Sunteți pe pagina 1din 9

PROSIDING JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA

SEMINAR NASIONAL BAHASA DAN BUDAYA 2017 FAKULTAS DHARMA ACARYA


ISBN: 978-602-50777-0-8 INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

PERMAINAN TRADISIONAL MACEPETANSEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN


BAHASA BALI YANG MENYENANGKAN PADA SISWA KELAS 4 SEKOLAH
DASAR NEGERI 1 BONGKASA

I GEDE SUGATA YADNYA MANUABA


Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
sugata.tubaba82@gmail.com

ABSTRACT
Currently, the Balinese children especially in the village of Bongkasa are more comfortable sitting for
hours in front of computer equipment, tablets and play stations complete with a variety of violent aroma
game menu. The success of a learning is not only determined by the educational level of an educator. The
availability of educational facilities and infrastructure is one of the factors supporting the success of
learning. Limitations of learning facilities and infrastructure can be overcome by utilizing the existing in
the environment. Local traditional games also have great potential to be utilized in primary school
learning. Learning in Primary School is especially expected not only to be theoretical but also to
introduce learning media by using traditional games, because in traditional games have value value of
knowledge that should be preserved by the teacher, even though in fact the traditional game is little by
little left, the traditional game is a hallmark Nation, and the result of a civilization. But in its development
of learning process in the scope of education is certainly supported by the media learning. Given the fact
that less effective learning media are commonly used, an innovation or change is needed. Therefore, the
media should be adapted to the national identity and culture. The learning process of Balinese language
education, one of which can be supported by the traditional game of macepetan in order to produce a fun
medium of Balinese language education. The data used in this scientific work is sourced from various
relevant literature and resource persons who support the topic of the problem. In writing this scientific
paper used research methods and literature studies relevant to the study and support discussion of the
discussion. Followed by the synthesis process by linking the problem formulation, the purpose of writing,
as well as the discussion is done with a logical systematic. The data analysis technique chosen is
descriptive qualitative analysis with writing that is descriptive. The next is drawn a general simpualn and
some recommendations for follow up. It was found that the potential of traditional macepetan game in
instilling the pillars of Balinese language education can be proved by the many linkages between
traditional games (traditional game macepetan). The implementation of traditional macepetan game
activities can be done in order to cultivate the interest of the younger generation of Bali to keep using
Balinese language through family environment (informal), school environment (formal), and community
environment (nonformal).
Key words : Traditional Games Macepetan and Balinese Language Education.

ABSTRAK
Saat ini, anak-anak Bali khususnya di desa Bongkasa lebih betah duduk berjam-jam di depan perangkat
komputer, tablet dan playstation lengkap dengan beragam menu permainan beraroma kekerasan.
Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh tingginya pendidikan seorang pendidik.
Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang berhasilnya
pembelajaran. Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran dapat diatasi dengan memanfaatkan yang
ada di lingkungan sekitar. Permainan tradisional daerah juga memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan
dalam pembelajaran di sekolah dasar. Pembelajaran di Sekolah Dasar khusunya diharapkan tidak hanya
bersifat teoritik tetapi juga dapat mengenalkan media pembelajaran dengan menggunakan permainan
tradisonal, karena dalam permaianan tradisional mempunyai nilai nilai pengetahuan yang seharusnya
dilestarikan oleh guru, sekalipun pada kenyataannya permainan tradisional sedidikit demi sedikit
ditinggalkan, permainan tradisional merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban. Namun
dalam perkembangannya proses pembelajaran dalam lingkup pendidikan ini tentunya didukung oleh
adanya media pembelajaran. Melihat kenyataan bahwa kurang efektifnya media pembelajaran yang biasa

264
digunakan, maka diperlukan suatu inovasi atau perubahan. Oleh karena itu, seyogyanya media
pembelajaran pun dapat disesuaikan dengan jati diri dan budaya bangsa. Proses pembelajaran pendidikan
bahasa Bali, salah satunya dapat ditunjang oleh permainan tradisional macepetan guna menghasilkan
media pendidikan bahasa Bali yang menyenangkan. Data yang dipergunakan dalam karya ilmiah ini
bersumber dari berbagai litelatur yang relevan dan narasumber yang mendukung topik permasalahan.
Dalam penulisan karya ilmiah ini digunakan metode penelitian dan studi pustaka yang relevan dengan
kajian serta mendukung analisis pembahasan. Dilanjutkan dengan proses sintesis dengan menghubungkan
rumusan masalah, tujuan penulisan, serta pembahasan yang dilakukan dengan sistematis yang logis.
Teknik analisis data yang dipilih adalah analisis deskriptif kualitatif dengan tulisan yang bersifat
deskriptif. Berikutnya ditarik suatu simpualn yang bersifat umum dan beberapa rekomendasi untuk
ditindaklanjuti. Didapatkan bahwa potensi permainan tradisional macepetan dalam menanamkan pilar-
pilar pendidikan bahasa Bali dapat dibuktikan dengan banyaknya keterkaitan antara permainan tradisional
(permaianan tradisional macepetan). Beserta implementasi kegiatan permainan tradisional macepetan
dapat dilakukan dalam rangka menumbuhkan minat generasi muda Bali untuk tetap memakai bahasa Bali
baik melalui lingkungan keluarga (informal), lingkungan sekolah (formal), dan lingkungan masyarakat
(nonformal).
Kata Kunci :Permainan Tradisional Macepetan dan Pendidikan Bahasa Bali.

I. PENDAHULUAN.
Saat ini, anak-anak Bali khususnya di desa Bongkasa lebih betah duduk berjam-
jam di depan perangkat komputer, tablet dan play station lengkap dengan beragam
menu permainan beraroma kekerasan. Mereka pun tak perlu lagi bersosialisasi dengan
rekan-rekan sebaya lantaran semua permainan ‗‘mesin‘‘ itu bisa dilakoni seorang diri.
Tanpa disengaja, ragam permainan berbasis teknologi canggih itu pun menggiring anak-
anak Bali menjadi pribadi yang individualistis, agresif dan egois. Tokoh pelestari
permainan tradisional Bali Drs. Made Taro dan pengamat pendidikan Drs. Putu Sarjana,
M.Si mengatakan semakin berjaraknya anak-anak Bali dengan permainan tradisional
warisan leluhur manusia Bali itu membuat miris hati.
Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh tingginya
pendidikan seorang pendidik. Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan merupakan
salah satu faktor penunjang berhasilnya pembelajaran. Keterbatasan sarana dan
prasarana pembelajaran dapat diatasi dengan memanfaatkan yang ada di lingkungan
sekitar. Permainan tradisional daerah juga memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan
dalam pembelajaran di sekolah dasar
Pembelajaran di Sekolah Dasar khusunya diharapkan tidak hanya bersifat
teoritik tetapi juga dapat mengenalkan media pembelajaran dengan menggunakan
permainan tradisonal, karena dalam permaianan tradisional mempunyai nilai nilai
pengetahuan yang seharusnya dilestarikan oleh guru, sekalipun pada kenyataannya
permainan tradisional sedidikit demi sedikit ditinggalkan, permainan tradisional
merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban. Bangsa mana yang tidak
bangga pada permainan budaya. Karenanya, menggali, melestarikan dan
mengembangkan permainan tradisional adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Selain telah menjadi ciri suatu bangsa, permaian tradisional adalah salah satu bagian
terbesar dalam suatu kerangka yang lebih luas yaitu kebudayaan.
Menguatnya arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola kehidupan dan
hiburan baru, mau tidak mau, memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan sosial
budaya masyarakat. Termasuk di dalamnya berbagai macam permainan tradisional
anak. Sementara itu, kenyataan dilapangan dewasa ini memperlihatkan adanya tanda-
tanda yang kurang menggembirakan yakni semakin kurangnya permaianan tradisional
anak yang ditampilkan, sehingga akan berakibat pada kepunahan (Sukirman D, 2008:
29). Banyaknya kegunaan permaianan bagi proses pembelajaran perlu adanya

265
pelestarian terhadap keutuhan permaianan tersebut. Mengenal permainan tradisional
bermain macepetan, kering-keringan, gangsingan, yoyo, matembing dan lain-lain di
masa muda, akan mengantarkan mereka pada permainan yang bermamfaat dalam
kegiatan belajar untuk meraih prestasi di masa yang akan datang. Tanpa mengenalnya di
masa muda, sulit bagi anak-anak untuk menerima hal yang sama yang dahulu mereka
mainkan bahkan yang pernah dimainkan pula oleh ayah, ibu, dan kakek-neneknya.
Operasional pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan permainan
tradisional dapat dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar.
misalnya dalam permainan gangsingan yang terbuat dari kayu, layangan, yoyo, dan-
lain-lain. Bagi anak permainan dapat dijadikan kegiatan yang serius, tetapi
mengasyikan. Melalui permainan, berbagai pekerjaannya dapat terwujud dan permainan
dapat dipilih oleh anak karena menyenangkan bukan untuk memperoleh hadiah atas
pujian dan anak di usia SD adalah masa bermain untuk masa perkembangan
selanjutnya, karena dengan bermain anak pada usia SD ini akan menentukan upaya
perkembangannya sesuai dengan apa yang di milikinya.
Permainan tradisional telah lahir sejak ribuan tahun yang lalu, hasil dari proses
kebudayaan manusia zaman dahulu yang masih kental dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Meskipun sudah sangat tua, ternyata permainan tradisional memiliki peran edukasi yang
sangat manusiawi bagi proses belajar seorang individu, terutama anak-anak. Dikatakan
demikian, karena secara alamiah permainan tradisional mampu menstimulasi berbagai
aspek-aspek perkembangan anak yaitu: motorik, kognitif, emosi, bahasa, sosial,
spiritual, ekologis, dan nilai-nilai/moral (Misbach, 2007). Dengan kata lain, permainan
tradisional dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang inovatif dan
menyenangkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
bahasa Bali, salah satunya dapat ditunjang oleh permainan tradisional mecepetan.
Selanjutnya, tulisan ini akan menganalisis potensi permainan tradisional mecepetan
sebagai salah satu media dalam pendidikan bahasa Bali yang menyenangkan, serta
langkah-langkah konkrit pengimplementasiannya.

II. PEMBAHASAN
1.1 Permainan Tradisonal Macepetan sebagai media Pembelajaran bahasa Bali
yang menyenangkan.
Media permainan tradisional (penggunaan media sederhana) pada Pembelajaran
merupakan alat yang digunakan untuk membantu mengungkap gejala dan menanamkan
konsep sains dengan perlakuan (treatment) tertentu. Adapun alat yang digunakan dalam
mengungkap gejala dan menanamkan konsep sains di sini terbuat dari bahan-bahan
yang berasal dari alat taradisional yang dijadikan permainan tardisional anak dari masa
kemasa, yang ada kaitannya dengan Pembelajaran. Pada dasarnya bahwa anak sekolah
dasar merupakan dunia bermain yang merupakan kehidupan anak-anak, sebagian besar
waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, yang merupakan
orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain
dimana anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika melalui situasi bermain.
Permainan dapat digunakan sebagai media belajar untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Karena dalam kegiatan bermain
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengunakan atau tanpa mengunakan alat
yang dapat dapat memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan
mengembangkan imajinasi anak. Dengan permainan juga memberikan kesempatan pada
anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan untuk

266
merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara
baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan hubungan
yang baru antara satu dengan yang lain. Selain itu bermain memberikan kesempatan
pada individu untuk berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat
hubungannya dengan perkembangan kreativitas anak (Mulyadi, 2004: 29).
Dalam penggunaan permainan tradisional sebagai media belajar dapat
memberikan kenyamanan dan menumbuhkan kreatifitas siswa dalam belajarnya,
permainan tersebut lebih diarahkan pada pemahaman konsep dan pemaknaan dibalik
permainan tersebut terhadap pelajaran dapat menumbuhkan motivasi belajar dalam
mencapai prestasi.
Oleh sebab itu, guru diupayakan untuk memafaatkan semua alat (permainan)
dalam proses belajar mengajar sehingga kegiatan belajar dapat tercapai dengan baik.
Guru hendaknya menampilkan rangsangan yang dapat diproses oleh indara. Semakin
banyak alat indra yang digunakan untuk menerima pelajaran (informasi) semakin besar
kemungkinan pengetahuan yang dimengerti dan dipahami (Arsyad A, 2007:9). Dalam
bermain juga terjadi proses belajar. persamaannya adalah bahwa dalam belajar dan
bermain keduanya terjadi perubahan yang mengarah pada perubahan tingkah laku, sikap
dan pengalaman. Akan tetapi keduanya terdapat perbedaan. Bermain merupakan
kegiatan yang khusus bagi anak-anak meskipun orang dewasa juga melakukannya
(Dadang Garnida, 2001:70)
Permainan dapat menimbulkan kegiatan belajar yang menarik, dapat
menumbuhkan semangat belajar terutama bagi anak pada usia masa perkembangan, dan
dapat dijadikan media dalam kegiatan belajar di sekolah. Permainan dalam proses
pembelajaran dapat mencapai tujuan kognitif, menambah motivasi dan menambah
keterampilan siswa dalam belajar, Permainan belajar (learning game) yang menciptakan
atmosfer mengembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tidak terhalang
dapat memberikan banyak sumbangan. Melalui permaianan jika dimanfaatkan secara
baik dapat:
1. Menyingkirkan ―keseriusan‖ yang menghambat
2. Menghilangkan setres anak dalam lingkungan belajar
3. Mengajak peserta didik terlibat penuh dalam belajar
4. Meningkatkan proses belajar
Accelerated learning tidak selalu membutuhkan permainan dan permaianan
sendiri tidak selalu mempercepat pembelajaran. Akan tetapi permainan yang
dimanfaatkan dengan baik dapat menambah variasi, semangat dan partisipasi sebagai
kegiatan belajar siswa (Dave Maier, 2003: 206)
Permainan dianggap sedemikian rupa sebagai suatu proses pendidikan yang
hebat sehingga pembelajaran akan berlangsung dengan spontan, dan permainan dalam
hal ini, dapat meningkatkan mutu pembelajarandan mempromosikan sikap positif
terhadap sekolah sehingga memberikan manfaat yang segera dan berjangka panjang
bagi anak-anak (Bennet, 1998:51). Khususnya dalam kegiatan Pembelajaran di SD/MI,
karena dalam Pembelajaran anak tidak bisa sepenuhnya dengan hal-hal teoritis tetapi
lebih kepada kebermaknaan dalam kehidupan nyata.
Permainan dapat dijadikan sebagai kepentingan dalam kegiatan belajar,
permianan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan kognitif dan kreatif, karena
pada dasarnya bermain sangat erat kaitannya dengan perkembangan dari kewajaran dan
keindahan gerak manusia. Permainan bagi anak didik dapat menimbulkan kegiatan
belajar yang menarik, terutama bagi anak yang berada dalam masa pertumbuhan sebab

267
dilihat dalam aspek psikologi perkembangan dan permainan merupakan suatu selingan
bagi kegiatan belajar siswa yang secara rutin berlangsung di dalam kelas. Permainan
dapat membantu membuat suasana lingkungan belajar menjadi senang, bahagia, santai,
namun tetap memiliki suasana belajar yang kondusif.
Dalam Pembelajaran, siswa didorong untuk lebih trampil, kreatif dan inovasi
melalui kegiatan bermain, sehingga siswa dalam pembelajaran terlibat secara aktif dan
pembelajar sains dapat dipelajari dengan menyenangkan, karena pembelajaran sains
dengan permainan dapat memberikan inisiatif tersendiri bagi anak untuk menyelami
dunia mereka.
Permainan dapat menambah nilai nyata pada proses pembelajaran, maka
permainan belajar harus:
a. Terkait secara langsung dengan temapat kerja, permainan yang baik dapat
memberi pengetahuan, penguatkan sikap, dan mendorong tindakan yang penting
bagi keberhasilan anak
b. Mengajari cara pembelajar cara berfikir, mengakses informasi, bereaksi,
berkembang dan menciptakan nilai dunia nyata bagi peserta didik
c. Menyenangkan dan mengasikkan sebagai media belajar
d. Membebaskan pembelajar untuk bekerja sama
e. Menantang, yang tidak samapi membuat orang kecewa dan kehilangan akal
f. Menyediakan cukup waktu merenung, memberikan umpan balik, berdialog dan
berintegrasi.
Dengan demikian kegiatan pembelajaran sains di sekolah dasar seyogyaknya
adalah anak belajar konsep dengan proses yang bermakna, sedapat mungkin dengan
pembelajaran sains harus diajarkan sebagai suatu cara berfikir. Sekolah seharusnya
menjalankan kurikulum sains yang berfokus pada pengatasan masalah dari pada
memorisasi. Anak sekolah dasar dalam belajar harus dilandasi upaya pelajaran sains
untuk diajarkan kepada anak dengan peragaan dan pengalaman nyata berbagai kejadian
nyata.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran dalam
menggunakan permainan tradisional sebagai berikut:
Persiapan; permainan yang dimainkan dilakukan secara berkelompok yang dilakukan
pada kegiatan pembelajaran untuk mengukur pengetahuan yang sudah dimiliki dan
persipan alat-alat permainan yang dijadikan permainan dalam pembelajaran
1. Penyampaian; permainan yang dilakukan secara berkelompok dapat dijadikan
sarana penunjang dalam kegiatan pembelajaran
2. Pelatihan; permainan dapat digunakan untuk mempraktekkan pengetahuan atau
keterampilan yang dimiliki sesuai dengan topik pelajaran
3. Penampilan hasil; permainan yang telah dimainkan dalam kaitannya dengan
pembelajaran dapat dilakukan pengujian pengetahuan atau menerapkan
keterampilan yang dihasilkan (Dave Meier, 2003: 208-9)
Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka
menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para
pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan.
Selain itu, permainan tradisioanal tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan
yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang
disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa para pemain
dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.
Permainan tradisional juga dapat mengembangkan kreativitas anak, kognitif, afektif

268
maupun motoriknya. Contoh permainan tradisional yaitu macepetan, gangsingan, yoyo,
makering-keringan, dan matembing.
Dalam permainan tradisional terdapat aspek-aspek yang ditonjolkan. Macepetan
misalnya menonjolkan kerja sama dan kompetisi (keterampilan sosial), menonjolkan
kemampuan untuk dapat mengembangkan keterampilan kognitif dan melalui permainan
tradisional macepetan dapat mengembangkan keterampilan motorik dan keseimbangan.
Aktivitas permainan tradisional macepetan juga dapat mengembangkan aspek-aspek
psikologis anak sehingga dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia
orang dewasa.
Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya bahwa, sebagian besar
dari siswa belum mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan
bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki
kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu
menggunakan sesuatuyang abtsrak dan metode ceramah. Mereka sangat membutuhkan
untuk memehami pelajaran yang konkrit yang nyata terkait dengan apa yang dipelajari
siswa dalam kehidupannya.
Dalam keadaan di kelas dalam setiap pembelajaran berlangsung selalu menoton,
siswa pasif, guru yang aktif, dan kemampuan siswa hanya pada konteks hafalan
mengenai fakta-fakta dan rumus-rumus. Kemudian ceramah menjadi pilihan utama
setrategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah setrategi belajar yang dapat
memperdayakan siswa, mendorong siswa dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan
pembelajaran, misalnya melalui cara bermain permainan tradisional macepetan, sebagai
berikut:
Permainan macepetan merupakan permainan tradisional Bali yang sangat
papuler di Bali khususnya di desa Bongkasa. Permainan macepetan sudah banyak
dikenal oleh anak-anak di tingkat Sekolah Dasar.
Di desa Bongkasa permainan macepetan ini dilakukan bisa bergerup maupun
satu lawan satu. Kata macepetan berasal dari kata dasar "cepet" yang memiliki arti
cepat, permainan macepetan mengandung arti sebuah permainan yang saling
berlawanan satu sama lain untuk saling cepat-cepatan mengalahkan lawannya dengan
cara menyentuh bagian kepala maupun bagian kaki. Dalam permainan macepetan ini
masing-masing orang harus mampu mengelak dan mengalahkan lawannya secara lihai,
tangkas, dan penuh rasa percaya diri. Permainan macepetan ini layaknya seperti seni tari
yang digabung dengan permainan pedang (Anggar/beladiri yang berasal dari Jepang).
Dari aturan hingga cara bermainnya ditentukan dengan tata krama dan sopan santun,
dalam permainannya tidak diperbolehkan mengenai mata, bagian dada maupun
menyentuh organ vital. Jika melanggar aturan yang telah disepakati maka si pelaku
dikenakan sanksi untuk menyanyikan lagu-lagu tradisional Bali atau pun menjawab
berbagai Basita Paribasa yang diutarakan oleh lawan.
Permainan tradisional Bali yang satu ini bila berkelompok membutuhkan sekurang-
kurangnya 8 orang untuk memainkakan permainan ini, jika pemain lebih dari 8 orang
permainan akan semakin menyenangkan. Dari 8 orang pemain tersebut akan dibagi
menjadi dua kelompok yang saling berlawanan satu sama lain ataupun boleh rebutan,
biasanya yang direbut itu adalah raja dari masing-masing kelompok.
Pemain lainnya yang merebut membuat barisan berbentuk lingkaran yang ditengahnya
ada pemain lawan yang menjadi raja. Posisi raja di serang untuk dikalahkan, namun
sebisa mungkin sang raja berusaha berkelid menyelamatkan kepala dan kaki dengan
sigapnya serangan dari lawan, untuk mengecoh kesigapan sang raja, permainan dimulai

269
dengan diiringi nyanyi tradisional Bali ataupun Paribasa. Tapi apabila lirik lagu sudah
mulai kencang dan keras, sang raja harus mampu mengalahkan lawannya ataupun harus
bisa keluar dari kroyokan serangan kelompok lawannya.

1.2 Kegiatan Proses Pembelajaran di SD


Kegiatan belajar merupakan inti dari keseluruhan program pendidikan di
sekolah. Di Sekolah Dasar kegiatan belajar mengajar ditekankan pada pembinaan
pembelajaran membaca, menulis, dan berhuting. Asumsi yang mendasarinya adalah
bahwa kemampuan membaca, menulis dan menghitung merupakan tiga kemampuan
dasar yang pertam kali harus diperkenalkan dan ditanamkan kepada siswa sekolah
dasar, sehingga untuk selanjutnya dapat mengikuti proses pembelajaran yang lebih
praktis dan nyata (Ibrahim Bafadal, 2006:21)
Salah satu kriteria guru yang baik dalam kegiatan pembelajaran adalah jika guru
itu dapat mengenal dan memahami krakteristik peserta didiknya. Krakteristik
perkembangan pada siswa SD dapat pula dilihat pada tahap perkembangan kognitif.
Dalam hal ini, ada empat tahapan perkembangan kognitif anak yaitu tahap sensorimotor
(usia 0-2 th), pra-operasional (usia 2 th- 7 th), perasional konkret (usia 7-11 th), dan
operasional formal (usia 11-dewasa). Adapun anak usia SD masuk pada tahap
operasional konkret dimana anak sudah bisa bernalar secara konkret dan mampu
mengklasifikasi objek ke dalam kelompok yang berbeda-beda. Demikian juga menurut
Piagetian, bahwa tahap operational konkret dimulai dari sekitar umur 7-11 tahun, secara
pemikiran bahwa anak diusia tersebut mencakup penggunaan operasi, penalaran logika
menggantikan penalaran intuitif, tatapi dalam situasi konkret (Santrock, 2008: 42)

II. PENUTUP
Kagitan pembelajaran di SD merupakan kegiatan pembelajaran yang sangat
dasar, sehingga diperlukan keseriusan dengan mempertimbangkan aspek perkembangan
dan karakteristiknya. Berangkat dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa karakteristik
anak sekolah dasar yang lebih condong pada kegiatan bermain, sudah barang tentu bagi
guru dalam kegiatan belajar haruslah diimbangi dengan kegiatan bermain sebagai
pengembangan keterampilan belajar.
Media pembelajaran sangat membantu dalam upaya efektifitas kegiatan
pembelajaran sains di sekolah, dengan permainan tradisional sebagai media
pembelajaran dapat memberikan solusi bagi anak dan guru dalam kegiatan
pembelajaran sains di sekolah, disampaing mudah di buat, efektif, dapat melestarikan
permainan tradisional yang sudah punah dikalangan anak dan nuansa pembelajaran
rileks penuh dengan kegiatan bermain sesuai dengan karakteristik kehidupan anak
sekolah dasar.
Potensi permainan tradisional macepetan dalam menanamkan pendidikan bahasa
Bali dapat dibuktikan dengan banyaknya keterkaitan antara permainan tradisional
(macepetan) dengan pendidikan bahasa Bali.
Implementasi permainan tradisional macepetan dapat dilakukan dalam rangka
mengembangkan minat generasi muda Bali terhadap bahasa Bali melalui lingkungan
keluarga (informal), lingkungan sekolah (formal), dan lingkungan masyarakat
(nonformal).

270
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. ―Pentingnya Pendidikan Karakter Pancasila Menuju Bangsa yang
Unggul, Berdaulat, dan Berdikari‖.
Arsyad Azhar. ( 2007). Media pembelajaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ayu Sutarto. (2007). Permainan Anak-anak tradisional terpinggirkan, Padang: Tempo
Interaktif diambil pada tanggal 12 juli 2008di (www.padang.kini.com).
Awwaliyah, Irma, dkk. 2011. Inovasi Media Pembelajaran Berbasis Permainan
Tradisional Dalam Rangka Pengembangkan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44444/PKM-
GT-2011-IPB-Irma-Inovasi%20Media%20Pembelajaran.pdf [Diakses tanggal 12
November 2011]. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.2010.
Bennett, Neville. (2005). Teaching through play teachers thinking and classroom
practice.(Terjemahan Nur Adi Trastria) USA: Open University press. (Buku asli
diterjemahkan 1998)
Caeculia Tridjata S. (1998) Permainan tradisionaldalam pendidikan sebagai media
ekspresi kemampuan kreatif anak, Master Theses from JBPTITBPP.
Character Bandung First! Kimray Inc. http://www.charactercities.
org/downloads/publications/Whatischaracter.pdf [Diakses tanggal 13 November
2011]
Dewi, N. K. A. S. R., & Sudarsana, I. K. (2017). UPACARA BAYUH OTON UDA
YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN
DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR. Jurnal Penelitian Agama
Hindu, 1(2), 384-389.
Dewi, N. P. S. R., & Sudarsana, I. K. (2017). EKSISTENSI PURA TELEDU
NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN
PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama
Hindu). Jurnal Penelitian Agama Hindu, 1(2), 412-417.
Educating for Character : How Our schools can teach respect and responsibility. New
York: Bantam Books Misbach, Ifah H, dkk. 2007.
Elly Fajarwati. (2008). Permainan tradisional yang tergerus zaman. Artikel diambil
pada tanggal 02 Mei 2009 di www.nasimaedu.com
Hainich, Robert. at.el (1996). Intructional mediaand the new tecnologies of instruction.
America: printed in the united states
Hornby & Parnwell. 1972. Lear ner‘s Dictionary. Kuala Lumpur : Oxford University
Press. Ibrahim, H., Sihkabuden, Suprijanta, & Kustiawan, U. 2001.
http://psp.ugm.ac.id/pentingnya- pendidikan-karakter-pancasila-menuju-bangsa-yang-
unggul-berdaulat-dan-berdikari.html. [Diakses tanggal 13 November 2011]
Implementasi model bimbingan berbasis permainan di sekolah dasar. Komnas
Perlindungan anak.2010.Catatan Akhir Tahun 2010. Lickona, Thomas. 1991.
Kamus Psikologi. Bandung : Tonis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996.
Landasan konseptual media pembelajaran [makalah.] Disajikan dalam workshop media
pembelajaran bagi guru-guru SMA Negeri banjar angkan. 10 januari 2007.
Banjar Angkan Klungkung. Sarumpaet, R.I. 2001.
Laporan Pelaksanaan Tugas Panja Penegakan Hukum dan Pemerintahan Daerah. Hill,
T.A. 2005.
Mari Bermain. Denpasar : Upada Sastra
Media pembelajaran : Bahan sajian program pendidikan akta mengajar. FIP. UM.
Kemendiknas. 2010.

271
Mulyadi, S. (2004). Bermain dan kreativitas(Upaya Mengembangkan kreativitas anak
melalui Kegiatan Bermain). Jakarta: Papas Sinar Sinanti
Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Bahan pelatihan
penguatan metodologi pembelajaran berdasarkan nilai-nilai budaya untuk
membentuk daya saing dan karakter bangsa: Kementrian Pendidikan Nasional
Buchori, Mochtar. 2007.
Pembinaan Nilai-nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat di Daerah Jambi. Jambi:
Lazuardi Indah Jambi. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2006.
Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendiknas.
Kirschenbaum, Howard. 1995. 100 Ways to Enchance Values and Morality in
Schools and Youth Settings. Massachusetts : Allyn & Bacon. Kurniati, Euis,
Yustiana, Y. Reksa.2006.
Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan Kita.
www.tempointeraktif.com/hg/kolom/.../kol,20110201-315,id.html. [Diakses
tanggal 12 November 2011]. Dari Gulo. 1982.
Peran permainan tradisional yang bermuatan edukatif dalam menyumbang pembentukan
karakter dan identitas bangsa. Bandung Santyasa, I Wayan. 2007.
Rahasia Mendidik Anak. Bandung : Indonesia Publishing House. Sukirman, dkk., 2004.
Suharjo, (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar teori dan praktek. Jakarta:
Derektorat Jendral Pendidikan Tinggi RI.
Sukirman Dharmamlya . (2008). Permainan tradisional Jawa. Yogyakarta: Kepel Press
Urgensi Pendidikan Karakter. http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id. [Diakses tanggal
12 November 2011]. Taro, Made. 1993.

272

S-ar putea să vă placă și