Sunteți pe pagina 1din 12

blogspot.

com
Google detected that you're on a slow connection and optimised this page to use 80% less data.
Optimised 2 minutes ago
View originalRefresh

Gudang Ilmu Keperawatan

Rabu, 17 April 2013

Asuhan keperawatan osteoporosis

v
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS
MAKALAH
OSTEOPOROSIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik,
termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus,
terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk
yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun
1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur
diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 )
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia
30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Penelitian
yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang
meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya
adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur
( Sudoyo, 2009 ).
1.2 .Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah tidak menyimpang dari tujuan semula, maka penulis merumuskan
masalah pada:
1.Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis?
2.Apa etiologi dari Osteoporosis?
3.Bagaimana manifestasi klinis Osteoporosis?
4.Bagaimana penatalaksanaan Osteoporosis secara medis dan keperawatan?
5.Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Osteoporosis ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran mahasiswa dalam
memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi, manifestasi klinis,
klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan keperawatan dari Osteoporosis.
.
1.4Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas makalah ini adalah mencari dari berbagai sumber
dan diskusi bersama kelompok
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dalam tiga BAB dengan sistematika sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Yang menguraikan :
1.1.Latar Belakang Masalah
1.2.Tujuan Penulisan
1.3.Metode Penulisan
1.4.Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1.Model Promosi Kesehatan
2.2 Asumsi dari model promosi kesehatan
2.3 Proposisi model promosi kesehatan
2.4 Revisi model promosi kesehatan
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Definisi promosi kesehatan
3.2 Teori pemahaman promosi kesehatan
3.3 Model teori promosi kesehatan menurut Nola J. Pender
3.4 Komponen teori promosi kesehatan
3.5 Analisis teori promosi kesehatan
BAB IV PENUTUP
Yang menguraikan tantang :
3.1.Kesimpulan
3.2.Saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.PENGERTIAN

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992
Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya
menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang
(Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai
dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang.
Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of
Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang
ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
a.Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles.
Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
b.Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1.Determinan Massa Tulang
a.Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang
yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis.
b.Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya
massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot
maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan
pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa
tulang di sampihg faktor genetik.
c.Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
2.Determinan penurunan Massa Tulang
a.Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat
dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai
dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang
yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada
individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b.Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting
antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan
menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis,
massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c.Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga
baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa
menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam
tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat
masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium
yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d.Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor,
maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut
akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung
protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.
e.Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium
dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f.Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok
terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
g.Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat
urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1.Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala
timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau
lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-
3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2.Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada
usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3.Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan
oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya
kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4.Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
C. Patofisiologi PPOM
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5 % sel
konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat
pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri,
maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah
yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan
tulang ikut berubah
Pathway Osteoporosis ( Klik Disini )
D. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1.Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2.Nyeri timbul mendadak.
3.Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4.Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5.Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6.Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan
E. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan
lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada
pergelangan. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda
vertebra mengakibatkan deformitas skelet tangan
F. PENATALAKSANAAN
1.Penatalaksanaan Medis
A.Pengobatan
1.Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan
adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2.Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
B.Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1.Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2.Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a.Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b.Latihan teratur setiap hari
c.Hindari :
1.Makanan tinggi protein
2.Minum alkohol
3.Merokok
4.Minum kopi
5.Minum antasida yang mengandung aluminium
2.Penatalaksanaan keperawatan
a.Membantu klien mengatasi nyeri.
b.Membantu klien dalam mobilitas.
c.Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
d.Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a.Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini
akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
b.Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa tulang,
seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada
dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai
BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1.Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang
mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2.Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang
mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan
lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang
yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3.Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara volimetrik.
c.Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang
suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d.Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum
tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang
kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e.Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
f.Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
g.CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan
fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir
semua klien yang mengalami fraktur.
h.Pemeriksaan Laboratorium
1.Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2.Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3.Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4.Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya
Contoh rontgen ( Klik Disini )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS
A.Pengkajian
1.Assesment
a)Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.
Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain yang perlu
diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi
lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan
kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan
merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah
ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia
menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita
osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
b)Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada
klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan yang
tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan
seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus.
Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan
takut pada pasien.
c)Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan
yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah agility, stamina
menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik
halus) menurun.
Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :
üData subyektif :
-Klien mengeluh nyeri tulang belakang
-Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
-Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan
gerak
-Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun\
-Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
-Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
-Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
üData obyektif ;
-tulang belakang bungkuk
-terdapat penurunan tinggi badan
-klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
-terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
-klien tampak gelisah
-klien tampak meringis
2.Pemeriksaan fisik
a)Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b)Sistem kardiovaskuler
c)Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan
indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d)Sistem perkemihan
e)Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal
distance.
f)Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng
menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan.
Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
3.Pemeriksaan diagnostic
-Radiology
-CT scan
-Pemeriksaan laboratoriu
4.Diagnosa Yang Mungkin Muncul Pada Osteoporosis
1)Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
2)Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal
(kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
3)Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan
ketidakseimbangan tubuh
4)Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5)Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi
dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu
dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan
mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
6)Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
7)Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik
ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
5.Intervensi
1.Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan ; Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
-Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya
-Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
-Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana
INTERVENSI
RASIONAL
-Pantau tingkat nyeri pada punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau
pinggang
-Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
-Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri
-Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi
terlentang selam kurang lebih 15 menit
-Tulang dalam peningkatan jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal.
-Laternatif lain untuk mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
-Keyakinan klien tidak dapat mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk
mengatasi nyerinya.
-Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
2.Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal
(kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan : Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
-Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
-Klien mampu melakukan ADL secara independent
INTERVENSI
RASIONAL
-Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
-Rencanakan tentang pemberian program latihan :
¤bantu klien jika diperlukan latihan
¤ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan,
¤ajarkan pentingnya latihan
-Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
-Peningkatan latihan fisik secara adequat :
¤Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
¤Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan
berbaring selam 15 menit
¤Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba danmengangkat beban berat
-Dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
-Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
-ADL secara independent
-Dengan latihan fisik :
¤Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
¤Program latihan merangsang pembentukan tulang
¤Gerakan menibulkan kompresi vertikal dan risiko fraktur vertebrae
3.Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan
ketidakseimbangan tubuh
Tujuan : Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
-Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
-Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
INTERVENSI
RASIONAL
-Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya :
¤Tempatkan klien pada tetmpat tidur rendah
¤Amati lantai yang membahayakan klien
¤Berikanpenerangan yang cukup
¤Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
¤Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan
-Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
¤Kaji kebutuhan untuk berjalan
¤Konsultasi dengan ahli terapis
¤Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
¤Ajarkan klien waktu berjalan dan keluarg ruangan
-Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
-Ajarkan pad aklien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban
berat
-Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis :
¤Rujuk klien pada ahli gizi
¤Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium
¤Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
-Ajarkan efek dari rokok terhadap pemulihan tulang
-Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan
-Menciptkan lingkungan yang aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
-Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
-Penarikan yang terlaluk keras akanmenyebakan terjadinya fraktur.
-Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan
osteoporosis.
-Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya
akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine.
Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.
-Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
-Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes
yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
4.Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan
criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri,
mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan
Intrvensi
Rasional
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan
pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan
pancuran dengan tangkai pemegang
peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya
Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih
ke tingkatan lebih lanjut
bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup
untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri
5.Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi
dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu
dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan
mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
Intervenai
Rasional
Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan,
memikirkan dan memandang dirinya
ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan
Hindari kritik negative

kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri


Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien

dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi
6.Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik
ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu
dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan
feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
Intervensi
Rasional
Auskultasi bising usus

hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus


Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus
Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses
mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan
Lakukan latihan defekasi secara teratur
program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak
termasuk jus/sari buah
meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah
7.Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit
osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang
penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
Intervensi
Rasional
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat

suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien
sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan
batu ginjal.
BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1.Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles.
Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2.Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang

B.SARAN
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1.Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta
senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2.Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA ( Klik Disni )


julviana yana di Rabu, April 17, 2013
Berbagi
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link


Beranda
Lihat versi web
yana julviana,skep

Foto saya
julviana yana
Ikuti
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anatomi & Fisiologi Tulang

Tulang terdiri atas matriks organic keras yang sangat diperkuat dengan endapan garam kalsium
dan garam tulang. Matriks organik ini terdiri dari serat-serat kolagen dan medium gelatin
homogen yang disebut substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri atas cairan ekstraseluler
ditambah proteoglikan, khususnya kondroitin sulfat dan asam hialuronat yang membantu
mengatur pengendapan kalsium. Garam-garam tulang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat.
Rumus garam utamanya dikenal sebagai hidroksiapatit.

Tahap awal pembentukan tulang adalah sekresi kolagen (kolagen monomer) dan substansi dasar
oleh osteoblas. Kolagen monomer dengan cepat membentuk serat-serat kolagen dan jaringan
akhir yang terbentuk adalah osteoid, yang akan menjadi tempat di mana kalsium mengendap.
Sewaktu osteoid terbentuk, beberapa osteoblas terperangkap dalam osteoid dan selanjutnya
disebut osteosit. Osteoblas dapat dijumpai di permukaan luar tulang dan dalam rongga tulang.
Lawan dari osteoblas yang membentuk tulang adalah osteoklas yang menyerap tulang dan
mengikisnya.

Pada pertumbuhan tulang normal, kecepatan pengendapan dan absorpsi tulang sama satu dengan
lainnya, sehingga massa total dari tulang tetap konstan. Biasanya, osteoklas terdapat dalam massa
yang sedikit tetapi pekat, dan sekali massa osteoklas mulai terbentuk, maka osteoklas akan
memakan tulang dalam waktu 3 minggu dan membentuk terowongan. Pada akhir waktu ini,
osteoklas akan menghilang dan terowongan itu akan ditempati osteoblas.

Selanjutnya, mulai dibentuk tulang baru. Pengendapan tulang ini kemudian terus berlangsung
selama beberapa bulan, dan tulang yang baru itu diletakkan pada lapisan berikutnya dari lingkaran
konsentris (lamella) pada permukaan dalam rongga tersebut sampai pada akhirnya terowongan itu
terisi semua. Pengendapan ini berhenti setelah ada pembuluh darah yang mendarahi daerah
tersebut. Kanal yang dilewati pembuluh darah ini disebut kanal harvers. Setiap daerah tempat
terjadinya tulang baru dengan cara seperti ini disebut osteon.

Apabila mendapat beban yang berat, tulang akan menebal. Selain itu, tulang akan terus
melakukan regenerasi kalau sudah mulai perlu diganti. Kemampuan tulang melakukan regenerasi
akibat adanya absorpsi-pengendapan tulang. Kecepatan absorpsi-pengendapan tulang yang
berlangsung cepat, misalnya pada anak-anak, cenderung membuat tulang rapuh dibandingkan
dengan absorpsi-pengendapan tulang yang lambat. Jadi, pada anak-anak akan terjadi regenerasi
yang cepat apabila ada kerusakan.

Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1100gr kalsium, dan 99%nya berada dalam kerangka
tubuh. Kalsium dalam tulang terdiri Atas 2 tipe: cadangan yang dapat ditukar dengan cepat, dan
cadangan kalsium yang jauh lebih besar ddengan proses penukaran yang lambat. Ada 2 sistem
homeostatik yang independen: sistem yang mengatur Ca2+ plasma yang tiap harinya bergerak
keluar masuk dari cadangan yang mudah ditukar; dan sistem yang berperan dalam remodelling
tulang melalui resropsi dan deposisi tulang yang konstan.
Ada 2 tipe kalsium: plasma dan bebas. Kalsium plasma ada yang terikat pada protein (albumin
dan globulin) dan ada juga yang berdifusi (berionisasi dan berkompleks dengan HCO3-, sitrat,
dst). Kalsium bebas yang terionisasi dalam cairan tubuh adalah perantara kedua dan diperlukan
untuk pembekuan darah, kontraksi otot, dan fungsi saraf. Penurunan kadar Ca2+ dapat
menyebabkan tetani hipokalsemik yang ditandai dengan sejumlah besar spasme otot rangka,
seperti yang terjadi pada laringospasme dimana jalan napas akan tersumbat dan menimbulkan
asfiksia fatal.

Metabolisme kalsium pada manusia dewasa yang mengonsumsi 1000mg (25mmol) kalsium per
hari. Terdapat 3 hormon yang mengatur metabolisme kalsium, yaitu: (1) 1,25-
dihidroksikolikalsiferol yang merupakan hormon steroid yang dibentuk dari vitamin D. Reseptor
1,25-dihidrokolekalsiferol ditemukan di banyak jaringan selain usus, ginjal, dan tulang. Jaringan
tersebut di antaranya adalah kulit, limfosit, monosit, otot rangka dan jantung, payudara, dan
kelenjar hipofisis anterior. Zat ini dapat mempermudah penyerapan Ca2+ dari usus,
mempermudah reasorbsi Ca2+ di ginjal, meningkatkan aktivitas sintetik osteoblas, dan diperlukan
untuk klasifikasi normal matriks.

(2) Hormon paratiroid (PTH) yang memobilisasi kalsium dari usus. PTH bekerja langsung pada
tulang untuk meningkatkan resorpsi tulang, ekskresi fosfat dalam urine dan memobilisasi Ca2+.
(3) Kalsitonin yang menurunkan kadar kalsium dengan cara menghambat resorpsi tulang, dan
menghambat aktivitas osteoklas secara in vitro.
Ketiga hormon ini bekerja secara terpadu untuk mempetahankan kadar Ca2+ yang konstan dalam
cairan tubuh.

Mineralisasi tulang merupakan proses penempatan kalsium ke dalam jaringan tulang. Sedangkan
demineralisasi merupakan proses yang antagonis dengan mineralisasi yaitu proses pengambilan
kalsium dari jaringan tulang.
Selama hidup, tulang secara terus-menerus diresobsi dan dibentuk tulang baru. Kalsium dalam
tulang mengalami pergantian dengan kecepatan 100% per tahun pada bayi dan 18% per tahun
pada orang dewasa. Remodeling tulang ini, sebagian bessar adalah proses local yang berlangsung
di daerah yang terbatas oleh populasi sel yang disebut unit remodeling tulang.

Tulang mempertahankan bentuk eksternalnya selama masa pertumbuhan akibat proses remodeling
konstan, disertai proses pengerasan tulang oleh osteoblas (mineralisasi) dan pada proses resoprsi
oleh osteoklas (demineralisasi) yang terjadi pada permukaan dan di dalam tulang. Osteoklas
membuat terowongan ke dalam tulang korteks yang diikuti oleh osteoblas, sedangkan remodeling
tulang trabekular terjadi di permukaan trabekular. Pada kerangka manusia, setiap saat sekitar 5%
tulang mengalami remodeling oleh sekitar 2 juta unit remodeling tulang. Kecepatan pembaruan
untuk tulang adalah sekitar 4% per tahun untuk tulang kompak dan 20% per tahun untuk tulang
trabekular.

Terdapat beberapa kelainan yang dapat terjadi pada tulang, antara lain: Osteopetrosis,
osteoporosis, dan osteomalasia. Osteopetrosis merupakan penyakit tulang yang jarang sekali
dijumpai dan sering kali parah. Hal ini dimana osteoklas mengalami gangguan dan tidak mampu
menyerap tulang secara wajar sehingga osteoblas bekerja tanpa ada yang menyeimbagi. Akibatnya
adalah pemadatan tulang, gangguan neurologik akibat penyempitan dan distorsi forame tempat
lewatnya berbagai saraf, dan kelainan hematologik akibat dipenuhinya rongga sumsum.

S-ar putea să vă placă și