Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB 1
PENDAHULUAN
Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat
pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik arus lalu lintas.
Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan
bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat
kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
1.1.2. Tujuan
Tujuan dari Tugas Besar Perancangan Geometrik Jalan adalah :
1. Dapat mendesain geometrik jalan sesuai dengan aturan standar yang berlaku di
Indonesia.
2. Dapat merencanakan jalan yang didasarkan kepada kebutuhan dan analisa pengaruh
jalan terhadap perkembangan wilayah sekitar.
3. Dapat merencanakan jalan yang berorientasi pada efisiensi tingkat pelayanan jalan
dengan mengutamakan faktor kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan.
4. Dapat menghasilkan desain geometrik jalan yang memaksimalkan rasio tingkat
penggunaan biaya pelaksanaan.
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaanya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan yang
diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi
jalan serta pengamanan fungsi jalan yang di batasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
Jika ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar luar pengawasan jalan
ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut :
a. Jalan arteri primer 15 m
b. Jalan kolektor primer 10 m
c. Jalan lokal primer 7 m
d. Jalan lingkungan primer 5 m
e. Jalan arteri sekunder 15 m
f. Jalan kolektor sekunder 5 m
g. Jalan lokal sekunder 3 m
h. Jalan lingkungan sekunder 2 m
i. Jembatan 100 m ke arah hilir dan hulu
4. Gambar Hubungan antara Rumaja, Rumija, dan Ruwasja
Gambar 1.1.
Hubungan antara Rumaja, Rumija, dan Ruwasja
Sumber : TPGJK No.038/TBM/1997
Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Perencanaan
Geometrik jalan antar kota, 1997)
1) Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan
bahujalan.
2) Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu
lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk
pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan.
3) Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya
ditinggikan dengan batu tepi jalan.
4) Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan.
5) Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan,
saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
6) Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat
jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu
lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.
7) Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di bawah
pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya
pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi
jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi.
8) Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau areal
pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan akan menjadi
daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10 tahun mendatang
dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa pemanfaatan lahan lainnya
yang bukan untuk pertanian.
9) Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan
dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada
kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.
10) Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas per
jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harian rata -
rata tahunan.
11) Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam,
ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam dengan
4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi.
12) Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa
distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun
termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen,
misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan.
13) Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata
pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh
pengemudi.
14) Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk
dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.
15) Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan
aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa.
16) Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk
mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh.
17) Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan
bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
18) Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus
untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
19) KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
20) Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada
suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang
per jam.
21) Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat
dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika kondisi yang
beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan.
22) Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
23) Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai
kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan kecepatan
rendah terutama kendaraan berat.
24) Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi
sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6.
25) Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan
tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan
yang berlaku.
26) Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara
yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang bebas
samping pada jalur.
27) Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak
diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam
pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan
dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang
berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam.
28) Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada jam
sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari perkalian
VLHR dengan faktor K.
29) Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi
suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu tahun dibagi
oleh jumlah hari dalam satu tahun.
30) Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan
volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN GEOMETRIK ANTAR KOTA
b) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2
as;
c) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
3) Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan
dalam Tabel 2.3 Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.3 menampilkan sketsa dimensi
kendaraan rencana tersebut.
di mana :
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas
Perseperempat jam dalam satu jam.
3) VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas
lainnya yang diperlukan.
4) Tabel 2.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR
Tabel 2.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu lintas harian
a) jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem; dan
b) jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
4) Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:
di mana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal,
ditetapkan 0,35- 0,55.
disederhanakan menjadi:
dimana
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan
yang hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang
hendak membelok ke lajur kanan
Sumber : Perencan
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
28,65. Jh
I
E= R . [ 1 – Cos I ]
R
KONDISI Jh> Lt
28,65. Jh Jh - Lt 28,65. Jh
I . Sin ]
E= R . [ 1 – Cos ]+[ I
R
I 2 R
Dimana:
• R = Jari-jari tikungan (m)
I
• R = Jari-jari sumbu lajur dalam (m)
• JH = Jarak pandang henti (m)
• LT = Panjang tikungan (m)
BAB III
KOMPONEN – KOMPONEN ALINEMEN HORIZONTAL DAN VERTIKAL
3.1 ALINEMEN HORISONTAL
Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.
Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada
kecepatan tertentu dengan membentuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya yang
mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan superelevasi
adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima oleh kendaraan.
Full Circle (FC) atau Lengkung Busur Lingkaran Sederhana Lengkung busur
lingkaran sederhana hanya dapat dipilih untuk radius lengkung yang besar.
Perencanaan Tikungan Bentuk tikungan yang dianjurkan oleh Bina Marga :
1. Lingkaran Penuh (Full Circle) Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada
tikungan yang mempunyai jari-jari besar dengan sudut tangent yang relative
kecil
(Km/Jam) (m)
200 1500
100 1000
80 700
60 300
40 130
…………. (3.1)
…….….. (3.2)
…… …….….. (3.3)
Syarat pemakaian :
R > 110
5) Ac > 0
6) Lc > 20 cm
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian superelevasi
dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian lengkung.
1) Derajat Kelengkungan
Adalah sudut yang dibemtuk oleh ujung lingkarang dengan jari-jari R (m) yang
menghasilkan panjang busur sebesar 25 m.
25 r
Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa Besarnya sudut spiral pada titik SC
………(3.5)
..……..(3.6)
……. (3.7)
Sudut pusat busur lingkaran = dan sudut spiral = , jika besarnya sudut perpotongan
............…..…..(3.8)
......…..…..….. (3.9)
…......…....….(3.10)
.....…..…..…..(3.11)
Syarat pemakaian :
( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC > 0 dan Lc > 20)
1/2 .
Ls = θs . R ....................( 3.12 )
28,648
Es = ( R + P ) – R ....................( 3.15 )
Cos ½ ∆
L = 2 Ls ................... ( 3.16 )
(harga R = P* > Ls) dan ( K = K* . Ls )
Syarat pemakaian :
a) Harga dihitung secara analitis, namun dalam hal ini harga dihitung atau
diukur langsung dengan mengunakan busur.
b) θs = ½ β
3.1.2 Trase
1) Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua buah titik
yang harus dihubungkan
2) Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik
3) Trase adalah seri dari garis – garis lurus yang merupakan rencana dari sumbu jalan
di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
Emax = Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24
3) Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di antara
kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30 m (lihat Gambar
3.1.6. Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui
tikungan pads kecepatan VR.Nilai superelevasi maksimum ditetapkan
10%.Pencapaian superelevasi
a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada
bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar II.21), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung
peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan
sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan
(SC).
Rumus umum:
dimana:
b’ = 2,40 R 2
R2 2 p2
Td = R2 (2 P ) R
Z = 0,105
R
dimana:
Η = Jumlah jalur
C = Kebebasan samping
R = Jari-jari tikungan
Catatan:
....….. (3.20)
b) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus:
....….. (3.21)
3. Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:
....….. (3.22)
....….. (3.23)
di mana :
L = Panjang lengkung 34ertical (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10
3.2.4 LandaiMaksimum
4) Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus
tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
5) Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang
mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh
kecepatansemula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
6) Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Kelandaian maksimum yang diizinkan
e. Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang haru
dihindarkan.
Gambar 3.9. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertical yang berimpit
Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 3.10 Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertical menghalangi
pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama
Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 3.11 Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang lurus
pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertical sehingga pengemudi sulit
memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak tersebut.Sumber : Perencanaan Geometrik
jalan antar kota (1997)
BAB IV
PEKERJAAN GALIAN DAN TIMBUNAN
1) Penentuan stationing (jarak patok) sehingga diperoleh panjang horizontal jalan dari
alinyemen horizontal (trase jalan). Ketentuan umum untuk pemasangan patok-patok
tersebut adalah sebagai berikut :
4) Hitung volume galian dan timbunan dengan mengalikan luas penampang rata-rata dari
galian atau timbunan dengan jarak patok.
Adapun rumus perhitungan galian dan timbunan dapat dilihat pada tabel 4.1.1
Menurut Cart F. Mayer David W. Gibson (1981) untuk menghitung besarnya galian dan
timbunan dapat digunakan persamaan sebagai berikut:
Segitiga : A = 1/2 . a . t
Trapesium : A = (a+b/)2 . t
Segiempat :A=pxl
Peta Dasar
Tetapkan kriteria :
1. Kelas & Fungsi jalan
2. Kendaraan Rencana
3. VLHR
4. VR
Koordinasi Alinyemen
Horisontal Dan Vertikal
Buat Beberapa
Alternatif Trase Jalan
Desain Alinyemen
Horisontal Dan Vertikal Desain Alinyemen
Pada Tikungan Horisontal Dan Vertikal
Pada Lurus
# Jarak Pandang
# Jenis – Jenis Tikungan
NO
Sesuai
Kriteria ?
NO
TIDAK
YA
Rencanakan Alat – Alat
Bagian Pengendalian
Trase Jalan Terpilih
Komponen – komponen
Alinyemen Horisontal Dan
Vertikal
Potongan Melintang :
- Lebar Lajur , Jalur & Lebar Bahu
- Perencanaan Jalan Di Tikungan, Rumaja, Rumija & RUwasja
Final Desain