Sunteți pe pagina 1din 20

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEPRESI

A. Konsep dasar
 Pengertian Depresi adalah keadaan afektif yang mempunyai karakteristik perasaan sedih,
merasa bersalah dan harga diri rendah. Keadaan ini kemungkinan bagian dari penyakit
baik kondisi kronis maupun akut, sering dihubungkan dengan respon kehilangan
(Schultz,Videbeck,1998).
 Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood yang mempunyai karakteristik berupa
bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seorang hidup menyendiri,
pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif
dan takut bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan
perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian
orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan
menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et all
1993)
 Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan
dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,1998:179).

A. Jenis-Jenis Depresi Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):


o Menurut gejalanya Depresi neurotik Depresi neurotik biasanya terjadi setelah
mengalami peristiwa yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada
biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului
penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau
seorang kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah,
cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau
ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi
atau halusinasi.
o Depresi psikotik Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit
depresi yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya. Psikosis
o depresi manik Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh
kembali disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami
gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-
kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara
berlebihan gambaran ini disebut 'mania'.
o Pemisahan diantara keduanya Para dokter membedakan antara depresi neurotik
dan psikotik tidak hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa
terganggunya perilaku orang tersebut.
o Menurut Penyebabnya
 Depresi reaktif
 Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti
kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.
 Depresi endogenus
 Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor
lain.
 Depresi primer dan sekunder
 Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang
disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol
(depresi 'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai penyebab-
penyebab ini (depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak digunakan
untuk penelitian tujuan perawatan.
Menurut arah penyakit
 Depresi tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat
bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak
dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata
atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan
seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.
 Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap
suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu
menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang
menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan
penyesuaian kembali.
 Depresi pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan emosional
dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih
labil dan mereka merasa sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu
berlangsung selama satu atau dua hari kemudian berlalu.
 Depresi dan manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi.
Namun, kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik
dan cacat tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang terganggu.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan
terjadinya penyakit depresi pada orang tua.
B. Faktor Predisposisi
Terdapat 2 teori untuk menjelaskan faktor pendukung terjadinya depresii
(Townsend,1998:181 - 183):
 Teori Biologis
Genetik. Dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan
bahwa terdapat dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi.
Luasnya akibat pada pokoknya tampak menjadi lebih tinggi diantara
individu-individu yang memiliki hubungan keluarga dengan kelainan
tersebut daripada diantara populasi umum (DSM-III-R, 1987).

 Biokimia. Ketidakseimbangan elektrolit tampak memainkan peranan


dalam penyakit depresif. Suatu kesalahan hasil metabolisme dalam
perubahan natrium dan kalium di dalam neuron (Gibbons, 1960). Teori
biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin norepinefrin, dopamin,
dan serotinin. Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami defisiensi dalam
individu dengan penyakit depresif (Janowsky et al, 1988).

 Teori Psikososial
Psikoanalisa. Teori ini (Klein, 1934) melibatkan suatu ketidakpuasan dalam
hubungan awal ibu-bayi sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif.
Kebutuhan bayi tidak terpenuhi, suatu kondisi yang digambarkan sebagai
suatu kehilangan. Respons berduka belum terpecahkan, dan kemarahan dan
permusuhan ditunjukkan kepada diri sendiri. Ego tetap lemah, sementara
superego meluas dan menjadi menghukum.
 Kognitif.
Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit depresif terjadi
sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses pikir membantu
perkembangan evaluasi diri individu. Persepsi merupakan
ketidakadekuatan dan ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa depan
merupakan suatu kepesimisan keputusasaan.
 Teori Pembelajaran.
Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa penyakit depresif
dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa ada kurang kontrol atau
situasi-situasi kehidupannya. Ini dianggap bahwa keyakinan ini muncul
dari pengalaman-pengalaman yang mengakibatkan kegagalan (baik yang
dirasakan atau yang nyata). Setelah sejumlah kegagalan, individu merasa
tidak berdaya untuk berhasil dalam usaha-usaha yang keras, dan oleh
karena itu berhenti mencoba. Pembelajaran ketidakberdayaan ini
digambarkan sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif.
 Teori Kehilangan Objek
Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit depresif terjadi jika
pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak orang terdekat selama 6 bulan
pertama kehidupan. Proses ikatan diputuskan, dan anak menarik diri dari
orang lain dan lingkungan.
C. Faktor Pencetus Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan
alam perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):
 Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena
elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi
pasien merupakan hal yang sangat penting
 Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode
depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi
sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
 Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
depresi, terutama pada wanita.
 Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit
fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik,
dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.
 Tanda dan gejala Depresi
Menurut Kaplan (1997) gejala utama dari depresi adalah kehilangan minat atau
kesenangan. Pasien mengatakan bahwa mereka merasa murung, putus asa dalam
kesedihan, atau tidak berguna.
Adapun tanda dan gejala depresi menurut Rawlins et all (1993) adalah :
 Dimensi Fisik gangguan primer pada struktur dan fungsi otak dan sistem saraf
 perubahan kimiawi yaitu penurunan noreprineprin, serotonin dan peningkatan
steroid
 penurunan metabolisme
 penurunan perawatan diri dan kebersihan diri
 kehilangan energi dengan lelah dan lemah
 penurunan aktivitas motorik
 depresi mungkin berhubungan dengan adanya gangguan sistem imun

Dimensi Intelektual
 pemikiran negatif terhadap diri sendiri, dunia/lingkungan dan masa depan
 tidak mampu berfikir rasional
 merasa tidak mampu mengontrol dirinya sendiri maupun lingkungan

Dimensi Emosional
 merasa takut dan cemas
 merasa tidak berdaya dan putus asa
 perasaan marah ditekan

Dimensi Sosial
 hubungan antara orang depresi dengan orang lain kadangkala terlihat seperti
ketergantungan yang berlebihan
 tingkah laku depresi mungkin sebagai usaha untuk memanipulasi orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya
 orang depresi merasa tidak mempunyai pendukung
 menarik diri dari lingkungan dan hilang ketertarikan

Diagnosa keperawatan menurut NANDA yang muncul pada pasien dengan depresi
(Fortinash,1995)
 Resiko kekerasan terhadap diri berhubungan dengan gangguan mental depresi
 Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri
rendah)
 Harga diri rendah kronik berhubungan dengan kegagalan
 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tingkat percaya diri tidak
adekuat dalam kemampuan koping
 Putus asa berhubungan dengan stress berkepanjangan
 Defisit perawatan diri (mandi/personal higine) berhubungan dengan menurunnya
motivasi
 Defisit perawatan diri (makan) berhubungan dengan menurunnya motivasi
Rencana keperawatan Resiko kekerasan terhadap diri berhubungan dengan gangguan
mental depresi NOC: Kontrol impuls
Indikator:
 Mengidentifikasi perilaku impulsive yang berbahaya
 Mengidentifikasi perasaan yang menyebabkan perilaku impulsive
 Mengidentifikasi perilaku yang menyebabkan perilaku impulsive
 Mengidentifikasi konsekuensi tindakan impulsive bagi diri dan orang lain.
 Mengenal risiko lingkungan
 Mengatakan dapat mengontrol impuls
 Mencari bantuan bila terdapat impuls
 Mengidentifikasi dukungan sosial
 Menguatkan kontrak untuk menguatkan perilaku
 Menjaga control diri walau tidak diawasi.

NIC: Membantu mengontrol marah


Kegiatannya:
 Bina Hubungan saling percaya
 Gunakan ketenangan
 Anjurkan pasien menemui perawat bila ada perasaan marah
 Cegah klien melukai fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain bila marah
 Ajarkan cara mengekspresikan marah secara fisik (memukul bantal, Olahraga,
menulis)
 Berikan jaminan pada pasien bahwa perawat akan memberikan tindakan untuk
mengurangi impuls
 Bantu pasien mengidentifikasi penyebab narah
 Identifikasi konsekuensi dalam mengekspresikan marah
 Bantu pasien dalam merencanakan untuk mencegah marah
 Identifikasi bersama pasien keuntungan mengekspresikan marah secara adaptif
dan tidak melukai
 Anjurkan pasien menggunakan ketenangan (nafas dalam)
 Bantu pasien mengembangkan metode mengekspresikan marah pada orang lain
secara asertif
 Berikan role model bagaimana mengekspresikannya
 Support pasien dalam melaksanakannya
 Berikan reinforcement.

NOC: Pengendalian merusak diri Indikator:


 Mencari bantuan bila ada perasaan ingin merusak diri
 Secara verbal mengontrol impuls
 memperkuat kontrak tidak akan melukai diri
 Menjaga control impuls walau tidak diawasi
 Tidak melukai diri

NIC: Manajemen perilaku ;


 melukai diri sendiri Kegiatan:
 Tetapkan motif atau alasan dari perilaku merusak diri
 Pindahkan benda-benda yang membahayakan dari lingkungan pasien.
 Lakukan restrain untuk membatasi pergerakan dan kemampuan untuk melukai
diri.
 Monitor pasien dan lingkungan secara terus menerus.
 Komunikasikan resiko kepada petugas lain.
 Anjurkan pasien menggunakan strategi koping (latihan asertif, latihan kontrol
impuls, dan relaksasi progresif).
 Antisipasi situasi yang memicu tindakan melukai diri dan tindakan untuk
mencegahnya.
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi situai atau perasaan yang dapat melukai diri.
 Anjurkan pasien untuk menemui perawat apabila ada pikiran untuk melukai diri.
 Ajarkan dan berikan penguatan kepada pasien tentang perilaku koping yang
efektif dan ekspresi perasaan yang sesuai.
 Berikan obat-obatan yang sesuai untuk menurunkan kecemasan, menstabilkan
mood dan menurunkan stimulasi merusak diri.
 Gunakan pendekatan yang tidak menghukum saat pasien berperilaku merusak
diri.
 Hindari pemberian reinforcement negatif terhadap perilaku melukai diri.
 Tempatkan pasien pada lingkungan yang aman.
 Monitor efek samping obat.
 Berikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang obat yang diberikan.
 Berikan pendidikan kepada keluarga tentang perilaku merusak diri dan cara
penanganannya saat di rumah.
 Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit apabila perilaku merusak diri
disebabkan oleh penyakit.
 Monitor impuls yang berbahaya bagi diri sendiri yang bisa berkembang menjadi
bunuh diri.

Manajemen lingkungan :
pencegahan kekerasan Kegiatan:
 Jauhkan benda tajam, tali dari lingkungan.
 Teliti lingkungan secara rutin untuk menghindari bahaya.
 Tempatkan tempat tidur pasien dekat kamar perawat.
 Berikan alat makan dari plastik atau kertas.
 Batasi pasien menggunakan benda-benda tajam.
 Monitor pasien selama menggunakan benda tajam (misalnya cukur rambut).
 Tempatkan pasien yang resiko melukai diri sendiri dengan teman sekamar, untuk
mengurangi isolasi dan kemungkinan melukai diri.
 Untuk pasien yang beresiko melukai orang lain, tempatkan di kamar sendiri.
NOC:
 Pengendalian bunuh diri Indikator:
 Mencari bantuan bila ada perasaan ingin bunuh diri
 Menahan tidak bunuh diri
 Menguatkan kontrak bunuh diri
 Mengatakan apabila ada ide bunuh diri
 Mengatakan dapat mengontrol impuls
 Tidak ada percobaan Bunuh diri
 Menjaga control diri untuk tidak bunuh diri

NIC:
Pencegahan bunuh diri Kegiatan:
 Pastikan apakah pasien mempunyai rencana bunuh diri.
 Anjurkan pasien untuk kontrak secara verbal untuk tidak melakukan
bunuh diri.
 Pastikan pasien mempunyai riwayat percobaan bunuh diri.
 Lindungi pasien dari perilaku melukai diri.
 Observasi dengan teliti selama krisis bunuh diri.
 Beritahu pasien dan keluarga tentang tanda, gejala dan dasar fisiologi dari
depresi.
 Beritahu keluarga bahwa resiko bunuh diri akan meningkat bila terjadi
depresi berat.
 Diskusikan faktor-faktor yang menyebabkan fikiran bunuh diri.
 Berikan konseling psikiatri Anjurkan keluarga dan teman-temannya untuk
memberikan support.
 Ajarkan kepada keluarga tanda-tanda peringatan akan bunuh diri.
 Rujuk pasien ke psikiater.
Outcome: Keseimbangan mood
Indikator:
 Memperlihatkan mengontrol impuls
 Melaporkan tidur yang adekuat
 Memperlihatkan konsentrasi
 Melaporkan nafsu makan yang normal
 Tidak ada ide bunuh diri
 Memperlihatkan ketertarikan dalam lingkungan.

NIC:
Manajemen Mood:
Kegiatan:
 Monitor aktivitas perawatan diri
 Monitor fungsi kognitif Berikan obat untuk menstabilkan mood
 Monitor intake cairan dan nutrisi
 Anjurkan pasien untuk berperan aktif dalam perawatan
 Bantu menjaga siklus tidur yang normal
 Ajarkan koping dan ketrampilan pemecahan masalah yang baru.

Manajemen medikasi:
Kegiatan:
 Monitor efek terapeutik dari obat-obatan
 Ajarkan pasien atau keluarga tentang manfaat dan efek samping obat.
 Monitor efek samping obat
 Ajarkan pasien dan keluarga cara pemberian obat.
 Monitor interaksi obat yang tidak terapeutik.
Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri rendah)

NOC:
Ketrampilan berinteraksi sosial Indikator:
 Keterbukaan
 Penerimaan
 Kooperatif
 Sensitif
 Asertif
 Konfrontasi
 Perhatian
 Kesejatian
 Kehangatan
 Ketenangan
 Relaksasi
 Kompromi

Keterlibatan Sosial Indikator:


 Berinteraksi dengan teman dekat
 Berinteraksi dengan tetengga
 Berinteraksi dengan anggota keluarga
 Berinteraksi dengan anggota kelompok
 Berinteraksi dalam aktivitas yang disenangi

Intervensi:
Modifikasi perilaku:
 ketrampilan sosial Kegiatan:
 Bantu pasien mengidentifikasi masalah interpersonal yang menyebabkan
penurunan berinteraksi dengan orang lain.
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan
dengan problem interpersonal.
 Bantu pasien mengidentifikasi pemecahan masalah tersebut.
 Bantu pasien mengidentifikasi tindakan yang mungkin dan konsekuensi
dari berhubungan dengan orang lain.
 Identifikasi ketrampilan berinteraksi dengan orang lain yang spesifik yang
akan menjadi focus latihan.
 Bantu pasien mengidentifikasi langkah-langkah yang harus dilakukan
untuk mencapai target berinteraksi dengan orang lain.
 Tetapkan model yang mendemonstrasikan langkah perilaku dalam situasi
yang berarti bagi pasien.
 Bantu pasien untuk bermain peran berinteraksi dengan orang lain.
 Berikan reinforcement atas kemampuan pasien dalam berinteraksi dengan
orang lain.
 Ajarkan pada keluarga, teman, tentang tujuan dan proses latihan
berinteraksi sosial.
 Libatkan orang yang berarti bagi pasien dalam latihan berinteraksi sosial
(role play) dengan pasien.
 Berikan umpan balik kepada pasien dan orang yang berarti bagi pasien
tentang kesesuaian dalam latihan.
 Anjurkan pasien/orang yang berarti bagi pasien untuk mengevaluasi hasil
dari latihan berinteraksi sosial,
 berikan reward untuk hasil positif dan pemecahan masalah untuk hasil yang
negatif.

Membangun hubungan yang komplek Kegiatan:


 Ciptakan suasana yang hangat dan menerima
 Berikan kenyamanan fisik setelah interaksi Monitor pesan nonverbal dari
pasien.
 Klarifikasi pesan nonverbal dengan tepat. Respon pesan nonverbal dengan
tepat.
 Atur jarak fisik antara perawat pasien dengan tepat.
 Pertahankan postur tubuh terbuka. Gunakan teknik diam dalam komunikasi.
 Harga diri rendah kronik berhubungan dengan kegagalan

NOC:
Harga Diri Indikator:
 Mengatakan penerimaan diri Menerima keterbatasan diri
 Menjaga postur yang terbuka
 Menjaga kontak mata
 Mampu mendeskripsikan keadaan dirinya
 Komunikasi terbuka
 Menghormati orang lain
 Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
 Menerima kritik yang konstruktif
 Menggambarkan keberhasilan dalam bekerja
 Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok sosial
 Menggambarkan kebanggan terhadap diri

NIC :
Peningkatan harga diri:
Kegiatan:
 Monitor pernyataan pasien tentang harga diri
 Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan
 Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain
 Kuatkan kekuatan pribadi yang pasien identifikasi
 Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
 Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.
 Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.
 Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.
 Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya
 Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya
 Jangan mengejek/mengolok-olok pasien
 Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi
 Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai
peningkatan harga diri.
 Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
 Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
 Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
 Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian
tujuan.
 Monitor tingkat harga diri.
 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tingkat percaya diri
tidak adekuat dalam kemampuan koping

NOC:
Koping Indikator:
 Mengidentifikasi pola koping yang efektif
 Mengidentifikasi pola koping yang tidak efektif
 Melaporkan bila stress berkurang
 Mengatakan dapat menerima keadaan
 Mencari informasi tentang penyakitnya dan perawatannya.
 Menggunakan dukungan sosial Ikut bekerja untuk mengurangi stres.
 Mengidentifikasi strategi koping
 Melaporkan kenyamanan psikologis
 Melaporkan pengurangan perasaan negatif
NIC:
Peningkatan koping:
Kegiatan:
 Nilai dampak situasi pasien dalam peran dan hubungan.
 Anjurkan pasien mengidentifikasi gambaran yang realistik terhadap
perubahan peran.
 Nilai pemahaman pasien tentang proses penyakit
 Nilai dan diskusikan respon alternative terhadap situasi.
 Gunakan ketenangan Berikan suasana yang menerima.
 Berikan informasi tentang diagnosa, perawatan dan prognosa penyakitnya.
 Berikan pasien pilihan yang realistic tentang aspek perawatan
 Cari pemahaman tentang persepsi pasien terhadap situasi yang penuh
dengan stress.
 Jangan mengambil keputusan ketika pasien dalam keadaan stress berat.
 Anjurkan pasien mengembangkan hubungan dengan orang lain.
 Anjurkan pasien berhubungan dengan orang lain yang mempunyai
kesamaan tujuan dan kesenangan.
 Anjurkan mengikuti kegiatan sosial dan masyarakat Anjurkan pasien
menjalankan agamanya.
 Evaluasi kemampuan pasien membuat keputusan.
 Konfrontasi pasien apabila mengalami perasaan ambivalen
(marah/depresi)
 Atur situasi yang meningkatkan otonomi pasien.
 Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
 Gali cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah dalam kehidupannya.
 Dukung penggunaan mekanisme defensive.
 Anjurkan pasien mengidentifikasi kekuatan dan kemampuannya.
 Bantu pasien memecahkan masalah dengan cara yang konstruktif.
 Putus asa berhubungan dengan stress yang berkepanjangan

NOC:
Harapan Indikator:
 Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif
 Mengekspresikan keyakinannya
 Mengekspresikan keinginan untuk hidup
 Mengekspresikan alas an untuk hidup
 Mengekspresikan keoptimisan
 Mengekspresikan percaya pada diri
 Mengekspresikan percaya pada orang lain
 Mengekspresikan ketenangan diri
 Mengekspresikan mengontrol diri sendiri
 Mendemonstrasikan semangat hidup

NIC:
Menanamkan Harapan Kegiatan:
 Bantu pasien dan keluarga mengidentifikasi harapan dalam kehidupannya.
 Demonstrasikan harapan dengan mengenalkan harga diri pasien dan
melihat kondisi pasien hanya satu fase dari individu.
 Kembangkan koping mekanisme pasien.
 Bantu pasien menemukan dam memperbaiki tujuan dihubungkan dengan
harapan.
 Bantu pasien mengembangkan spiritual diri.
 Hindari bertopeng kebenaran.
 Libatkan pasien aktif dalam perawatan diri.
 Ajarkan kepada keluarga tentang aspek positif dari harapan.
 Berikan kesempatan keluarga/pasien untuk melibatkan dukungan
kelompok.
 Ciptakan lingkungan yang menfasilitasi pasien untuk melakukan ibadah.
 Defisit perawatan diri (Mandi/personal higine, makan) berhubungan
dengan menurunnya motivasi
NOC:
Perawatan diri :
 Mandi Indikator:
 Tubuh tidak bau dan kulit terjaga
 Tertarik untuk mandi sesuai kemampuannya.
 Menjelaskan dan menggunakan metode mandi secara aman dan dengan
kesulitan minimal
 Dimandikan oleh perawat tanpa kecemasan

NIC:
Membantu Pasien memenuhi aktivitas sehari-hari Kegiatan:
 Monitor kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri secara
mandiri.
 Monitor kebutuhan pasien untuk melakukan kebersihan diri, berpakaian,
toileting, makan. Berikan alat pribadi (deodoran, sikat gigi, sabun mandi)
 Berikan bantuan sampai pasien dapat melakukan secara mandiri
 Anjurkan pasien untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari sesuai tingkat
kemampuannya. Anjurkan secara mandiri, tetapi intervensi bila pasien
belum mampu.
 Ajarkan keluarga atau orang tua untuk menganjurkan mandiri, diberikan
intervensi hanya apabila pasien tidak mampu.
 Tetapkan secara rutin aktivitas perawatan diri untuk pasien.
 Perhatikan umur pasien dalam meningkatkan aktivitas perawatan diri.

Membantu perawatan diri:


mandi Kegiatan:
 Tempatkan handuk, sabun, dan peralatan mandi yang lainnya di kamar
mandi.
 Berikan peralatan mandi (sikat gigi, sabun, pasta gigi,dll)
 Fasilitasi pasien menggosok gigi, jika perlu
 Fasilitasi pasien mandi sendiri, jika perlu
 Monitor kebersihan kuku, berdasarkan kemampuan merawat diri.
 Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan sendiri.

Defisit perawatan diri (berpakaian, berhias, toileting, dan makan) berhubungan dengan
menurunnya motivasi

NOC:
Perawatan diri; makan Indikator:
 Klien dapat melakukan perawatan diri
 Klien puas dengan merencanakan perawatan diri dengan baik
 Diberikan bantuan oleh perawat dalam perawatan diri bila dibutuhkan.

NIC:
Bantuan Perawatan diri Kegiatan:
 Monitor kemampuan klien utnk kemandirian perawatan diri
 Monitor kebutuhan pasien untuk perlengkapan adaptif untuk kebersihan
personal, berpakaian, berhias, toileting dan makan
 Sediakan kebutuhan yang diperlukan personal (deodorant, sikat gigi dan
sabun mandi)
 Sediakan bantuan samai klien mampu secara penuh melakukan perawatan
diri
 Bantu klien menerima kebutuhan ketergantungan
 Gunakan pengulanagn konsisten dari kesehatan rutinitas sebagi alat untuk
menetapkan aktifitas Dukung klien utnuk melakukan aktivitas normal dari
kehidupan sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
 Dukung kemandirian, tapi intervensi saat klien tidak dapat melakkukan
kegiatan.
 Ajarkan orang tua atau keluarga untuk mendukung kemandirian untuk
mengintervensi hanya pada saat klien tidak dapat melakukan kegiatan
 Tetapkan rutinitas untuk aktivitas perawatan diri
 Pertimbangkan usia dari klien dengan mendukung aktivitas perawatan diri

S-ar putea să vă placă și