Sunteți pe pagina 1din 26

BAB I

PENDAHULUAN

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi


sebagai suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang
elektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan
ke korteks penglihatan oksipital.1

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut


meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan
sel batang lebih tinggi di perifer. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman
penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan
pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola,
sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras,
dan penglihatan malam (skotopik).1

Kelainan sel-sel fotoreseptor pada retina dapat menyebabkan disfungsi


progresif reseptor, dan salah satunya adalah retinitis pigmentosa. Retinitis
pigmentosa adalah sekelompok kelainan bawaan yang ditandai dengan kehilangan
penglihatan perifer progresif dan kesulitan penglihatan pada malam hari yang
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.2

Dengan kemajuan dalam penelitian molekuler, kini diketahui


bahwa RP merupakan distrofi retinadan distrofi epitel pigmen retina (RPE) yang
disebabkan oleh kerusakan molekul pada lebih dari 40 gen yang berbeda untuk RP
terisolasi dan lebih dari 50 gen yang berbeda untuk RP sindromik. Tidak hanya
genotipe heterogen, tetapi pasien dengan mutasi yang sama dapat memiliki
manifestasi penyakit yang berbeda secara fenotip.2

RP dapat terjadi pada semua kelainan genetik. Sekitar 20% dari RP


merupakan autosomal dominan (ADRP), 20% adalah autosomal resesif (ARRP),
dan 10% adalah X terkait (XLRP), sedangkan 50% sisanya ditemukan pada pasien
tanpa ada kerabat yang diketahui terkena penyakit ini. RP ini paling sering
ditemukan dalam isolasi, tetapi dapat dikaitkan dengan penyakit sistemik.
Gangguan sistemik yang paling umum berupa gangguan pendengaran (sampai
30% dari pasien). Banyak dari pasien ini yang didiagnosis dengan sindrom Usher.
Kondisi sistemik lain juga menunjukkan perubahan retina identik dengan RP.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari
dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar
6,5mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang
garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen
retina mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang
terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan
eiptelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan
cairan subretina pada ablasio retina.2

Gambar 1. Anatomi retina


Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang
mengandung xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri
dari dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula
berwarna kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein
dan zeaxhantine di tengah-tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai
antioksidan dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan
dalam retinitis solar. 2,1,4

Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter


1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman
pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular
zone. Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya
tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang
berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel
ganglion, lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di
sekeliling daerah ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal
zone.2,5
Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 2,5,6,12

 Membrana limitans interna


 Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
 Lapisan sel ganglion
 Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan
sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
 Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
 Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
 Lapisan inti luar sel fotoreseptor
 Membrana limitans eksterna
 Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
 Epitelium pigmen retina
Gambar 3. Lapisan retina

Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan


retina untuk mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor
bervariasi sesuai dengan topografi di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi
oleh sel kerucut, khususnya yang sensitive terhadap warna merah dan hijau
dengan densitasnya mencapai 140.000 sel kerucut per millimeter persegi.
Fovea sentralis hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak
dijumpai sel batang. Jumlah sel kerucut semakin berkurang menjauhi fovea
sentralis, dan pada daerah perifer tidak dijumpai sel kerucut dan digantikan
oleh sel batang dan mencapai densitas tertinggi yaitu 160.000 sel per
millimeter persegi. 3

Neuro Vaskularisasi Retina

Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai
lapisan inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari
arteri optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan
memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler.
Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan
bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior
temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai
anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark
retina.2,5,6,12

Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada


retina tidak akan menyebabkan nyeri.5,6

3.2 Fisiologi Retina

Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan


yaitu fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung
komponen kimia yang sensitive terhadap cahaya yang berperan dalam proses
penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut
dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda
dengan rodopsin.3,4
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina
mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari
protein scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk
rantai 11-cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat
mengikat scotopsin untuk membentuk rodopsin.3,4
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi
dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi
barthorhodopsin. Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin
kemudian menjadi metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II.
Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang
teraktivasi yang mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang
melalui proses hiperpolarisasi sel batang yang .kemudian menyampaikan
impuls visual ke system saraf pusat.3,4
Gambar 4. Aktivasi rodopsin

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal


menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah
11-cis retina terbentuk secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan
membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi dekomposisi
kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.3,4

Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin


dapat dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu
bentuk vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan
dikonversi menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-
cis retinal yang kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin.
Vitamin A yang terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina
apabila dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah
menjadi vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses
penglihatan, seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi
defisiensi vitamin A yang berat dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan
rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang.4

Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip


dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada
komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut,
sedikit berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada
pigmen retina sama pada sel kerucut dan sel batang.3

Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna
ini dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan
pigmen sensitif warna merah.4

Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.

Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda
dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron
dan serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel
kerucutlebih besar dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual
dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut.4

Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di sebelah
kanan di daerah fovea

Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari


fotoreseptor menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel
batang akan menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna
yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan
menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan
pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin.
Sel amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara
langsung dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam
lapisan pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau
sel amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak
dari retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju otak.3,4
3.3 Retinitis Pigmentosa

a. Definisi
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina
herediter yang ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai
oleh hilangnya sel secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan
retina.1 Atau sekelompok gangguan retina yang menyebabkan hilangnya
ketajaman penglihatan secara progresif, defek lapangan penglihatan, dan
kebutaan pada malam hari (night blindness). Sebutan retinitis pigmentosa
berasal dari deposit pigmen yang merupakan karakteristik penyakit ini.4,5

b. Insidensi6
 Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia
 Usia. Muncul pada masa kanak-kanank dan berkembang lambat,
dan sering terjadi kebutaan setelah usia dewasa.
 Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada
wanita dengan perbandingan 3:2
 Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.

c. Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan
secara mendel yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus
retinitis pigmentosa disebabkan oleh mutasi DNA mitokondria. Pada
tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada retinitis
pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual
pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan
terjadinya retinitis pigmentosa.7
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic,
atau kelainan genetik autosomal dominant (AD), autosomal
recessive(AR), atau X-Linked recessive (XL). Bentuk terbanyak
kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu autosomal recessive,
diikuti oleh autosom dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit yaitu X-
linked resesif.6,11

d. Gejala Klinis
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak.
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari)
secara bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang
gelap atau penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi
kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa
menyebabkankebutaan. Sedangkan pada stadium lanjut, terjadi
penurunan fungsi penglihatan sentral.8
Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata
dengan penurunan fungsi rod photoreceptors. Adapun simptom yang
biasa yaitu:6,9

1. Simtom visual

 Nyctalopia, penglihatan yang buruk pada malam hari dengan


adaptasi penglihatan yang gelap
 Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang
yang lebih besar terhadap perifer
 Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya

2. Perubahan pada Fundus

 Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan


berbentuk sepert bone spicules. Pada awalnya perubahan ini
ditemukan hanya pada bagian equatorial dan kemudian berlanjut
ke bagian anterior dan posterior.
 Arteriol retina menyempit dan menjadi seperti benang pada
tingkat yang lanjut
 Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi
 Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid
bodies,choroidal sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or
cellophane maculopathy.

Gambar 7. Fundus picture in retinitis pigmentos

Gambar 8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa


3. Perubahan lapangan pandang penglihatan

 Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya


degenerasi pada bagian equator pada retina. Seperti progres
dari suatu penyakit, scotoma meningkat pada bagian
anterior dan posterior dan utamanya hanya penglihatan
central berada disebelah kiri (tubular vision). Biasanya hal
ini hilang dan pasien menjadi buta.

Gambar 9. Field change in retinitis pigmentosa

4. Perubahan Elektrofisiologi

Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal


sebelum gejala subjektif dan tanda-tanda objektif muncul.

a. Electro-retinogram (ERG) subnormal atau terhapus


(abolished).
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya
puncak cahaya.
Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat
terjadi halusinasi dan gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu
kesempatan penting bagi pasien untuk berdiskusi tentang
diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis
penyakitnya.10

e. Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui,
tetapi akhirnya dapat terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang
dengan fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut. Retinitis
pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan
proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar
pembuluh darah retina yang atrofi, yang dapat diketahui dengan
fundus sebagai bentuk klasik “bone spicule”.9
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-
kerucut (rod-cone dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan
kematian sel (apoptosis), terutama di fotoreseptor batang. Jarang
terjadinya defek genetik akibat pengaruh fotoreseptor epitelium
pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki variasi
fenotipik yang signifikan, karena ada banyak gen yang berbeda yang
mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan pasien dengan mutasi
genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat
berbeda.1.11
Gambar 10. Cone dystrophy

Gambar 11. Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy yang
ditemukan pada kondisi ini

Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah


didokumentasikan dengan baik, dan baru baru ini, perubahan
histologis tertentu yang terkait dengan mutasi gen tertentu telah
dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor tetap oleh
apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di
fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar batang. Segmen luar
semakin memendek, diikuti oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal
ini terjadi paling signifikan di pinggiran pertengahan retina. Daerah-
daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan memiliki inti
menurun di lapisan nuklear luar. Dalam banyak kasus, degenerasi
cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga
menunjukkan peran untuk eksposur cahaya.1,11

Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya


kematian dari fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya
penglihatan. Sebagai batang yang paling padat ditemukan di retina
midperipheral, hilangnya sel di daerah ini cenderung menyebabkan
kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan penglihatan pada
malam hari. Bagaimana mutasi gen menyebabkan perlambatan
kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak
jalan, yang kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda
dapat menyebabkan gambaran klinis yang serupa.1,11

Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip


dengan apoptosis batang dengan pemendekan segmen luar diikuti
dengan hilangnya sel. Hal ini dapat terjadi lebih awal atau terlambat
dalam berbagai bentuk retinitis pigmentosa.1.11

f. Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang
memiliki karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini
merupakan degenerasi primer fotoreseptor batang dengan fotoreseptor
kerucut sebagai degenerasi sekunder, yang dapat menjelaskan
mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada malam hari.7
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa
berdasarkan temuan klinis retinitis pigmentosa yaitu berdasarkan
simtom visual, perubahan pada fundus, perubahan lapangan pandang
penglihatan, perubahan elektrofisiologi.7
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi
berdasarkan gambaran klasic dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel
batang yang terkena). Adanya “bone spicule” yang merupakan
proliferasi epitelium retina yang dapat dilihat pada bagian tengah
perifer retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke sentral dan
lebih jauh lagi sampai ke perifer (gambar 10). Awal defisit yang terjadi
yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi kontra. Atrofi
optic nerve yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.5

Gambar 12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy


yellow appearance of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and
“bone-spicule” proliferation of retinal pigment epithelium.

Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena).


Adanya penurunan visus diawal dengan penurunan progress dari
lapangan pandang penglihatan. Kedua bentuk kelainan dari retinitis
pigmentosa ini dapat diketahui melalui electroretinography.5
g. Diagnosa Banding
Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:11

1. End stage chloroquine retinopathy


o Kesaman : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina
dengan pembuluh darah choroid yang jelas dan penyempitan
arteriol-arteriol.
o Perbedaan : Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan
perivaskular konfigurasi “bone corpuscle”; atrofi optic tidak seperti
lilin.

2. End stage thioridazine retinopathy


o Kesamaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina
o Perbedaan : Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like
pigmentary change) dan tidak adanya nyctalopia

3. End stage syphilitic neuroretinitis


o Kesamaan : Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular
dan perubahan pigmen
o Perbedaan : Nyctalopia ringan, keterlibatan assimetris dengan
ringan atau tidak adanya choroid

4. Cancer-related retinopathy
o Kesamaan : Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer,
penyempitan arteriol dan elektroretinogram yang dapat dibedakan
o Perbedaan : Perubahan pigmen ringan atau tidak ada

h. Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa.
Penderita dianjurkan untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis
mata untuk memantau kelainan ini. Sebaiknya dilakukan secara teratur
setiap 5 tahun termasuk untuk menguji lapangan pandang dan evaluasi
electroretinogram.8,11
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar
ultraviolet bisa mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini,
muncul terapi baru (meskipun masih dalam perdebatan) seperti
pemberian antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda
perkembangan penyakit ini.8,11

1. Medical Care

 Vitamin A/ Beta Karoten


Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan
retinitis pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini.
Sebuah studi komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan
bahwa dosis harian yang sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000
U / d) memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun.

 Docosahexaenoic acid (DHA)


DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan.
Penelitian telah menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram)
amplitudo dengan konsentrasi DHA eritrosit-pasien. Studi lainnya
melaporkan adanya perubahan ERG kurang pada pasien dengan
tingkat yang lebih tinggi kadar DHA.

 Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari
retinitis pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral
telah menunjukkan hasil yang paling menggembirakan dengan
beberapa perbaikan dalam fungsi visual. Studi yang dilakukan oleh
Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan perbaikan dalam
ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien
yang memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula
 Calcium channel blocker
Calcium channel blockers, seperti diltiazem, adalah obat-obat yang
biasa digunakan pada penyakit jantung. Kalsium channel blocker telah
menunjukkan beberapa manfaat dalam beberapa model binatang dari
retinitis pigmentosa tetapi mereka tidak efektif dalam model lain.

 Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak
dapat membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein
berfungsi untuk melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan
suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen makula. Dosis
20 mg / hari telah direkomendasikan.

 Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan
uji klinis yang lebih lanjut sedang dilakukan.

 Obat-obat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan


menjadi retinitis pigmentosa
Sotretinoin (Accutane), obat yang digunakan untuk mengobati jerawat
telah dilaporkan memperburuk penglihatan pada malam hari, respon
electroretinogram, dan adaptasi terhadap gelap. Sildenafil (Viagra),
obat untuk mengobati disfungsi ereksi telah terbukti menyebabkan
perubahan reversibel elektroretinogram dan penglihatan .Sildenafil
adalah inhibitor PDE5 dan kurang begitu sensitif terhadap
PDE6. Mutasi dari gen PDE6 diketahui menyebabkan RP autosomal
resesif.

 Obat Lain
Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi
belum ada bukti bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga
direkomendasikan oleh beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam
dosis 80 mg, tetapi belum ada studi terkontrol tentang khasiat dalam
pengobatan pasien dengan retinitis pigmentosa. Antibodi antiretinal,
agen imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan dengan
sukses.

2. Surgical Care

o Katarak ekstraksi
 Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya
penobatan retinitis pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30
pasien dengan retinitis pigmetasi, 83% dari mereka
menunjukkan perbaikan dalam pengobatan, dengan 2 garis pada
grafik ketajaman visual Snellen setelah dilakukan operasi
katarak

o Faktor pertumbuhan
 Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya
perlambatan degenerasi retina pada sejumlah model hewan.
Tahap II uji klinis sedang dilakukan, dengan menggunakan
bentuk dienkapsulasi dari sel-sel epitelium pigmen retina
menghasilkan CNTF (Neurotech) untuk pasien dengan sindrom
Usher dan RP. Sel-sel ini harus dikemas dengan pembedahan
yang diletakkan ke dalam mata. Tahap I hasil uji coba klinis
telah mendukung.

o Transplantasi
 Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah
dittranspalntasikan ke dalam ruang subretinal untuk
menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model retinitis
pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna
adalah modifikasi ex vivo pada sel-sel yang terdapat faktor-
faktor trofik.

o Prostesis retina
 Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan
pada permukaan retina dan telah diteliti selama beberapa
tahun. Lapisan sel ganglion retina yang sehat dapat dirangsang,
dan implan pada hewan model memiliki stabilitas jangka
panjang. Dalam sebuah studi oleh Humayun et al, ini telah
terbukti bermanfaat pada manusia. Satu pasien yang tidak
punya persepsi cahaya, mampu melihat dan melokalisasi senter
setelah prostesis pada retinitis pigmentosa

o Terapi gen
 Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk
menggantikan protein yang rusak dengan menggunakan vektor
DNA (misalnya, adenovirus, Lentivirus).

2.12 Prognosis

Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan


klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk
keparahan dapat menyebabkan kebutaan.4,5
BAB III

KESIMPULAN

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan


multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter
yang ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel
secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina.
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak.
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara
bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau
penglihatan pada malam hari menurun.
Pengobatan terdiri dari medical care dan surgical care. Pemakaian kaca
mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa mempertahankan
fungsi penglihatan.
Pemberian antioksidan (misalnya vitamin A) bisa menunda perkembangan
penyakit ini (masih dalam penelitian).
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan
klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk
keparahan dapay menyebabkan kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA

1.Sandeep Saxena. Retinitis Pigmentosa. In Travis A Meredith, Maurice B


Landers III, editor. Retina Atlas A global Prespective. New Delhi: The
McGraw-Hill Companies. P. 699-727
2. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis
Pigmentosa. Dalam Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul
(editor). Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya Medika; 2000. P. 1-
29, 208-209.

3. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course :


th
Retina and Vitreuos. Section 12 . Singapore. American Academy Of
Ophthalmology. 2007. P.7-15,25

4. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.2006.


Philadelphia. Elsevier. P. 626-636

5. Lang GK. Retinitis Pigmentosa. In Ophthalmology A short of Textbook.


NewYork: Thieme Stuttgart ;2000. P. 3343-345

6. Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In:Comprehensive Ophtalmology.4th


ed. New Delhi: New Age International (P) Ltd; 2007. P.268-269

7. Hamel Christian, 2003. Retinitis Pigmentosa. Perancis: Orphanet


8. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscape Available
From: http://www.medscape.com [Accesed on 11November 2013]

9. Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa.


1th ed. 2005. Australia. BMJ. P. 224-225
10. Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th
ed.2004. London. BMJ. P. 41.
11. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed.
2011. Cina. Elsevier. P. 491-494

12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
P.1-12

S-ar putea să vă placă și