dan mereka terlibat di sini berasal dari berbagai kalangan seperti
percayai akan membawa kemajuan dan manfaat bagi LSM lokal dan nasional, pemerintah, akademisi dan
mereka dan pekon3 mereka. Adapun faktor penghambat institusi internasional. Dengan demikian ekowisata dapat
pengembangan ekowisata adalah (1) fasilitas fisik memberikan manfaat baik untuk masyarakat setempat
yang tersedia kurang mendukung seperti jauhnya jarak maupun terhadap kawasan taman nasional.
yang harus ditempuh dan kondisi jalan yang tidak terlalu
Manajemen Kolaboratif
baik sehingga membutuhkan waktu tempuh yang lama
untuk mencapai lokasi; (2) belum ada struktur untuk Menurut PHKA-Dephut (2002), pengelolaan manajemen
pengambilan keputusan komunitas yang efektif; (3) kolaboratif bidang pengurusan kawasan konservasi
kurangnya penguasaan penduduk setempat terhadap seni adalah kemitraan di antara berbagai pihak kepentingan
budaya tradisional; (4) terpecahnya masyarakat dalam yang menyetujui untuk berbagi fungsi, wewenang dan
golongan-golongan; dan (5) suasana politik yang tanggung-jawab manajemen dalam mengelola daerah
memanas. Faktor-faktor pendukung dan penghambat atau sumber daya alam yang statusnya dilindungi atau
dalam pengembangan ekowisata adalah hal-hal yang dikonservasi. Manajemen kolaboratif harus dipandang
saling berhubungan satu sama lain sehingga perbaikan di secara pragmatis dan de facto, bukan berbasis pada
salah satu faktor harus dilakukan bersama-sama dengan kondisi de jure (secara de facto kadangkala masyarakat
perbaikan di faktor yang lain. lokal tidak memiliki akses dan kontrol di kawasan
konservasi. Setiap stakeholder berpartisipasi penuh
Untuk melihat keberhasilan praktek ekowisata
dalam pembentukan pola kerjasama dan bersedia
berbasis masyarakat maka diperlukan suatu kriteria
menyumbangkan waktu, pengetahuan, keterampilan, dan
evaluasi. Salah satu kriteria evaluasi praktek ekowisata
informasinya atau sumber daya lainnya untuk aktif
yang dapat digunakan adalah kriteria evaluasi
terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
dikemukan oleh Wallace (1996). Kriteria tersebut
secara ringkas adalah (1) praktek berusaha Upaya-upaya penyelesaian konflik pengelolaan
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sumberdaya hutan selama ini belum berhasil
masyarakat lokal (2) meningkatkan kesadaran dan menyelesaikan konflik secara komprehensif.
pemahaman sistem alam dan budaya setempat, serta Margitawaty (2004) dalam Theresia (2008) menyebutkan
keterlibatan dari pengunjung terhadap berbagai aspek bahwa konflik pengelolaan sumberdaya alam sebagai
yang mempengaruhi sistem tersebut (3) berkontribusi buah dari missmanagement dalam pengelolaan hutan
terhadap konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam dengan demikian memerlukan suatu alternatif
yang dilindungi (4) memaksimalkan partisipasi manajemen pengelolaan hutan. Oleh karena itu
masyarakat setempat sejak awal dan dalam jangka diperlukan suatu pendekatan yang dapat
panjang dalam proses pengambilan keputusan tentang mengakomodasikan kepentingan semua pihak dan
jenis dan jumlah wisata yang ada (5) memberikan menghasilkan solusi yang dapat diterima oleh semua
keuntungan ekonomis dan yang lainnya kepada pihak pula. Pendekatan itulah yang dikenal dengan
penduduk setempat yang melengkapi dan tidak Manajemen kolaboratif. Menurut Marshall (1995) dalam
menggantikan jenis mata pencaharian tradisional (6) Tadjudin (2009), kolaborasi merupakan suatu bentuk
menyediakan kesempatan bagi masyarakat setempat dan resolusi konflik yang mengakomodasikan sikap
karyawan ekowisata untuk mengunjungi dan belajar kooperatif dan asertif yang tinggi. Dengan demikian,
lebih banyak tentang keindahan alam dan objek wisata kolaborasi itu merupakan resolusi konflik yang akan
yang menjadi daya tarik pengunjung. menghasilkan situasi ”menang-menang” dan sama sekali
tidak mempertimbangkan suatu keputusan atau

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 35
kesepakatan yang bersifat zero-sum seperti yang Tadjudin (2009) menyebutkan bahwa hal yang
ditunjukan oleh Thurrow (1980) dalam Tadjudin (2009). penting dalam manajemen kolaboratif adalah bahwa
masyarakat dilibatkan secara aktif dalam seluruh
Pengelolaan kolaboratif digambarkan oleh Borrini-
daur kegiatan. Hak-hak masyarakat dihargai dalam
Feyerabend (1996) dalam Suporahardjo (2005) sebagai
setiap proses pengambilan keputusan, sehingga
suatu metode untuk mengakomodasikan berbagai
dapat diperoleh rumusan terbaik cara pengelolaan
kepentingan di sekitar kawasan lindung. Selanjutnya
sumberdaya hutan.
disebutkan bahwa pendekatan kolaboratif meliputi tiga
tahap utama yaitu, (1) mempersiapkan kemitraan, (2) Kerangka Pemikiran
mengembangkan kesepakatan, dan (3) melaksanakan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
dan mereview kesepakatan.
P.19/Menhut/2004 menyebutkan bahwa ada beberapa
Walaupun pendekatan kolaborasi telah memberikan jenis kegiatan pengelolaan kawasan suaka alam dan
kesuksesan dan manfaat dalam menyelesaikan masalah, kawasan pelestarian alam yang dapat dikolaborasikan.
tapi dalam perjalanannya terdapat kendala sebagai Salah satu kawasan pelestarian alam yang telah
keterbatasan dari pendekatan kolaborasi. Menurut Gray menerapkan sistem ini adalah Taman Nasional Gunung
(1989) dalam Supohardjo (2005), beberapa kendala Halimun Salak (TNGHS), yaitu melalui pengelolaan
dalam kolaborasi, yaitu: ekowisata. Salah satu daerah pengembangan ekowisata
di kawasan TNGHS yaitu terdapat di Kampung
1. Komitmen kelembagaan tertentu menimbulkan
Citalahab Sentral. Kampung Citalahab sentral memiliki
disinsentif untuk berkolaborasi.
Keanekaragaman hayati dan keindahan alam yang
2. Sejarah hubungan yang dicirikan oleh interaksi menjadi daya tarik untuk pengembangan ekowisata
permusuhan yang telah berlangsung lama di antara di kawasan ini.
pihak.
Kebijakan di atas menjadi motivator bagi para pihak
3. Dinamika perkembangan tingkat kemasyarakatan untuk terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi
(pendekatan kolaborasi lebih sulit dipraktekkan yaitu melalui manajemen kolaboratif, khususnya melalui
ketika kebijakan rendah sekali perhatiannya dalam pemanfaatan jasa lingkungan melalui pengembangan
mempertimbangkan alokasi sumberdaya langka). ekowisata. Manajemen kolaboratif merupakan suatu
mekanisme yang bisa melibatkan stakeholder
4. Perbedaan persepsi atas resiko.
termasuk masyarakat lokal dalam proses perencanaan
5. Kerumitan yang bersifat teknis. dan pengelolaan kawasan konservasi. Pelaksanaan
manajemen kolaboratif di TNGHS dalam pengelolaan
6. Budaya kelembagaan dan politik. ekowisata melibatkan beberapa aktor yang memiliki
Borrini-Feyerabend, et al (2000) dalam PHKA-Dephut kepentingan masing-masing yaitu pihak pengelola
(2002) menyatakan bahwa dalam praktik pengelolaan TNGHS, masyarakat lokal dan LSM (Lembaga
kolaboratif setidak-tidaknya terdapat nilai etik dan Swadaya Masyakat). Melalui manajemen kolaboratif
prinsip- prinsip sebagai berikut: maka kepentingan-kepentingan seluruh stakeholder dapat
diakomodasikan secara adil, dan memandang harkat
a) Mengakui perbedaan nilai, kepentingan dan setiap stakeholder itu sebagai entitas yang sederajat
kepedulian para pihak yang terlibat dalam sesuai dengan tata nilai yang berlaku, dalam rangka
mengelola wilayah atau kesatuan sumber daya alam, mencapai tujuan bersama (Tadjudin, 2009).
baik di luar maupun di dalam komunitas lokal.
Proses berjalannya manajemen kolaborasi dalam
b) Terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan pengelolaan ekowisata di Kampung Citalahab akan
sumber daya alam selain pengelolaan yang secara digambarkan melalui tiga tahap utama yang
legal telah ada dimiliki pemerintah atau pihak dikemukakan oleh Borrini-Feyerabend (1996) dalam
c) Mengusahakan terciptanya transparansi dan Suporahardjo (2005). Tahap-tahap tersebut meliputi: (1)
kesetaraan dalam pengelolaan sumber daya alam mempersiapkan kemitraan, (2) mengembangkan
kesepakatan, dan (3) melaksanakan dan mereview
d) Memperkenankan masyarakat sipil untuk kesepakatan.
mendapatkan peranan dan tanggung-jawab yang
lebih punya arti Borrini-Feyerabend, et al (2000) dalam PHKA-Dephut
(2002) menyatakan bahwa dalam praktik pengelolaan
e) Mendayagunakan dengan saling memperkuat kolaboratif setidak-tidaknya terdapat nilai etik dan
kapasitas dan keunggulan komparatif dari berbagai prinsip- prinsip sebagai berikut: (1) Mengakui
aktor kelembagaan yang terlibat. Menghubungkan perbedaan nilai, kepentingan dan kepedulian para pihak
keterkaitan hak dengan tanggung-jawab dalam yang terlibat, (2) Terbuka bagi berbagai model hak
konteks pengelolaan sumber daya alam pengelolaan sumber daya alam, (3) terciptanya
f) Lebih menghargai dan mementingkan proses transparansi dan kesetaraan, (4) masyarakat sipil
ketimbang hasil produk fisik jangka pendek mendapatkan peranan dan tanggung-jawab yang lebih
punya arti , (5) memperkuat kapasitas dan keunggulan
g) Meraih petikan pelajaran melalui kaji ulang komparatif dari berbagai aktor kelembagaan yang
terus menerus dan perbaikan pengelolaan terlibat, (6) menghargai dan mementingkan proses
sumber daya alam ketimbang hasil, (7) Meraih petikan pelajaran melalui

36 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
kaji ulang terus menerus dan perbaikan pengelolaan a. Mengakui perbedaan nilai, kepentingan dan
sumber daya alam. kepedulian para stakeholder
Pengelolaan manajemen kolaboratif dalam pengelolaan b. Terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan
ekowisata berbasis masyarakat ini diharapkan dapat SDA
memberikan manfaat kepada masing-masing stakeholder
c. Terciptanya transparansi dan kesetaraan
yang terlibat (multi pihak). Manfaat tersebut diharapkan
meliputi: (1) manfaat ekonomi, (2) manfaat sosial, (3) d. Masyarakat sipil mendapatkan peranan dan
manfaat ekologi. (Gambar 1) tanggung-jawab yang lebih punya arti

e. Memperkuat kapasitas dan keunggulan


komparatif dari berbagai aktor kelembagaan
Definisi Konseptual
yang terlibat
Adapun definisi konseptual yang digunakan dalam
f. Menghargai dan mementingkan proses
penelitian ini sebagai berikut:
ketimbang hasil
1. Stakeholder adalah semua pihak yang memiliki
g. Meraih petikan pelajaran melalui kaji ulang
minat, peduli dan berkepentingan dengan upaya
terus menerus dan perbaikan pengelolaan SDA
pengelolaan ekowisata yang lebih efektif.
Stakeholder disini dibagi kedalam pihak pengelola 5. Manfaat ekowisata di kampung Citalahab Sentral
TNGHS, masyarakat yang terlibat dalam TNGHS yaitu manfaat yang timbul dari adanya
pengelolaan ekowisata, LSM yang terlibat, manajemen kolaboratif dalam ekowisata yang dilihat
pemerintah lokal dan pihak swasta yang ikut terlibat dari aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek ekologi.
dalam pengembagan ekowisata di TNGHS.
PENDEKATAN LAPANGAN
2. Obyek dan daya tarik ekowisata kampung
Metode Penelitian
Citalahab Sentral TNGHS adalah sumberdaya
yang ada di kawasan kampung Citalahab Sentral Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan
TNGHS yang menjadi tujuan para wisatawan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu
melakukan kunjungan. memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci
tentang suatu peristiwa atau gejala sosial. Srategi
3. Tahap manajemen kolaboratif adalah tahapan
penelitian yaitu studi kasus dimana Sitorus (1998)
yang harus ditempuh dalam pengelolaan
menyebutkan bahwa studi kasus merupakan studi aras
kolaboratif untuk mengakomodasi berbagai
mikro yang hanya menyoroti satu atau beberapa kasus
kepentingan stakeholder di kawasan ekowisata
dan studi kasus merupakan strategi penelitian yang
Citalahab Sentral TNGHS. Tahapan kolaborasi
bersifat multi metode.
yang digunakan yaitu yang dikemukakan oleh
Borrini-Feyerabend (1996) yang meliputi: (1) Tipe studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini
mempersiapkan kemitraan; (2) mengembangkan yaitu studi intrinsik. Studi kasus intrinsik yaitu studi
kesepakatan; (3) melaksanakan dan mereview yang dilakukan karena peneliti ingin mendapatkan
kesepakatan pemahaman yang lebih baik tentang suatu kasus khusus
(Sitorus, 1998). Kasus pada penelitian ini adalah
4. Prinsip kolaborasi yang digunakan yaitu yang
pelaksanaan manajemen kolaborasi dalam program
Borrini-Feyerabend, et al (2000) yaitu:

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 37
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen
Citalahab Taman Nasional Gunung Halimun Salak. dan kajian pustaka terhadap berbagai literatur seperti
Instrumen yang digunakan berupa observasi langsung, buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, laporan,
wawancara mendalam dan penelusuran data sekunder. makalah dan artikel internet yang terkait dengan
topik penelitian.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS). Lokasi penelitian Teknik analisis data yang dilakukan adalah analisis data
yaitu di Kampung Citalahab Sentral dan Stasiun kualitatif. Data kualitatif, baik primer maupun sekunder
Penelitian Cikaniki. Proses penentuan lokasi yang telah didapatkan akan diolah menggunakan tiga
penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). tahapan kegiatan analisis data dan dilakukan secara
Tempat tersebut dipilih karena merupakan salah satu bersamaan. Tiga tahapan analisis data tersebut adalah
pusat kegiatan ekowisata berbasis masyarakat yang ada reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
di kawasan TNGHS. Penelitian ini berlangsung dari Mei (Sitorus, 1998).
2010 sampai Juli 2010.
1. Mereduksi data, bertujuan untuk menajamkan,
Teknik Pemilihan Subyek Penelitian menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi
data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir
Subyek penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu subyek
data sedemikian sehingga didapatkan kesimpulan.
kasus dan informan. Subyek kasus merupakan pihak
yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang 2. Data yang telah direduksi akan disajikan dalam
dilaksanakannya. Subyek kasus dalam penelitian ini bentuk deskriptif maupun matriks yang
terdiri dari multi pihak yang merupakan tim kolaborasi menggambarkan setiap proses dalam pelaksanaan
dalam pelaksanaan program ekowisata berbasis manajemen kolaborasi.
masyarakat di Kampung Citalahab. Tim kolaborasi
3. Penarikan kesimpulan, dilakukan melalui
tersebut terdiri dari pengelola TNGHS yang diwakili
verifikasi. Verifikasi dilakukan sebelum peneliti
oleh divisi Bina Cinta Alam (BCA) dan Yayasan
menarik kesimpulan akhir, dimana proses
Ekowisata Halimun (YEH). Dari subyek penelitian
menyimpulkan tentang penelitian ini dilakukan
tersebut dipilih informan kunci yang dianggap paling
bersama dengan para informan dan subyek kasus.
mengetahui tentang pelaksanaan ekowisata di kawasan
TNGHS. Informan kunci dalam penelitian ini yaitu Bina GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Cinta Alam (BCA). Teknik pemilihan informan kunci
dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan Letak Geografis Kawasan
pertimbangan dan tujuan tertentu. Melalui informan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
kunci akan dipilih informan lain dengan menggunakan 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang
teknik snowball sampling. Informan lainnya digunakan penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun
untuk melengkapi data yang didapatkan dari informan (TNGH) dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung,
kunci dan data yang diperoleh dari informan lainnya. hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas pada
Informan pada penelitian ini yaitu pelaku program Kelompok Hutan Gunung Halimun dan Kelompok Hutan
ekowisata yaitu masyarakat yang tergabung dalam Gunung Salak yang dikelola oleh Perum Perhutani ,
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Warga Saluyu maka TNGH yang luasnya 40.000 ha berubah
dan juga Penyuluh Ekosistem Hutan (PEH) yang menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
menangani masalah ekowisata. (TNGHS) dengan luas kawasan menjadi 113.357 ha.
Pengelolaan TNGHS berada dibawah Balai Taman
Teknik Pengumpulan Data
Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS).
Data dikumpulkan dengan menggunakan metode sebagai
berikut: Secara geografis TNGHS terletak pada 106°12'58'' BT –
106°45'50'' BT dan 06°32'14'' LS – 06°55'12'' LS.
1. Observasi, dilakukan melalui pengamatan dan Secara Administratif wilayah kerja TNGHS
interaksi sosial dengan subyek penelitian. Kegiatan termasuk dalam tiga wilayah administratif
observasi tidak hanya dilakukan terhadap kenyataan- pemerintahan tingkat kabupaten , yaitu: Kabupaten
kenyataan yang terlihat, tetapi juga terhadap yang Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak.
terdengar (Bungin, 2003). Pada tingkat kecamatan dan desa, terdapat 26 kecamatan
(9 kecamatan bagian dari Kabupaten Bogor, 8
2. Wawancara mendalam, dilakukan dengan
kecamatan dari Kabupaten Sukabumi dan 9
menggunakan metode re-call yaitu melihat kembali
kecamatan merupakan bagian dari Kabupaten Lebak)
proses pelaksanaan manajemen kolaboratif dalam
dan 108 desa yang sebagian atau seluruh wilayahnya
pengelolaan ekowisata yang telah terjadi selama satu
di dalam dan atau berbatasan langsung dengan wilayah
tahun terakhir. Wawancara mendalam bertujuan
TNGHS.
untuk memperoleh data primer dan deskriptif
mengenai proses pengelolaan kolaboratif Kondisi Ekologi
pelaksanaan ekowisata di TNGHS. Wawancara
TNGHS memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
mendalam dilakukan terhadap para informan.
dan dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman
3. Penelusuran (analisis) data sekunder. Data hayati di Indonesia. Sampai saat ini jenis-jenis satwa liar

38 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
yang telah diidentifikasi di TNGHS antara lain 244 jenis dan di sekitar kawasan TNGHS dan diduga terkait erat
burung atau setara dengan 50% dari jumlah jenis burung dengan rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat.
yang hidup di Jawa dan Bali, 61 jenis mamalia, 27 jenis
Berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya alam di dalam
Amfibi, 50 jenis reptilia dan 26 jenis capung. Jenis
kawasan TNGHS umumnya telah berlangsung sejak
Penciri (Flagship Species) TNGHS adalah Owa Jawa
sebelum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai taman
(Hylobates moloch), Macan Tutul (Pantehra Pardus
nasional. Beberapa kegiatan pemanfaatan sumberdaya
melas) dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) serta kukang
alam di TNGHS yang penting, antara lain:
(Nycticebus coucang). Diduga masih banyak jenis
pemanfaatan lahan untuk pemukiman, budidaya
kehidupan liar yang belum teridentifikasi, terutama
pertanian, penambangan (emas, panas bumi dan galena),
serangga dan organisme mikro.
pembangunan infrastruktur (SUTET, jalan kabupaten,
Kondisi Sosial propinsi dan desa) dan pemanfaatan hasil hutan di dalam
kawasan TNGHS.
Secara Administratif wilayah kerja TNGHS termasuk
dalam tiga wilayah administratif pemerintahan tingkat Kondisi Kampung Citalahab Sentral
kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Kabupaten
Citalahab Sentral merupakan sebuah kampung kecil
Sukabumi dan Kabupaten Lebak. Pada tingkat
yang masih berada di dalam kawasan taman nasional
kecamatan dan desa, terdapat 26 kecamatan (9
yang berupa encroachment di sebelah timur TNGHS.
kecamatan bagian dari Kabupaten Bogor, 8
Letak pemukiman ini berbatasan dengan hutan di
kecamatan dari Kabupaten Sukabumi dan 9
sebelah barat dan utara, dan perkebunan teh Nirmala
kecamatan merupakan bagian dari Kabupaten Lebak)
di sebelah timur dan selatan, yaitu pada 6⁰44’29’’ BT
dan 108 desa yang sebagian/seluruh wilayahnya di dalam
dan 106⁰31’23’’ LS. Secara administratif wilayah ini
dan/atau berbatasan langsung dengan wilayah TNGHS.
termasuk dalam Kabupaten Bogor, Kecamatan
Sebagaimana dalam taman nasional lain di Indonesia, Nanggung dan terbagi dalam dua desa yang dibatasi
TNGHS tidak bebas dari penduduk yang tinggal di oleh sungai kecil di tengah kawasan pemukiman, yaitu
dalam dan sekitar kawasan. Di TNGHS penduduk Desa Malasari dan Desa Bantar Karet. Apabila dilihat
bahkan sudah tinggal di dalam taman nasional sejak dari Mesh Map kawasan ini termasuk ke dalam Intensive
lama, jauh sebelum areal tersebut dijadikan sebagai Use Zone dan berbatasan langsung dengan Core Zone
taman nasional. Dari sebaran dan letak perkampungan, yang berada pada ketinggian sekitar 1176-1425 m dpl.
maka masyarakat lokal di TNGHS dapat dibedakan
Citalahab sendiri sebenarnya merupakan nama wilayah
menjadi:
yang mempunyai luas cukup besar, dan terbagi menjadi
1. Masyarakat lokal yang tinggal di sekeliling Citalahab Sentral, Citalahab Bedeng, dan Citalahab
TNGHS, seperti di Ciptarasa, Cisitu dan Citorek. Kampung. Namun dari ketiga daerah pemukiman ini
hanya Citalahab Sentral yang berada di dalam
2. Masyarakat lokal yang tinggal di dalam enclave
kawasan TNGHS. Pemukiman lainnya termasuk ke
TNGHS, seperti Leuwijamang dan Sarongge.
dalam enclave TNGHS dan terletak beberapa kilometer
3. Masyarakat lokal yang tinggal di dalam wilayah dari Citalahab Sentral.
TNGHS yang dirambah secara ilegal, seperti di
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan
Garung.
perkampungan ini mulai ada, namun dari keterangan
4. Masyarakat lokal yang tinggal di enclave seorang tetua desa, Pak SH, ia mulai tinggal di wilayah
perkebunan di dalam kawasan TNGHS, seperti di ini sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Saat mulai
Nirmala. disinilah ia membawa sejumlah sanak saudaranya dan
pada saat ini Citalahab Sentral memang dihuni oleh
Sebagian besar masyarakat 1), 2) dan 3) merupakan
sebagian besar sanak saudara dan anak cucu Pak SH.
penduduk asli wilayah tersebut, sedangkan sebagian
masyarakat 4) merupakan pendatang yang berkaitan Sejak dicanangkannya wilayah ini menjadi taman
dengan pekerjaan di perkebunan teh (Harada & Mulyana, nasional, pihak pengelola telah berupaya merangkul
1998). penduduk sekitar taman nasional dalam mengelola
TNGHS (khususnya masyarakat Citalahab Sentral)
Kondisi Ekonomi
dengan melakukan berbagai pendekatan melalui
Kemampuan ekonomi masyarakat sekitar TNGHS pelatihan dan pendidikan lingkungan serta
cenderung rendah, walaupun sebagian besar tidak melibatkan mereka dengan berbagai kegiatan
termasuk dalam kategori rumah tangga (RT) miskin. TNGHS. Masyarakat Citalahab sentral pada umumnya
Secara umum jumlah RT miskin masyarakat di dalam telah menyadari pentingnya konservasi hutan dan
dan di sekitar TNGHS dalam wilayah Kabupaten sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya. Apalagi
Sukabumi jumlah RT miskin berjumlah 15.699 RT atau keberadaan TNGHS ini juga telah memberikan
10 % dari jumlah RT (data tahun 2006, tidak termasuk keuntungan langsung bagi peningkatan kualitas hidup
Desa Cianaga), di Kabupaten Bogor berjumlah 29.718 mereka.
RT atau 10 % dari jumlah RT (data tahun 2005),
Di Citalahab Sentral ini masyarakat diikutsertakan dalam
sedangkan di Kabupaten Lebak berjumlah 22.696 RT
program Ekowisata TNGHS. Oleh pihak pengelola
atau 15 % dari jumlah RT (data tahun 2005, tidak
TNGHS, mereka dilibatkan dalam pengelolaan
termasuk Desa Wangun Jaya). Degradasi ekosistem
pariwisata dan konservasi TNGHS, antara lain sebagai
hutan banyak terjadi di desa-desa yang berada di dalam

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 39
pengelola fasilitas-fasilitas ekowisata. Selain bekerja 1994).
sama sebagai pengelola fasilitas ekowisata, sebagian
2. Pertumbuhan kelas menengah yang besar dan
besar penduduk pria di Citalahab Sentral juga
terjadinya peningkatan kesadaran lingkungan.
berprofesi sebagai pemandu atau interpreter bagi para
wisatawan yang hendak menikmati alam disekitar 3. Diberlakukannya dua hari libur akhir pekan.
wilayah Citalahab. Selain mengandalkan pengetahuan
yang telah mereka miliki tentang lingkungan hutan di 4. TNGHS sebagai salah satu taman nasional baru
sekitar Citalahab Sentral, mereka juga mendapat yang jaraknya relatif dekat dari Jakarta.
pelatihan tentang begaimana menjadi interpreter yang 5. Infrastruktur wisata yang besar di daerah sekitar.
baik sehingga para wisatawan mendapatkan informasi
yang cukup tentang ekosistem dan keindahan alam dari 6. Keputusan pendanaan dari pemerintah Jepang
TNGHS. Pengetahuan yang mereka miliki pun dapat (1994) untuk membangun sistem pengelolaan
juga digunakan untuk membantu para peneliti yang taman nasional dan penelitian.
bekerja di kawasan ini dan dari sektor ini pula mereka 7. Administrator taman nasional yang simpatik dan
mendapatkan penghasilan tambahan. inovatif.
Tidak seperti kedua kampung lainnya yaitu Citalahab 8. Adanya alternatif objek wisata alam di kawasan
Bedeng dan Citalahab Kampung yang sebagian besar taman nasional bagi para wisatawan yang berasal
penduduknya bermata pencaharian sebagai kuli dari Jakarta selain Taman Nasional Gede
perkebunan teh Nirmala, penduduk Citalahab Sentral Pangrango yang dipadati oleh 10.000 orang setiap
sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan akhir pekan.
peternak. Hasil pertanian dan peternakan sebagian besar
digunakan untuk kepentingan mereka sendiri dan hanya Secara bersamaan alasan tersebut memberikan
sebagian kecil yang mereka jual ke luar, seperti peluang yang unik bagi kemungkinan terjadinya
kambing dan berbagai jenis sayuran yang mereka pengaliran kemakmuran kota besar kepada
tanam di sekitar daerah persawahan. Hasil pertanian peningkatan pendapatan bagi masyarakat lokal di
utama mereka adalah padi dengan masa panen 3 kali sekitar Halimun (BscC, 1995). Target pasar yang dituju
setahun. Selain padi mereka juga menanam berbagai menurut Sproule & Suhandi (1998) adalah:
jenis tanaman pendamping seperti bawang merah, 1. Kelas menengah yang tinggal di Jakarta dan
kacang merah, kacang tanah, koneng dan lain-lain. sekitarnya.
Adapun hewan yang mereka ternakan adalah kambing,
ikan dan ayam. 2. Warga negara asing yang tinggal di Jakarta dan
sekitarnya.
HASIL-HASIL PENELITIAN
3. Mahasiswa dan pelajar.
Sejarah Pengembangan Program Ekowisata di
Citalahab-Cikaniki Taman Nasional Gunung 4. Wisatawan asing.
Halimun Salak Usaha promosi yang dilakukan adalah menyusun brosur
Ide pengembangan ekowisata di TNGHS telah mulai wisata dan mengundang kalangan media seperti
berkembang sejak tahun 1994. Dengan adanya dana wartawan dan penulis untuk mencoba produk ekowisata
hibah melalui fasilitas Biodiversity Support Program secara gratis. Selain itu mereka juga mempromosikan
– Biodiversity Conservation Network (BCN) yang objek ekowisata tersebut kepada para tour operator dan
didanai USAID, maka terbentuklah Konsorsium Program membuat situs di internet.
Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Gunung Hasil yang diperoleh dengan berakhirnya proyek pada
Halimun (KPPETNGH) yang terdiri dari unsur LSM, November 1998 antara lain:
pemerintah, universitas, swasta dan LSM internasional.
Dengan demikian sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 1. Bangunan kompleks pondok wisata yang cukup
1998, KPPETNGH yang terdiri dari Dirjen Perlindungan lengkap dan memadai di tiga pintu utama
Hutan dan Pengawetan Alam (PHPA), Wildlife TNGHS, yaitu di Halimun Utara (Kampung
Preservation Trust International (WPTI), Biological Leuwijamang), di Halimun Timur (Kampung
Sciences Club (BScC), Pusat Konservasi Biodiversitas Citalahab) dan di Halimun Selatan (Kampung
Universitas Indonesia dan McDonald's Indonesia Family Pangguyangan).
Restaurants lokal telah mengembangkan program 2. Pembukaan jalan setapak dan tanda penunjuk bagi
ekowisata berbasis masyarakat di TNGHS. Dengan beberapa objek wisata alam.
bekerjasama dengan masyarakat lokal yang
terorganisasi dalam Kelompok Swadaya Masyarakat 3. Pelatihan untuk memproduksi kerajinan bagi
(KSM) mereka mengembangkan proyek ekowisata yang penduduk untuk dipasarkan kepada wisatawan.
kemudian dimiliki masyarakat pada tiga pintu taman 4. Pelatihan menjadi pemandu wisata bagi penduduk
nasional, yaitu Leuwijamang, Citalahab, dan setempat.
Pangguyangan.
5. Pelatihan intensif tentang cara penyiapan
Adapun alasan pengembangan ekowisata berbasis makanan bagi wisatawan dan pengelolaan pondok
masyarakat di TNGHS adalah sebagai berikut: wisata bagi kelompok masyarakat yang bertanggung
1. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (7% pada jawab mengelola pondok wisata sehari-hari.

40 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
6. Proyek KPPETNGHS tersebut berakhir pada ekowisata berbasis masyarakat dikampung ini tergabung
November 1998, namun demikian beberapa dalam sebuah Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
orang tenaga lapangan dari konsorsium Warga Saluyu. Selain itu, unsur sponsor atau
mendirikan Yayasan Ekowisata Halimun (YEH), pemodal penting pula terutama dalam membangun
sebuah LSM yang bertujuan meneruskan fasilitas ekowisata yang memadai. Setelah proyek
program pendampingan kepada masyarakat Konsorsium Program Pengembangan Ekowisata Taman
setempat yang mereka rasa masih memerlukan Nasional Gunung Halimun (KPPETNGH) berakhir pada
bimbingan. Selain itu YEH juga membantu bidang tahun 1998, sampai saat ini belum ada lembaga
pemasaran dengan menyediakan paket program donor yang memberikan bantuan untuk
perjalanan dan program pemberdayaan masyarakat pengembangan ekowisata di kawasan ini. Sedangkan
lainnya. Walaupun program bantuan telah selesai unsur lain seperti kalangan LSM, dunia usaha,
diharapkan masyarakat yang tergabung dalam perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pemerintah
KSM tersebut tetap dapat meneruskan program juga tidak boleh dilupakan. Salah satu LSM yang
ekowisata dan terus menerima pengunjung. banyak berperan penting dalam pengembangan
ekowisata di Kampung Citalahab yaitu Yayasan
7. Disamping itu dengan adanya kebijaksanaan baru
Ekowisata Halimun (YEH). Yayasan Ekowisata Halimun
untuk membuka ekowisata bagi setiap taman
terbentuk pada pertengahan tahun 1998 setelah proyek
nasional sesuai dengan hasil seminar Ecotourism
Konsorsium Program Pengembangan Ekowisata Taman
pada November 2000 (PKA, 2000) maka pihak
Nasional Gunung Halimun (KPPETNGH) berakhir. Hal
taman nasional juga akan mengusahakan
ini seperti yang diungkapkan oleh Pak TH salah seorang
infrastruktur bagi terselenggaranya kegiatan
anggota YEH bahwa:
ekowisata. Di TNGHS hal tersebut telah
dijalankan pula dengan pemanfaatan stasiun “Anggota YEH adalah orang-orang yang
penelitian yang ada (yang dibangun atas dana JICA) ikut menangani proyek KPPETNGHS.
untuk kegiatan ekowisata. Perencanaan untuk YEH dibentuk untuk melakukan
pengembangannya dan aturan-aturannya pun telah pendampingan terhadap masyarakat dan
disusun (Takahashi, 1998). Dengan demikian promosi ke luar. Alasan dibentuknya YEH
kesuksesan program ekowisata di TNGHS akan karena kami tidak ingin kegiatan ekowisata
sangat bergantung kepada bagaimana ikut berakhir dengan berakhirnya proyek
mengkoordinasikan keseluruhan aktivitas yang telah KPPETNGHS. Oleh karena itu YEH
ada, yaitu antara KSM yang mengelola pondok bekerja sama dengan masyarakat untuk
wisata, pengelola stasiun penelitian dan pihak bersama-sama membangun ekowisata
pengelola TNGHS serta bagaimana strategi berbasis masyarakat di Kampung
pengembangan dan pemasaran yang akan dilakukan. Citalahab. Pada tahun 1999-2000 YEH
dibantu oleh LSM KEHATI untuk
Salah satu wisata alam berbasis masyarakat yang telah
melakukan pelatihan dan pendampingan
dikembangkan di TNGHS yaitu wisata alam berbasis
kepada masyarakat. Selain itu pelatihan
masyarakat yang ada di wilayah Kampung Citalahab.
juga dibantu oleh Sekolah Tinggi
Pusat kegiatan ekowisata di daerah ini berada di
Pariwisata Bandung. Konsep ekowisata
Kampung Citalahab Sentral. Citalahab Sentral adalah
yang diterapkan yaitu real community
salah satu perkampungan yang berada di dalam kawasan
based . ”
Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Masyarakat
yang hidup di kampung ini digolongkan kedalam Sedangkan peran perguruan tinggi dalam pengembangan
masyarakat lokal non kasepuhan. Walaupun ekowisata di daerah ini yaitu dalam hal penelitian.
sebenarnya di dalam suatu kawasan konservasi tidak Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri
diperbolehkan untuk didirikan pemukiman namun maupun swasta banyak yang melakukan penelitian untuk
penduduk Citalahab ini telah ada jauh sebelum kawasan membantu mengembangkan ekowisata di daerah ini.
ini ditetapkan sebagai taman nasional. Kehidupan sehari- Selain itu juga ada perguruan tinggi seperti Sekolah
hari masyarakat di daerah ini sangat tergantung kepada Tinggi Pariwisata Bandung yang membantu memberikan
sumber daya yang ada di dalam kawasan, oleh karena pelatihan kepada masyarakat tentang cara pelayanan
itulah untuk mengurangi ketergantungan mereka kepada para wisatawan. Seperti yang diungkapkan
terhadap kawasan terutama dalam hal ekploitasi oleh Pak SY selaku anggota KSM yang menjabat
sumberdaya hutan maka salah satu kegiatan yang sebagai manajer ekowisata bahwa:
dilakukan adalah melalui pengembangan program
“Mahasiswa dari Sekolah Tinggi
ekowisata di TNGHS.
Pariwisata Bandung pernah mengadakan
Menurut Nugraheni (2002) pengelolaan ekowisata di pelatihan di daerah ini. Pelatihan tersebut
suatu taman nasional haruslah merupakan sinergi dari berisi tentang bagaimana menyajikan menu
berbagai pihak yang menjadi stakeholder karena makanan ala indonesia dan ala barat, cara
pengelola taman nasional tidak akan mampu melakukan mengatur wisma tamu, cara mengatur
kegiatan tersebut secara sendiri. Unsur pendukung utama tampat tidur dan macam-macam lagi. Dari
adalah masyarakat yang tinggal dekat, di sekeliling pelatihan tersebut kami jadi mengerti
ataupun dalam kawasan taman nasional. Masyarakat bagaimana cara menangani wisatawan
yang terlibat secara aktif dalam pengembangan asing dan lokal”

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 41
Apabila semua unsur yang menjadi stakeholder dapat porter dan tukang masak.
terkoordinasi dengan baik, maka akan tercapai sinergi Pendapatan dari kegiatan
yang diharapkan. ekowisata ini dapat menjadi
tambahan pendapatan bagi kami.
Mitra Kolaborasi
Kami juga membantu taman
Mitra kolaborasi yang terlibat dalam pengelolaan nasional untuk menjaga kawasan
ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Citalahab karena kami sadar kalau hutan
ini yaitu Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak rusak maka kami juga yang akan
(BTNGHS), KSM Warga Saluyu, Pemerintahan Desa rugi”
Malasari, LSM Yayasan Ekowisata Halimun, perguruan 3. Pemerintahan Desa Malasari: adanya kegiatan
tinggi dan biro perjalanan wisata. Masing-masing pihak ekowisata di Kampung Citalahab memberikan
ini memiliki kepentingan yang berbeda, yaitu: dampak positif terhadap pemerintahan desa
1. Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak: Malasari karena secara administratif Kampung
sebagai pengelola kawasan konservasi maka Citalahab berada di wilayah Desa Malasari.
BTNGHS seperti yang disebutkan dalam Rencana Melalui kegiatan ekowisata ini nama Desa
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Malasari turut dikenal oleh masyarakat luar.
Salak periode 2007-2026 memiliki kepentingan Selain itu pemerintah desa juga mendapatkan
terhadap aspek konservasi kawasan dimana dalam pemasukan dari kegiatan ekowisata ini karena dana
penyelengaraan kegiatan ekowisata haruslah dengan sosial yang disetorkan oleh KSM. Namun, sampai
memperhatikan pemanfaatan sumber daya alam saat ini belum ada bantuan yang diberikan oleh
(sda) secara lestari. Selain itu, dengan adanya pihak desa terkait dengan kegiatan ekowisata di
kegiatan ekowisata diharapkan dapat mendorong Kampung Citalahab ini. Hal ini seperti diungkapkan
peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini oleh Pak SY bahwa:
juga diperkuat oleh pernyataan Pak MM yang “sampai saat ini belum ada bantuan
menjabat sebagai Penyuluh Ekosistem Hutan yang diberikan oleh pihak desa
(PEH) sekaligus koordinator kegiatan ekowisata kepada KSM untuk memajukan
di daerah Cikaniki bahwa: ekowisata di daerah ini. Kami
berharap Memorandum of
“Melalui kegiatan ekowisata ini
Understanding (MoU) ditingkat
diharapkan masyarakat dapat
desa diperjelas agar masing-masing
membantu pihak taman nasional
pihak saling mendapat keuntungan”
untuk menjaga sumberdaya yang
4. LSM Yayasan Ekowisata Halimun
ada dihutan agar tetap lestari.
(YEH): memiliki kepentingan dalam hal
Ekowisata juga merupakan salah
pendampingan dan membantu promosi kepada pihak
satu cara yang ditempuh oleh taman
luar. LSM ini dapat dikatakan adalah pihak yang
nasional untuk membantu
paling mengerti dan paling memahami keadaan
perekonomian masyarakat lokal.
yang ada di Kampung Citalahab karena ikut
Adanya ekowisata diharapkan lebih
membantu pembangunan dan pengembangan
meningkatkan kesadaran
ekowisata di daerah ini. Namun beberapa tahun
masyarakat akan pentingnya
terakhir LSM YEH agak vacum dan tidak aktif
menjaga kawasan dan segala
membantu kegiatan ekowisata di Kampung
kegiatan yang merusak alam seperti
Citalahab. Kegiatan promosi hanya dilakukan
merambah hutan dapat berkurang
melalui website. Hal ini seperti yang di ungkapkan
dan kalau bisa tidak ada lagi.
oleh Pak TH salah seorang anggota YEH bahwa:
Apalagi dalam kegiatan ekowisata
“saat ini anggota YEH yang masih
yang menjadi objek nya adalah
aktif hanya saya sendiri sedangkan
alam, maka kalau alam rusak maka
anggota yang lain sudah sibuk
akan merugikan masyarakat
dengan kesibukan yang lain. Oleh
sendiri”
karena itu bisa dikatakan kalau YEH
2. KSM Warga Saluyu: kepentingan KSM Warga
saat ini agak vacum dan tidak aktif.
Saluyu dalam kegiatan ekowisata berbasis
Sekarang promosi hanya melalui
masyarakat ini yaitu untuk meningkatkan
website. Padahal dulu kami sering
pendapatan anggotanya. Selain itu KSM juga sangat
membawa wisatawan ke daerah ini
bergantung pada keberadaan sumberdaya yang ada
namun sekarang saya hanya sesekali
di dalam kawasan karena objek wisata yang
mengontrol perkembangan
ditawarkan sebagian besar berada di dalam kawasan
ekowisata di Kampung Citalahab”
taman nasional. Hal ini seperti yang disebutkan oleh
5. Perguruan tinggi: kebanyakan perguruan tinggi
Pak SY salah satu anggota KSM bahwa:
memiliki kepentingan untuk melakukan penelitian
“kegiatan ekowisata ini memberikan
tentang ekowisata di daerah ini. Dengan penelitian
pekerjaan sampingan kepada kami
yang dilakukan oleh para mahasiswa dari perguruan
dimana ada yang bertugas sebagai
tinggi ini diharapkan dapat memberikan masukan
pemandu, penyedia home stay,
untuk kemajuan ekowisata di daerah ini. Selain itu

42 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
ada juga perguruan tinggi yang ikut memberikan awal tentang sosial ekonomi masyarakat disekitar
pelatihan mengenai ekowisata, seperti yang kawasan halimun bersama konsultan INDECON.
dilakukan oleh Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung. Kemudian dilakukan studi lanjutan oleh yayasan Peduli
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu DS salah Konservasi Alam Indonesia (PEKA) dimana hasilnya
seorang staf Bina Cinta Alam TNGHS bahwa: adalah dibuat usaha pendorong yaitu ekowisata
“banyak mahasiswa dari berbagai berbasis masyarakat disekitar kawasan Halimun.
universitas melakukan penelitian Ekowisata berbasis masyarakat dipilih karena kawasan
dan praktek lapang di daerah ini. halimun di anggap sangat potensial untuk dijadikan
Kami dari pihak taman nasional tempat tujuan ekowisata. Selain itu halimun juga
berharap dari hasil penelitian dan dijadikan proyek percontohan ekowisata berbasis
laporan mahasiswa tersebut dapat masyarakat di taman nasional Indonesia. Salah satu
membantu kami untuk membuat daerah diterapkannya ekowisata berbasis masyarakat ini
kebijakan mengenai kelanjutan adalah Kampung Citalahab. Yayasan Ekowisata Halimun
ekowisata didaerah ini. Kami (YEH) bekerjasama dengan masyarakat yang
merasa sangat terbantu dengan tergabung dalam KSM Warga Saluyu mempersiapkan
penelitian yang dilakukan oleh kegiatan ekowisata ini melalui pelatihan capacity
para mahasiswa karena building. Capacity building diperlukan mengingat
keterbatasan sumber daya yang kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai ekowisata.
kami miliki membuat kami tidak Keberadaan YEH lah yang turut menjembatani kemitraan
mudah untuk mengetahui segala antara pihak taman nasional dan masyarakat Citalahab
macam persoalan yang ada di (KSM). Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Pak SY
lapang.” salah seorang anggota KSM bahwa:
6. Biro perjalanan wisata: kepentingan yang dimiliki
“Keberadaan YEH sangat membantu kami
oleh biro perjalanan wisata ini tentunya adalah
dalam pengembangan ekowisata di
menjadikan daerah ini sebagai salah satu tempat
kampung ini. Apalagi pendidikan kami yang
tujuan ekowisata. Oleh karena itu sangat penting
rata-rata hanya lulusan Sekolah Dasar
menjaga hubungan baik dengan pihak taman nasional
(SD) tentu saja masih awan dengan istilah
dan masyarakat lokal.Salah satu biro perjalanan
ekowisata. YEH melakukan pembinaan
wisata yang turut bekerja sama dengan KSM
kepada kami mulai dari awal sekali
adalah Exotic Java Trails. Kehadiran biro perjalanan
sampai kami memiliki kemampuan
ini juga diharapkan dapat mendatangkan para
seperti sekarang ini”
wisatawan secara berkesinambungan. Namun
berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kemitraan antara masyarakat dan TNGHS diperlukan
Pak SY salah seorang anggota KSM diketahui bahwa untuk mengatasi tumpang tindih regulasi kepemilikan
pengunjung biasanya ramai berkunjung pada bulan lahan. Kawasan TNGHS merupakan kawasan tanah hutan
juli-desember sedangkan pada bulan-bulan lain negara yang berada di bawah kewenangan Departemen
pengunjung tidak terlalu ramai. Kehutanan dan sesuai dengan UU No. 5/1990
Melalui pengelolaan secara kolaboratif oleh multi pihak merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
ini diharapkan terwujudnya pemanfaatan sumber daya Berdasarkan UU No. 24 tahun 1993 tentang tata ruang,
alam yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan TNGHS termasuk kategori kawasan lindung (KL).
kesejahteraan masyarakat lokal. Namun sampai penelitian Meskipun demikian, kawasan TNGHS juga terbagi
ini dilakukan belum ada perjanjian kesepakatan yang habis dalam wilayah administratif pemerintah
menaungi kepentingan masing-masing pihak di atas. daerah propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Pada
tingkat ini secara de jure kawasan TNGHS seharusnya
Tahapan Pelaksanaan Kolaborasi
bebas dari pemukiman penduduk.
Untuk menilai sejauhmana proses kolaborasi yang telah
Keberadaan penduduk di dalam TNGHS pada dasarnya
dilaksanakan dalam pengembangan ekowisata ini di
diatur oleh regulasi pemerintah daerah. Penduduk di
Kampung Citalahab ini maka akan dilihat melalui tahapan
dalam kawasan memperoleh pengakuan legal dari
kegiatan dalam membangun kolaborasi yang
pemerintah dengan diberikannya KTP kepada mereka.
dikemukakan oleh Gray (1989) dalam Suporahadjo
Situasi ini menggambarkan terdapatnya konflik regulasi
(2005) yaitu: (1) Mempersiapkan kemitraan, (2)
yang mengatur eksistensi TNGHS dengan regulasi yang
Mengembangkan kesepakatan, (3) Mereview
mengatur kependudukan dan pembangunan desa. Oleh
kesepakatan.
karena itu, diperlukan sebuah bentuk kemitraan agar
Tahapan Pertama: Mempersiapkan Kemitraan mampu meredam konflik regulasi yang ada. Selain itu,
Ekowisata Berbasis Masyarakat bentuk kemitraan ini juga dapat menimbulkan kesadaran
konservasi di kalangan masyarakat sehingga secara
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Pak
perlahan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat
Teguh salah seorang anggota YEH diketahui bahwa
terhadap sumberdaya yang ada di kawasan taman nasional
pada awalnya sekitar tahun 1996-1997 kerjasama
dan pada akhirnya dapat membantu pihak TNGHS
yang dilakukan dengan masyarakat di sekitar TNGHS
untuk ikut menjaga kelestarian ekosistem yang ada.
adalah berupa pengembangan usaha masyarakat sekitar
kawasan. Hal tersebut tercetus setelah diadakan riset Di lihat dari prinsip-prinsip kolaborasi maka tahapan

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 43
mempersiapkan kemitraan ini telah sesuai dengan ekoturisme di kampung-kampung yang mempunyai daya
prinsip pertama yaitu mengakui perbedaan nilai, tarik wisata dengan berbasis kepada komunitas
kepentingan dan kepedulian stakeholder dan juga prinsip masyarakat setempat atau dikenal juga dengan istilah
kedua yaitu terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat.
SDA. Terlaksananya prinsip ini dapat dilihat dari
Tahapan Kedua : Mengembangkan Kesepakatan
terakomodasinya masing- masing kepentingan
untuk Pengembangan Ekowisata
stakeholder melalui kegiatan ekowisata berbasis
masyarakat. Masyarakat yang mempunyai kepentingan Setelah masyarakat dibekali dengan berbagai pelatihan
untuk memanfaatkan SDA kawasan taman nasional untuk dan dianggap siap dan mampu untuk melaksanakan
kegiatan ekowisata mempunyai akses terhadap SDA ekowisata di Kampung Citalahab maka diadakan
tersebut jika dalam pelaksanannya turut membantu pihak pengembangan kesepakatan antara BTNGHS dan
taman nasional menjaga dan melesatarikan SDA yang masyarakat (KSM Warga Saluyu) dilaksanakan pada
ada dikawasan. Selain itu masyarakat juga diizinkan tanggal 29 November 1999. Pengembangan kesepakatan
untuk tetap tinggal dikawasan taman nasional dengan ini dijembatani oleh YEH sebagai fasilitator.
syarat tidak boleh mendirikan rumah permanen dan tidak Kesepakatan tersebut ada dalam bentuk sebuah
boleh melakukan kegiatan pembangunan lagi selain perjanjian kerja sama yang di dalam nya tertera bahwa
rumah yang telah ada. Hal ini seperti yang diungkapkan masyarakat bersepakat dalam melakukan usaha-usaha
oleh Pak SY salah satu anggota KSM bahwa: ekowisata yang berbasis masyarakat lokal demi
tercapainya konservasi TNGHS (saat itu masih belum
“Dengan kegiatan ekowisata ini kami sadar
menjadi TNGHS). Pada kesepakatan bersama itu juga
bahwa kami tidak boleh merusak hutan
disebutkan bahwa masing-masing pihak sepakat dan
karena objek kegiatan ekowisata yang
berkomitmen untuk melakukan kerja sama saling
kami tawarkan sangat bergantung pada
pengertian, saling menghargai dan saling menguntungkan.
keadaan hutan yang masih alami. Selain itu
Pembagian peran, hak dan kewajiban masing-masing
kami juga diperbolehkan untuk tinggal di
pihak dalam kesepakatan disebutkan terlampir, namun
dalam kawasan taman nasional asalkan
saat penelitian ini berlangsung peneliti tidak mendapatkan
tidak merambah hutan. Selain itu kami juga
dokumen mengenai hal tersebut. Saat dikonfirmasi
tidak boleh mendirikan rumah permanen.
mengenai peran, hak dan kewajiban masing-masing
Saat ini jumlah kepala keluarga yang ada
kepada pihak BTNGHS maka Ibu DS selaku staf Bina
di kampung ini sebanyak 17 kepala
Cinta Alam (BCA) menjawab bahwa:
keluarga dengan jumlah warga sekitar 70
orang. Apabila ada anggota keluarga kami “sepengetahuan saya peran KSM adalah
yang ingin membangun rumah baru maka sebagai pelaksana kegiatan ekowisata
hal tersebut dilarang.” dimana kewajiban nya adalah turut
menjaga keutuhan kawasan dengan
Melalui kegiatan ekowisata ini pihak taman nasional pun
memperhatikan aspek-aspek konservasi
ikut dibantu oleh masyarakat untuk menjaga SDA yang
sedangkan hak nya yaitu mereka
ada di dalam kawasan terutama untuk mengurangi
diperbolehkan akses terhadap sumberdaya
kegiatan perambahan hutan. Hal ini seperti yang
wisata yang ada di dalam kawasan dan
disampaikan oleh Pak MM petugas taman nasional yang
mendapatkan keuntungan dari kegiatan
menjabat koordinator wisata yang ada di wilayah
ekowisata tersebut. Sedangkan pihak taman
cikaniki-citalahab bahwa:
nasional berperan untuk memberikan
“Kesadaran masyarakat untuk turut arahan teknis kepada KSM. Sedangkan
menjaga kawasan sudah cukup bagus kewajibannya tentu saja menjaga
walaupun masih ada sebagian kecil yang kelestarian kawasan. Untuk hak sebenarnya
masih mengambil kayu dari dalam pihak BTNGHS berhak mendapatkan
kawasan. Tapi kayu dari dalam kawasan berapa persen dari pendapatan kegiatan
tersebut digunakan untuk kebutuhan rumah ekowisata yang dinilai sebagai dana
tangga dan tidak diperjual belikan. konservasi terhadap kawasan, namun
Meskipun demikian kami sangat terbantu dalam pelaksanaan nya hal ini tidak
oleh masyarakat yang turut menjaga berlangsung lama.”
kawasan dan apabila melihat kegiatan
Selain membuat kesepakatan bersama untuk melakukan
perambahan hutan biasanya ada
usaha ekowisata berbasis masyarakat, maka pada hari
masyarakat yang melaporkan ke pihak
yang sama juga dibuat surat perjanjian pengelolaan wisma
taman nasional”
tamu citalahab. Wisma tamu citalahab dibangun untuk
Selain itu dalam Rencana Pengelolaan Taman membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan ekowisata.
Nasional Gunung Halimun Salak periode 2007- Surat perjanjian tersebut ditanda tangani oleh Ir.
2026 disebutkan dalam pengusahaan wisata alam di Sudarmadji selaku Kepala Balai Taman Nasional
TNGHS, BTNGHS perlu mendorong wisata alam yang Halimun pada saat itu dan Pak Suhara sebagai Ketua
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat KSM Pondok Wisata Warga Saluyu pada saat itu. Pada
lokal dan pemanfaatan SDA di TNGHS secara lestari. perjanjian tersebut disebutkan bahwa KSM diperbolehkan
Salah satu kegiatan yang dikembangkan adalah untuk mengelola wisma tamu sebagaimana mestinya

44 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
sedangkan status bangunan dan tanahnya tetap milik peneliti mengkonfirmasi hal ini kepada pihak BTNGHS
pemerintah. Namun secara legal, perjanjian kerja sama maka Ibu DS salah seorang staf bina cinta alam
tersebut belum memiliki kekuatan hukum karena tidak BTNGHS menyatakan bahwa:
disahkan secara yuridis.
“Kekurangan SDM yang dimiliki oleh
Apabila dianalisis dengan menggunakan prinsip BTNGHS membuat kami sulit untuk
kolaborasi yang dikemukakan oleh Borrini-Feyerabend, menangani semua masalah yang timbul
et al (2000) dalam Suporahardjo (2005) maka tahapan di masyarakat. Selain itu masyarakat
mengembangkan kesepakatan ini dapat dianalisis dengan Citalahab juga susah untuk dikembangkan
menggunakan prinsip ketiga yaitu terciptanya transparansi karena kurang kuatnya kelembagaan yang
dan kesetaraan, dan prinsip ke empat yaitu mereka miliki.”
masyarakat sipil mendapatkan peranan dan tanggung
Pak MM sebagai koordinator ekowisata di wilayah
jawab yang lebih punya arti. Dilihat dari prinsip ketiga
Cikaniki-Citalahab juga menyatakan bahwa:
maka dalam pembuatan kesepakatan masing-masing
pihak telah menerapkan prinsip transparansi dan “Selain adanya kendala kekurangan SDM
kesetaraan karena perjanjian tersebut dibuat setelah di pihak TNGHS yang mengurusi masalah
diadakannya musyawarah mufakat antara masing-masing ekowisata di wilayah ini, pihak balai juga
pihak yang memiliki kepentingan yaitu BTNGHS dan merasa kesulitan untuk melakukan
KSM Warga Saluyu. Pada musyawarah tersebut KSM pengembangan ekowisata di daerah ini
dan BTNGHS mempunyai hak yang sama untuk karena susah untuk menyatukan
mengeluarkan pendapat dan menyatakan kesetujuan masyarakat. Bagaimana mau
atau ketidaksetujuannya. Setelah melakukan mufakat menindaklanjutinya jika sesama
yang disaksikan oleh YEH akhirnya masing-masing pihak masyarakat saja terdapat rasa iri- irian,
tersebut memutuskan untuk menandatangi kesepakatan Rasa iri-irian ini muncul karena adanya
bersama yang telah dibuat bersama tersebut. perbedaan pendapatan yang diperoleh dari
masing-masing orang dari kegiatan
Prinsip ke empat juga terlihat sangat jelas dalam tahapan
ekowisata. Selain itu karena anggota
mengembangkan kesepakatan ini. Masyarakat sipil yang
masyarakat yang mengurusi KSM masih
dalam hal ini adalah masyarakat yang tergabung dalam
mempunyai tali persaudaraan maka sulit
KSM Warga Saluyu jelas mendapatkan peranan dan
sekali untuk mengajak mereka berkumpul
tangung jawab yang lebih punya arti karena masyarakat
untuk diskusi. jadi apabila ada masalah
adalah sebagai pelaksana kegiatan ekowisata
biasanya diselesaikan secara sendiri-
sedangkan BTNGHS hanya berperan sebagai pemeberi
sendiri oleh yang punya masalah. Hal ini
arahan.
juga menghambat perkembangan KSM
Tahapan ketiga: Melaksanakan dan Mereview karena mereka menjadi kurang
Kesepakatan profesional dimana urusan kelompok
diselesaikan secara personal.”
Setelah kesepakatan awal antara TNGHS dan KSM
terbentuk maka pelaksanaan kegiatan ekowisata di Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Pak SY sebagai
Kampung Citalahab pun mulai berjalan. Untuk menilai manajer pengelolaan wisata dalam KSM, di mana beliau
sejauh mana keberhasilan pelaksanaan kegiatan mengaku bahwa:
ekowisata ini maka diperlukan suatu usaha monitoring.
“pihak TNGHS lah yang terlebih dahulu
Kegiatan monitoring bertujuan untuk memantau
melanggar kesepakatan yang ada dengan
sejauhmana kesepakatan yang ada berjalan sehingga dapat
mengambil keuntungan dari
ditentukan langkah-langkah yang harus diambil apabila
menyewakan wisma tamu yang ada di
ada pihak-pihak yang tidak mentaati kesepakatan.
stasiun penelitian. Para pengunjung yang
Monitoring dapat dilakukan dengan mereview secara
datang lebih diarahkan untuk menginap di
bersama kegiatan yang telah dilakukan dan mengkaji
wisma tamu cikaniki daripada di wisma
ulang isi kesepakatan terdahulu melalui sebuah pertemuan
tamu yang dikelola oleh KSM. Dengan
semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. Pada
fasilitas yang dimiliki oleh wisma tamu
perjanjian kesepakatan yang dibuat pada tahun 1999 pun
Cikaniki tantu saja para tamu lebih
disebutkan bahwa koordinasi atau pertemuan sekurang-
memilih untuk menginap di Cikaniki
kurangnya dilakukan satu tahun sekali. Namun kenyataan
daripada di wisma tamu yang terdapat di
dilapang menunjukan bahwa sejak dibentuknya
Citalahab. Sepinya pengunjung yang
kesepakatan pada 1999 hingga penelitian ini berlangsung,
menginap di wisma tamu Citalahab
kesepakatan tersebut sama sekali belum pernah direview
membuat pendapatan masyarakat dari
kembali oleh pihak-pihak terkait. Kenyataan ini juga
ekowisata menjadi berkurang dan
diperkuat dengan tidak adanya dokumen terkait selain
akhirnya masyarakat sepakat untuk
surat kesepakatan bersama tentang usaha ekowisata dan
merobohkan wisma tamu tersebut dan
surat perjanjian pengelolaan wisma tamu citalahab yang
menggantinya dengan home stay. Apabila
disepakati pada tahun 1999. Selain itu ada juga isi
wisma tamu tersebut masih berdiri maka
kesepakatan yang sudah tidak berjalan lagi seperti
dikhawatirkan dapat menelan korban
pemberian dana konservasi kepada BTNGHS. Ketika

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 45
karena kondisinya yang memang sudah menyediakan tempat menginap bagi para wisatawan,
lapuk”. masyarakat juga berperan sebagai pemandu lokal, porter
dan penyedia konsumsi. Sampai penelitian ini dilakukan,
Akibat permasalahan yang timbul dilapang banyak
belum ada payung hukum yang mengatur perjanjian kerja
dari kesepakatan tersebut yang sudah tidak berjalan lagi.
sama antara pihak BTNGHS dan KSM Warga Saluyu.
Seharusnya permasalahan yang ada dapat diselesaikan
Selain itu pelibatan stakeholder lain yang dapat
dengan pertemuan semua pihak yang memiliki
dijadikan mitra kolaborasi dalam pengembangan
kepentingan tapi ternyata sampai penelitian dilakukan
ekowisata di Kampung Citalahab ini juga belum
belum ada inisiatif untuk melakukan musyawarah.
terlihat.
Apabila monitoring dilakukan sejak awal maka
permasalahan seperti ini seharusnya sudah dapat Apabila dianalisis menggunakan faktor pendukung dan
diselesaikan tanpa saling menyalahkan pihak lain. penghambat pengembangan ekowisata yang dikemukakan
Selain itu kelemahan kesepakatan yang ada yaitu belum oleh Ekowati (2005), maka kurang berkembangnya
mempunyai kekuatan hukum sehingga apabila terjadi ekowisata berbasis di Kampung Citalahab dapat dilihat
pelanggaran seperti saat ini masing-masing pihak tidak sebagai berikut:
dapat saling menuntut. WWF-Indonesia (2006)
1. Kurangnya perhatian pemerintah terutama
menyebutkan bahwa kolaborasi memerlukan payung
pemerintah daerah dalam hal ini dinas pariwisata
hukum sebagai landasan berpijak para pihak dalam
untuk membantu pengembangan ekowisata di daerah
mengambil langkah bersama dan dapat digunakan sebagai
ini. Selama ini KSM mengelola dan
alat untuk mengikat komitmen para pihak yang terlibat.
mengembangkan ekowisata secara swadaya tanpa
Mengacu kepada tahapan kegiatan dalam membangun adanya bantuan dari pihak lain terutama pemerintah.
kolaborasi yang dikemukakan di atas maka pelaksanaan KSM bertahan melalui pendapatan yang mereka
kolaborasi dalam pengelolaan ekowisata di Kampung terima dari kegiatan ekowisata. Hal ini seperti yang
Citalahab telah berada pada tahap ke tiga. Meskipun diungkapkan oleh Pak SY salah satu anggota KSM
demikian, hanya sebatas pelaksanaan saja dan belum Warga Saluyu bahwa:
diadakan kegiatan mereview kesepakatan. Apabila
“selama kegiatan ekowisata di
dianalisis dengan prinsip kolaborasi maka tahapan ketiga
daerah ini berlangsung baru ada
ini telah memenuhi prinsip kolaborasi yang kelima yaitu
sekali kunjungan dari dinas
harus ada penguatan kapasitas dan keunggulan komparatif
pariwisata Kabupaten Bogor yaitu
dari berbagai aktor kelembagaan yang terlibat. Selama
pada akhir Juni 2010. Namun,
kegiatan ekowisata ini berlangsung penguatan kapasitas
sampai saat ini belum ada tindak
dan keunggulan komparatif diadakan melalui pelatihan-
lanjutnya.”
pelatihan yang diikuti oleh masyarakat. Salah satu
pelatihan tersebut diselenggarakan oleh JICA. Pelatihan 2. Kurangnya fasilitas untuk berkomunikasi melalui
tersebut berisi tentang cara-cara menjadi seorang telepon seluler. Hal ini karena di kampung ini sampai
interpreter dan menjadi kader konservasi. penelitian dilaksanakan baru bisa berkomunikasi
dengan menggunakan operator dari Telkomsel. Ini
Penerapan prinsip kolaborasi yang ke enam dan
dapat menjadi kendala kurangnya minat pengunjung
ketujuh belum dapat dilihat dari kegiatan ekowisata
untuk berwisata ke tempat ini. Hal ini didukung oleh
berbasis masyarakat di Kampung Citalahab ini. Hal ini
pernyataan pengunjung yaitu saudara AN yang
karena belum pernah diadakannya kaji ulang kesepakatan
menyebutkan bahwa:
antara pihak-pihak yang membuat kesepakatan. Oleh
karena itu tidak ada petikan pelajaran yang dapat diambil “karena operator telpon yang ada di
untuk melakukan perbaikan pengelolaan ekowisata tempat ini hanya telkomsel saja jadi
berbasis masyarakat di Kampung Citalahab. kasian pengunjung yang lain yang
tidak menggunakan operator
Belum terlaksananya secara baik kolaborasi antara KSM
tersebut, jadi tidak bisa
dan BTNGHS ini juga karena kurangnya komunikasi
berkomunikasi dengan dunia luar”
antara masyarakat dan pihak taman nasional. Hal tersebut
juga dapat menjadi salah satu alasan tidak 3. Intensitas kedatangan pengunjung yang tidak
berkembangnya ekowisata di daerah ini secara baik. menentu dan hanya ramai pada saat tertentu juga
Komunikasi dan negosiasi yang baik dan menjadi penghambat bagi pengembangan ekowisata
berkesinambungan dapat dijadikan salah satu alat yang di daerah ini. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
dapat digunakan untuk menjaga komitmen para salah seorang warga bahwa pengunjung ramai
pihak terhadap kesepakatan- kesepakatan kolaborasi. pada bulan Juli-Desember sedangkan di luar bulan-
bulan itu sepi pengunjung yang berwisata. Apabila
Kendala Pelaksanaan Manajemen Kolaboratif dalam
ada usaha promosi yang lebih baik dan kerja
Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di
sama dengan berbagai tour operator maka intensitas
Kampung Citalahab
pengunjung yang datang berwisata ke tempat ini
Kolaborasi yang terjalin antara pihak BTNGHS dan KSM dapat cenderung stabil.
Warga Saluyu dalam pelaksanaan kegiatan ekowisata
Sedangkan faktor-faktor yang menjadi kendala
berbasis masyarakat saat ini hanya sebatas penyaluran
terhambatnya kolaborasi adalah sebagai berikut:
para wisawatan yang datang berkunjung. Selain

46 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
1. Belum adanya kepastian hukum dalam kesepakatan mendapatkan lebih banyak juga.”
yang dibuat oleh masyarakat (KSM) dan pihak
Meskipun demikian, pendapatan masyarakat dari
BTNGHS sehingga apabila terjadi pelanggaran
kegiatan ekowisata tersebut belum dapat dijadikan sumber
kesepakatan maka pihak yang merasa dirugikan tidak
mata pencaharian utama. Hal ini disebabkan oleh jumlah
dapat menggugat pihak lainnya.
kunjungan yang tidak tetap. Hal ini seperti yang di
2. Kurangnya sumberdaya manusia yang dimiliki oleh sampaikan oleh Pak SY bahwa:
BTNGS sehingga mengakibatkan kurang fokus
“kalau sedang tidak ada pengunjung
dalam menangani masalah yang ada.
masyarakat biasanya melakukan
3. Belum terlibatnya semua pihak yang memiliki pekerjaan utama mereka, ada yang bekerja
kepentingan terhadap kegiatan ekowisata berbasis di perkebunan dan ada juga yang beternak.
masyarakat di Kampung Citalahab dalam Kalau kami hanya mengandalkan dari
pelaksanaan kolaborasi. wisata maka pemasukan dari wisata
tersebut tidak cukup untuk memenuhi
4. Lemahnya kelembagaan yang dimiliki oleh KSM
kebutuhan rumah tangga kami dimana
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
biaya hidup di kampung ini sekitar 1 juta-
1) rendahnya mutu sumberdaya manusia anggota an per bulan nya sedangkan pendapatan
KSM. kami dari wisata biasanya tidak sampai
segitu.”
2) sulitnya untuk melakukan koordinasi dengan
sesama anggota karena lemahnya keinginan Manfaat ekonomi tidak hanya dirasakan oleh masyarakat
untuk berorganisasi sehingga sulit untuk yang terlibat langsung dalam kegiatan pengelolaan
melakukan musyawarah ekowisata, tetapi juga dapat dirasakan oleh masyarakat
lain yang bukan anggota KSM. Adanya kegiatan
3) terjadinya kecemburuan di antara sesama
ekowisata ternyata membuka peluang usaha untuk
anggota KSM karena adanya perbedaan
membuka warung bagi masyarakat lain yang bukan
pendapatan dari kegiatan ekowisata.
anggota KSM. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Pak
4) Masih adanya hubungan kekeluargaan di antara OD salah seorang tokoh masyarakat dan juga pemilik
sesama anggota KSM sehingga sulit untuk warung di daerah sekitar wisata bahwa:
menerapkan aturan-aturan organisasi yang
”banyak tidaknya pengunjung yang datang
formal.
berwisata ke Kampung Citalahab ikut
5) dilema kepemilikan lahan karena mereka memberikan kontribusi kepada warung
tinggal dan mengembangkan kegiatan ekowisata saya. Karena pengunjung yang datang
di lahan pemerintah yang bukan milik mereka. adalah calon konsumen bagi saya. Kalau
pengunjung ramai maka ramai pula yang
Kendala di atas hendaknya dapat dijadikan acuan untuk
belanja ke warung saya.”
pelaksanaan kolaborasi dalam pengembangan ekowisata
berbasis masyarakat di Kampung Citalahab Semakin banyaknya pelaku ekonomi yang terlibat secara
kedepannya. Mengingat adanya potensi ekowisata yang langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan
dimiliki oleh Kampung Citalahab seharusnya ekowisata di ekowisata berbasis masyarakat ini dapat dianggap bahwa
daerah ini dapat berkembang dengan baik apabila terjalin semakin besarnya manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh
kolaborasi yang baik pula di antara semua mitra kegiatan wisata tersebut.
kolaborasi.
Manfaat Sosial
Manfaat Pengelolaan Kolaboratif Ekowisata
Pada banyak kasus daerah wisata, masyarakat setempat
Berbasis Masyarakat di Kampung Citalahab
biasanya justru semakin terpinggirkan dengan adanya
Manfaat Ekonomi pembangunan pariwisata. Mereka hanya dijadikan
objek, penonton atau bahkan keberadaanya sering
Kampung Citalahab sebagai daerah tujuan wisata,
tidak diakui, padahal mungkin mereka telah tinggal di
secara tidak langsung berpotensi membantu
tempat tersebut dalam waktu yang lama bahkan
perekonomian masyarakat Kampung Citalahab dan
kemungkinan jauh sebelum segala kebijakan dan aturan
masyarakat kampung sekitarnya. Hal ini dilihat dari
negara diberlakukan. Oleh karena itu, ekowisata berbasis
adanya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
masyarakat di pilih untuk mengatasi dampak negatif
ekowisata seperti penyedia home stay, pemandu lokal,
yang mungkin ditimbulkan oleh adanya kegiatan
porter dan juru masak. Seperti yang disampaikan oleh Pak
wisata. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Pak MM
AD bahwa:
petugas BTNGHS yang menjabat sebagai koordinator
“pendapatan rata-rata saya dari kegiatan ekowisata di daerah Cikaniki-Citalahab bahwa:
ekowisata ini sekitar 300 ribu-an per bulan.
”Kegiatan ekowisata berbasis masyarakat
Uang tersebut saya terima dari
ini merupakan salah satu upaya dari balai
menyewakan rumah sebagai home stay
taman nasional untuk turut membantu
dan ikut menjadi pemandu lokal. Kalau
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pengunjung sedang ramai saya bisa

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 47
lokal. Dengan pelibatan langsung ini termotivasi untuk melakukan konservasi (Ekowati,
diharapkan kesadaran masyarakat akan 2005). Melalui usaha tersebut, masyarakat turut
pentingnya kehadiran taman nasional mengelola sumberdaya alam yang berada didalam
semakin meningkat sehingga mengurangi kawasan taman nasional. Hal ini juga tergambar dalam
efek negatif yang disebabkan oleh perilaku mayoritas masyarakat Citalahab, di mana
masyarakat seperti mengambil kayu dari sebagian besar masyarakat tidak lagi merambah hutan.
hutan” Meskipun masih ada sebagian kecil masyarakat yang
belum sadar akan pentingnya konservasi dan menjaga
Kegiatan ekowisata berbasis masyarakat ini secara
kelestarian kawasan.
langsung maupun tidak langsung telah memberikan
manfaat manfaat sosial kepada masyarakat lokal. Manfaat KESIMPULAN DAN SARAN
secara langsung adalah meningkatnya pengetahuan dan
Kesimpulan
kemampuan masyarakat tentang ekowisata. Hal ini
seperti yang disampaikan oleh Pak SY bahwa: Pelaksanaan Kolaborasi dalam program ekowisata
berbasis masyarakat di Kampung Citalahab telah
”semenjak kami terlibat dalam kegiatan
berada pada tahap ke tiga yaitu melaksanakan
ekowisata ini maka banyak ilmu yang kami
kesepakatan. Namun, kolaborasi hanya sebatas
terima karena kami sering diikutkan
pelaksanaan saja dan belum diadakan kegiatan
dalam pelatihan baik di kampung
mereview kesepakatan. Selain itu juga belum adanya
sendiri ataupun ada dari kami yang diutus
pelibatan stakeholder lain seperti dinas pariwisata dan
keluar daerah. Selain itu sedikit-sedikit
swasta dalam pengembangan kesepakatan. Apabila di
kami juga bisa belajar bahasa inggris dari
analisis dengan menggunakan tujuh prinsip kolaborasi
para wisawatan asing. Dengan seringnya
yang dikemukakan oleh Borrini- Feyerabend, et al
berinteraksi dengan berbagai macam
(2000) maka pelaksanan kolaborasi tersebut dapat
pengunjung kami juga mendapatkan
dikatakan telah memenuhi prinsip pertama sampai
informasi kalau mereka senang dengan
kelima yaitu: (1) Mengakui perbedaan nilai, kepentingan
kehidupan kami di kampung karena hal
dan kepedulian para stakeholder; (2) terbuka bagi
tersebut jarang mereka temukan di kota.
berbagai model hak pengelolaan SDA; (3) terciptanya
Pengunjung yang datang biasanya lebih
transparansi dan kesetaraan; (4) masyarakat sipil
senang bila kami melayani mereka dengan
mendapatkan peranan dan tanggung jawab yang lebih
apa adanya kami jadi tidak harus yang
punya arti; (5) memperkuat kapasitas dan keunggulan
serba mewah, katanya yang mewah banyak
komparatif dari berbagai aktor kelembagaan yang
di kota.”
terlibat. Sedangkan penerapan prinsip kolaborasi yang
Pernyataan di atas juga menyiratkan bahwa manfaat tidak ke enam dan ketujuh belum dapat dilihat dari kegiatan
langsung yang diterima oleh masyarakat adalah ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Citalahab ini.
pelestarian budaya lokal khususnya budaya sunda Hal ini karena belum pernah diadakannya kaji ulang
karena masyarakat sekitar adalah suku sunda. Selain itu kesepakatan antara pihak-pihak yang membuat
terjadi pula transfer informasi antara masyarakat dan kesepakatan. Oleh karena itu tidak ada petikan
para wisatawan. pelajaran yang dapat diambil untuk melakukan
perbaikan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di
Manfaat Ekologis
Kampung Citalahab.
Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata di
Manfaat pengelolaan kolaboratif ekowisata berbasis
Kampung Citalahab merupakan salah satu cara yang
masyarakat di Kampung Citalahab meliputi manfaat
dapat membantu taman nasional untuk menjaga
ekonomi, sosial dan manfaat ekologis. Manfaat ekonomi
sumberdaya alam yang ada dalam kawasan. Hal ini
yang dirasakan yaitu adanya penyerapan tenaga kerja
seperti yan diungkapkan oleh Pak MM petugas BTNGHS
lokal sebagai penyedia home stay, pemandu lokal, porter
yang menjabat sebagai koordinator ekowisata di daerah
dan juru masak. Selain itu juga membuka peluang usaha
Cikaniki-Citalahab bahwa:
bagi masyarakat lain untuk membuka warung disekitar
”Karena objek wisata yang ada di daerah tempat wisata. Manfaat sosial yaitu mencakup
ini adalah alam maka masyarakat secara meningkatnya pengetahuan dan kemampuan
tidak langsung telah ikut membantu pihak masyarakat tentang ekowisata, pelestarian budaya
taman nasional untuk menjaga kawasan. lokal khususnya budaya sunda dan terjadi pula transfer
Kesadaran di masyarakat akan pentingnya informasi antara masyarakat dan para wisatawan.
kelestarian kawasan sudah sangat baik Kemudian manfaat ekologis dari kegiatan ekowisata ini
walaupun masih ada sebagian kecil yang yaitu masyarakat ikut membantu taman nasional untuk
masih mengambil kayu dari hutan. Tapi menjaga sumberdaya alam yang ada dalam kawasan.
biasanya kayu tersebut digunakan untuk
Saran
kebutuhan rumah tangga dan tidak untuk
diperjualbelikan” Adapun saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan
adalah:
Saat masyarakat mendapatkan manfaat dengan
pengembangan ekowisata maka mereka akan semakin 1. Mengkaji ulang Kesepakatan yang ada antara KSM

48 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat
Warga Saluyu dan Balai TNGHS dan kemudian GHSNP MP JICA. 2008. Rencana Aksi Pengembangan
dibentuk kesepakatan yang baru dengan Ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun
melibatkan multi stakeholder dari berbagai Salak 2008-201. Balai Taman Nasional Gunung
kalangan seperti pemerintah daerah khususnya Halimun Salak: Jawa Barat.
dinas pariwisata, pemerintah desa, biro perjalanan
Mac Kinnon, dan Mac Kinnon. 1993. Pengelolaan
wisata, LSM dan Perguruan tinggi. Selain itu harus
Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika.
ada payung hukum yang pasti dalam kesepakatan
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
tersebut sehingga bila ada pihak-pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut pihak yang telah Nikijuluw V.PH. 2002. Rezim Pengelolaan
melakukan. Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT. Pustaka
Cidesindo.
2. Adanya usaha penguatan kelembagaan KSM oleh
Balai Taman Nasional Halimun Salak melalui Nugraheni, Endang. 2002. Sistem Pengelolaan
pembinaan dan pelatihan yang dilakukan secara Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman
berkesinambungan. Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Gunung
Halimun). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
3. Adanya upaya pembagian hasil usaha ekowisata
Institut Pertanian Bogor.
agar semua anggota KSM merasa mendapat
keuntungan yang sama. Contohnya seperti PHKA-Dephut. 2002. Membangun Kembali Upaya
berikut: adanya potongan pendapatan tiap rumah Mengelola Kawasan Konservasi di Indonesia
yang diambil dari hasil usaha ekowisata, kemudian Melalui Manajemen Kolaboratif: Prinsip,
dalam jangka waktu tertentu misalnya satu bulan Kerangka Kerja dan Panduan Implementasi.
maka hasil potongan tersebut dibagikan secara Jakarta: US Agency for International Development
merata kepada masing-masing rumah
Qomariah. 2009. Pengembangan Ekowisata Berbasis
Masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri.
Skripsi. Konservasi Sumberdaya Hutan dan
DAFTAR PUSTAKA
Ekowisata. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut
Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2007. Pertanian Bogor.
Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung
Rahardjo, Budi. 2005. Ekoturisme Berbasis Masyarakat.
Halimun Salak Periode 2007-2026. Kabandungan:
Bogor: Pustaka Latin.
Gunung Halimun-Salak National Park
Management Project Sitorus, Felix MT. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu
Perkenalan. Bogor: Kelompok
Biological Science Club (BscC). 1995. Development
Dokumentasi Ilmu Sosial Fakultas Pertanian
of Local Enterprises in and around Gunung
Institut Pertanian Bogor.
Halimun National Park. West Java. A
Proposal to teh Biological Conservation Sproule. K.W. & Suhandi. 1998. Guidelines for
Network. KPPETNGHS. Community-based Ecotourism Programs. Lessons
from Indonesia, in Ecotourism a Guide for
Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian
Planners and Managers, vol. 2. edited by Lindberg,
Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
K, M.E. Wood, and D. Engeldrum. North
Clara Christina, Tehresia. 2008. Efektivitas Bennington Vermont: Teh Ecotourism Society.
Pengelolaan Hutan Kolaboratif Antara
Suporahardjo, 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami
Masyarakat dengan Perum Perhutani Kasus PHBM
Pluralisme Membangun Konsensus / Penerjemah
di KPH Kuningan dan KPH Majalengka Perum
Mokhsen Assagaf, Dudik Trajudi [et al]. Pustaka
Perhutani Unit III Jawa Barat.
Latin: Bogor.
Dephut. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Tadjudin, Djuhendi. 2009. Manajemen Kolaborasi.
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pustaka Latin: Bogor.
Jakarta: Departemen Kehutanan.
Tebay, Selvi. 2004. Kajian Pengembangan Ekowisata
Dirawan, Gufran Darma. 2006. Strategi Pengembangan
Mangrove Berbasis Masyarakat Di Taman
Ekowisata pada Suaka Margasatwa (Studi Kasus:
Wisata Teluk Youtefa Jayapura Papua. [Tesis].
Suaka Margasatwa Mampie Lampoko). [Disertasi].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Bogor.
Tehresia, Clara Christina. 2008. Efektivitas
Ekowati, Dian. 2005. Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Pengelolaan Hutan Kolaboratif Antara
Pengembangan Ekowisata (Kasus Pekon
Masyarakat dengan Perum Perhutani Kasus PHBM
Pahmungan, Kec. Pesisir Tengah Krui, Kab.
di KPH Kuningan dan KPH Majalengka Perum
Lampung Barat, Prop. Lampung). [Skripsi].
Perhutani Unit III Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor:
Bogor: Departemen Komunikasi dan
Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian,
Bogor
Institut Pertanian Bogor.

Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1 2011 | 49
Wallace GN. 1996. Toward a Principled Evaluation of
Ecotourism Ventures. Bulletin Series 99 The
Ecotourism Equation Measuring teh Impacts. Yale
School of Forestry and Environmental Studies
dalam http://environment.yale.edu/topics/809
diakses tanggal 27 Januari 2010 pukul 15.45 WIB.
Widada. 2008. Mendukung Pengelolaan
Taman Nasional yang Efektif
Melalui Pengembangan Masyarakat Sadar
Konservasi yang Sejahtera. Jakarta: Ditjen PHKA
– JICA.
WWF International. 2001. Guidelines for Community-
Based Ecoutourism Development dalam
http://www.icrtourism.org/publication/WWF1eng.
pdf. diakses tanggal 3 Januari 2010 pukul
09.23 WIB.
WWF Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata
Berbasis Masyarakat. Jakarta: Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia.

50 | Wulandari. et. al. Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat

S-ar putea să vă placă și