Sunteți pe pagina 1din 8

GAMBARAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN

KRITERIA GYSSENS DI BANGSAL OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PADA BULAN SEPTEMBER –
NOVEMBER 2016

Nenny Yoanitha , Firman F. Wirakusumah, Rizkar Sukarsa


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, RSUP Hasan Sadikin Bandung

Abstract

Background: The use of irrational antibiotics occurs in many hospitals. Incorrect use of
antibiotics is associated with the increasing number of antibiotic resistance worldwide. WHO
have rapidly described the emergence of resistant bacteria as a “crisis” could lead to global
catastrophic consequences and warns that the antibiotic resistance crisis may become worse.
Still limited research data that describes the quality of antibiotic use in Indonesia
Methods: This study is a descriptive-exploratif with cross sectional design, that was conducted
in dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung with the sample was all inpatient that treated in
Obstetric and Gynecology ward both medical and operative cases. Rationality of antibiotic use
based on Gyssens criteria. These criteria classify cases of antibiotic use into 7 categories.
Which included category 0 is a group of respondents who get rational antibiotics, while the
categories 1-6 are respondents who get the irrational antibiotics. Demography data (age),
indication, type, dose, route, interval, timing of antibiotics was taken from medical record
between September to November 2016.
Results: The result shows that the most characteristic age of patient was in the age group of
21-35 years old (73.3%), with the most of obstetric cases (94 cases or 62.7%). The most
commonly used types of antibiotics were cefadroxile and ceftrixone, each of 111 cases (47%)
and 61 cases (25,8%), with intravenous route of 122 cases (51,6%). The majority of antibiotic
use is empirical therapy as much as 184 cases (77%). Based on the category of Gyssens, it was
found that most of the category are Category IV dan V. It because the use of ceftriaxone and
cefadroxile as empiric therapy after obstetric or gynecology surgery that actually are not
indicated. Category 0 (rational antibiotic use) was 52 (22%) in this study due to the antibiotic
use of first generation cephalosporin (cefazoline) as prophylactic antibiotic for obstetric and
gynecology surgery have appropriate.
Conclusion: The antibiotic use mostly is still not rational, so quality of antibiotic at Obstetric
and Gynecology ward at dr.Hasan Sadikin Bandung Hospital needs to improved
Keyword : Antibiotic, quality of antibiotic, gyssens

ABSTRAK

Latar belakang: Penggunaan antibiotik irasional terjadi di banyak rumah sakit di seluruh
dunia. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dikaitkan dengan meningkatnya jumlah
resistensi antibiotik di seluruh dunia. WHO telah menggambarkan bahwa saat ini sedang terjadi
“krisis” resistensi antibiotik yang berpotensi menyebabkan musibah global di seluruh dunia,
dan memperingatkan kondisi ini dapat semakin memburuk. Di Indonesia data penelitian yang
menggambarkan kualitas penggunaan antibiotik masih terbatas.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan desain cross
sectional yang dilaksanakan di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada pasien rawat inap di
bangsal Obstetri dan Ginekologi baik kasus medis maupun operasi. Rasionalitas penggunaan
antibiotik berdasarkan kriteria Gyssens. Kriteria ini mengklasifikasikan kasus penggunaan
antibiotik ke dalam 7 kategori. Kategori 0 adalah pasien yang mendapatkan antibiotik rasional,
sedangkan kategori 1-6 adalah pasien yang mendapatakan antibiotik tidak rasional. Data
karakteristik pasien (usia), indikasi, jenis antibiotik, dosis, rute, interval, waktu pemberian,
antibiotik diambil dari rekam medis bulan September – November 2016
Hasil: Karakteristik pasien berdasarkan golongan umur terbanyak pada usia 21-35 tahun
(73,3%), dengan mayoritas kasus obstetri (94 kasus atau 62,7%). Jenis antibiotik terbanyak
yang digunakan adalah cefadroxil dan ceftriaxon, masing-masing 111 kasus (47%) dan 61
kasus (25,8%). Rute pemberian secara intravena terbanyak yaitu 122 kasus (51,6%).
Berdasarkan indikasi pemberian terbanyak sebagai terapi empiris yaitu 184 kasus (77%).
Berdasarkan kategori gyssens didapatkan terbanyak adalah kategori IV dan V. Hal ini
disebabkan penggunaan ceftriaxon dan cefadroxil sebagai terapi empiris setelah prosedur
bedah obstetri maupun ginekologi yang sebenarnya tidak diperlukan. Kategori 0 (antibiotik
rasional) didapatkan sebanyak 52 (22%) disebabkan penggunaan antibiotik golongan
sefalosporin generasi I (cefazolin) sebagai terapi profilaksis sebelum prosedur bedah yang
sudah tepat.
Kesimpulan: Penggunaan obat-obatan antibiotik ditemukan masih banyak yang tidak rasional,
sehingga kualitas penggunaan antibiotik di bangsal Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr.
Hasan Sadikin Bandung masih perlu ditingkatkan.
Kata kunci : Antibiotik, kualitas penggunaan antibiotik, gyssens

PENDAHULUAN
Berpuluh-puluh tahun sejak pertama kali antibiotik ditemukan, saat ini infeksi bakteri
kembali menjadi ancaman di seluruh dunia. Kemunculan bakteri-bakteri resisten saat ini
dengan cepat terjadi di berbagai negara, baik di negara-negara maju maupun berkembang yang
dapat membahayakan efektifitas kerja antibiotik secara luas.1,2
Berdasarkan penelitian setiap tahunnya di Amerika Serikat, paling sedikit 2 juta
orang menderita infeksi serius yang telah resisten terhadap 1 atau lebih antibiotik dan
setidaknya 23.000 orang meninggal sebagai akibat langsung infeksi dengan resistensi
antibiotik.2,3,4 Di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian AMRIN studi 2008 didapatkan
sebanyak 32,1% pasien terinfeksi bakteri S. aureus yang resisten antibiotik. Tingkat resistensi
E. coli pada 4000 pasien yang diteliti didapatkan resistensi gentamisin 18%, sefotaksim 13%,
dan siprofloksasin 22%. Resistensi terhadap ampisilin 43%, trimethoprim-sulfametoksasol
(Ko-trimokzasol) 35% dan kloramfenikol 21%.5,6. Pada tahun 2015 penelitian di RSUP Hasan
Sadikin menemukan bahwa sebanyak 15,7% bakteri Klebsiella pneumonia telah resisten
terhadap carbapenem.7
WHO menyebutkan bahwa kejadian resistensi antibiotik berlangsung secara alamiah,
namun penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat memicu munculnya resistensi antibiotik.4
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik dengan indikasi pengobatan,
pilihan agen, atau durasi terapi antibiotik yang tidak tepat pada 30% sampai 50% kasus di
dunia. Suatu penelitian di AS melaporkan bahwa hanya 7,6% pasien rawat inap dengan CAP
(Community-Acquired Pneumonia) yang benar-benar patogen.8 Sedangkan Di Indonesia
sendiri, Kementerian Kesehatan RI menyampaikan penelitian yang dilakukan oleh tim AMRIN
2008 menunjukkan 83% pasien mendapat antibiotik dan penggunaan antibiotik yang tidak
rasional sebanyak 60%.6 Di RS Hasan Sadikin tahun 2008 ditemukan bahwa 26% pasien
mendapat antibiotik yang tidak tepat durasi pemberiannya, 25% tidak tepat dosis, 3,8% pasien
diberikan antibiotik yang sebenarnya telah resisten.7
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional merupakan faktor utama yang
menyebabkan resistensi antibiotik di seluruh dunia. Efektivitas kerja antibiotik telah menurun
karena penggunaan yang melebihi dosis terapeutik atau penggunaan yang tidak tepat karena
infeksi non bakterial, seperti influenza, yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang salah inilah yang menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap
antibiotik.4 Hal ini menjadi problem utama dalam perawatan pasien. Pengobatan menjadi tidak
efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien, perpanjangan waktu rawat, dan
meningkatnya biaya perawatan kesehatan.2,9 American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) sebenarnya telah merekomendasikan pemberian antibiotik pada
berbagai jenis tindakan dan kasus di bidang Obgyn, diantaranya penggunaan antibiotik
golongan sefalosporin generasi pertama sebagai antibiotik profilaksis kasus pembedahan baik
kasus obstetri maupun ginekologi, disebutkan pula tidak diperlukan antibiotik profilaksis pada
persalinan pervaginam tanpa komplikasi.10,11
Pada tahun 1991 Inge C. Gyssens seorang ahli dibidang penyakit infeksi dari
Universitas Hasselt, Belgia telah membuat suatu kriteria yang dinamakan kriteria Gyssens
untuk penilaian kualitas antibiotik 12,13 Kriteria Gyssens saat ini sudah mulai dipakai luas di
berbagai institusi dalam melakukan penelitian untuk menilai kualitas penggunaan antibiotik.
Kriteria Gyssens untuk penilaian kualitas penggunaan antibiotik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria kualitas penggunaan antibiotik menurut Gyssens


0 Penggunaan antibiotik sesuai untuk terapi/ profilaksis, termasuk timing tepat
I. Penggunaan antibiotik sesuai untuk terapi/ profilaksis, penggunaan tepat,
namun timing tidak tepat.
II Penggunaan antibiotik yang tepat indikasi namun tidak tepat :
a. Dosis
b. Interval
c. Rute
III. Penggunaan antibiotik yang tepat indikasi, dosis/ interval/ rute, tetapi tidak
tepat dalam lama pemberian karena :
a. Terlalu lama
b. Durasi terlalu singkat
IV. Penggunanan antibiotik yang tepat indikasi, dosis/ interval / rute, serta lama
pemberian tetapi tidak tepat jenisnya karena :
a. Ada pilihan antibiotik lain yang lebih efektif
b. Ada pilihan antibiotik lain yang kurang toksik
c. Ada pilihan antibiotik lain yang lebih murah
d. Ada pilihan antibiotik lain yang lebih sempit spektrumnya
V. Penggunaan antibiotik untuk terapi / profilaksis tanpa indikasi
VI. Catatan medis tidak lengkap untuk dievaluasi
METODE

Tipe penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif eksploratif dengan desain
penelitian cross sectional. Penelitian ini akan menilai kualitas penggunaan antibiotik
berdasarkan kriteria gyssens yaitu dengan cara melihat beberapa jenis variabel antara lain jenis
antibiotik, indikasi pemberian, dosis, interval, rute, durasi pemberian antibiotik, ditambah
karakteristik pasien yaitu usia pasien. Penelitian dilakukan dengan jumlah 150 pasien yang
dipilih secara acak sederhana yaitu pasien yang dirawat inap di bangsal obstetri dan ginekologi
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung periode September – November 2016. Sumber data diambil
dari data sekunder yaitu rekam medis pasien. Data yang sudah diperoleh selanjutnya disusun
dan ditabulasi serta disajikan dalam bentuk tabel dan bar chart.

HASIL

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Pasien Yang Menggunakan Antibiotik


Variabel N=150
Usia Tabel 4.1 menunjukan
< 16 tahun 2 (1,4%) karakteristik pasien yang diteliti.
16-20 tahun 6 (4%) Didapatkan bahwa dari total 150
21-35 tahun 110 (73,3%) orang pasien yang diteliti
>35 tahun 32 (21,3%) ditemukan sebanyak 2 pasien
(1,4%) berusia <16 tahun, 6
120
pasien (4%) usia 16-20 tahun,
100 110 pasien (73,3%) berusia 21-35
80 tahun, 32 orang (21,3%) berusia
60 >35 tahun. Sehingga pada
penelitian ini kelompok usia
40
pasien yang paling banyak adalah
20 usia antara 21-35 tahun.
0
< 16 tahun 16-20 tahun 21-35 tahun >35 tahun

Tabel 4.2 Gambaran Penggunaan Antibiotik berdasarkan Jenis Kasus


Variabel N=150
Kasus Tabel 4.2 menunjukan bahwa dari
Obstetri : total 150 kasus pasien yang
 Ya 84 (56%) diteliti, didapatkan sejumlah 94
 Tidak 10 (6,7%) (62,6%) kasus obstetri dan 56
Ginekologi (37,4%) kasus ginekologi. Dari
 Ya 31 (20,6%) 94 kasus obstetri, ditemukan
 Tidak 25 (16,7%) sebanyak 84 orang (56%)
menggunakan antibiotik,
sedangkan 10 orang (6,7%) tidak
menggunakan antibiotik. Pada
kasus ginekologi dari 56 kasus
didapatkan 31 orang (20,6%)
mendapatkan antibiotik,
sedangkan 25 orang (16,7%)
tidak mendapatkan antibiotik
100
80
60
40
20
0
obstetri ginekologi

Tabel 4.3 Gambaran Penggunaan Antibiotik berdasarkan Jenis Antibiotik


Variabel N=236
Tabel 4.2 Menjelaskan gambaran
Nama Antibiotik penggunaan antibiotik secara
Amoxicilin 2 (0,8%) keseluruhan berdasarkan nama
Ampicilin 1 (0,5%) jenis antibiotik. Untuk Amoxicilin
Cefadroxil 111 (47%) sebanyak 2 atau sebesar 0,8%,
Cefazoline 52 (22%) Ampicilin sebanyak 1 atau sebesar
Cefotaxime 4 (1,7%) 0.5%, Cefadroxil sebanyak 111
Ceftriaxone 61 (25,8%) atau sebesar 47%, Cefazoline
Metronidazole 4 (1,7%) sebanyak 52 atau sebesar 22%,
Cefixime 1 (0,5%) Cefotaxime sebanyak 4 atau
sebesar 1.7%, Ceftriaxone
120 sebanyak 61 atau sebesar 25,8%
100 Metronidazole sebanyak 4 atau
sebesar 1,7%, Cefixime sebanyak
80
1 atau 0,5%. Pada grafik terlihat
60 penggunaan terbanyak adalah
40 jenis Cefazoline dan Cefadroxil.
20 Pada penelitian ini Cefadroxil
banyak digunakan sebagai terapi
0
empiris pada persalinan per
vaginam, sedangkan Cefazoline
digunakan sebagai antibiotik
profilaksis pada kasus operatif,
baik kasus obstetri (seksio sesaria)
maupun kasus ginekologi
Tabel 4.4 Gambaran Penggunaan Antibiotik berdasarkan Rute Pemberian
Variabel N=236 Tabel 4.3 menunjukan bahwa
IV 122 (51,6%) penggunaan antibiotik berdasarkan
Oral 114 (48,4%) rute pemberian lebih banyak secara
intra vena yaitu 122 atau 51,6%,
sedangkan rute pemberian
70
antibiotik secara oral lebih sedikit
60 yaitu sebanyak 114 atau sebesar
50 48,4%
40
30
20
10
0
IV Oral

Tabel 4.5 Gambaran Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Indikasi Terapi


Variabel N=236
Indikasi
Tabel 4.5 menunjukkan dari
Empiris 184 (77.0%)
keseluruhan antibiotik yang
Profilaksis 52 (23.0%)
digunakan, kebanyakan diberikan
sebagai terapi empiris yaitu
200 sebanyak 184 atau sebesar 77%,
sedangkan terapi profilaksis
150 diberikan pada 52 atau sebesar
23%
100

50

0
Empiris Profilaksis
Tabel 4.6 Gambaran Kualitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kategori Gyssens
Variabel N=236
Tabel 4.6 menjelaskan Gambaran
Kategori Gyssens
keseluruhan pasien penelitian
VI 0(0.0%)
menurut Kategori Gyssens. Kategori
V 95(40.3%)
Gyssens VI sebanyak 0 atau sebesar
IV 89(37.7%)
0.0%, Kategori Gyssens V sebanyak
IIIA 0(0.0%)
95 atau sebesar 40.3%, Kategori
III B 0(0.0%)
Gyssens IV sebanyak 89 atau
II 0(0.0%)
sebesar 37.7%, Kategori Gyssens III
I 0(0.0%)
A sebanyak 0 atau sebesar 0.0%,
0 52(23%)
Kategori Gyssens III B sebanyak 0
atau sebesar 0.0%, Kategori Gyssens
II sebanyak 0 atau sebesar 0.0%,
Kategori Gyssens I sebanyak 0, dan
95 Kategori Gyssens 0 sebanyak 52 atau
100
89 sebesar 23%.
90
80
70
60 52
50
40
30
20
10 0 0 0 0 0
0
VI V IV IIIa IIIb II I 0

DISKUSI
Penelitian ini menunjukan pasien yang dirawat di bangsal Obstetri dan Ginekologi
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung memiliki karakteristik usia terbanyak di kelompok umur 21-
35 tahun yaitu 110 orang atau sebesar 73,3%, dengan jenis kasus terbanyak adalah kasus
obstetri terbanyak yaitu 94 kasus (62,7%). Jenis antibiotik yang paling sering digunakan adalah
cefadroxil dan ceftriaxone yang masing-masing sebesar 111 (47%) dan 61 (25,8%), dengan
rute pemberian terbanyak secara intravena yaitu 122 antibiotik (51,6%). Mayoritas penggunaan
antibiotik adalah sebagai terapi empiris yaitu sebanyak 184 kasus (77%). Berdasarkan kategori
gyssens didapatkan terbanyak adalah kategori IV dan V. Hal ini disebabkan penggunaan
ceftriaxon dan cefadroxil sebagai terapi empiris setelah prosedur bedah obstetri maupun
ginekologi yang sebenarnya tidak diperlukan. Kategori 0 (antibiotik rasional) didapatkan hanya
sebanyak 52 (22%) yang didapatkan dari penggunaan antibiotik golongan sefalosporin generasi
I (cefazolin) sebagai terapi profilaksis sebelum prosedur bedah yang sudah tepat sesuai dengan
rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh ACOG.
KESIMPULAN

Penggunaan antibiotik di RSUP dr. Hasan Sadikin masih banyak yang tidak rasional.
Diperlukan peningkatan pengetahuan klinisi mengenai penggunaan antibiotik yang rasional,
ditunjang dengan kebijakan manajemen rumah sakit, Tim PPRA, dan komite medik yang tegas
mengenai rasionalitas penggunaan antibiotik, dan peran serta farmasi dalam mengevaluasi
setiap peresepan antibiotik di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Burroughs T, Najafi M, Lemon SM, Knobler SL. The Resistance Phenomenon in Microbes and
Infectious Disease Vectors: Implications for Human Health and Strategies for Containment--
Workshop Summary: National Academies Press; 2003.
2. Ventola CL. The Antibiotic Resistance Crisis: part 1: Causes and Threats. Pharmacy and
Therapeutics. 2015;40(4):277.
3. Centres for Disease Control and Prevention. Antibiotic Resistance Threats in the United States,
2013:, US Department of Health and Human Services; 2013.
4. Alliance for the Prudent Use of Antibiotics. The Cost of Antibiotic Resistance to US Families and the
Health Care System. 2014.
5. Dertarani V. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens di Bagian Ilmu Bedah
RSUP Kariadi. Universitas Diponegoro, Semarang. 2009.
6. Lestari ES, Severin J. Antimicrobial Resistance in Indonesia: Prevalence, determinants and genetic
basis; 2009.
7. Wahyudi B, Wirakusumah FF, Shahib MN, Setiawati EP, Parwati I. Relationship between Intrinsic
and Extrinsic Factors in Klebsiella Pneumoniae Bacterium Nosocomial Infectional Patients with
Carbapenem Resistance by New Delhi Metallo-B-Lactamase 1 in Medical and Surgical Cases.
International journal of development research. 2015;5(12):6266-70.
8. Bartlett JG, Gilbert DN, Spellberg B. Seven Ways to Preserve the Miracle of Antibiotics. Clinical
Infectious Diseases. 2013;56(10):1445-50.
9. World Healt Organization. Global Action Plan on Antimicrobial Resistance. 2015.
10. ACoP, Bulletins—Gynecologists. Antibiotic Prophylaxis for Gynecologic Procedures. ACOG Prac Bull
(January). 2001;23:109.
11. ACoP, Bulletins—Gynecologists. ACOG Practice Bulletin No. 120: Use of Prophylactic Antibiotics in
Labor and Delivery. Obstetrics and Gynecology. 2011;117(6):1472.
12. Van der Meer J, Gyssens I. Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital. Clinical
Microbiology and Infection. 2001;7:12-5.
13. Gyssens IC. Quality Measures of Antimicrobial Drug Use. International Journal of Antimicrobial
Agents. 2001;17(1):9-19.

S-ar putea să vă placă și