Sunteți pe pagina 1din 19

ISSN: 1693-167X

ANTROPOLOGI
INDONESIAIndonesian Journal of Social and Cultural Anthropology
Tentang Kata Korupsi yang Datang Silih Berganti: Vol. 34 No. 1
Suatu Penjelasan Budaya Januari-Juni
2013
Totua Ngata dan Konflik
(Studi atas Posisi Totua Ngata sebagai Lembaga Adat
di Kecamatan Marawola)
ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 Januari-Juni 2013

Sekerei Mentawai: Keseharian dan Tradisi Pengetahuan


Lokal yang Digerus oleh Zaman

Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013

Dewan Penasihat
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia

Ketua Departemen Antropologi,


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Ketua Pusat Kajian Antropologi,


Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia
Pemimpin Redaksi
Semiarto Aji Purwanto
Redaksi Pelaksana
Dave Lumenta, Dian Sulistiawati, Ezra M. Choesin, Irwan M. Hidayana, Sri
Paramita Budi Utami.
Manajer Tata Laksana
Ni Nyoman Sri Natih
Administrasi dan Keuangan
Dewi Zimarny
Distribusi dan Sirkulasi
Ni Nyoman Sri Natih
Pembantu Teknis
Rendi Iken Satriyana Dharma
Dewan Redaksi
Achmad Fedyani Saifuddin, Universitas Indonesia
Birgit Bräuchler,, University of Frankfurt
Boedhi Hartono, Universitas Indonesia
Engseng Ho, Duke University
Greg Acciaioli, University of Western Australia
Heddy Shri Ahimsa Putra, Gadjah Mada University
Martin Slama, Austrian Academy of Sciences
Meutia F. Swasono, Universitas Indonesia
Kari Telle, Chr. Michelsen Institute
Ratna Saptari, University of Leiden
Semiarto Aji Purwanto, Universitas Indonesia
Suraya Afiff, Universitas Indonesia
Timo Kaartinen, University of Helsinki
Yasmine.Z. Shahab, Universitas Indonesia
Yunita.T. Winarto, Universitas Indonesia

ISSN 1693-167X ANTROPOLOGI INDONESIA is a refereed international journal


Daftar Isi
ANTROPOLOGI INDONESIA VOL. 34 NO. 1 2013

Tentang Kata Korupsi yang Datang Silih Berganti: 1


Suatu Penjelasan Budaya
Muhammad Nasrum

Totua Ngata dan Konflik 15


(Studi atas Posisi Totua Ngata sebagai Lembaga Adat
di Kecamatan Marawola)
Hendra

Sekerei Mentawai: Keseharian dan Tradisi 29


Pengetahuan Lokal yang Digerus oleh Zaman
Lucky Zamzami

Kebangkitan Identitas Orang Bajo di Kepulauan Wakatobi 41


Tasrifin Tahara

Marapu: Konstruksi Identitas Budaya 59


Orang Sumba, NTT
Purwadi Soeriadiredja

‘Memanusiakan Manusia’ 75
dalam Lingkungan yang Tangguh:
Mengapa ‘Jauh Panggang dari Api’?
Yunita T. Winarto

Budaya Penjara: 91
Arena Sosial Semi Otonom
di Lembaga Pemasayarakatan “X”
A. Josias Simon Runturambi

Berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik lndonesia Nomor: 80/DIKTI/
Kep/2012 tanggal 13 Desember 2012 tentang “Hasil Akreditasi Terbitan Berkala llmiah Periode II Tahun 2012,” Jurnal Antropologi Indonesia
(JAI) diakui sebagai jurnal nasional terakreditasi, berlaku sejak 13 Desember 2012 – 13 Desember 2017.
Totua Ngata dan Konflik
(Studi atas Posisi Totua Ngata sebagai Lembaga Adat
di Kecamatan Marawola)

Hendra1
Program Studi Antropologi Universitas Tadulako

Abstrak

Membicarakan adat seperti menghayalkan posisi idealisme kekerabatan masa lalu dalam tataran
yang teratur dan harmonis. Semua orang saling menghormati dan memposisikan diri pada klen dan
klasnya masing-masing. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan peranan lembaga adat yang ada
dan tersebar di Kabupaten Sigi Biromaru dalam konflik yang terjadi di masyarakat lebih khusus
lagi yang berada di kecamatan Marawola. Penelitian diawali dengan melakukan pengumpulkan
data melalui studi pustaka sebagai penelitian pendahuluan yang kemudian akan diteruskan dengan
menggunakan pedoman observasi serta dilanjutkan dengan melakukan wawancara. Analisis data
penelitian dilakukan dengan menggunakan tehnik analisis deskriptif kualitatif. Hasil yang ditemu-
kan bahwa lembaga adat mulai kehilangan peranannya, beberapa diantaranya disebabkan oleh
kesenjangan antara yang tua dan yang muda dalam masyarakat adat itu sendiri. Lembaga adat juga
kehilangan legitimasi sosialnya; hal itu dilihat dari menciutnya peranan lembaga adat, di mana
lembaga adat hanya mengurusi ritual pengobatan tradisional, membuka lahan dan ritual panen.
Aturan lembaga adat berupa regulasi hukum serta sanksi yang diterapkan hanya berupa ingatan
akan tuturan lisan di masa lalu tanpa adanya kepatuhan terhadap aturan-aturan adat itu sendiri.

Kata Kunci: Adat, Totua Ngata, governmentality, konflik

Abstract

Talking about tradition, it is kind of imagination of kinship in the past in an idealism positions
in an orderly and harmonious level. Everyone respect each other and take position in the clan
and their class respectively. The aims of this paper is to find out information about the institutions
traditional role in the District Marawola to the conflict in the community. The research start with
a literature study then continued with observation and interviews. This paper apply govern men-
tality theory that triggered by Michael Foucault. The results that found in this research that the
traditional institutions began to lose its role, some of which are caused by the gap between the old
and the young in the communities itself. Traditional institutions also lose their social legitimacy
that seen from the shrinking role of traditional institutions, where traditional institutions only deal
with traditional healing rituals, clearing land and harvesting rituals. Rules of traditional institu-
tions such as law regulatory with sanctions are applied only in the form of oral speech in memory
of the past in the absence of compliance with customary rules itself.

Key-words: Customs, Totua Ngata, Governmentality, Conflict

1 Hendra, staf pengajar pada Program Studi Antropologi Universitas Tadulako, Palu. E-mail: hdanr_02@yahoo.com.

ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013 15


Latar Belakang larut? Tentu saja tidak. Beberapa wilayah sep-
Berakhirnya Orde Baru dan digantikan erti Kecamatan Kulawi, Kecamatan Kulawi
dengan Orde Reformasi telah memberikan luka Selatan, Kecamatan Palolo, dan Kecamatan
sejarah tersendiri dalam ingatan. Luka tersebut Nokilalaki terkadang diwarnai dengan perkela-
berupa sering terjadinya konflik sosial. Kon- hian antar pemuda, perkelahian antar desa juga
flik sosial yang terjadi di dalam masyarakat perkelahian yang oleh warga tidak diketahui
menjadi bagian eskalasi massa yang sifatnya asal muasalnya. Perkelahian tersebut pada be-
destruktif bahkan cenderung anarkhis. Bebera- berapa kasus berakhir pada konflik kekerasan
pa kasus seperti Poso, Palu, dan Sigi di wilayah yang berujung pada pengerahan masa, namun
Sulawesi Tengah adalah contoh ingatan begitu begitu konflik kekerasan tersebut bisa diredam
masifnya dan berbahayanya sebuah konflik terlebih dahulu oleh mekanisme perdamaian
yang diiringi kekerasan. Konflik sosial harus yang dilakukan lembaga adat dengan diketahui
segera diatasi secara memadai dan proporsional dan dibantu dengan aparatur pemerintah.
agar tidak menciptakan disintegrasi nasional. Lembaga adat dengan begitu berperan
Banyak hal yang patut direnungkan dan dicer- penting dalam mekanisme perdamaian yang
mati dengan fenomena konflik sosial tersebut. bersumber pada kearifan lokal masyarakat adat
Apakah fenomena konflik sosial ini merupakan setempat. Apakah wilayah-wilayah lainnya
peristiwa yang bersifat insidental dengan motif khususnya di kecamatan Marawola tidak mem-
tertentu dan kepentingan sesaat ataukah justru punyai mekanisme perdamaian yang dipelopori
merupakan budaya dalam masyarakat yang oleh lembaga masyarakat adat berdasarkan
bersifat laten (Utsman 2007). pada aturan adat? Tentunya ada, namun men-
Heteroginitas atau kemajemukan masyara- gapa hal tersebut tidak bekerja efektif? Tulisan
kat yang ada di Kabupaten Sigi Biromaru cen- ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
derung bersifat horisontal baik itu dikarenakan peranan totua ngata di Kecamatan Marawola
adanya perbedaan etnik, agama, suku, dan terhadap konflik yang terjadi di masyarakat.
sebagainya. Perbedaan yang ada dalam ma- Penelitian diawali dengan melakukan studi
syarakat Kabupaten Sigi Biromaru juga bersifat pustaka kemudian diteruskan dengan observasi
vertikal. Hal itu ditandai dengan klasifikasi dan wawancara
status sosial berdasarkan jabatan, pekerjaan
serta penghasilan yang diperolehnya. Aturan dan Nilai Adat sebagai Elemen
Perbedaan tersebut bersifat vertikal dan Penting Lembaga Adat
horizontal yang berimbas pada kerenggangan Mengingat adat (berasal dari Bahasa Me-
sosial berujung ketidakharmonisan kemudian layu) dan tradisi (berasal dari Bahasa Inggris)
muncul riak-riak konflik kekerasan.. Konflik- mengandung pengertian sebagai kebiasaan
konflik tersebut selalu saja terjadi, terutama yang bersifat magis religius dari kehidupan
yang melibatkan dua desa bertetangga. Bila suatu penduduk asli, yang meliputi nilai-nilai
dua desa tersebut selesai berkonflik, maka akan budaya, norma-norma hukum dan aturan yang
muncul berita berikutnya di media massa dua saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu
desa di kecamatan lainnya berkonflik. Siklus sistem atau peraturan tradisional (Suyono
ini selalu saja terjadi di wilayah Kecamatan dalam Rochwulaningsih 2009: 1), yang ke-
Marawola, Kecamatan Dolo, Kecamatan Dolo mudian sering disebut sebagai secara umum
Selatan, Kecamatan Biromaru, dan Kecamatan sebagai hukum adat.
Gumbasa. Aturan serta nilai adat yang kemudian men-
Apakah semua wilayah Kabupaten Sigi jadi sebuah produk hukum adat merupakan
selalu diwarnai dengan konflik yang berlarut- salah satu kesepakatan yang diambil serta dipa-

16 Hendra, Totua Ngata dan Konflik...


hami secara komunal yang terlembaga. Lem- Aturan dan nilai adat awalnya dibuat dan
baga adat2 terbentuk setelah terlebih dahulu disesuaikan dengan kebutuhan serta konteks
terbentuk masyarakat adatnya3. Masyarakat masyarakat adat itu sendiri (Siboro 2010).
adat itu sendiri terdiri dari individu-individu Nasdian (2003) menyebut kelembagaan
yang menggunakan sebuah bahasa yang sama sebagai aspek kultural dan struktural. Secara
dan kemudian terbalut dalam kepentingan yang kelembagaan segi kultural berkenaan norma
sama. Sangaji (2010: 347—366) mengemuka- dan nilai, sementara segi struktural menyang-
kan bahwa komunitas-komunitas masyarakat kut peranan sosial. Kultural maupun struktural
adat di Sulawesi Tengah bukanlah entitas yang adalah dua elemen yang saling berhubungan
terisolasi dan tidak pernah berubah, tetapi satu sama lain. Kelembagaan juga dapat di-
telah mengalami perubahan sedemikian rupa artikan sebagai instrumen yang mengatur
sejarah mereka yang panjang dalam migrasi, hubungan antar orang atau kelompok ma-
peralihan agama, dominasi politik oleh kekua- syarakat melalui hak dan kewajibannya dalam
tan politik di luar mereka, dan terintegrasi ke kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya.
dalam ekonomi pasar. Komunitas semacam ini Suatu lembaga termasuk juga lembaga adat
yang dianggap sebagai masyarakat adat harus dicirikan oleh tiga hal utama, yaitu: (1) hak-hak
dipahami sebagai entitas yang kompleks dan kepemilikan (property rights), yang berupa
dinamis. hak atas benda materi maupun nonmateri, (2)
Hukum adat seperti halnya dengan semua batas yuridiksi (yurisdictional boundary), un-
sistem hukum di bagian lain di muka bumi tuk menentukan siapa dan apa yang tercakup
ini senantiasa tumbuh, berkembang serta dalam kelembagaan suatu masyarakat, dan (3)
dipertahankan oleh masyarakat adatnya. Hal aturan representasi (rule of representation)
tersebut timbul dari suatu kebutuhan hidup atau perangkat yang menentukan mekanisme
yang nyata, cara hidup, dan pandangan hidup pengambilan keputusan organisasi (Shaffer dan
yang keseluruhannya merupakan kebudayaan Schmid dalam Sanim 2006).
masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.
Lembaga Adat di tengah Perubahan Sosial
2 Dalam kebudayaan to-kaili (orang Kaili), lebih dikenal istilah totua
ngata yakni sebuah forum musyawarah atau kumpulan orang-orang Budaya Masyarakat Adat
yang dituakan dimana totua ngata berfungsi menjaga nilai-nilai adat
agar dipatuhi dan dijalankan oleh masyarakat adat yang mereka pimpin a. Ketidakberdayaan Lembaga Adat
berdasarkan wilayah geografis maupun wilayah sosial. Dalam wilayah
perkembangan wacana, eksistensi adat kemudian menjadikan identitas Kehidupan yang berdasarkan adat kini
adat dalam wilayah-wilayah khusus menjadi wilayah adat yang lebih
mengglobal dalam menasionalisasi wacana tradisi menjadi satu dalam hanya mengakar dalam kehidupan generasi
bentuk lembaga adat. Lihat juga hasil mengerasnya identitas adat
dalam Davidson, dkk (Peny.). 2010. tua saja. Perubahan zaman yang dibarengi
3 Banyak rujukan mengenai arti dari masyarakat adat atau komunitas
dengan kemodernisasian, telah menyisihkan
adat salah satunya yang berkaitan dengan wilayah Sulawesi tengah keseharian adat dari kehidupan masyarakat,
adalah pengertian masyarakat adat yang ditulis oleh Gregory L.
Acciaioli berjudul Memberdayakan kembali ‘Kesenian Totua’: Re- khususnya kaum muda. Adli (2008: 3) menge-
vitalisasi Adat Masyarakat To Lindu di Sulawesi Tengah menulisnya
sebagai indogenous people. Sementara kalangan NGO agak lepas
mukakan jika kini muncul satu keresahan akan
dari konteks historis masyarakat adat versi kolonial Belanda (Van kelangsungan keberadaan adat di masyarakat
Vollenhoven dalam Steni 2010: 5). Di era kolonial istilah yang kerap
dipakai adalah rechtsgemeenschap atau volksgemeenschap yang, kalau Aceh.
tidak dapat dikatakan sama, paling tidak mendekati pengertian Gemein-
schaft dalam bahasa Jerman yang digunakan oleh sosiolog Jerman,
Adli (2008: 3) mengemukakan telah terjadi
Ferdinand Tönnies. Istilah Gemeinschaft yang digunakan Tönnies ini degradasi pemahaman adat di kalangan Ma-
dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan istilah community. Konsep
Gemeinschaft atau community menunjukkan suatu ikatan sosial primer syarakat Aceh untuk saat ini. Adnan (2004:
yang hubungan antara anggotanya akrab, bersifat pribadi dan eksklusif
(Zakaria dalam Steni 2010: 5). Definisi masyarakat adat itu sendiri lebih
85—86) menambahkan bahwa pergeseran
kepada persoalan politik lokal dimana menguatnya kembali identitas- pelaksanaan adat marari pada kehidupan
identitas etnis yang kemudian berujung pada pemisahan mana “orang
asli” dan mana yang “orang pendatang” atau antara pribumi dan dan masyarakat di Kecamatan Ampenan Kota
nonpribumi, juga berkenaan dengan teori pelabelan/stereotipe yang
menyebutnya dengan “orang terasing” atau “tak beradab”.
Mataram dipengaruhi faktor kuatnya penga-

ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013 17


ruh Agama Islam, tingkat pendidikan yang beber, Lebak Selatan. Masyarakat masih patuh
membawa transformasi pengetahuan masyara- dan taat pada lembaga kaolotan seperti yang
kat, dan akulturasi budaya—yang didukung terdapat dalam kaolotan Cisungsan, Citorek,
transportasi dan teknologi transportasi—yang Cisitu, Cipanas, dan Bayah.
dibawa oleh penduduk pendatang. Faktor- Kamaruddin (2013: 66-67) menuliskan
faktor tersebut kemudian menjadikan apa yang bahwa sampai saat ini, lembaga adat di Aceh
dinamakan adat tergerus dan tergantikan oleh masih mempunyai peranan penting dalam men-
nilai-nilai baru (Steni 2009: 29). Hal itu mem- damaikan konflik, di mana proses penyelesaian
buat lembaga adat yang selama ini membuat konflik di gampong dilakukan dengan prinsip
serta mensosialisasikan aturan yang dibuatnya musyawarah dan keadilan komunal melalui
sendiri terkadang membutuhkan kerjasama mekanisme lembaga adat melalui perwakilan
dari pihak lain dalam upaya menegakan aturan lembaga adat yang disebut keuchik. Keuchik
yang telah dibuat (Sugangga 1999: 14; Raka sebagai salah satu unsur lembaga adat akan
Sukadana 2002: 101—102; Kurniawan 2012: menemui atau memanggil pihak lain yang
97—99). berkonflik atau bersengketa. Adapun keputu-
Hal yang sama juga terjadi di Latupati san yang dibuat lembaga adat yang kemudian
selaku lembaga hukum adat di wilayah Ma- disepakati para pihak yang berkonflik keputu-
luku. Latupati adalah suatu badan tempat san yang dihasilkan oleh lembaga adat diterima
berkumpulnya pemerintah dari negeri-negeri para pihak atas dasar prinsip ta meujeut-jeut
di wilayah kerjanya untuk memusyawarahkan yang artinya saling rela dan saling pengertian.
sesuatu yang bertalian dengan adat, namun Hal yang terpenting dari apa yang dipapar-
begitu lembaga adat ini tidak bisa memaksakan kan oleh Kamaruddin adalah masih adanya
pendapat mereka itu pada pihak-pihak lain atau konsepsi bersama dalam sebuah gampong,
negeri-negeri yang bersengketa, sebab badan independensi lembaga adat melalui peranan
ini tidak mempunyai kekuasaan aministra- keuchik, serta kesepakatan yang dipahami
tif terhadap suatu negeri yang tergabung di bersama berdasar prinsip ta meujeut-jeut.
dalamnya. Dengan demikian maka pola kerja
lembaga Latupati dalam menyelesaikan suatu c. Revitalisasi Sebagai Sebuah Solusi Bagi
prmasalahan tergantung dari pada bentuk Lembaga Adat
permasalahan itu sendiri (Sahalessy 2011: 51). Revitalisasi lembaga adat merupakan solusi
atas berkecamuknya konflik sosial, terutama
b. Masih Berperannya Lembaga Adat melibatkan masyarakat dalam tataran ko-
Apakah semua lembaga adat tidak bisa munal. Revitalisasi itu dapat dimulai dengan
berperan dalam mendamaikan konflik yang menelaah kembali hukum-hukum adat yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat terutama pernah ada dan berlaku di Bangka. Di Bangka
masyarakat modern saat ini? Lembaga adat pernah diberlakukan hukum adat yang disebut
merupakan representasi dari masyarakat Sindang Mardika; melakukan analisis ter-
adatnya, sehingga dengan begitu lembaga hadap contoh-contoh kasus yang pernah ada
adat mempunyai peran dalam mengorganisir yang diselesaikan melalui lembaga adat; dan
masyarakat adatnya. Sihabudin (2009: 3) mengumpulkan, membicarakan, dan menga-
menuliskan bahwa Suku Baduy yang terdapat jak pihak-pihak yang berkepentingan untuk
di wilayah Desa Kanekes Kecamatan Leuwi- bersinergi (sebagai mitra) dalam menyertakan
damar dipimpin oleh seorang pimpinan adat komponen masyarakat lembaga adat sebagai
atau yang biasa disebut Pu’un. Hal yang sama solusi alternatif dalam penyelesaian konflik
juga terdapat di wilayah adat Kecamatan Ci- etnis di Bangka (Permana 2002: 84).

18 Hendra, Totua Ngata dan Konflik...


Lain Bangka Belitung lain juga Sumbawa. tata kelola masyarakat adatnya5 . Lalu mengapa
Permana (2013) memaparkan bahwa setelah governmentality begitu penting? Hal tersebut
lama vakum, LATS direvitalisasi melalui bisa dilihat dari tarik ulur kepentingan dalam
Musakara Adat pada tahun 2011. LATS di- lembaga adat itu sendiri karena dalam lembaga
harapkan menjadi jembatan mediasi bila terjadi adat itu sendiri terdapat relasi kuasa. Foucault
konflik. Dukungan revitalisasi LATS melalui menulis:
payung hukum lewat Perda Kabupaten4 Sum- “We are a long way from a form of austerity that
would tend to govern all individuals in the same
bawa No. 23 2007 juga memberikan tugas bagi way, from the proudest to the most humble, under
LATS untuk bisa berperan menjadi fasilitator a universal law whose application alone would be
subject to modulation by means of casuistry” (Fou-
dan mediator dalam penyelesaikan perselisihan cault 1990: 62).
di dalam masyarakat. Kehadiran Sultan Sum-
bawa atau yang kerap disapa dengan Daeng Foucault lebih lanjut menegaskan:
Ewan yang menggunakan modal simbolik dan
modal kultural dalam memimpin LATS hingga “A state is good in virtue of the goodness of the citi-
saat ini bisa mendamaikan pihak-pihak yang zens who have a share in the government. In our state
all the citizens have a share in the government. We
berkonflik. have therefore to consider how a man can become a
good man. True, it is possible for all to be good col-
Cerminan Governmentality dalam Tata Ke- lectively, without each being good individually. But
the better thing is that each individual citizen should
lola Lembaga Adat be good. The goodness of all is necessarily involved
Governance diterjemahkan sebagai tata in the goodness of each” (Foucault 1990: 79).
pemerintahan yaitu sebuah pemahaman ter-
hadap proses pemerintahan yang bukan hanya Memperbincangkan kekuasaan tentunya
mencakup struktur dan manajemen kelem- tidak lepas dari siapakah yang berkuasa. Fou-
bagaan yang disebut “negara” atau “pemerin- cault menyebutnya sebagai aktor yang dapat
tah”, namun juga mencakup pihak atau aktor mengontrol yang lainnya—termasuk dalam
lainnya yaitu masyarakat (Selanno 2008: 83) hubungan lembaga adat dan masyarakat adat
yang telah terbagi-terbagi dalam peranan- yang diayominya—Relasi kekuasaan gov-
nya masing-masing. Tata pemerintahan akan ernmentality menghasilkan proses manufak-
berkaitan dengan konflik di antara berbagai turisasi subjek sebagai governable subject.
kelompok kepentingan yang ada dalam ma- Proses manufakturisasi inilah yang kemudian
syarakat. Tata pemerintahan kemudian akan menjelaskan bagaimana mekanisme kekuasaan
menjelaskan bagaimana pengelolaan konflik dalam subjektivas aktor dan apa kepentingan
yang muncul dari perbedaan-perbedaan terse- di balik proses itu. Foucault (2001: iii) menulis:
but. “My intention was not to deal with the problem of
Tata pemerintahan berdasar pada kajian truth, but with the problem of the truth-teller, or of
truth-telling as an activity: ... who is able to tell the
antropologi dalam tulisan ini akan menggu- truth, about what, with what consequences, and
nakan teori dari Foucault mengenai govern- with what relations to power...With the question of
mentality. Governmentality di sini dimak- the importance of telling the truth, knowing who is
able to tell the truth, and knowing why we should
sudkan bukan hanya berkenaan tata kelola tell the truth”
pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah,
namun juga berkenaan lembaga adat (totua
ngata) mencakup peran lembaga adat dalam
4 Revitalisasi lembaga adat dengan begitu membutuhkan kehadiran 5 Dengan mengikut pakem Foucauldian menyebut Governmentality
struktur luar yakni pemerintah, hal tersebut dikarenakan lembaga sebagai pengaturan, namun pengaturan yang sering disebutnya berke-
adat juga berperan dalam menghubungkan masyarakat adat dengan naan hubungan pemerintah dan masyarakat sementara dalam tulisan ini
pemerintah (Abdi 2000: 147-148; Airori 2003; Wardah 2004: 156; lebih kepada hubungan masyarakat dengan agennya karena hubungan
Prasetyo 2004: 104-105; Henriette Usman 2005: 137). itu juga berkenaan “penguasa” dan yang “dikuasai”.

ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013 19


ero 2011: 2).
Peran Totua Ngata dalam Meredam Konflik Namun begitu masih ada beberapa tingkatan
Di Kecamatan Marawola. lapisan sosial yang masih ada hingga sekarang
walaupun masyarakat adatnya sendiri mulai
Totua Ngata mempunyai kedudukan yang
mengalami pergeseran. Salah satu lapisan so-
sangat terhormat dalam penyelesaian konflik
sial tersebut adalah Totua Ngata
yang terjadi di masyarakat baik sesama warga
Totua Ngata semacam Dewan Adat yang
adat maupun antar warga adat yang berbeda
memegang kekuasaan tertinggi dalam sebuah
wilayah adatnya. Terdapat sejumlah faktor
ngata6. Totua Ngata berasal dari kalangan
yang memengaruhi peranan Totua Ngata
bangsawan di sebuah ngata yang mana dalam
dalam penyelesaian konflik, yaitu: hegemoni
pemilihannya disepakati seluruh masyarakat
masyarakat, ketaatan, kepatuhan, pengakuan
adat yang ada dalam sebuah ngata untuk
dan penghormatan masyarakat terhadap
diubah. Dengan begitu Totua Ngata adalah
keputusan Totua Ngata. Kuatnya hukum ada
dewan para totua kampung yang menjalankan
dan adanya kesadaran yang tinggi dari ma-
kepemimpinan kolektif atas seganap urusan
syarakat terhadap pentingnya nilai-nilai adat
pemerintahan desa/wilayah tertentu.
untuk dipertahankan sebagai sebuah warisan
Keterwakilan masyarakat seperti yang ada
yang bersifat turun temurun merupakan faktor
dalam literatur tersebut di atas adalah sebuah
pendukung mengapa totua ngata masih terus
hal yang sangat ideal dalam tataran pemiki-
eksis dalam masyarakat.
ran. Keterwakilan semua elemen masyarakat
dalam sebuah lembaga totua ngata secara kuota
a. Pemilihan Totua Ngata.
terpenuhi namun yang terjadi di wilayah ke-
Masyarakat adat di wilayah Sulawesi Ten- camatan Marawola keterwakilan adat tersebut
gah secara riil masih ada, seperti masyarakat bisa dikatakan sebagai awal sebuah kegagalan.
tau ta’a wana di Kabupaten Tojo Una-una, Gagal dalam artian bahwa terpilihnya totua
Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Morowali ngata secara otomatis dalam setiap periode
melalui kekerabatan herois di bawah pimpinan pemilihannya dan terkesan jabatan totua ngata
seseorang telenga. Begitu juga masyarakat sebagai jabatan seumur hidup. Hal tersebut
Kulawi, Sigi dan Pipikoro sub etnik yang menyebabkan melebarnya jarak antara totua
menggunakan bahasa ‘Ija, Moma dan oma ngata dengan masyarakatnya hal tersebut ter-
di Kabupaten Sigi juga masih kuat intensitas jadi karena terbatasnya ruang gerak totua ngata
norma hukum adat. Tercatat dalam sejarah karena faktor usia. Musyawarah mencapai mu-
seperti yang tertulis dalam “van Poso naar fakat dalam keterwakilan tidak menghadirkan
Parigi, Sigi en Lindoe” hasil investigasi dan diskusi antara masyarakat dan siapa yang ingin
renungan N. Adrian dan Albert C. kruyt (dalam dia pilih untuk mewakilinya dalam totua ngata
Na’a 2010: 7). yang berpengaruh pada legitimasi dan kepatu-
Strata sosial masyarakat Kaili dahulu han masyarakat adat.
mengenal adanya beberapa tingkatan lapisan Rapat adat dalam pemilihan totua ngata
sosial masyarakat yaitu: bukanlah acara yang sakral serta diselimuti
1. Madika/Maradika (golongan keturunan hawa demokrasi. Totua ngata terpilih karena
raja atau bangsawan), alasan klasik yakni karena itu yang paling tua
2. Totua Ngata (golongan keturunan dank arena tidak adanya tokoh alternatif. Bapak
tokoh-tokoh masyarakat), Lahaleso, kepala desa Padende:
3. To Dea (golongan masyarakat biasa), “Bahkan anak muda pun memilih orang-orang
dan
6 Ngata bisa diartikan sebagai desa atau juga bisa disebut wilayah
4. Batua (golongan hamba/budak) (Len- sosialbudaya dimana aturan serta nilai-nilai adat berlaku.

20 Hendra, Totua Ngata dan Konflik...


tua dalam upacara adat yang dilaksanakan 16). Yanti (2004: 118—19) menuliskan bahwa
di Bantaya. Lembaga adat beranggotakan pemuncak adat lebih terlihat perannya sebagai
orang-orang tua atau kami menyebutnya penengah dan “penguasa” dibanding peran
sebagai totua ngata dan totua ngata yang
mereka sebagai orang yang memberikan in-
ada sekarang merupakan totua ngata yang
menjabat di tahun-tahun sebelumnya formasi dan pemberi semangat. Karakteristik
hingga sekarang belum tergantikan (Catatan individu dalam memimpin sebuah lembaga
lapangan 15 Juli 2013). adat lebih dilihat dari segi pengalaman dan
ketokohannya (Achdian 2011: 182—183) serta
Seperti halnya yang diungkapkan oleh siasat dan strategi apa yang digunakannya
kepala desa Padende, wakil ketua adat desa dalam mengukuhkan lembaga adat itu sendiri.
Balane, Bapak Zakir Adam mengutarakan hal Peran usia dan pendidikan hanya berhubungan
yang sama bahwa totua ngata baik yang ada dengan perilaku kontak media.
di Kecamatan Marawola maupun di kecamatan Hasil dari kepatuhan masyarakat terhadap
sekitarnya tidak mengalami perubahan alam keputusan dari kepala adat dalam penyelesaian
struktur keanggotaan. Bapak Zakir Adam: sengketa adalah terciptanya kerukunan dalam
keluarga, di mana setiap perbuatan maupun
“Sebenarnya kami ini ingin istirahat, namun tindakan kepala adat harus berdasar pada
setiap saat acara adat terkait pemilihan totua tiga sifat yakni menjaga keamanan masyara-
ngata masyarakat memilih kami terus. Posisi kat sesuku, memelihara kedamaian di antara
kami dari tahun 80-an hingga sekarang ini rakyat sesuku dan memelihara derajat agama
tidak tergantikan, saya sebenarnya ingin
istirahat, tapi apa boleh buat kalau masyarakat
dan kepercayaan. Penyelesaian sengketa oleh
memilih […] kalau kami menyebut diri “nanti mekanisme adat dengan begitu lebih efektif
mati” baru kami pensiun jadi totua ngata dan prosesnya tidak lama serta hubungan ke-
(Catatan lapangan 17 Juli 2013). kerabatan yang ada lebih dieratkan. Tua-tua
adat baik dari pihak korban maupun pelaku
Keterwakilan masyarakat dalam memilih duduk bersama dalam mencari akar perma-
totua ngata dengan demikian hanya sebuah salahan guna mendapatkan kesepakatan di
ingatan bahwa lembaga adat diisi oleh orang- mana masing-masing pihak merasa puas dan
orang yang tua dan bukan orang-orang kesepakatan damai tercipta (Henriette Usman
yang dituahkan. Kepatuhan hanya sebatas 2005: 136; Muga 2008: 96).
“kenangan indahnya” masa lalu sehingga ke- Lalu bagaimana dengan peran totua ngata?
senjangan antara yang tua dan yang muda se- Totua ngata yang ada dalam setiap desa tidak
makin terlihat. Masyarakat hanya mengetahui semuanya bisa berperan optimal serta bisa
bahwa orang yang sangat tualah yang menjadi mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
totua ngata. Aturan tersebut tidak tertulis oleh masyarakat adatnya. Totua ngata yang
namun aturan tersebut seolah-olah menjadi berisi pemangku-pemangku kepentingan-
kesepakatan umum. -bagaimanapun dari mereka menjabat dalam
posisi penting di institusi adat—tidak dapat
b. Setelah Totua Ngata Terpilih (Antara memisahkan eksistensi dirinya sebagai tokoh
Kepatuhan dan Ketidakpatuhan) adat pada suatu waktu, sementara waktu lain-
Kepatuhan masyarakat dalam lembaga adat nya menjadi salah satu pengambil keputusan
lebih cenderung menguat apabila dipimpin di lembaga adat yang dipimpinnya, dan di
oleh seorang ketua adat yang karismatik, adil waktu lainnya lagi totua ngata menjadi corong
dan bijaksana (Fendri 2002: 97—98; Tenouye pemerintah dalam menjalankan program
2004; Sudiatmika 2004; Magdalena Awi 2012: pemerintah di wilayah adatnya.7
7 Lunturnya kewibawaan totua nungata di depan masyarakatnya juga

ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013 21


Totua ngata juga pada kebijakan-kebijakan maupun membentuk hukum adat. Totua ngata
lainnya diseret dalam kepentingan-kepentingan di sini adalah dalam pengertian forum bukan
yang tidak bisa dikenadalikan oleh dirinya perorangan yang secara tidak sengaja ada
sendiri sehingga independensinya menyusut untuk menangani ketidakadilan dan keluhan
dan dipertanyakan oleh masyarakat adatnya. warga, penggunaan kata aturan atau prinsip
Salah satu contoh kecilnya adalah saat berlang- mengindikasikan bahwa akses kepada keadilan
sungnya kampanye pemilihan umum tingkat memerlukan aturan atau prinsip yang memandu
daerah, di mana terlihat dalam desa-desa di prosedur menuju hasil (Steni 2010: 22).
wilayah Kecamatan Marawola dipenuhi be- Keberadaan totua ngata, dengan begitu,
raneka warna atribut kampanye dari begitu menjadi penting karena bertujuan menciptakan
banyaknya calon anggota legislatif maupun keadilan, totua ngata mengakomodir setiap
eksekutif berupa baliho, spanduk maupun keluhan yang dialami masyarakat adatnya, na-
poster terpajang di rumah-rumah penduduk, mun berdasarkan laporan dari Polda Sulawesi
tentunya atas nama politik maka totua ngata Tengah sepanjang 2012, terdapat 60 kasus ben-
akan tertarik dalam konstelasi politik baik se- trok di Kabupaten Sigi. Sementara itu di awal
cara sadar maupun tidak. Faktor independensi tahun 2013 telah terjadi lima kasus bentrokan
orang-orang yang berada dalam lembaga adat antar warga di Kecamatan Marawola8. Dari
tersebutlah yang kemudian berpengaruh ter- data tersebut apakah totua ngata tidak bisa lagi
hadap independensi lembaga adat itu sendiri menciptakan keadilan dalam setiap keputusan
alhasil hal tersebut berimbas pada menurunnya yang diambil?
tingkat kepercayaan masyarakat adat terhadap Beberapa faktor yang menyebabkan men-
lembaga adat yang mengayominya. ciutnya legitimasi totua ngata. Seperti yang
dikemukakan sebelumnya bahwa totua ngata
c. Posisi Totua Ngata dalam Situasi Konflik adalah kumpulan orang tua yang terlalu di-
Pembentukan wilayah Kabupaten Sigi tuakan sehingga terjadi pergeseran pemaknaan
menjadi kabupaten otonom yang terpisah dari dalam masyarakat adat bahwa totua ngata
kabupaten induk yakni kabupaten Donggala hanya mengurusi ritual-ritual yang sifatnya
membawa dampak terjadinya eskalasi konflik. klasik sehingga oleh masyarakat adatnya
Konflik di Kabupaten Sigi terjadi terutama sendiri telah meninggalkan beberapa ritual
karena perebutan batas desa dalam satu keca- diantaranya. Rizal Mahfud:
“Peraturan Daerah yang mengatur Masyarakat
matan maupun perselisihan anak muda yang
Adat Sigi bukan hanya mengatur tentang
kemudian membawa identitas desa tempat kebudayaan seperti Tarian, Penyambutan
tinggalnya. Adapun wilayah yang sering ter- Tamu, Pakaian Adat dan Sanksi Adat (Vaya/
jadi eskalasi konflik antar desa terdapat di giwu) yang mengatur tentang hubungan
kecamatan Marawola. Menyikapi peristiwa yang kekerabatan sesama manusia tetapi juga
terus berlarut tersebut peranan totua ngata menyangkut wilayah keadatan Masyarakat
mulai difungsikan kembali secara optimal. Adat Sigi, kearifan lokal, kelembagaan adat
Paulina wakil ketua DPRD Kabupaten Sigi, yang mengatur pengelolaan hutan dan sumber
daya alam yang ada di wilayah Kabupaten
sebagaimana diungkapkan Nadjemudin (2010), Sigi”
“Pemerintah Daerah dan DPRD setempat men-
dorong peran totua ngata untuk tampil dalam Menciutnya peran totua ngata dalam men-
penyelesaian sejumlah konf lik antarkam- damaikan pihak-pihak yang bertikai juga dise-
pung di wilayah itu.” Totua ngata memiliki babkan oleh eksistensi totua ngata terutama
wewenang menyelesaikan kasus-kasus adat
terlihat di Kecamatan Kulawi, khususnya saat “pesta demokrasi” 8 Sebagaimana dikutip dari http://pbhrsulteng.org/index2.
(2012: 27-32). php?option=com_content&do_pdf=1&id=294.

22 Hendra, Totua Ngata dan Konflik...


yang telah terlegitimasi oleh pemerintah daerah legitimasi dalam mencegah konflik seperti
Kabupaten Sigi baik yang mengatur hubungan menciptakan peradilan sebelum permasalahan-
sosial masyarakat dalam wilayah adatnya permasalahan yang ada dalam masyarakat
maupun yang mengatur hubungan sosial warga membesar menjadi konflik. Totua ngata dalam
adatnya dengan warga adat dari wilayah lain beberapa kasus oleh pihak yang bertikai diseret
perlu diredefinisikan kembali. Hal tersebut kedalam pertikaian itu sendiri dan bahkan
dikarenakan totua ngata disuatu desa harus ketika terjadi pertikian, tampuk legitimasi
mengakui keberadaan totua ngata dari desa maupun kekuasaan totua ngata terpasung. Hal
lainnya, karena bagaimana pun konflik antar tersebut seperti yang dikatakan Foucault (1978)
desa di Kecamatan Marawola yang terus ter- bahwa Masyarakat bukan hanya target kekua-
jadi disebabkan tidak adanya komunikasi antar saan yang bergerak atau patuh saja tetapi juga
totua ngata antar desa di Kecamatan Marawola merupakan unsur pengungkapan kekuasaan,
sehingga memunculkan keraguan akan peran/ medium kekuasaan. Hubungan sosial antara
posisi tawar totua ngata dalam mendamaikan anggota totua ngata dan masyarakat adatnya
pihak-pihak yang bertikai. dipenuhi dengan unsur-unsur persaingan,
Keraguan tersebut muncul ketika melihat kompetisi, kontestasi, resistensi, konsensus, ne-
kenyataan di lapangan. Melibatkan totua gosiasi dan akomodasi. Kekuasaan (berkenaan
ngata belum serta merta mengakhiri konflik legitimasi totua ngata) terutama ketika konflik
yang terjadi khususnya di wilayah kecamatan terjadi berkaitan pusat-pusat kekuasaan yang
marawola atau malah berinisiatif untuk mence- dapat berubah-ubah, dengan demikian kekua-
gah konflik. Lilianti Muhidin mengungkapkan: saan bukan sesuatu yang dimiliki oleh siapa-
pun. Setiap orang dapat memainkan kekuasaan
“Sewaktu konflik antara Desa Binangga dan dalam interaksinya dengan pihak lain dengan
Desa Beka, totua ngata tidak melakukan apa- begitu kekuasaan dapat mengalir sangat cepat
apa untuk mendamaikan pihak-pihak yang
dari satu tempat ke tempat lainnya tergantung
berkonflik, bahkan diam saja sewaktu konflik
terjadi” (wawancara 10 Juli 2013). pada perubahan aliansi dan keadaan.
Kekuasaan (dalam hal ini peranan totua
Lalu sampai di mana totua ngata berperan ngata) dalam mendamaikan masyarakat adat-
dalam mendamaikan pihak-pihak yang ber- nya yang sedang berkonflik telah terpasung
tikai? Bapak Lahaleso, kepala desa Padende dalam kepentingan totua ngata dan kepentin-
menjelaskan: gan masyarakat adatnya dengan alasan bahwa
apa yang dipertikaikan merupakan persoalan
“Beberapa waktu lalu ada kesepakatan harga diri wilayah adat mereka sehingga legiti-
mengenai sanksi terutama bagi provokator masi adat terhadap para pelaku sangat diperlu-
atau pelaku konflik yang dihasilkan dari kan untuk meningkatkan harkat dan martabat
kesepakatan totua ngata di beberapa desa di masyarakat adat di masing-masing pihak yang
Kecamatan Marawola serta disaksikan oleh bertikai. Contoh kasus alasan terjadinya kon-
pihak keamanan serta dari unsur pemerintah.
flik yang menyeret totua ngata dalam pusaran
Aturan mencegah konflik berulang adalah
tidak boleh ngebut-ngebutan, tidak boleh
konflik itu sendiri adalah persoalan tapal ba-
mengeluarkan kata-kata umpatan terutama tas desa9, karena bagaimanapun totua ngata
tai laso dan tidak boleh memancing keributan yang ada ditiap desa terkait dalam sentimen
seperti melempar batu” (Catatan lapangan 18 kewilayahan di mana totua ngata berada.
Juli 2013).

9 Trend konflik yang terjadi di Kecamatan Marawola seperti temuan


Bila dirunut kembali maka akan ditemu- Erlansyah (2006) lebih karena alasan perebutan wilayah perbatasan,
yang mana wilayah-wilayah perbatasan tersebut terdapat sumber daya
kan bahwa totua ngata memiliki keterbatasan alam yang melimpah.

ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013 23


Catatan Penutup bertanggung jawab penuh pada tugas yang
Totua ngata seperti sisi mata uang, bila ber- diembannya sehingga totua ngata menjadi
sikap adil, arif, dan bijaksana maka totua ngata panutan bagi warga adat, dengan begitu akan
memiliki legitimasi terhadap aturan, nilai serta sangat penting keteladanan, moralitas, dan
norma yang telah mengakar dalam masyarakat kemampuan merumuskan hukum adat serta
serta mempunyai daya tawar dalam penyele- dapat diterima warga.
saian konflik kekerasan. Hal yang sebaliknya Menyikapi konflik antar desa yang seringka-
bisa saja terjadi bila totua ngata tidak netral dan li terjadi di Kecamatan Marawola menggugah
independen dalam menjalankan peranannya eksistensi totua ngata itu sendiri terutama totua
maka yang tercipta adalah totua ngata sebagai ngata yang ada di setiap desa di Kecamatan
sumber dari konflik itu sendiri. Marawola. Peran totua ngata dalam konflik
Menimbang arti penting totua ngata bila yang terjadi di Kecamatan Marawola dengan
dirunut dalam waktu maka dimulai dari mem- begitu kurang maksimal yang dikarenakan
pertanyakan mengapa totua ngata tersebut menyusutnya peran totua ngata. Totua ngata
harus dibentuk hingga kemudian dilegitimasi terkesan berdiam diri dan sekedar mengelu-
oleh pemerintah? Dengan begitu akan diketahui arkan himbauan dan aturan ketika konflik itu
peran penting dari totua ngata. Totua ngata telah terjadi dan memasuki masa damai yang
dipilih bukan tanpa maksud dan tujuan. Totua mana proses damai itu sendiri dimotori oleh
ngata harus memiliki kredibiltas yang tinggi. aparat keamanan dan skpd terkait sementara
Kredibilitas totua ngata tersebut tercermin dari totua ngata hanya turut menyaksikan. Ketika
peran orang yang dipilih menjadi totua ngata. himbauan dan aturan adat hanya merupakan
Orang-orang yang dipilih menjadi totua ngata rangkaian kata tanpa makna lalu mengapa ada
totua ngata?

Daftar Pustaka

Abdi, Muhammad.
2000 Peranan lembaga Adat Tradisional Masyarakat Rejang (Kutei) dalam Penyelesaian Tindak
Pidana. Tesis Pasca Sarjana Ilmu Hukum. Semarang: Universitas Diponegoro
Achdian, Andi.
2011 Leuweung Hejo Masyarakat Ngejo: Kajian Terhadap Siasat dan Politik Budaya Masyara-
kat Kasepuhan dalam Pertarungan Sumberdaya di Kawasan Konservasi Halimun Salak,
Jawa Barat dan Banten. Tesis Antropologi. Depok: Universitas Indonesia
Adli.
2008 Lembaga Adat Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa. Aceh: Serambi Indonesia dan
IDLO.
Adnan, Syarif.
2004 Pergeseran Nilai-Nilai Adat Marari Pada Masyarakat Suku Sasak Lombok (Studi Pada
Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat). Tesis Megister
Kenoktariatan. Semarang: Universitas Diponegoro.
Airori, Markus.

24 Hendra, Totua Ngata dan Konflik...


2003 Partisipasi Lembaga Masyarakat Adat dalam Pembangunan di Kota Jayapura.Tesis Ilmu
Kesejahteraan Sosial kekhususan Pembangunan Sosial. Depok: Universitas Indonesia
Erlansyah.
2006 Sengketa Batas Adimistrasi Desa Di Kabutaten Donggala. (Laporan penelitian Tidak
Dipublikasikan. Jakarta: Institut Perdamaian
Fendri, Azmi.
2002 Pemanfaatan Tanah Ulayat Kajian Terhadap perjanjian Antara Masyarakat Nagari Sungai
Puar dengan Koperasi Agam Timur. Tesis Magister Kenoktariatan. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Foucault, Michel
1990 The Use of Pleasure The History of Sexsuality. Translated from the French by Robert
Hurley. New Yoyk: Vintage Book
2001 Fearless Speech. Edited by Joseph Pearson. Los Angeles: Semiotext(e)
Lenero, Gafoer.
2011 Suku Kaili Keberadaan Suku Kaili di Sulawesi Tengah. di kutip dari http://sukukailidisu-
lawesitengah.blogspot.com/
Henriette Usman, Melanie S Faridszcha
2005 Pola Penyelesaian Kejahatan Menurut Kultur Duan Lolat di Maluku Tenggara Barat (MTB)
Sebagai Sarana Non-Penal. Tesis Magister Hukum. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kurniawan, Agung
2012 Analisis Kelembagaan Masyarakat Adat Kasepuhan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya
Hutan Studi Kasus Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak. Tesis Departemen Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Li, Tania Murray
2003 Situating Resource Struggles; Concepts for Empirical Analysis dalam Economic and Po-
litical Weekly Vol 38 No. 48 Hal. 5120—5128
2012 The Will To Improve Perencanaan, Kekuasaan, dan Pembangunan dl Indonesia. (Edisi
Terjemahan). Jakarta: Margin Kiri.
Magdalena Awi, Sara Ida.
2012 Para-Para Adat Sebagai Lembaga Peradilan Adat PAda MAsyarakat Hukum Adat Port
Numbay Di Kota Jayapura. Tesis Program Pascasarjana. Denpasar: Universitas Udayana
Mahfud, Rizal
2011 Arah Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sigi Terhadap Perlindungan Atas Hak-Hak
Masyarakat Adat Sigi. Dikutip dari http://pergerakan.org/pgk/index.php/berita/berita-
kpri/43-arah-kebijakan-pemerintah-kabupaten-sigi-terhadap-perlindungan-atas-hak-hak-
masyarakat-adat-sigi
Muga, Maria D.
2008 Peranan Kepala Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Melalui Mediasi (Studi

ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013 25


Analisa Terhadap Penyelesaian Sengketa Tanah – Tanah Ulayat di Kecamatan SOA Kabu-
paten Ngada – Flores – Nusa Tenggara Timur). Tesis Magister Kenotariatan. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Na’a, Suprin.
2010 “Dari Kearifan Tradisional Menuju Keserakahan Modern” tulisan dimuat dalam kolom
opini Radar Sulteng 15 Desember 2010 halaman 7 dikutip dari: www.radarsulteng.co.id
diakses tanggal 14 Juli 2013
Nadjemudin.
2010 “DPRD Sigi Dorong Lembaga Adat Atasi Konflik” dikutip dari http://www.antarasulteng.
com/berita/987/dprd-sigi-dorong-lembaga-adat-atasi-konflik diakses tanggal 14 Juli 2013
Nasdian, Tony.
2003 Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian-IPB
Permana, Nurhayat Arif
2002 “Revitalisasi Lembaga Adat dalam Menyelesaikan Konflik Etnis Menghadapi Otonomi
Daerah: Studi Kasus Pulau Bangka” dalam Jurnal Antropologi Indonesia Edisi 68 Hala-
man 74—85.. Depok: Departemen Antropologi Fisip Universitas Indonesia.
Permana, Yogi Setya.
2013 Rusuh Sumbawa dan Peran Lembaga Adat, http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/politik-
lokal/783-rusuh-sumbawa-dan-peran-lembaga-adat.html
Prasetyo, Nugraha Dian.
2004 Kedudukan Janda dalam Hukum Waris Adat di Kecamatan Sesean Kabupaten Tana Toraja
Sulawesi Selatan. Tesis Pascasarjana. Semarang: Universitas Diponegoro.
Raka Sukadana, Anak Agung Ngurah.
2002 Peran Desa Adat dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Studi Kasus Obyek Wisata
Hutan Sangeh, Badung, Bali. Tesis Ilmu Lingkungan. Semarang: Universitas Diponegoro.
Rangi, Fery.
2012 “Peran dan Politisasi Lembaga Adat di Kabupaten Sigi (Studi kasus Lembaga Adat di
Kulawi)”. Jurnal Sejarah dan Budaya KURE, edisi No. 7 Tahun VII, hal. 27-32.
Rochwulaningsih, Yety.
2009 Keragaman Adat dan Tradisi di Jawa Tengah. Makalah dipresentasikan pada acara Diskusi
nasional Pemberdayaan Lembaga Adat. Jawa Tengah: Seksi Budaya Bidang Nilai Budaya,
Seni dan Film Dinas Kebudayaan dan pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
Sahalessy, J.
2011 “Peran Latupati Sebagai Lembaga Hukum Adat Dalam Penyelesaian Konflik Antar Negeri
Di Kecamatan Leihitu Propinsi Maluku” dalam Jurnal Sassi Volume 17 No 3 Juli—Sep-
tember. Maluku: Universitas Negeri Patimura
Sanim B, Syaukat Y dan Nur Aidi M.
2006 Kajian Kelembagaan dan Ekonomi Sumberdaya Eks Areal Hutan Konsesi di Sekitar Zona

26 Hendra, Totua Ngata dan Konflik...


Penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Selanno, Hendry.
2008 “Governance Sebagai Suatu Fungsi Pengelolaan Konflik (Suatu Tinjauan Konseptual Teo-
ritik” dalam Jurnal Hipotesisi, Volume 2 No 1 Mei. Makassar: Universitas Sawerigading
Makassar
Siboro, Eva D.
2010 Potensi Konflik Perkawinan Adat Batak Toba (Studi Deskriptif Pada Pasangan Kristen
Yang Menikah Tanpa Adat di Kecamatan Sumbul-Sidikalang). Skripsi Sosiologi. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Sihabudin.
2009 Persepsi Komunitas Adat Baduy Luar Terhadap Kebutuhan Keluarga Di Kabupaten Lebak
Provinsi Banten. Tesis Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Sudiatmika, Ketut dan Wayan Lasmawan.
2004 Kebertahanan Desa Adat Dalam Menyelesaikan Konflik-Konflik Kemasyarakatan Di
Kalangan Masyarakat Desa Kuno (Bali Age) Di Kabupaten Bangli, http://pasca.undiksha.
ac.id/e-learning/staff/images/img_info/6/32-303.pdf
Steni, Bernadinus
2009 Potret Pergulatan Lembaga Adat Tuva dan Marena dalam Menjamin Akses Atas Tanah,
media.leidenuniv.nl/legacy/menjamin-akses-atas-tanah-steni-final.pdf ‎ diakses Tanggal
20 Mei 2013.
Sugangga, I.G.N
1999 Peranan Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Nasional Indonesia. Pidato Pengu-
kuhan Guru Besar Ilmu Hukum. Semarang: Universitas Diponegoro.
Tenouye, Elly.
2004 Partisipasi Suku MEE dalam perencanaan pembangunan melalui lembaga masyarakat
adat Suku MEE (Lemasme) di Kampung Kebo, Wilayah Adat Pantai Utara Distrik Pantai
Timur, Kabupaten Pantai Provinsi Papua.Tesis Kesejahteraan Sosial. Depok: Universitas
Indonesia.
Utsman, Sabian.
2007 Anatomi Konflik dan Solidaritas Masyarakat Nelayan Sebuah Penelitian Sosiologis, Yo-
gyakarta, Pustaka Pelajar.
Wardah, Eva.
2004 Dampak keberadaan Lembaga Hukum Adat Laot Dalam kehidupan Nelayan Aceh Kaitan-
nya Terhadap Pendapatan Nelayan. Tesis Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Yanti, Refniza.
2004 Peran Tokoh Adat Dalam Mengkomunikasikan Usaha Pengelolaan dan Pelestarian Hutan
(Kasus Hutan Adat Nagari Koto Malintang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam
Provinsi Sumatera Barat). Tesis Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 2013 27


28 Hendra, Totua Ngata dan Konflik...
• Panduan Penulisan untuk Kontributor • Guidelines for contributors
Antropologi Indonesia diterbitkan dengan tujuan Antropologi Indonesia was published to develop
ikut mengembangkan ilmu antropologi sosial dan bu- and enrich scientific discussion for scholars who put
daya di Indonesia. Jurnal ini menggunakan sistem mitra interest on socio-cultural issues in Indonesia. These
bebestari (Peer-Review) dalam proses pemilihan naskah journals apply peer-reviewed process in selecting
yang akan diterbitkan. Redaksi menerima sumbangan high quality article. Editors welcome theoretical or
artikel baik yang bersifat teoretis, maupun hasil pene- research based article submission. Author’s argument
litian etnografi. Karangan tersebut tidak harus sejalan doesn’t need to be in line with editors. the criteria
dengan pendapat redaksi. Kriteria artikel yang dapat of the submitted article covers the following types
dimuat dalam jurnal ini dapat dipisah menjadi empat ba- of article: first, the article presents the results of an
gian. Pertama, adalah artikel hasil penelitian etnografi ethnographic/qualitative research in certain topic and
atau kualitatif mengenai topik tertentu yang berkaitan is related with ethnic/social groups in Indonesia; sec-
dengan kelompok etnik/kelompok sosial di Indonesia; ond, the article is an elaborated discussion of applied
Kedua, Hasil penelitian terapan, kolaboratif, dan juga and collaborative research with strong engagement
hasil penelitian yang dihasilkan dari pengalaman keter- between the author and the collaborator’s subject
libatan penulis dengan masyarakat/komunitas, semisal in implementing intervention program or any other
program-program intervensi yang berhubungan dengan development initiative that put emphasizes on social,
relasi kebudayaan, politik, lingkungan, dan pemban- political, and cultural issues; Third, a theoretical
gunan; Ketiga, adalah Pembahasan/diskusi mengenai writing that elaborates social and cultural theory
teori/metodologi dalam ilmu antropologi atau ilmu-ilmu linked with the theoretical discourse of anthropology,
sosial lainnya yang berkaitan dengan diskursus teoritik especially in Indonesia anthropology; last, the article
di antropologi; dan terakhir adalah tinjauan buku terha- is a critical review of anthropological reference and
dap buku teks antropologi atau ilmu-ilmu sosial lainnya. other ethnography books that must be published at
Buku yang dikaji berlaku untuk buku yang diterbitkan least in the last 3 years.
dalam 3 tahun terakhir untuk terbitan dalam negeri dan Submitted article will be selected and reviewed
5 tahun terakhir untuk terbitan luar negeri. by editorial boards. The submission should be in soft
Artikel yang masuk masih akan disunting oleh copy format and must be sent to journal.ai@gmail.
Dewan Redaksi. Naskah dapat dikirimkan kepada com in Ms Word file format, double spaces, with
Redaksi melalui email journal.ai@gmail.com dalam letter size paper. The length of the article should
format program MS Word, spasi rangkap, dengan uku- not exceed 5000 word. Please also attach abstract
ran kertas letter dan margin normal. Panjang tulisan with maximum of 250 words length in English and
maksimal 5000 kata. Mohon agar disertakan abstrak Bahasa, and six keywords. Author should write their
maksimal 250 kata dalam bahasa Inggris dan sekaligus institution postal address and also the phone contact
abstrak berbahasa Indonesia. Disertai dengan minimal in first part of the article.
tiga kata kunci dan maksimal enam kata kunci. Penulis Article should meet the following structures:
juga diharapkan mengirimkan alamat kontak dan nomor introduction, supporting data and the ground of
telepon. author argument (for articles that are theoretical or
Sistematika penulisan harus dibuat dengan men- methodological should include theoretical discussion
cantumkan pendahuluan, pembahasan/ulasan (jika and literature study), and conclusion. All references
artikel bersifat teoritik/metodologi bagian ini adalah in the articles should be neatly put in a proper for-
ulasan yang mendukung argumen di sub bab pertama) , mat. Footnotes should be written on the bottom part
dan penutup /kesimpulan. Semua catatan dalam artikel of every page, do not put them at the end of article.
hendaknya tersusun rapi dengan ketentuan penulisan Bibliography should follow the AAA (American
ilmiah yang berlaku. Begitu pula dengan catatan kaki, Anthropologist Association) Style, with some adjust-
agar ditulis di bagian bawah halaman, bukan pada ba- ment as follow:
gian belakang artikel. Kemudian untuk daftar pustaka
dibuat merujuk pada gaya penulisan AAA (American Gilmore, D.
Anthropologist Association) Style, dengan beberapa
modifikasi sebagaimana ditunjukan pada contoh berikut 1990 Manhood in the Making: Cultural Concepts of
abjad sebagai berikut: Masculinity. New Haven and London: Yale
University Press.
Geertz, C. If it is a chapter in a book, or an article in a journal please
1984 ‘Tihingan: Sebuah Desa di Bali’, dalam give the title of book/journal and the page numbers. In
Koentjaraningrat (peny.) Masyarakat Desa the case of journal please give the Volume and issue
di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. number. e.g.
Hlm. 246–274.
Geertz, C.
Koentjaraningrat.
1974 Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. 1980 ‘Tihingan: Sebuah Desa di Bali’, in Koentjaran-
Jakarta: Penerbit Djambatan. ingrat (ed.) Masyarakat Desa di Indonesia.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Manoppo-Watupongoh, G.Y.J. Universitas Indonesia. Pp.246–274.
1995 ‘Wanita Minahasa’, Antropologi Indonesia
18(51):64–74. Marvin, G.
1984 ‘The Cockfight in Andalusia, Spain: Images of
the Truly Male’, Anthropological Quarterly
57(2):60–70.
copyright © 2013
ANTROPOLOGI INDONESIA
Pusat Kajian Antropologi, Departemen Antropologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
Lantai 1, Gedung B, Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424
Phone/Fax: +62 21 78881032 e-mail: journal.ai@gmail.com
ANTROPOLOGI INDONESIA VOL. 34 NO. 1 2013

Tentang Kata Korupsi yang Datang Silih Berganti: 1


Suatu Penjelasan Budaya
Muhammad Nasrum

Totua Ngata dan Konflik 15


(Studi atas Posisi Totua Ngata sebagai Lembaga Adat
Di Kecamatan Marawola)
Hendra

Sekerei Mentawai: Keseharian dan Tradisi 29


Pengetahuan Lokal yang Digerus oleh Zaman
Lucky Zamzami

Kebangkitan Identitas Orang Bajo di Kepulauan Wakatobi 41


Tasrifin Tahara

Marapu: Konstruksi Identitas Budaya 59


Orang Sumba, NTT
Purwadi Soeriadiredja

‘Memanusiakan Manusia’ 75
dalam Lingkungan yang Tangguh:
Mengapa ‘Jauh Panggang dari Api’?
Yunita T. Winarto

Budaya Penjara: 91
Arena Sosial Semi Otonom
di Lembaga Pemasayarakatan “X”
A. Josias Simon Runturambi

S-ar putea să vă placă și