Sunteți pe pagina 1din 21

MATA KULIAH

KEPERAWATAN JIWA I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL

Disusun Oleh :

Adelia Oktafiani (11161043)

Ananda Maya C.L (11161047)

Delina Farachyanti (11161053)

Devita Sari (11161055)

Dona Ulfa (11161057)

Iin Hesti Pratiwi (11161063)

Lasina Marisa (11161066)

Muhammad Arif (11161069)

Ni Putu Ayu Tias (11161071)

Sheren Regina (11161080)


S1 KEPERAWATAN REGULER 9B

STIKes PERTAMINA BINA MEDIKA

TAHUN AJARAN 2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit terminal”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

kami menyadari bahwa makalah ini belum maksimal dan jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu, kami mengharapkan masukan, kritik dan saran pada
para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang asuhan keperawatan


pada pasien dengan penyakit terminal dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Jakarta, februari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2

1.3 Maksud dan Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................... 4

2.1 Pengertian Otonomi Daerah ................................................................................ 4

2.2 Pengertian Kesejahteraan .................................................................................... 4

2.3 Pengertian Masyarakat Otonom ......................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................... 11

BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 16

4.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 16

4.2. Saran .................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan
masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran
perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul maut?
Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat
adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk
pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-
sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat
kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO
yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari
pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter
dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran
perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam
tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat
bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang
terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini
sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting
terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis
dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,
dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal
perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien
tersebut selalu berada di samping perawat.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Latar belakang permasalahan terminal pada klien
2. Konsep materi tentang kebutuhan terminal pada klien
3. Pengkajian pada pasien terminal
4. Diagnosa keperawatan pada pasien terminal
5. Intervensi masalah
6. evaluasi

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang yang mendekati kematian

2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan terminal atau menjelang ajal

3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa dari kebutuhan terminal

4. Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien yang menjelang ajal

2
BAB II

LANDASAN TEORI

4.1 Pengertian
Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat
disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Kondisi terminal
adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu
tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Kubler-Rosa, 1969).
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
individu (Carpenito, 1999).
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju
ke arah kematian contohnya seperti penyakit jantung, dan kanker atau
penyakit terminal ini dapat di katakana harapan untuk hidup tipis, tidak ada
lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian
(white,2002)

4.2 Jenis penyakit terminal

Beberapa jenis penyakit terminal


1. Penyakit-penyakit kanker.
2. Penyakit-penyakit infeksi.
3. Congestif Renal Falure (CRF).
4. Stroke Multiple Sklerosis.
5. Akibat kecelakaan fatal.
6. AIDS.

4.3 Manisfestasi klinis


1. Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai
dari ujung kaki dan ujung jari.
2. Aktivitas dari GI berkurang.

3
3. Reflek mulai menghilang,Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa
dingin dan lembab terutama pada kaki dan tangan dan ujung-ujung
ekstremitas.
4. Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.
5. Denyut nadi tidak teratur dan lemah.
6. Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.
7. Penglihatan mulai kabur
8. Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
9. Klien dapat tidak sadarkan diri.

Tahap-tahap kematian

Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang


dapat terjadi pada pasien dengan penyakit terminal :
1. Denial ( pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat
menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya.
2. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal.
3. Bergaining ( tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien
mencoba menawar waktu untuk hidup.
4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan segera
mati.ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama lagi bersama
keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance ( penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan bahwa ia
akan meninggal. Ia akan berusaha keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya
yang belum terselesaikan.

Macam Tingkat Kesadaran atau Pengertian Pasien dan Keluarganya


Terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti.
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak
memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya.
Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat
dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya.

2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.

4
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan
segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat
baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka.
Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan
adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun
dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang
dapat melaksanaan hal tersebut.

Bantuan yang Dapat Diberikan Saat Tahap Berduka


Bantuan terpenting berupa emosional.
a. Pada Fase Denial
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah
Biasansya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan
hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan
lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat
dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta
meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut
yang tidak masuk akal.

d. Pada Fase Depresi


Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan
dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

5
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

A. Pengkajian Riwayat Kesehatan


1. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
2. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan
penyakit yang sama
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
4. Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat:
a. Pasien kurang rensponsif
b. Fungsi tubuh melamban
c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
d. Rahang cendrung jatuh
e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
f. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah.
g. Kulit pucat
h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan
dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan
stres ( tempat perawatan )
4. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri
dalam menghadapi ancaman kematian
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan denga situasi yang
tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan
efek negative pada gaya hidup.
Criteria Hasil
Klien atua keluarga akan :
1. mengungkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan
2. menceriktakan tentang efek ganmguan pada fungsi normal, tanggungn jawab,
peran dan gaya hidup

6
No Intervensi Rasional

1 Bantu klien untuk mengurangi Klien yang cemas mempunbyai


ansietasnya : penyempitan lapang persepsi
1. berikan kepastian denagn penurunan kemampuan
dan kenyamanan untuk belajar. Ansietas
2. tunjukkan cendrung untuk memperburuk
perasaan tentang masalah. Menjebak klien pada
pemahman dan empti, lingkaran peningkatan ansietas
jangan menghindari tegang, emosional dan nyeri
pertanyaan fisik
3. dorong klien
untuk mengungkapkan
setiap ketakutan
permasalahan yang
berhubungan dengan
pengobtannya
4. identifikasi dan
dukung mekaniosme
koping efektif

2 Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan Beberapa rasa takut didasari


pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau oleh informasi yang tidak akurat
sedang dan dapat dihilangkan denga
memberikan informasi akurat.
Klien dengan ansietas berat
atauparah tidak menyerap
pelajaran

3 Dorong keluarga dan teman untuk Pengungkapan memungkinkan


mengungkapkan ketakutan-ketakutan untuk saling berbagi dan
mereka memberiakn kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak
benar

4 Berika klien dan keluarga kesempatan Menghargai klien untuk koping


dan penguatan koping positif efektif dapat menguatkan renson
koping positif yang akan datang

7
Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi
penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain
No Intervensi Rasional

1 Berikan kesempatan pada Pengetahuan bahwa tidak ada lagi


klien da keluarga untuk pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
mengungkapkan perasaan, kematian sedang menanti dapat
didiskusikan kehilangan menyebabkan menimbulkan perasaan
secara terbuka , dan gali ketidak berdayaan, marah dan kesedihan
makna pribadi dari yang dalam dan respon berduka yang
kehilangan.jelaskan bahwa lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat
berduka adalah reaksi yang membantu klien dan anggota keluarga
umum dan sehat menerima dan mengatasi situasi dan
respon mereka terhdap situasi tersebut

2 Berikan dorongan penggunaan Stategi koping fositif membantu


strategi koping positif yang penerimaan dan pemecahan masalah
terbukti yang memberikan
keberhasilan pada masa lalu

3 Berikan dorongan pada klien Memfokuskan pada atribut yang positif


untuk mengekpresikan atribut meningkatkan penerimaan diri dan
diri yang positif penerimaan kematian yang terjadi

4 Bantu klien mengatakan dan Proses berduka, proses berkabung


menerima kematian yang akan adaptif tidak dapat dimulai sampai
terjadi, jawab semua kematian yang akan terjadi di terima
pertanyaan dengan jujur

5 Tingkatkan harapan dengan Penelitian menunjukkan bahwa klien


perawatan penuh perhatian, sakit terminal paling menghargai
menghilangkan ketidak tindakan keperawatan berikut :
nyamanan dan dukungan a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat
diperlukandan
d. meningkatkan kenyamanan fisik (
skoruka dan bonet 1982 )

8
DIAGNOSA III
Perubahan proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan kehidupan
takut akan hasil ( kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan )
No Intervensi Rasional

1 Luangkan waktu bersama Kontak yang sering dan me


keluarga atau orang terdekat ngkmuikasikan sikap perhatian dan
klien dan tunjukkan pengertian peduli dapat membantu mengurangi
yang empati kecemasan dan meningkatkan
pembelajaran

2 Izinkan keluarga klien atau Saling berbagi memungkinkan perawat


orang terdekat untuk untuk mengintifikasi ketakutan dan
mengekspresikan perasaan, kekhawatiran kemudian merencanakan
ketakutan dan kekawatiran. intervensi untuk mengatasinya

3 Jelaskan lingkungan dan


peralatan ICU Informasi ini dapat membantu

mengurangi ansietas yang berkaitan

dengan ketidak takutan

4 Jelaskan tindakan keperawatan


dan kemajuan postoperasi yang
dipikirkan dan berikan
informasi spesifik tentang
kemajuan klien

5 Anjurkan untuk sering Kunjungan dan partisipasi yang sering


berkunjung dan berpartisipasi dapat meningakatkan interaksi
dalam tindakan perawan keluarga berkelanjutan

6 Konsul dengan atau berikan Keluarga denagan masalah-masalh


rujukan kesumber komunitas seperti kebutuhan financial , koping
dan sumber lainnya yang tidak berhasil atau konflik yang
tidak selesai memerlukan sumber-
sumber tambahan untuk membantu
mempertahankankan fungsi keluarga

9
Diagnosa IV

Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari


system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam
menghadapi ancaman kematian

No Intervensi Rasional

1 Gali apakah klien menginginkan Bagi klien yang mendapatkan nilai


untuk melaksanakan praktek atau tinggi pada do,a atau praktek
ritual keagamaan atau spiritual yang spiritual lainnya , praktek ini dapat
diinginkan bila yang memberi memberikan arti dan tujuan dan
kesemptan pada klien untuk dapat menjadi sumber kenyamanan
melakukannya dan kekuatan

2 Ekspesikan pengertrian dan Menunjukkan sikap tak menilai


penerimaan anda tentang dapat membantu mengurangi
pentingnya keyakinan dan praktik kesulitan klien dalam
religius atau spiritual klien mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya

3 Berikan prifasi dan ketenangan Privasi dan ketenangan


untuk ritual spiritual sesuai memberikan lingkungan yang
kebutuhan klien dapat dilaksanakan memudahkan refresi dan
perenungan

4 Bila anda menginginkan tawarkan Perawat meskipun yang tidak


untuk berdo,a bersama klien lainnya menganut agama atau keyakinan
atau membaca buku ke agamaan yang sama dengan klien dapat
membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya

5 Tawarkan untuk menghubungkan Tindakan ini dapat membantu klien


pemimpin religius atau rohaniwan mempertahankan ikatan spiritual
rumah sakit untuk mengatur dan mempraktikkan ritual yang
kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan penting ( Carson 1989 )
pelayanan ( kapel dan injil RS )

10
BAB III

11
PEMBAHASAN

6.1 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia


Sejak diberlakukannya UU no. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam
pemberlakuan Undang-undang tersebut. Otonomi Daerah memang dapat
membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah
untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karna
system pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah
sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai
pelaku pinggiran. Tujuan pemberian Otonomi kepada daerah sangat baik,
yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong
perkarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus
dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan
manfaat dari pembangunan daerah justru mengalami proses pemiskinan
yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari
pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimisbakalbisa
mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut. Beberapa contoh
keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah
yaitu :
1. Di kabupaten Wonosobo, jawa tengah, masyarakat local dan LSM
yang mendukung telah bekerja sama dengan dewan setempat untuk
merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan
yang bersifat kemasyarakatan. Aturan itu ditetapkan pada bulan
Oktober yang memungkinkan Bupati mengeluarkan izin kepada
masyarakat untuk mengelola hutan milik Negara dengan cara yang
berkelanjutan
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan disana dengan bantuan-
LSM_LSM setempat serta pejabat yang simpatik diwilayah provensi

12
baru tersebut berhasil mendapatkan kembali control mereka terhadap
wilayah perikanan tradisional/adat mereka.

Kedua contoh diatas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi


Daerah dapat membawa dampak Positif bagi kemajuan daerah
tersebut. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi
Daerah tersebut. Selain membawa dampak positif bagi suatudaerah
otonom, ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa
dapat negative. Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah
banyak mengundangan suara pro dan kontra. Suara pro umumnya
datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah tersebut tidak
sabra ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan.
Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya,
mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya,
otonomi daerah menuntut kesiapan daerah disegala bidang termasuk
peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh
karna itu, pada daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada
umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertamakali
diberlakukan. Dan dampak negative ini juga dapat timbul karena
adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan otonomi daerah
tersebut. Berbagai dampat negative atau penyelewengan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai berikut :
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi
rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
3. Rusaknya sumber daya alam
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan
sumbangan yang diperoleh dari hutan milik Negara perusahaan
perkebunan bagi budget mereka.
6.2 Hal-hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Menjadi Tidak Optimal

13
Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia:
1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances.
2. Pemahaman terhadap otonomi daerah yang keliru.
3. Keterbatasan sumber daya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan
dana.
4. Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dan mengambil peran.
5. DPRD yang seharusnya berperan mengontrol dan meluruskan segala
kekeliruan.
6. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang seharusnya diprioritaskan.

6.3 Cara Mengoptimalkan Pelaksanaan Otonomi Daerah.


Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa
perubahan positif bagi daerah otonom ternyata juga dapat membuat daerah
otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat adanya berbagai
penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pelaksana Otonomi Daerah
tersebut. Penerapan otonomi daerah yang efektif memiliki beberapa syarat
yang sekaligus merupakan factor yang sangat berpengaruh bagi
keberhasilan Otonomi Daerah yaitu:
1. Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah yang harus merupakan
manusia yang berkualitas.
2. Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah
harus tersedia dengan cukup.
3. Sarana dan prasarana harus tersedia dengan cukup dan memadai.
4. Organisasi dari managemen harus baik.

Selain itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus


ditempuh berbagai cara, seperti:
1. Memperketat mekanisme pengawasan kepada kepala daerah.

14
2. Memperketat pengawasan tehadap Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) wajib menyusun kode
etik untuk menjaga martabat dan kehormatan dalam menjalankan
tugasnya. 1

Safri Nugraha,S.H, LLM, Ph.D.,dkk. 2015 hukum administrasi Negara.depok.fakultas hokum


universitas Indonesia

15
BAB IV

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa


pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia masih belum optimal. Banyak
hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pelaksanaano otonomi
daerah,tetapi hal penting yang harus dilakukan umtuk meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan subjek
dimana factor-faktor yang lain ikut menentukan keberhasilan dalam
pelaksanaan otonomi daerah ini. Oleh karna itu, kunci dari penentu
keberhasilan pelaksaan otonomi daerah ialah Sumber Daya Manusia yang
Berkualitas.

1.2. Saran

Saran yang dapat disampaikan kepada pembaca semoga makalah


ini bisa membantu pembaca untuk mengetahui pentingnya Pengaruh
Otonomi Daerah bagi Kesejahteraan Masyarakat dalam diri pembaca dan
dapat meminimalkan dampak negative dari pelaksanaan yang dibuat oleh
pemerintah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Safri Nugraha,S.H, LLM, Ph.D.,dkk. 2015 hukum administrasi


Negara.depok.fakultas hokum universitas Indonesia

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Otonomi_Daerah

http://www.tribun.maluku.com/2014/05/Otonomi-Daerah-dalam-kesejahteraan-
masyarakat.html

17
18

S-ar putea să vă placă și