Sunteți pe pagina 1din 18

PERAN IKATAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH (IBKS)

DALAM PENGEMBANGAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING


SEKOLAH
Oleh
Prof. Dr.MUNGIN EDDY WIBOWO,M.Pd.,Kons.
Profesor Bimbingan dan Konseling UNNES
Ketua Umum Pengurus Besar ABKIN
ABSTARAK

In the era of ASEAN Economic Community (AEC) and an open society in a globalized world of the
21st century, the Indonesian people live in a complex world, busy, constantly changing, and
challenging in an effort to achieve the development of optimal self, independence and happiness in
life. Counseling as a helping profession is the underlying concept of the role and function of
counselors in today's society in order to help people to live a better life. In an effort to strengthen the
existence of public confidence in the profession and the Teacher Guidance and counseling/counselor,
Teacher Guidance and counseling/counselor profession as a profession humanitarian aid must always
develop themselves and make innovations in an effort to help the lives of individuals who served the
better. Interprofessional competition in the MEA and globalization in the 21st century requires the
mastery and development of science and technology in carrying out the profession. Therefore, all
professions vying for make science and technology as the basis of his profession.Development in
order to strengthen and promote the identity, eligibility and accountability profession professional
Teacher Guidance and counseling/ counselors nationally and internationally is very important and
should be done by the counselors in running the counseling profession. School Guidance and
Counseling Association as professional organizations have an important role in helping to meet the
standards of the profession Teacher Guidance and counseling/ counselor so that counseling can win
the public trust (public trust) through increased performance counseling. School Guidance and
Counseling Association encourages its members to promote themselves doing activities to improve
performance of their professional skills, despite the fact that the main impetus for doing the activities
that should emerge from the members of the profession themselves with the basic intention: learning
to increase the ability and skills of counseling services. ABKIN directly concerned on the realization
of the sides of the object of a specific practice of the profession, intellectuality, competence and care
practices, communication, code of conduct, as well as the protection of its members. School Guidance
and Counseling Association fostering its members to have high quality in developing and maintaining
the dignity of the profession. School Guidance and Counseling Association served to increase
counselor in the counseling profession runs a creative, innovative and fun to make the counseling
profession to be strong and professional counselors exist so that accountability nationally in
Indonesia can be realized. Counselors are creative, innovative and fun will make the counseling
process alive, growing, dynamic, and fun for those who served, giving rise to public trust (public
trust).

Keywords: Guidance and counseling, , school guidance and counseling association, development
teacher guidance and counseling/ counselor
PENGANTAR

Di Indonesia, konseling menjadi suatu profesi yang dikenal setelah berdirinya organisasi
profesi konseling pada tahun 1975 yaitu Ikatan Petugas Bimbingan dan Konseling Indonesia
(IPBI) yang pada tahun 2001 berganti nama Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). Sekelompok orang yang mempunyai perhatian pada profesi konseling memulai
untuk memberikan konseling pada masyarakat, khususnya di latar persekolahan. Sudah ada
banyak hal yang berkembang sejak tahun-tahun awal ini, konseling tidak lagi menjadi satu
kegiatan profesional yang dilakukan oleh orang-orang Barat, tetapi dengan sangat cepat
berkembang menjadi profesi yang didominasi oleh orang-orang Indonesia.

Konseling adalah sebuah pekerjaan, disiplin keilmuan, atau profesi bantuan terhadap
kehidupan manusia. Konseling sebagai profesi yaitu pekerjaan atau karier yang bersifat
pelayanan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan individu yang
dilayani. Konseling sebagai profesi yang bersifat membantu memiliki landasan ilmu dan
teknologi serta wilayah praktek yang jelas dan dapat dibedakan dengan profesi-profesi lain
yang bersifat membantu. Konseling merupakan profesi yang diperuntukan bagi setiap
individu yang sedang berkembang dalam upaya pencegahan, pengembangan, eksplorasi,
pemberdayaan, perubahan, kemandirian dan remediasi dalam kehidupan di dunia yang
semakin kompleks dan penuh tantangan.

Konseling sebagai helping profession adalah konsep yang melandasi peran dan fungsi
konselor di masyarakat dewasa ini dalam rangka untuk membantu individu dalam menjalani
kehidupan yang lebih baik. Secara menyeluruh, pelayanan konseling terfokus kepada
kehidupan manusia normal. Konseling didesain untuk menolong klien memahami dan
menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk membantu mencapai tujuan
penentuan diri mereka melalui pilihan yang diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi
mereka dan melalui pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal (Burks &
Steffre, 1979:14). Tujuan konseling adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengeksplorasi,menemukan,dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dalam
menghadapi sesuatu.

Di era masyarakat ekonomi Asean (MEA) dan masyarakat terbuka di era globalisasi abad
ke-21, bangsa Indonesia hidup dalam dunia yang kompleks, sibuk, terus berubah, dan penuh
tantangan dalam upaya untuk mencapai perkembangan diri yang optimal, kemandirian, dan
kebahagiaan dalam kehidupan. Di dunia ini, ada banyak pengalaman yang sulit dihadapi oleh
seseorang dalam kehidupannya, namun terus menjalani hidup ini, meskipun ada saatnya
terhenti oleh sebuah peristiwa atau situasi yang tidak dapat dipecahkan pada saat itu.
Biasanya, dalam menghadapi masalah seperti ini, seseorang akan membicarakannya dengan
keluarga, teman, tetangga, atau dokter keluarga. Sayangnya, seringkali saran mereka tidak
cukup memuaskan, atau kita terlalu malu dan segan untuk memberitahukan kepada mereka
apa yang mengganggu, atau bisa saja kita memang tidak memiliki orang yang tepat untuk
membicarakannya. Pada saat itulah, profesi konselor merupakan pilihan yang tepat dan
sangat berguna melalui kegiatan konseling untuk memenuhi kebutuhan individu dalam
mencapai perkembangan optimal, kemandirian, dan kebahagiaan dalam kehidupan, sehingga
dapat diwujudkan kehidupan efektif dan normatif dalam keseharian. Konseling tersedia di
banyak tempat baik dalam setting pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan
informal dalam upaya membantu individu-individu yang sedang berkembang untuk mencapai
kemandirian, perkembangan optimal dan kebahagiaan dalam kehidupan yang efektif dalam
keseharian berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Konselor adalah tenaga profesional dalam bidang konseling untuk membantu individu-
individu yang sedang berkembang untuk mencapai perkembangan optimal, kemandirian dan
kebahagiaan sehingga akan mencapai kehidupan efektif keseharain berdasarkan norma-norma
yang berlaku. Konselor adalah tenaga profesional yang memiliki kualifikasi profesional
spesialis dalam bidang bimbingan dan konseling yang diakui dan dengan akreditasi di bidang
itu. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa “Konselor adalah tenaga
pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1)
program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari
perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.”
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah
dinyatakan bahwa “Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus
Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor.” dan “Guru Bimbingan dan
Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1)
dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan
Konseling”.
Dalam upaya untuk memperkokoh eksistensi profesi konselor dan kepercayaan publik di
era MEA dan masyarakat terbuka di era globalisasi abad ke-21, profesi konselor sebagai
profesi bantuan kemanusiaan harus selalu mengembangkan diri dalam upaya untuk
membantu kehidupan individu yang dilayani menjadi lebih baik. Oleh karena itu, melalui
sajian dalam seminar internasional sangat tepat untuk membahas topik “Peran IBKS dalam
Pengembangan dan Inovasi Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah ”

IBKS SEBAGAI DIVISI DALAM ORGANISASI PROFESI ABKIN

Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan
ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang
berlaku.Setiap orang yang menjalankan suatu profesi harus menjadi anggota profesi, karena
persyaratan suatu profesi salah satunya adalah organisasi profesi.Perekat utama dari
organisasi profesi adalah sebutan profesi itu sendiri, yang didalamnya bisa dikembangkan
sejenis himpunan/ikatan/kumpulan yang berorientasi pada spesifikasi profesi itu.

Organisasi profesi merupakan organisasi kemasyarakatan yang mewadahi seluruh


spesifikasi yang ada dalam profesi dimaksud. Organisasi profesi adalah himpunan orang-
orang yang mempunyai profesi yang sama. Perekat utama organisasi profesi itu adalah
sebutan profesi itu sendiri, yang didalamnya dikembangkan sejenis
himpunan/ikatan/kumpulan yang berorientasi pada spesifikasi profesi itu. Sesuai dengan
dasar pembentukan dan sifat organisasi itu sendiri, yaitu profesi dan profesional, maka tujuan
organisasi profesi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan keilmuannya. Organisasi
profesi tidak berorientasi kepada keuntungan ekonomi maupun pada penggalangan kekuatan
politik, ataupun keuntungan-keuntungan yang bersifat material lainnya.Organisasi ini
merupakan wadah para anggota untuk saling bertukar pikiran dan berbagi pengalaman
dengan tujuan memajukan kemampuan dan keterampilan menjalankan tugas.

Prayitno (2004:350) menyatakan bahwa tujuan organisasi profesi dapat dirumuskan ke


dalam “Tridharma Organisasi Profesi”, yaitu (1) pengembangan ilmu, (2) pengembangan
pelayanan, dan (3) penegakkan kode etik profesional. Lebih lanjut Prayitno (2004:350)
menjelaskan bahwa dengan kemampuan para anggotanya yang semua bergerak dalam profesi
yang sama,organisasi profesi berkehendak untuk ikut mengembangkan ilmu itu menjadi isi
keprofesionalannya. Demikian juga,mereka ingin meningkatkan darma bakti keilmuannya ke
dalam praktek pelayanan nyata di masyarakat. Dalam darma bakti kepada masyarakat itu
hendaknya sesuai dengan tuntutan keilmuan-keprofesionalan, yaitu benar-benar sesuai
dengan kode etik profesional yang telah ditetapkan. Ketiga darma organisasi profesi itu saling
bersangkutan, yang satu menunjang yang lain. Peningkatan keilmuan jelas menunajng
praktek di lapangan, dan pengalaman praktek di lapangan dianalisis dan disusun menjadi
unsur-unsur keilmuan yang secara terus menerus menambah khasanah keilmuan. Rumusan
kode etik tidak terlepas dari dasar-dasar keilmuan dan acuan kepraktisannya di lapangan. Dan
sebaliknya, sisi keilmuan dan pelayanan menuntut agar kode etik benar-benar
dijalankan.Oleh karena itu organisasi profesi yang benar-benar mantap secara serempak,
menyelenggarakan dengan baik ketiga darmanya itu.

Di Indonesia,organisasi profesi bimbingan dan konseling didirikan di Malang pada


tanggal 17 Desember 1975 dan diberi nama Ikatan Bimbingan dan Konseling Indonesia
(IPBI), merupakan usaha nyata dan penting untuk menjadikan bimbingan dan konseling
sebagai suatu profesi. Di dalam konvensi yang melahirkan organisasi profesi IPBI, yaitu
Konvensi Nasional Bimbingan Ke-1 (Panitia KNB I,1975), berhasil pula disusun dan
ditetapkan kode etik untuk konselor dalam menjalankantugas bimbingan dan konseling. IPBI
menghadapi banyak pekerjaan untuk mewujudkan cita-cita ketika ia didirikan, yaitu menjadi
wadah dan alat memajukan profesi bimbingan dan konseling dalam arti seluas-luasnya. Di
antara tugas-tugas itu adalah meningkatkan kemampuan dan kewenangan profesional
anggota, menegakkan kode etik, menetapkan sertifikasi dan standar kewenangan serta standar
seleksi, izin praktik, akreditasi. Demikianlah tugas-tugas IPBI ingin ikut memajukan
pendidikan nasional. IPBI telah mengembangkan diri dengan terbentuknya anak-anak
organisasinya (divisi), yaitu Ikatan Pendidik Konselor Indonesia (IPKON). Ikatanan Guru
Pembimbing Indonesia (IGPI), Ikatakan Sarjana Konseling Indonesia (ISKIN), Ikatan Dosen
Pembimbing Indonesia (IDPI). Dalam perkembangannya, dalam kongres IX IPBI di
lampung pada tanggal 15-17 Maret 2001 diputuskan mengubah nama organisasi Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). Pemunculan nama ini didasari terutama oleh pemikiran bahwa organisasi
bimbingan dan konseling harus tampil sebagai organisasi profesi dengan nama yang jelas,
eksplisit, serta mendapat pengakuan dan kepercayaan publik. Implikasi dari perubahan nama
ini tidak semata-mata pada aspek hukum dan legalitas melainkan terutama pada aspek
pengembangan keilmuan, teknologi dan seni serta layanan profesional bimbingan dan
konseling. Secara keilmuan, teknologi, seni dan profesi, perubahan nama membawa implikasi
bagi upaya-upaya pengokohan identitas profesi, penegasan lingkup layanan, keterkaitan
dengan profesi lain yang sejenis dan setting layanan.

Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ABKIN (2014) dinyatakan bahwa
tujuan ABKIN ialah (1) aktif program dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional,
khususnya di bidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan
menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah; (2)
mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan profesi yang
bermartabat dalam rangka mempersipakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi; (3)
mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan profesional konselor agar berhasilguna dan
berdaya guna dalam menjalankan tugasnya. ABKIN bersifat keilmuan, profesional, dan
mandiri. Fungsi ABKIN, yaitu : (1) sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan
anggota dalam upaya mencapai tujuan organisasi; (2) sebagai wadah peran serta profesional
bimbingan dan konseling dalam usaha mensukseskan pembangunan nasional; (3) sebagai
sarana penyalur aspirasi anggota serta sanara komunikasi sosial timbal balik antar organisasi
kemasyarakatan dan pemerintah. Untuk melaksanakan fungsinya, organisasi profesi ABKIN
melakukan kegiatan-kegiatan yang meliputi: (a) penelitian dan pengembangan ilmu dan
teknologi dalam bidang bimbingan dan konseling, (b) peningkatan mutu layanan bimbingan
dan konseling, (c) penegakkan kode etik bimbingan dan konseling Indonesia, (d) pendidikan
dan latihan profesional, (e) pengembangan dan pembinaan organisasi, (f) pertemuan
organisasi dan pertemuan-pertemuan ilmiah, (g) publikasi dan pengabdian kepada
masyarakat, dan (h) advokasi layanan profesi.

Organisasi profesi ABKIN melalui tridarma organisasi profesi, yaitu: (1) ikut serta
mengembangkan ilmu dan teknologi profesi, (2) meningkatkan mutu praktik pelayanan
profesi, dan (3) menjaga kode etik. Organisasi profesi ABKIN secara langsung peduli atas
realisasi sisi-sisi obyek praktik spesifik profesi, keintelektualan, kompetensi dan praktik
pelayanan, komunikasi, kode etik, serta perlindungan atas para anggotanya. Organisasi
profesi membina para anggotanya untuk memiliki kualitas yang tinggi dalam
mengembangkan dan mempertahankan kemartabatan profesi. Organisasi profesi ABKIN
disampaing membesarkan profesi itu sendiri, juga sangat berkepentingan untuk ikut
memenuhi kebutuhan dan membahagiakan masyarakat luas.

Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ABKIN (2014),organisasi ABKIN
memiliki divisi-divisi menurut cabang kualifikasi akademik,spesialisasi dan/atau bidang
profesi bimbingan dan konseling. Divisi-divisi ABKIN merupakan bagian integral dari
organisasi ABKIN di tingkat nasional,dan provinsi. Divisi dibentuk atas dasar kebutuhan
pengembangan keilmuan/profesi. Divisi-divisi yang telah dibentuk oleh ABKIN adalah:

a. Divisi Ikatan Pendidikan dan Supervisi Konseling (IPSIKON)


b. Divisi Ikatan Konseling Industri dan Organisasi (IKIO)
c. Divisi Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah (IBKS)
d. Divisi Ikatan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi (IPKOPTI)
e. Divisi Ikatan Instrumentasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (IIBKIN)
f. Divisi Ikatan Konselor Indonesia (IKI).

Divisi-divisi dapat menetapkan tujuan,fungsi,tugas dan rencana kerja sendiri, yang tidak
bertentangan dengan AD/ART dan hasilKongres ABKIN serta peraturan/ketentuan
organisasi ABKIN lainnya.

PERAN IBKS DALAM PENGEMBANGAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

IBKS sebagai wadah organisasi profesi guru bimbingan dan konseling (Guru BK)dalam
induk organisasi profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan ABKIN .Oleh karena itu,
Guru BK yang bekerja di sekolah harus menjadi anggota profesi bimbingan dan konseling
yang diwadahi dalam organisasi profesi ABKIN dalam divisi IBKS. IBKS sebagai
organisasi profesi mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan dan memantapkan
landasan keilmuan dan teknologi dalam wilayah pelayanan konseling di sekolah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun
2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan
bahwa “Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana
Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi
Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor.” dan “Guru Bimbingan dan Konseling adalah
pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang
Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.
Tugas,fungsi,peranan dan tanggung jawab Guru BK adalah melaksanakan pelayanan
bimbingan dan konseling pada siswa di sekolah sebanyak 150/160 orang siswa.

Layanan Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan
berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan
Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai
kemandirian, dalam wujud kemampuan memahami, menerima, mengarahkan, mengambil
keputusan, dan merealisasikan diri secara bertanggung jawab sehingga mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraan dalam kehidupannya.

Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah
memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Pendidikan dapat
memanfaatkan konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai
rangkaian upaya pemberian bantuan. Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu
yang dapat dipergunakan untuk memperkembangkan diri (Crow & Crow, 1960). Mengacu
kepada pernyataan tersebut, dalam arti luas konseling dapat dianggap sebagai bentuk upaya
pendidikan, dan dalam arti sempit konseling dapat dianggap sebagai teknik yang
memungkinkan individu menolong dirinya sendiri. Perkembangan dan kemandirian individu
dipentingkan dalam proses konseling yang sekaligus merupakan proses pendidikan. Untuk
dapat berkembang dengan baik dan mandiri, individu memerlukan pengetahuan dan
keterampilan, jasmani dan rohani yang sehat, serta kemampuan penerapan nilai dan norma-
norma hidup kemasyarakatan.

Guru bimbingan dan konseling (Guru BK) sebagai pendidik,sebagai jabatan fungsional
dan sebagai jabatan profesional dipandang sebagai bagian atau komponen dari suatu sistem
sosial. “Sistem sosial” di sini diartikan sebagai suatu kelompok individu yang hidup dan
berinteraksi satu sama lain dalam masyarakat sekolah, yaitu dengan guru mata pelajaran,
kepala sekolah, tenaga administrasi, dan juga siswa.. Jaringan hubungan di antara
komponen-komponen sistem sosial tersebut membentuk suatu struktur sosial yang teratur; di
dalamnya ada posisi-posisi. Tertentu. Posisi yang satu dapat dibedakan dari posisi lainnya,
yaitu posisi guru mata pelajaran, posisi kepala sekolah, posisi tenaga administrasi, dan posisi
siswa di sekolah menurut fungsi yang ditentukan kelompok, dan tiap posisi mempunyai hak
dan kewajiban masing-masing.

Setiap fungsi selalu diikuti oleh peranan. Tak ada posisi tanpa peranan, dan tak ada
peranan tanpa posisi.Pada umumnya peranan didefinisikan sebagai tingkah laku individu
untuk mewujudkan hak dan kewajibannya sesuai dengan posisi individu tersebut. Jadi
peranan menunjuk pada hak dan kewajiban, secara normatif diakui sebagai pola tingkah laku
yang diberi posisi. Di dalam praktek tiap individu menduduki banyak posisi, jadi dengan
sendirinya banyak peranan yang dipegangnya.
Bila Guru BK memikul kewajiban dan tanggung jawab posisinya di sekolah, maka Guru
BK tersebut dikatakan telah melaksanakan peranannya. Peranan Guru BK mengandung
harapan dan pengakuan dari anggota kelompok sosial di sekolah. Peranan Guru BK dapat
didefinisikan berbagai harapan dan arah untuk bertingkah laku sesuai dengan posisinya. Jadi
semacam “blue print” tingkah laku Guru BK.

Guru BK atau konselor sekolah sebagai pemegang harapan bukanlah pihak yang pasif,
Guru BK melakukan interaksi sosial dengan individu lainnya yang mengamati dan
menyambutnya. Bila suatu unit sosial berfungsi, maka individu lainnya menaruh harapan dan
tingkah laku tertentu dari Guru BK. Harapan-harapan itu muncul karena pengalaman sendiri
atau pengalaman orang lain yang berinteraksi langsung dari pemegang peran. Suatu peranan
selalu berbeda dengan peranan lainnya, tidak mungkin ada peranan yang sama persis.
Peranan Guru BK berbeda dengan peranan guru mata pelajaran, berbeda dengan peranan
kepala sekolah, berbeda dengan peranan tenaga administrasi, dan juga berbeda dengan
peranan siswa di sekolah. Peranan yang dipegang Guru BK memberikan stempel atas pola
tingkah laku pemegangnya yaitu Guru BK atau konselor. Persepsi pemegang peranan tentang
hak dan kewajiban yang memilikinya, menentukan sampai berapa jauh sesuatu peranan
menjadi terinternasisasi.

Konflik peranan Guru BK/konselor bisa terjadi,karena adanya harapan-harapan yang


tidak harmonis. Konflik peranan adalah suatu situasi di mana kewajiban suatu posisi
dikonfrontasikan dengan harapan-harapan yang bertentangan. Ketidaksesuaian antara harapan
dan kenyataan Guru BK/konselor dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya
dapat menimbulkan konflik peranan. Guru BK/Konselor mengalami konflik peranan karena
(a) menerima tugas yang tidak sesuai dengan kewajibannya, (b) mengharapkan sesuatu
sesuai dengan peranannya,tetapi harapan itu bertentangan peraturan yang berlaku, (c)
lingkungan sosial tertentu memberikan peranan yang berbeda dengan seharusnya, (d) adanya
tugas rangkap yang memaksa Guru BK/konselor melakukan doble peranan yang
bertentangan.

Peranan Guru BK/konselor menunjukkan harapan dan arah tingkah laku, serta
berhubungan dengan tujuan atau akhir sesuatu proses. Tingkah laku Guru BK/konselor yang
sesuai dengan peranannya ditentukan oleh faktor dari dalam dirinya dan ditentukan pula oleh
pihak-pihak di luar dirinya. Faktor-faktor luar yang menentukan peranan Guru BK/konselor
adalah antara lain (a) administrator, (b) guru mata pelajaran, (c) siswa, (d) orang tua, (e)
kelompok profesional, dan (f) teman sejawat Guru BK/konselor sendiri. Sedangkan faktor
internal yang menentukanGuru BK/ konselor adalah (a) disposisi kebutuhan,(b) sikap-sikap,
(c) nilai-nilai, (d) pengalaman hidup, dan (e) latihan profesional. Jadi tingkah laku guru
BK/konselor merupakan perpaduan antara harapan yang diterima dari luar, dan karakteristik
pribadinya.

Meskipun Guru BK/konselor adalah jabatan profesional, namun peranannya belum dapat
didefinisikan secara jelas. Dengan adanya persyaratan-persyaratan tertentu termasuk
pendidikan dan latihan, dan dengan tugas-tugas yang berbeda dari orang lain, Guru
BK/konselor baik secara perorangan maupun kelompok bertanggung jawab melaksanakan
fungsi membantu siswa dengan cara yang berbeda dari para guru, psikolog, dokter, dan
sejenisnya. Bila Guru BK/konselor sendiri tidak lebih dahulu bertanggung jawab atas peranan
dan fungsi konselor, maka orang lain akan lebih sulit menentukan peranan itu. Definisi
peranan dan fungsi Guru BK/konselor perlu dipegang teguh oleh para Guru BK/konselor
sebagai identitas profesional, tetapi juga harus fleksibel untuk mendorong pertumbuhan dan
perubahan profesi. Peranan menunjukkan harapan dan arah tingkah laku; fungsi
menunjukkan aktivitas untuk mewujudkan harapan tersebut. Peranan berhubungan dengan
tujuan atau akhir sesuatu proses, sedangkan fungsi menunjukan proses itu sendiri.

Ada beberapa peranan Guru BK/konselor sekolah dalam kaitannya dengan kewajiban
dan tanggung jawabnya, yaitu antara lain:

a. Membantu siswa mencapai pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta


membantu mereka mampu membuat keputusan.
b. Membantu siswa dalam kegiatan orientasi, regristrasi,penjadwalan perubahan jam
pelajaran, testing, penjurusan, pemberian beasiswa dan sebagainya disamping sedikit
kegiatan dalam konseling.
c. Membantu siswa melalui kegiatan konseling daripada untuk kegiatan lainnya.
d. Sebagai agen pembaharuan sebab ia ahli dalam dalam masalah belajar, dan sekaligus
mampu mengkomunikasikan ilmunya kepada orang lain. Guru BK/Konselor
memahami perubahan sosial, oleh karenanya mampu menjadi inovator di tempat
konselor bekerja.
e. Memberikan konsultasi secara individual maupun kelompok, serta menyelenggarakan
konsultasi untuk para guru, administrator, orang tua siswa.
f. Membantu siswa menfasilitasi pencapaian perkembangan optimal, kemandirian, dan
kebahagiaan dalam kehidupan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
g. kebahagiaan dalam kehidupan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
IBKS telah melakukan berbagai upaya baik terintegrasi dengan organisasi induk ABKIN
maupun IBKS sendiri untuk meningkatkan kemampuan profesional anggotanya yaitu Guru
BK yang bekerja di setting sekolah. Kegiatan-kegiatan itu dapat berupa program-program
pengembangan yang secara langsung diimplementasikan berdasarkan otoritas dan kebijakan
yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berwenang, kolaborasi dengan stakeholders dan pihak-
pihak pengguna layanan profesi konseling. Upaya dan tindak lanjut tersebut dilakukan baik
oleh Kemendikbud, maupun ABKIN dan IBKS dalam porsi kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing.

Pengembangan dan inovasi-inovasi dalam rangka mengokohkan dan mempromosikan


identitas, kelayakan dan akuntabilitas profesi Guru BK/konselor profesional secara nasional
maupun internasional sangat penting dan harus dilakukan oleh Guru BK/konselor dalam
menjalankan profesi konseling. Mengapa harus dilakukan? Karena konseling merupakan
profesi yang dinamis, selalu berkembang, dan menyenangkan, yang berhubungan dengan
tragedi manusia dan kemungkinan dalam cara yang intensif, personal dan perhatian. Profesi
konseling merupakan profesi yang didedikasikan terhadap pencegahan, perkembangan,
eskplorasi, pemberdayaan, perubahan dan remediasi di dunia yang semakin kompleks.
Menjadi konselor adalah sebuah proses seumur hidup (Gladding,2002). Proses ini terus
berlangsung melampaui pendidikan pendidikan formal tingkat master maupun doktoral dan
termasuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang terkait dengan bidang konseling profesional.
Konselor harus terus belajar dengan mendapatkan Continuing Education Units agar terus
mendapatkan pembaharuan informasi mengenai bidang konseling, mendapatkan supervisi
untuk memastikan pelayanan yang sempurna, dan advokasi untuk klien mereka dan profesi
konseling itu sendiri. Selain itu, Guru BK/konselor harus belajar dan terus berusaha
mendapatkan informasi terbaru mengenai peraturan pemerintah terkait dengan profesi
konseling dan pendidikan.
. Dalam rangka mengembangkan organisasi dan meningkatkan kemampuan anggotanya
dalam melakukan pelayanan konseling, ABKIN dan Divisi IBKS menyelenggarakan
pertemuan-pertemuan ilmiah berupa konvensi, seminar, workshop, simposium,diskusi, dan
kegiatan ilmiah lainnya secara berkala. Keikutsertaan para anggota di dalam kegiatan
itu,menunjukkan keterikatan organisasi dan kesadaran anggota sebagai warga organisasi
profesi ABKINdan juga Divisi IBKS untuk memajukan diri secara profesional,sehingga
dalam melaksanakan tugas profesional tidak mengalami masalah baik bagi individu yang
dilayani maupun Guru BK/konselor yang memberikan pelayanan. Kegiatan lain adalah
membaca terbitan-terbitan profesional, berupa buku dan juga jurnal edisi terbaru.
Penelitian,khususnya penelitian jenis terapan dan tindakan,sangat bermanfaat bagi
memajukan praktik sendiri di samping hasilnya dapat ditularkan kepada sesama anggota
profesi.
IBKS mendorong para anggotanya melakukan kegiatan memajukan diri untuk
meningkatkan kecakapan kinerja profesionalnya, meskipun sebenarnya dorongan utama
untuk melakukan kegiatan-kegiatan itu seharusnya muncul dari para anggota profesi sendiri
dengan niat pokok, yaitu belajar untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan pelayanan
konseling. Diakui adanya sejumlah kendala di pihak organisasi seperti pembiayaan dan
sumber daya insani, dan juga di pihak anggota profesi itu sendiri, seperti kurangnya
dukungan dana untuk berlangganan jurnal, untuk membeli buku, untuk menghadiri
pertemuan-pertemuan profesi di dalam, lebih lebih di luar negeri, pendeknya ini yang
kelihatannya paling memprihatinkan dan kurangnya tersedianya waktu dan/atau kesempatan
IBKS sebagai organisasi profesi mempunyai peranan penting dalam membantu konselor
untuk memenuhi standar profesi konselor agar konseling dapat merebut kepercayaan publik
(public trust) melalui peningkatan unjuk kerja konseling. Kekuatan eksistensi suatu profesi
bergantung kepada public trust (Biggs & Blocher,1986). Kekuatan eksistensi profesi muncul
sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja konselor profesional dengan kepercayaan
publik.. Masyarakat percaya bahwa pelayanan yang diperlukannya itu hanya dapat diperoleh
dari orang yang dipersepsikan sebagai konselor yang berkompeten untuk memberikan
pelayanan konseling. Public trust menjadi faktor kunci untuk mengokohkan identitas profesi
dan akan mempengaruhi konsep profesi dan memberikan makna terhadap profesi serta
memungkinkan anggota profesi berfungsi dengan cara-cara profesional. Public trust akan
melanggengkan profesi dan memungkinkan anggota profesi berfungsi dalam cara-cara
profesional.
IBKS sebagai wadah organisasi profesi guru BK mempunyai peranan penting dalam
mengembangkan profesi Guru BK/konselor menjadi profesi yang bermartabat dan dipercaya
oleh publik. Untuk mengembangkan profesi Guru BK/konselor ada tiga dimensi
keprofesionalan, yaitu ilmu dan teknologi, pelayanan nyata kepada masyarakat, dan kode etik
profesional. Sifat keilmuan merupakan tuntutan dasar bagi suatu profesi. Dalam kaitan ini
ilmu konseling harus dikembangkan sejauh-jauhnya,sedalam-dalamnya,setinggi-tingginya,
dan sehebat-hebatnya. Berbagai perenungan, pemikiran,dan kajian perlu dilakukan secara
intensif untuk mengembangkan “body of knowledge” konseling itu. Lebih jauh atas dasar
ilmu tersebut dikembangkan teknologi pelayanan konseling, yaitu cara-cara penyelenggaraan
pelayanan konseling yang paling efektif dan efisien bagi klien. Teknologi pelayanan ini
menjadi andalan bagi diakuinya oleh masyarakat (public trust) bahwa pelayanan konseling
itu merupakan pelayanan profesional.

Tanpa teknologi yang memadai,yaitu teknologi yang menjamin keberhasilan nyata suatu
layanan, profesi Guru BK/konselor tidak mungkin berkembang dan diakui oleh para
penggunanya baik di sekolah maupun di masyarakat umumnya. Selain itu, karena
permasalahan yang digarap oleh Guru BK/konselor melalui konseling sering kali secara
khusus merupakan permasalahan pribadi yang amat merasuk ke pribadi pengguna, persoalan
kode etik menjadi sangat penting. Selain penerapan butir-butir kode etik lain, kode etik yang
menyangkut perlindungan pribadi klien dalam pelayanan konseling sangat di utamakan.
IBKS secara langsung peduli atas realisasi sisi-sisi objek praktik spesifik profesi,
keintelektualan, kompetensi dan praktik pelayanan, komunikasi, kode etik, serta perlindungan
atas para anggotanya. IBKS membina para anggotanya untuk memiliki kualitas tinggi dalam
mengembangkan dan mempertahankan kemartabatan profesi. IBKS disamping membesarkan
profesi itu sendiri, juga sangat berkepentingan untuk ikut serta memenuhi kebutuhan dan
membahagiakan masyarakat luas.Kemandirian organisasi profesi menandakan bahwa IBKS
akan dapat tumbuhkembang dengan baik sangat tergantung kepada partisipasi aktif dari para
anggotanya.
IBKS sebagai divisi ABKIN mempunyai peran penting dalam mewujudkan kemartabatan
profesi konseling dan kepercayaan publik terhadap pelayanan konseling yang dilakukan oleh
Guru BK/konselor. Kemartabatan suatu profesi yang ditampilkan sangat tergantung pada
tenaga profesional yang mempersiapkan diri untuk pemegang profesi Guru BK/konselor.
Kemartabatan yang dimaksud itu,dalam kemartabatan profesi konseling, yaitu (1) pelayanan
yang bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan manusia secara luas; (2) Guru BK/konselor
yang bermandat yaitu lulusan pendidikan profesi Guru BK/konselor yang dipercaya untuk
menghasilkan tindakan dan produk-produk pelayanan konseling dalam mutu yang tinggi ;(3)
pengakuan yang sehat dari pemerintah dan masyarakat..

IBKS berperan meningkatkan Guru BK/konselor dalam menjalankan profesi konseling


yang kreatif, inovatif dan menyenangkan untuk menjadikan profesi konseling menjadi kuat
dan eksis sehingga akuntabilitas Guru BK/konselor profesional secara nasional di Indonesia
ini dapat diwujudkan. Guru BK/Konselor yang kreatif, inovatif dan menyenangkan akan
menjadikan proses konseling hidup, berkembang, dinamis, dan menyenangkan bagi pihak
yang dilayani,sehingga menimbulkan kepercayaan publik (public trust). Profesi Guru
BK/konselor akan menjadi kokoh, banyak dicari orang,dan menjadi pilihan yang sangat
berguna bagi individu yang hidup dalam dunia yang kompleks,sibuk,dan terus berubah
sehingga banyak pengalaman yang sulit dihadapi seseorang untuk segera diselesaikan. Pada
saat itulah konseling merupakan pilihan yang tepat dan sangat bermanfaat

Kreatif dan inovatif adalah karakteristik personal yang terpatri kuat dalam diri seorang
Guru BK/konselor profesional. Profesi konseling yang tidak dilandasi upaya kreatif dan
inovatif dari Guru BK/konselor tidak akan menjadikan profesi Guru BK/konselor menjadi
eksis dan bermartabat.Masyarakat yang begitu dinamis menuntut konselor untuk selalu
adaptif dan mencari terobosan terbaru untuk dapat memberikan pelayanan konseling secara
efektif dan bermartabat. Karakter cepat berpuas diri dan cenderung stagnan sama saja
membawa profesi konseling menjadi tidak eksis dan tidak berkembang yang pada akhirnya
menjadi kepercayaan publik menurun.
Guru BK/Konselor yang kreatif adalah konselor yang selalu ingin tahu, memiliki minat
yang luas, mempunyai kegemaran dan menyukai aktivitas yang kreatif. Konselor yang kreatif
biasanya mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Guru BK/Konselor berani mengambil risiko
dengan perhitungan yang matang, artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi Guru
BK/konselor sangat berarti, penting dan disukai, Guru BK/konselor tidak terlalu
menghiraukan kritik dan ejekan, tidak takut membuat kesalahan dan mengemukakan
pendapat meskipun tidak disetujui orang lain.
Guru BK/Konselor yang inovatif adalah Guru BK/ konselor yang berani untuk berbeda,
menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari kebiasaan. Rasa percaya diri,
keuletan,ketekunan membuat konselor tidak cepat putus asa untuk mencapai tujuan.
Treffinger (1986) menyatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisir dalam
tindakan, dan rencana inovatif serta produk orisinilnya telah dipikirkan matang-matang
terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya.
Tingkat energi, spontanitas,dan kepetualangan yang luar biasa sering tampak pada konselor
yang kreatif. Keinginan Guru BK/konselor untuk mencoba aktivitas yang baru dan
mengasyikan. Guru BK/Konselor yang kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi,
dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan, dan memiliki kemampuan untuk
bermain dengan ide, konsep atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan, yang
kemudian terwujud menjadi penemuan-penemuan baru.

PENUTUP
Berbagai upaya kearah profesionalisasi konseling telah banyak dilakukan baik oleh
pemerintah maupun IBKS sebagai organisasi profesi bimbingan dan konseling dan telah
membawa profesi konseling khususnya dalam setting pendidikan persekolahan lebih baik dari
sebelumnya. Perubahan dan perkembangan masyarakat yang semakin maju dan dalam
rentang diversifikasi kebutuhan yang amat luas menuntut profesi konseling untuk
menyesuaikan diri kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut. Profesi konseling
menjadi makin kokoh, eksis dan kepercayaan public (public rust) segera dapat diwujudkan
dengan didukung oleh konselor sebagai tenaga profesional dengan mengacu kepada Peraturan
Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan dasar dan
Pendidikan Menengah

Untuk dapat melaksanakan fungsinya IBKS sebagai wadah organisasi Guru BK di


sekolah melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan dan inovasi-inovasi yang berkaitan
dengan: (a) pengembangan ilmu dan teknologi dalam bidang bimbingan dan konseling; (b)
peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling; (c) penegakkan kode etik bimbingan
dan konseling; (d) pendidikan dan latihan keterampilan profesional; (e) pertemuan organisasi
dan pertemuan-pertemuan ilmiah; (g) publikasi dan pengabdian kepada masyarakat; dan (h)
advokasi layanan profesi.

DAFTAR PUSTAKA

Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). (2014). Semarang: PB ABKIN

American School Counselor Association (1979). Developmental Guidance, ASCA


Counselor,16,pp.2-3;11-12

ASCA (a9840. Ethical Standard for School Counselor. Journal of The School
Counselor,32,84-87.

Belkin, G.S. (1975). Practical Counseling in The School. Dubuque, Iowa:W.C.Brown


Company Publishers.

Biggs,Donald A. & Blocher,Donald H (1986). The Cognitive Approach to Ethical


Counseling. SUNY at Albany.
Blocher,D.H. (1987). The Professional Counselor. New York: Macmillan Publishing
Company.

Burks,H.M. & Stefflre,B (1979). Theories of Counseling,3rd ed.New York:McGraw-Hill

Corey, Gerald & Corey, M. Schneider. (1984) Issues & Ethics in the Helping Profession.
Menterey. California: Brooks/Cole Publishing Co.
Crow,L.D. & Crow,A. (1960). An Introduction to Guidance. New York: American Book
Company.

Dahlan,M.D.(1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam kerangka Ilmu


Pendidikan. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada FIP-IKIP Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20


Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdikbud.

Erford T.Bradley (2004). Professional School Counseling A Handbook of Theories,


Programs & Practices. Texas: PRO-ED An International Publisher.

Ed Neukrug (2007). The Word of The Counselor,An Introduction to the Counseling


Professional.USA: Thomson Brooks/Cole

Geldard,K. & Geldard,D. (2005). Practical Counselling Skills: An Integrative


Approach.Basingstoke:Palgrave Macmillan.
Gibson R.L & Mitchell M.H. (2008). Introduction to Counceling and Guidance. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.

Gladding T. Samuel. (2009). Counseling : A Comprehensive Profession. New Jersey:


Pearson Education,Inc.

Guerra,P (1998). Revamping School Counselor Education : The Dewitt Wallace-Reader’s Digest
Fund. Counseling Today ,19,36.
Herr,E.L (2002). Guidance and Counseling in the Schools: The Past, Present, and Future. Falls
Church,VA; American Personnel and Guidance Association.
Hosnan M. (2016). Etika Profesi Pendidik. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Huntington,S.P. (2001). Benturan Antar-Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia.


(Alihbahasa oleh M.S.adat Ismail). Yogayakarta: Qalam.

Johnson,CD & Johnson,S. “ Competency-Based Guidance: A System Approach”. Adapted


from Johnson,C & Johnson.S (1991). “The New Guidance: a System Approach to Pupil
Personnel Program”. California: ACD Journal,11,5-14.

John McLeod (2009). An Introduction to Counseling. England:Mc Graw Hill.

Maslow,A.H. (1967). “Creativity in Self-Actualizing People” dalam H.M Anderson


(ed).,Creativity and Its Cultivation. New York: Harper & Brothers.
Maslow, A.H. (1970). Motivation and Personality. New York: Harper & Row.

McCully,C.H. (1963). Challenge for Change in Counselor Education. Minneapolis:


Buergess Publishing Company.
McLEOD John (2011). An Introduction to Counseling. New York: McGraw Hill.

Mungin Eddy Wibowo (2002). Konseling Perkembangan:Paradigma Baru dan


Relevansinya di Indonesia. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang
Bimbingan dan Konseling pada FIP-UNNES 13 Juli 2002. Semarang: UNNES.

Mortensen,D.G.& Schmuller,A.M (1976). Guidance in To day’s School. New York: John


Willey & Sons.Inc.

Nelson R. & Jones. (2010). Practical Counseling and Helping Skills.London: SAGE
Publications.Ltd.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Stándar


Kualifikasi dan Kompetensi Konselor. Jakarta: BSNP

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 tahun 2014 tentang
Bimbingan dan Konseling pada Pendidian Dasar dan Menengah. Jakarta:
Kemndikbud.

Prayitno & Erman Amti (1999) .Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka
Cipta.

Prayitno dkk.(2015). Pembelajaran Melalui Pelayanan BK di Satuan Pendidikan.


Yogyakarta: Paramitra.

Ramirez,M.III (1991). Psychoteraqpy and Counseling with Minorities:A Cognitive


Approach to Individual and Cultural Differences. Oxford:Pargamon Press.

Rahayu Ginintasasi (2016). Program Bimbingan dan Konseling Kolaboratif. Bandung :


Refika Aditama.

Rogers,C. (1982). “Towards a Theory of Creativity” dalam P.E. Vernon (ed), Creativity.
Middlesex :Penguin Books.

Ritchie,M.H. (1990). Point/Counterpoint: a response—Counseling is not a profession- yet.


Counselor Education and Supervision,29 (40 220-227.

Rochman Natawidjaja (1977). Penyuluhan di Sekolah. Jakarta: FA.Hasmar.

Sundberg,N,D. (1986). “Research and Research Hypothesis about Effectivenness in


Intercultural Counseling”. Dalam Pedersen,P.B. et.al.,Eds. (1986). Counseling Across
Cultural. Hawaii: East-West Center,pp. 304-342.

Treffinger,D. (1986). Thinking Skills and Problem Solving. New York: center for Creative
Learning.

S-ar putea să vă placă și