Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1
bagian ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini diperkirakan dari seluruh
pembedahan 20-40% dapat diperlakukan sebagai pembedahan pada pasien ambulatory.4
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1 Definisi
Ambulatory anestesia adalah pelayanan anestesia untuk pembedahan, yang secara medis
diduga tidak akan memerlukan perawatan menginap pasca bedah. Dalam bahasa Indonesia
ambulatory anesthesia disamakan dengan pengertian anastesi tanpa mondok atau pasien ODC
(One day Care).9,10
4
• Sehat termasuk status fisik ASA 1 atau ASA 2 dengan penyakit atau kelainan
sistemik yang terkendali.
• Tidak ada riwayat pasca bedah atau anestesia yang kurang baik misalnya : mual atau
muntah yang lama atau nyeri pasca bedah yang sulit ditanggulangi dengan anelgetika
peroral.
• Walaupun umur tidak merupakan factor seleksi mutlak tetapi pasien dewasa muda
dan anak ( kecuali bayi premature di bawah 6 bulan ) lebih dapat diterima.
• Pasien mengerti dan memahami instruksi pra bedah dan pasca bedah atau anesthesia.
• Sebaiknya tempat tinggal pasien tidak jauh dari rumah sakit (tidak lebih dari satu jam
perjalanan).
• Ada keinginan dari pasien sendiri.
2. Kriteria Pembedahan
Pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien ambulatory harus memenuhi kriteria :
• Lama pembedahan tidak melebihi 60 menit. Pembedahan yang terlalu lama akan
menimbulkan efek akumulasi anestetika sehingga masa pulih sadar pasien juga
berlangsung lama.
• Pembedahan superficial, bukan tindakan bedah di dalam cranium, toraks atau
abdomen (kecuali laparoskopi).
• Tidak memerlukan pelemas otot yang sempurna.
• Tidak banyak menimbulkan perubahan fisiologis.
• Diduga tidak menyebabkan perdarahan banyak.
• Kemungkinan komplikasi pasca bedah rendah sekali.
6
5) Obat-obat yang sedang diminum, antara lain obat anti hipertensi, MAO inhibitor,
insulin, antibiotika tetentu, kortikosteroid.
2.6.2 Premedikasi
Pada umunya premedikasi tidak diberikan kecuali pasien terlalu gelisah atau sulit
dikendalikan. Premedikasi akan memperpanjang masa pulih. Obat premedikasi yang umumnya
diberikan adalah Sulfas Atropin, terutama bila memakai eter atau ketamin yang menambah
7
produksi sekresi jalan napas. Narkotika tidak diberikan karena memperpanjang masa pulih dan
menyebabkan mual atau muntah pasca bedah.2
Obat-obat premedikasi selain harus memenuhi tujuan premedikasi juga harus bersifat
“short acting” dan diberikan dalam dosis rendah. Clarke and Hurtig telah membuktikan bahwa
premedikasi dengan meperidin ( pethidine) 1mg/kg BB tidak mengakibatkan perpanjangan masa
pemulihan; demikian pula pemberian diazepam, untuk anak-anak dapat diberikan diazepam 0,1
mg/kg BB per oral.4
Obat-obat anti muntah diberikan droperidol 0,25-1,5 mg I.V(50-75 µgr/kg BB IV)
sebagai premedikasi, tidak akan memperpanjang masa pemulihan.4
Ranitidine, metoclopramide atau sodium citrate dapat digunakan sebagai profilaksis
aspirasi. Dilaporkan bahwa tidak ada keuntungan memberikan profilaksis tripel atau ganda
dibandingkan pemberian H2 antagonis sendiri.5
Ranitidine dikatakan lebih poten dan spesifik untuk mengurangi produksi asam lambung
dan menurunkan volume gastric. Metoclopramide meningkatkan tonus sphincter esophagus
bagian bawah yang akan memfasilitasi pengosongan gaster.5
8
3. Anesthesia regional (spinal atau epidural)
- Terbatas pada beberapa kasus saja (sangat selektif).
- Tidak disenangi oleh pasien muda.
- Kesulitan yang timbul yaitu:
a. Adanya block simpatis sampai saat-saat pemulihan (bahaya hipotensi).
b. Efek samping sakit kepala sering terjadi.
c. Efek samping lain (retensio urine, diplopia, gangguan keseimbangan) walau
jarang terjadi.
4. Anesthesia umum2,3
Anestesia umum pada dasarnya tidak berbeda dengan anestesia pada
pembedahan-pembedahan elektif. Bedanya hanya menghindarkan obat dengan efek
yang menyebabkan masa pulih sadar lama.
Induksi propofol 2-2,5 mg/kgBB i.v lebih digemari dibandingkan tiopental 3-7
mg/kgBB i.v dengan alasan propofol efek sampingnya minimal dan pulih sadarnya
cepat. Nyeri pada suntikan propofol i.v dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
memberikan lidokain 10-20 mg i.v sebelumnya. Pada bayi dan anak induksi pilihan
ialah halotan atau sevofluran.
Rumatan dapat menggunakan inhalasi halotan, enfluran, isofluran,
desfluran atau sevofluran. Rumatan anestesia intravena hanya digunakan propofol
4-12 mg/kgBB/jam dengan bantuan opioid fentanil 1µg.kg.
Penggunaan sungkup laring sering dilakukan mengingat pemasangannya
tidak memerlukan pelumpuh otot, asalkan puasa pasien cukup waktunya.
Penggunaan pelumpuh otot, kalaupun diperlukan pilihan jatuh pada golongan
nondepolarisasi kerja singkat misalnya mivakurium (mivakron) atau rekuronium
(esmeron). Dengan adanya sungkup laring, maka penggunaan pelumpuh otot dan
pipa trakes kian berkurang.
Pada penggunaan pelumpuh otot, usahakan pada akhir operasi tanpa
menggunakan penawar neostigmin yang kadang-kadang menyebabkan nyeri otot.
9
1. Pernapasan.
Tanda-tanda sumbatan jalan napas: napas berbunyi, retraksi otot dada, napas paradoksal.
Tanda-tanda depresi pernapasan: napas yang dangkal sekali.
2. Kardiovaskuler.
Hipertensi, hipotensi, syok, aritmia, bradikardia, takikardia, tanda-tanda henti jantung.
3. Warna: sianosis atau pucat
4. Suhu: hipotermia, hipertermia.
Hal-hal tersebut diatas dapat terjadi selama pemeliharaan anestesia berjalan dan harus segera
diatasi.
10
- Sedang; bila berlangsung 2-5 hari.
- Berat: bila berlangsung lebih dari 5 hari.
11
Twersky dan kawan-kawan menyebutkan bahwa dalam 30 hari pasca pembedahan
ambulatory didapatkan 1,3% pasien kembali ke rumah sakit yang sama , 54% kembali ke unit
gawat darurat, dan 46% menjalani perawatan kembali di rawat inap maupun ambulatory.
Sebagian pasien ambulatory terpaksa menjalani rawat inap yang tidak diharapkan pasca
pembedahan. Hal ini mencakup sekitar 1% dari pembedahan. Pemondokan ini biasanya
berhubungan dengan jenis pembedahan, lamanya pembedahan, penggunaan teknik anestesi
umum dan usia pasien. Diperkirakan seperempat pasien yang terpaksa menjalani rawat inap
pasca ambulatory berhubungan dengan teknik anestesi yang diberikan.
Rawat inap yang tidak diharapkan ini cenderung lebih besar pada pasien yang mendapat
anestesi umum dibandingkan dengan anestesi regional, tetapi juga tidak menutup kemungkinan
sedasi yang diberikan pada pasien yang mendapat anestesi regional meningkatkan sejumlah
komplikasi.
Kemungkinan pemondokan pasca operasi di rumah sakit setelah anestesi regional lebih
rendah (1,2%) dibandingkan setelah anestesi umum (2,9%). Waktu pemulihan pada kelompok
anestesi regional lebih pendek dibandingkan kelompok anestesi umum 56 menit vs 95 menit dan
kejadian nyeri pasca operasi lebih rendah dengan anestesi regional.5,6
12
Pasien menolak pulang
Ahli bedah membutuhkan observasi semalam atau pemeriksaan
tambahan
Tidak ada orang yang cocok untuk merawat pasien di rumah
Pasien yang mendapat anestesi spinal atau epidural hanya dapat dipulangkan ketika
fungsi motorik, sensorik dan simpatis kembali seperti sedia kala serta memiliki kemampuan
untuk mengosongkan kandung kemih, artinya blok telah hilang secara komplit.7
Berikut ini kriteria pemulangan pasien dengan teknik anestesi spinal atau epidural :
1) resolusi komplit terhadap anestesi sensori,
2) resolusi komplit terhadap blockade motorik,
3) tanda vital kembali ke status preanestesi,
4) status mental kembali ke status preanestesi,
5) manajemen adekuat terhadap nyeri pasca operasi,
6) tidak ada mual,
7) bisa buang air kecil, dan
8) bisa jalan tanpa bantuan asisten.7
13
BAB III
KESIMPULAN
Secara medis pasien yang dioperasi dan dianestesi, setelah pasca bedah tidak memerlukan
rawat inap. Resiko pada ambulatory anestesia sama besarnya dengan anestesia pada pasien rawat
inap. Tindakan bedah yang dilakukan pada pasien ambulatory anestesia umumnya tergolong
bedah minor, superfisial, tidak sulit dan cepat selesai. Walaupun demikian bedah ambulatory
anestesia tidak dapat dikaitkan dengan anestesia yang ringan. Anestesia juga harus dalam ( sama
untuk bedah rawat) agar pembedahan dapat dilakukan dengan baik, tidak tergesa-gesa dan aman.
Resiko anestesia yang terjadi pada bedah mayor juga mungkin terjadi pada bedah ambulatory
anestesia. Ketentuan anestesia yang diharapkan pada kasus ambulatory adalah masa pulih sadar
yang cepat, tanpa penyulit berat, selama atau pasca bedah sehingga pasien dapat dipulangkan
pada hari itu juga. Pelaksaan ini membutuhkan kerja sama dan ketelitian dokter bedah dalam
memilih dan mengevaluasi pasien pra bedah.2
Mengingat pasien harus dapat dipulangkan dengan aman, hendaknya tindakan bedah
ambulatory selain terbatas pada kelainan yang kecil juga pada keadaan umum pasien yang baik
(status fisik ASA 1 dan 2). Dokter anestesiologi harus pandai memilih obat serta teknik anestesia
sehinga pasien dapat cepat pulih sadar kembali tanpa efek samping seperti mual, muntah, atau
pusing kepala. Banyak rumah sakit sekarang cenderung melakukan lebih banyak pembedahan
14
atau ambulatory anestesia, karena memberi beberapa keuntungan pada pasien dan rumah sakit.
Bagi pasien dapat membantu menghemat biaya pengobatan , mengurangi resiko infeksi,
mengurangi stres karena tidak perlu berpisah dengan keluarga. Bagi rumah sakit pemakaian
tempat tidur lebih efektif dan efisien, dan juga memperpendek daftar tunggu pasien yang akan di
bedah.2
DAFTAR PUSTAKA
6. Mayfield J. 2002. Ambulatory anesthesia in : Huford WE, Bailin MT, Davison JK,
editors. Clinical anesthesia procedurs of the massachusets general hospital. Lippincott
William and Wilkin; 511-6
7. Urmey WF, Stanton J, Bassin P, Sharrock NE. 1997. The Direction of the Whitacre
Needle Aperture Affects the Extent and Duration of Isobaric Spinal Anesthesia. Anesth
Analg; 84:337–41
15
9. Anonim. Anestesia Anak Tanpa Mondok.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_AnestisiaAnakTanpaMondok.pdf/12_Anestisia
AnakTanpaMondok.html
10. Anonim. Guide Book Anesthesia. images.nicopoundra.multiply.multiplycontent.com/
/Guide%20Book%20ANESTESI.zip?... –
11.Anonim. Anestesi Rawat Jalan.
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Anaestesi/Anesthesi
%20RAWAT%20JALAN.pdf
16