Sunteți pe pagina 1din 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/313433640

PERSFEKTIF DEFINISI ENTREPRENEURSHIP

Article · August 2010

CITATIONS READS

0 2,366

1 author:

Margo Purnomo
Universitas Padjadjaran
28 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

insurance and business administration View project

entrepreneurship research and education View project

All content following this page was uploaded by Margo Purnomo on 08 February 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


66
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

PERSFEKTIF DEFINISI ENTREPRENEURSHIP

Oleh:
Margo Purnomo
Staf Pengajar Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis FISIP UNPAD
Pembina Yayasan Rumah Kewirausahaan dan Pengembangan Diri

ABSTRACT
Entrepreneurship becomes an interesting subject. This interest is driven by
several reasons. Among them is the pressure of the crisis, government programs, as well
as public demand for entrepreneurship either as interest or because the public uses to
support entrepreneurship education careers and their lives. However, whether the high
interest in entrepreneurship at the high rate of creation of new companies? And whether
they mean the same? In the sense that a person is self-employed when he founded the
company.
With regard to entrepreneurship and enterprising (business creation) in view of
the experts there are differences in perspective. Of the second term, there are experts
who think the same entrepreneurship and there is also a look at them differently. This
occurs because the field of entrepreneurship is growing. Attempts to define
entrepreneurship experts were much taken from different perspective. When steeped in
entrepreneurship, the authors found there were some problems and challenges in
defining entrepreneurship. The basic question is: "what are we talking about when we
talk about 'being' named entrepreneurship?" The answer to this question however, has
been and still is unclear, pending and overlap with other sub-fields.
In connection with the fact that entrepreneurship is currently studied in several
different disciplines and different opinions about its meaning was eventually emerge. In
this study the author discusses the definition of entrepreneurship is based on three views,
namely trait approach, behavioral approach and opportunity identification approach).

Key words : Entrepreneurship, enterprising, trait approach, behavioral approach,


opportunity identification approach).

PENDAHULUAN perkembangan. Pada masa Soekarno,


Ketertarikan pada entrepreneurship lebih populer dengan
entrepreneurship telah meningkat dalam kata berdikari. Pada masa Soeharto
dua dekade terakhir, terutama di pusat- umumnya diartikan kewiraswastaan.
pusat pendidikan bisnis dan lembaga- Dan pada masa reformasi,
lembaga swadaya masyarakat yang entrepreneurship dimaknai
membawa misi melakukan kewirausahaan (Purnomo, 2010).
pemberdayaan masyarakat. Di Indonesia, Terlepas dari perkembangannya, sejak
istilah entrepreneurship mengalami masa reformasi di Indonesia, pendidikan
67
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

dan pelatihan entrepreneurship banyak mendasarnya adalah: "apa yang kita


yang diselenggarakan secara singkat dan bicarakan ketika kita berbicara tentang
informal sampai ke pelosok desa. „makhluk‟ bernama entrepreneurship?"
Misalnya, seperti yang diselenggarakan Jawaban pertanyaan ini bagaimanapun,
oleh Rumah Kewirausahaan dan telah dan masih tidak jelas, tertunda dan
Pengembangan Diri (Rumah KPD) di tumpang tindih dengan sub bidang
Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa lainnya. Sehubungan dengan kenyataan
Barat. bahwa entrepreneurship saat ini telah
Entrepreneurship menjadi subjek dipelajari dalam beberapa disiplin ilmu
yang menarik. Ketertarikan ini didorong yang berbeda dan berbagai pendapat
oleh beberapa alasan. Diantaranya adalah tentang maknanya pun akhirnya muncul.
tekanan krisis, program pemerintah, serta Hal ini perlu dicermati secara
permintaan masyarakat terhadap serius karena mengancam legitimasi dan
entrepreneurship baik karena minat atau kelangsungan hidup dunia penelitian dan
karena masyarakat melihat kegunaan pendidikan bisnis. Seperti dalam
pendidikan entrepreneurship yang dapat penelitian empiris dan akademik,
menunjang karir dan kehidupan mereka. entrepreneurship masih menimbulkan
Namun, apakah tingginya minat terhadap pertanyaan. Murray (2001) mengkritisi
entrepreneurship sama dengan tingginya bidang kajian entrepreneurship sebagai
tingkat penciptaan perusahaan baru? Dan berikut:
apakah keduanya bermakna sama? Dalam “why does entrepreneurship as an
pengertian bahwa seseorang dikatakan academic field receive so much
berwirausaha jika ia mendirikan attention yet so little respect?. Is it
perusahaan. because entrepreneurship researchers
Berkenaan dengan are not as smart enough, as the
entrepreneurship (kewirausahaan) dan subject they study, or are they so
enterprising (penciptaan usaha) dalam much action oriented to commit to
pandangan para ahli memang ada scholarly demands? Does the
perbedaan persfektif. Terhadap kedua problem lie with a larger academy
istilah tersebut, para ahli that is parochial, conservative, and
entrepreneurship ada yang overly critical, or is it simply that the
menganggapnya sama dan ada juga yang field is too young?”
melihat keduanya secara berbeda. Hal ini Pertanyaan-pertanyaan di atas
terjadi karena bidang entrepreneurship muncul karena definisi entrepreneurship
sedang mengalami perkembangan. sangat beragam tergantung pada latar
Penulis sendiri dalam tulisan ini lebih belakang keilmuan para akademisi dan
memilih untuk menggunakan kata peneliti. Kirby (2004) menegaskan
entrepreneurship daripada bahwa fenomena entrepreneurship dapat
kewiraswastaan atau kewirausahaan. ditelusuri dari berbagai disiplin ilmu
Upaya-upaya para ahli mendefinisikan seperti ekonomi, sosiologi, keuangan,
entrepreneurship pun banyak ditempuh sejarah, psikologi, dan antropologi,
dari berbagai persfektif. Ketika dimana setiap ilmu tersebut
mendalami entrepreneurship, penulis menggunakan konsep dan kerangka
menemukan ada beberapa masalah dan entrepreneurshipnya masing-masing.
tantangan dalam mendefinisikan Bahkan Orser (2011) member persfektif
entrepreneurship. Pertanyaan baru entrepreneurship yaitu dari sudut
68
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

pandang feminist. Dalam peduli pada sumber daya yang saat ini
keanekaragaman persfektif tersebut sedang dikendalikan. Dalam pengertian
akhirnya kita bertanya, apakah ini, entrepreneurship seperti yang
entrepreneurship itu merupakan cabang dikatakan Kuratko dan Hodgetts (2004)
disiplin keilmuan tersebut di atas atau yaitu merupakan proses dinamis visi,
bukan? Jadi apa itu entrepreneurship? perubahan, dan penciptaan. Sedangkan
Sudah beberapa dekade upaya enterprising sendiri menurut keduanya
penelitian yang signifikan telah adalah kemampuan untuk menggunakan
dicurahkan untuk memahami usaha yang terorganisir guna
entrepreneurship. Yang dibuktikan oleh menciptakan nilai, dan penciptaan nilai
proliferasi jurnal kewirausahaan, asosiasi adalah entrepreneurship. Sehingga
profesional, bahkan konferensi dengan entrepreneurship dan enterprising
tingkat legitimasi akademik. Namun, dianggap sama serta istilahnya dapat
ulasan terakhir penelitian saling menggantikan.
entrepreneurship telah mengindikasikan Para ahli yang membedakan
kurangnya kesepakatan definisi entrepreneurship dengan enterprising
entrepreneurship sebagai bidang studi diantaranya adalah Mason (2000).
(Gartner, 1989). Kurangnya definisi Menurutnya, enterprising melibatkan
entrepreneurship yang diterima dengan langkah-langkah yang mendorong
baik sebagai bidang studi, dapat seseorang menjadi entrepreneur dan
menimbulkan masalah penelitian dalam melengkapi seseorang tersebut dengan
hal mengidentifikasi apa saja yang akan keterampilan-keterampilan yang
dipelajari dan mengapa dipelajari diperlukan guna kesuksesan bisnisnya.
(Venkataraman, 1997). Sebagai contoh, Inti enterprising adalah tentang
Markku (2002) menunjukkan bahwa penentuan peluang, menciptakan ide-ide
kurangnya kesepakatan dasar mengenai baru dan memiliki kepercayaan diri dan
siapa itu entrepreneur telah menyebabkan kemampuan untuk mengubah ide-ide
pemilihan sampel "entrepreneur" yang baru tersebut menjadi karya nyata
tidak homogen. Berikut adalah upaya (Nixon, 2004). Dengan kata lain, bagi
yang dapat kita lakukan untuk memahami sebagian orang, enterprisisng adalah
entrepreneurship. tentang „a culture of making things
ENTREPRENEURSHIP, better’ (Kobia & Sakalieh, 2010). Secara
ENTERPRISING dan OPPORTUNITY singkat Chitty (2009) menekankan bahwa
Coulter (2001) melihat istilah enterprising mendahului
entrepreneurship dan enterprising enterpreneurship. Selebihnya Chitty juga
sebagai istilah yang tidak ada bedanya. berpendapat bahwa seorang enterprising
Serupa dalam makna dan praktek. individuals akan memahami posisi
Coulter berpandangan bahwa mereka pada waktu dan tempat yang
entrepreneurship adalah proses dimana tepat serta memiliki ide yang baik atas
seorang individu atau sekelompok apa yang sebaiknya terlihat. Mereka juga
individu menggunakan upaya dan sarana memiliki keberanian, kepercayaan diri,
yang terorganisir untuk mengejar peluang keterampilan, organisasi dan dukungan
guna menciptakan nilai dan pertumbuhan untuk mengambil tindakan guna
dengan cara memenuhi keinginan- mempersempit kesenjangan antara posisi
keinginan dan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan posisi di mana mereka
melalui inovasi dan keunikan, serta tidak sebaiknya menjadi. Dalam hal ini, setelah
69
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

enterprising terbentuk dalam diri pendidikan, jaringan dan adanya teladan.


seseorang, maka selanjutnya muncul Dalam ODE, pertumbuhan ekonomi juga
entrepreneurship. Di sini penulis melihat dapat memotivasi individu untuk masuk
keduanya sebagai istilah berbeda dan ke dunia bisnis. Adalah fakta dilapangan
saling terkait. bahwa jika perekonomian suatu negara
Di sisi lain, perlu juga kita berkembang maka akan menambah
mempertimbangkan tentang adanya tingkat permintaan barang dan jasa,
hubungan antara enterprising dengan sehingga akan memunculkan minat
peluang (opportunity). Peluang dalam masyarakat untuk memanfaatkan peluang
entrepreneurship merupakan prasyarat yang ada dengan cara membuka usaha
(Kobia dan Sakalieh, 2010). Menurut baru atau meningkatkan intrapreneurship.
kedua ahli ini, peluang entrepreneurship Di sisi lain, NED erat kaitannya
memiliki bentuk dan mewujud dengan dengan kebutuhan untuk realisasi diri dan
cara yang berbeda. Peluang kemerdekaan diri karena suatu keadaan
entrepreneurship adalah rangkaian proses tertentu seperti, kurangnya lapangan
mengembangkan ide, penilaian daya kerja (Murray, 2001), korban PHK,
tarik, menggunakan strategi yang paling pensiun, dan krisis. Kebutuhan untuk
tepat dalam mengimplementasikan ide, bertahan hidup mengarahkan seseorang
pengelolaan dan pertumbuhan ide. untuk terlibat dalam aktivitas
Namun, perlu dimaklum juga bahwa pada entrepreneurial sehingga akhirnya ia
kenyataannya apa yang dianggap sebagai terlibat dalam entrepreneurship.
peluang entrepreneurship akan berbeda Berdasarkan pada situasi ODE dan NED,
antar individu. Dan setiap orang juga jadi muncul pertanyaan apa itu
merespon peluang entrepreneurship entrepreneurship?
secara berbeda. Atas pertimbangan
tersebut serta mengacu pada Kobia dan UPAYA MENDEFINISIKAN KONSEP
Sakalieh (2010), entrepreneurship dapat ENTREPRENEURSHIP
dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu: Jika mencermati definisi
opportunity-driven entrepreneurship entrepreneurship selama ini, definisi
(ODE) dan necessity-driven entrepreneurship dapat dikategorikan
entrepreneurship (NDE). dalam beberapa fokus pendekatan.
ODE terbentuk karena ada upaya Davidsson (2003) dalam Kobia dan
untuk melihat peluang yang eksis dalam Sakalieh (2010) mengamati bahwa
bentuk ide-ide bisnis atau individu- definisi entrepreneurship ada yang
individu yang mampu melihatnya, lalu berdasarkan pada keterampilan-
mengeksploitasi peluang tersebut dengan keterampilan tertentu yang menjadi ciri
menciptakan usaha baru untuk khas para entrepreneur; berdasarkan pada
merealisasikan ide (Bygrave, 1997). Jadi proses dan kejadian-kejadian tertentu
ODE sangat bergantung kemampuan yang melekat dalam entrepreneurship;
seseorang menemukan ide. Mereka dan berdasarkan pada hasil akhir yang
adalah orang-orang yang fokus dicapai dalam entrepreneurship.
mengembangkan pemahaman tentang Sebagian besar definisi yang ada
lingkungan bisnisnya secara terus saat ini merupakan campuran dari
menerus. Di antara mereka, ada yang ketiganya. Misalnya, Hindle dan
memiliki pengalaman sebelumnya seperti Rushworth mendefinisikan
latar belakang bisnis orang tua, “entrepreneurship is an activity which
70
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

leads to the creation and management of perilaku (behavioral approach) dan


a new organization designed to pursue a pendekatan identifikasi kesempatan
unique, innovative opportunity” (Hindle (opportunity identification approach).
dan Rushworth, 2000). Dalam definisi
tersebut, terlihat bahwa organisasi A. Pendekatan Sifat (The traits
perusahaan yang muncul merupakan hasil approach)
dari entrepreneurship. Namun, bagi ahli Pendekatan sifat diusung oleh
lain, entrepreneurship secara fundamental mazhab psikologis. Berdasarkan definisi
adalah tentang penggunaan usaha untuk dari Bjerke (2007), kepribadian dapat
menciptakan bisnis baru, "can-do didefinisikan sebagai pola-pola dan
organizations" dan jasa (Nixon, 2004). regularitas dalam aksi. Karena
Dalam persfektif ini, perusahaan entrepreneur adalah katalis bagi
merupakan sarana entrepreneurship. entrepreneurship, mazhab ini
Dalam hal ini, penting untuk dicatat menekankan bahwa setiap orang akan
bahwa sudah menjadi hal umum untuk mengeksploitasi peluang. Oleh sebab itu
difahami bahwa para entrepreneur itu mereka akan berperilaku secara
"melayani sebagai agen perubahan, entrepreneurial karena sifat-sifat mereka
menyediakan ide-ide kreatif dan inovatif mengarahkan mereka membuat
untuk perusahaan bisnis, serta membantu keputusan yang berbeda ketika merespon
bisnis tumbuh dan jadi menguntungkan" peluang antara yang satu dengan yang
(Kuratko dan Hodgetts, 2004). Aksi-aksi lain, bahkan jika mereka memiliki
untuk menjadi seorang entrepreneur informasi dan keterampilan yang sama
adalah “kemampuan untuk menciptakan (Frese, 2007; Shane, 2007). Berdasarkan
dan membangun sebuah visi dari situasi tersebut, banyak penelitian di
ketiadaan" (Timmons, 1994:7) menjadi bidang kewirausahaan yang
sebuah perusahaan. Oleh karena itu, memfokuskan pada sifat kepribadian
adalah penting bagi setiap orang yang entrepreneur. Peneliti pada mazhab ini
berminat dengan entrepreneurship umumnya bertanya:
khususnya para pembuat kebijakan, “why do certain individuals start
memiliki pemahaman yang jelas tentang firms when others under similar
apa itu entrepreneur dan entrepreneurial conditions, do not? Are individuals
activity agar tepat sasaran dalam born with certain characteristics
mendorong entrepreneurship. that predispose them to
Contoh definisi di atas membantu entrepreneurial endeavors? Is there
kita dalam memahami dan mengkonsep- a set of traits that can be attributed
tualisasikan arti entrepreneurship. to an entrepreneurial personality”
Memang, entrepreneurship sebagai These kinds of questions force
bidang kajian akademik adalah bidang researchers to answer the question,
studi yang relatif baru dan definisinya who is an entrepreneur?” (Gartner,
masih tetap menjadi perdebatan. Namun 1989)
demikian, disini penulis berupaya Pendekatan sifat merupakan
memahami entrepreneurship berdasarkan upaya yang ditempuh peneliti untuk
tiga pendekatan seperti yang disarankan menjawab pertanyaan “Siapa itu
oleh (Kobia & Sakalieh, 2010). Tiga entrepreneur?”. Entrepreneur dalam
pendekatan tersebut adalah: pendekatan pendekatan ini diasumsikan sebagai
sifat (trait approach), pendekatan orang yang memiliki tipe kepribadian,
71
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

motif-motif, dan insentif-insentif tertentu. sekedar ingin atau butuh berprestasi.


Dengan menggunakan atribut psikologis, Seringkali karena kuatnya hasrat untuk
banyak peneliti menemukan aspek-aspek berprestasi membuat seseorang hanya
penting yang tidak bisa dikesampingkan. berfokus pada dirinya-sendiri. Mereka
Misalnya atribut kepribadian yang paling kurang peduli dan kurang mampu
banyak ditemukan pada entrepreneur bekerjasama dengan pihak-pihak lain
dalam penelitian kuantitatif maupun yang justru berkontribusi pada
kualitatif adalah kebutuhan untuk kesuksesan dalam pencapaian sasaran.
berprestasi (need for achievement); lokus Padahal aktivitas entrepreneurial dan
kendali (locus of control); dan kesuksesannya melekat dalam konteks
kecenderungan untuk mengambil resiko social (Purnomo, 2012; Klyver, 2012).
(risk-taking propensity) (Carland, et al., Pada titik keadaan ini entrepreneurship
1984; Stewart, et al, 1999; Orser, 2011). bukan lagi sebuah aktivitas tetapi sudah
Pertama kita akan membahas merupakan sebuah proses. Proses penting
tentang kebutuhan untuk berprestasi/NFA bagi enterprising individual untuk
(need for achievement). NFA merupakan bekerjasama dengan para stakeholder
atribut yang telah teridentifikasi sejak kesuksesan entrepreneurial dalam rangka
temuan awalnya oleh McClelland pada menciptakan nilai yang dikreasikan
tahun 1961. McClelland menyebutnya N- dengan dan didedikasikan untuk mereka.
Ach. Konstruk ini menekankan bahwa Sehingga dalam situasi seperti ini,
dalam posisi sebagai seorang kemungkinan adanya hubungan antara
entrepreneur, seseorang akan memiliki NFA dengan kecenderungan untuk
kebutuhan untuk berprestasi yang lebih memulai sebuah organisasi
tinggi daripada posisi lain, misalnya entrepreneurial perlu penelitian labih
manajer (Collins, 2002; Stewart, et al., lanjut.
2003). Seseorang yang memiliki orientasi Meskipun seseorang memiliki
NFA yang tinggi cenderung menjadi hasrat berprestasi yang sangat kuat serta
entrepreneur dalam pengertian klasik, bertindak sangat entrepreneurial, ia akan
mereka membuat target sendiri dan menghadapi kesulitan ketika menjelaskan
proaktif dalam memenuhi target (Begley motivasi entrepreneurial kepada pihak
dan Boyd, 1987; Wu, 1989). Oleh karena lain yang memiliki latar belakang
itu, menurut Shane (2007) kebutuhan pekerjaan yang berbeda. Selain itu, Kobia
berprestasi akan melibatkan aktivitas dan Sakalieh (2010) mengingatkan
goal-setting, perencanaan, pengumpulan bahwa sangat penting
informasi serta mengharuskan adanya mempertimbangkan perbedaan sikap
pengarahan yang berkelanjutan sampai terhadap prestasi dalam budaya yang
prestasi tercapai. Aktivitas-aktivitas berbeda. Berdasarkan penjelasan di atas,
tersebut berlaku pada ODE dan NDE, muncul pertanyaan apakah kebutuhan
serta tergantung pada tingkat kemampuan NFA mengarahkan seseorang untuk
masing-masing. mencari peluang entrepreneurial yang
Walaupun penelitian empiris sulit atau sebaliknya? Pola hubungan atau
menunjukkan adanya hubungan yang erat pengaruh keduanya perlu ditelaah lebih
antara entrepreneurship dengan lanjut agar entrepreneurship dapat
kebutuhan berprestasi (Lau dan Busenitz, dijelaskan dengan tepat.
2001; Lee dan Tsang, 2001), namun Kedua, lokus kendali (locus of
kesuksesan entrepreneurial bukan hanya control). Mengacu pada mazhab perilaku,
72
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

seseorang berkeyakinan bahwa suatu Pada situasi tertentu, mereka cenderung


hasil diperoleh kemampuan untuk akan mencari peluang daripada resiko,
mengendalikan factor-faktor internal atau aktif dalam aktivitas entrepreneurial,
eksternal. Seseorang yang memiliki lokus merasa mampu menuntaskan hambatan
kendali internal (LKI) yang kuat akan dan masalah, serta akan mengantisipasi
berkeyakinan bahwa sebuah pencapaian hasil-hasil yang positif. Sedangkan
tergantung pada perilakunya atau seseorang dengan SE yang rendah
karakteristik permanen. Kepercayaannya cenderung akan mempertimbangkan
ini membuat ia dapat memanipulasi biaya, resiko, dan menghindari aktivitas
lingkungan dengan tindakannya serta ia entrepreneurial. Sampai disini penulis
sangat yakin bahwa tanggung jawab melihat bahwa dalam entrepreneurship
takdir tergantung pada dirinya sendiri. LKI tidak bisa sendiri. LKI sebaiknya
Takdir ada dalam genggamannya. bersama-sama dipaketkan dengan SE
Sebaliknya, seseorang yang memiliki atau NFA.
lokus kendali eksternal (LKE) Meskipun penjelasan di atas
mempercayai bahwa pencapaian akan mengilustrasikan adanya hubungan
sesuatu hal tidak sepenuhnya karena apa antara LKI dengan entrepreneurship,
yang telah ia perbuat. Akan tetapi namun kenyataannya orang yang
berkaitan juga dengan aspek-aspek diluar memiliki hasrat berprestasi yang tinggi
kendali dirinya seperti nasib, juga menunjukkan LKI. Jadi disini ada
keberuntungan dan kesempatan. konflik, mana yang paling fundamental
Hasil penelitian Boone, et al. dalam entrepreneurship, apakah LKI atau
(2000), Lee dan Tsang (2001) serta Low NFA? Selain itu, LKI juga menghadapi
dan McMillan (2001) menujukkan bahwa kendala secara eksternal. Misalnya, guna
ada hubungan antara LKI dengan memiliki kendali seseorang harus
entrepreneurship. Hal ini berarti, para mempunyai pengetahuan, keterampilan
entrepreneur meyakini akan dan pengalaman dalam mengendalikan
kemampuannya untuk menginisiasi dan suatu pekerjaan atau tugas. Ia juga akan
menyelesaikan setiap ide atau memperoleh hambatan dalam
pekerjaannya. Orang-orang yang mengakuisisi keterampilan
memiliki LKI sangat percaya akan mengendalikan baik secara interpersonal,
keinginan, kemampuan dan aksinya. social, ekonomi, politik, dan
Mereka menciptakan strateginya sendiri organisasional. Dengan demikian tampak
dalam mengelola setiap ide atau bahwa LKI tidak mumpuni dalam
pekerjaan entrepreneurialnya sampai menjelaskan mengapa seseorang
tuntas. Mereka sangat mandiri bahkan berperilaku entrepreneurial? Hal ini
melakukan perubahan ketika orang lain tentunya juga berlaku dalam ODE dan
dirasa menghambat. Berkaitan dengan NDE.
kepercayaan diri, para ahli lain juga Ketiga, para peneliti melihat
menemukan ada konstruk lain yang mirip bahwa seorang entrepreneur memiliki
dengan LKI, yaitu self-efficacy/SE kecenderungan untuk mengambil
(Scherer, et al., 1989; Boyd dan Vozikis, resiko/RTP (risk-taking propensity). Pada
1994; Chen, et al., 1998). Mereka atribut ini, penulis memilih menyebut
melaporkan bahwa seseorang dengan SE entrepreneur sebagai penghitung resiko
yang tinggi yakin akan kemampuannya daripada pengambil resiko. Karena pada
untuk bertindak seperti entrepreneur. aspek kepribadian ini sesungguhnya
73
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

berkenaan dengan keinginan seseorang dan lokus kendali di atas, maka penulis
untuk mengukur sebelum ia terlibat melihat bahwa kesuksesan kinerja
dalam aktivitas yang memiliki resiko pengambilan resiko bagaimanapun juga
(Shane, 2007). Seseorang yang memiliki merupakan interaksi antara individu,
RTP tinggi cenderung akan peluang dan lingkungan.
mengeksploitasi peluang entrepreneurial, Pada mazhab ini terlihat bahwa
karena keberanian menanggung resiko ada hubungan antara pendekatan sifat
adalah aspek fundamental dalam dengan entrepreneurship. Para
entrepreneurship (Schere, 1982; Wu, entrepreneur adalah individu yang
1989; Amit, et al., 2003; Begley, 1995; memiliki sifat-sifat tertentu seperti telah
Van Praag dan Cramer, 2001; Stewart dan dijelaskan di atas. Namun pendekatan
Roth, 2001, Orser et al., 2011). Misalnya, sifat ini memperoleh pertanyaan,
mereka meninggalkan posisi sebagai top misalnya dari Miller (1998). Ia
eksekutif di sebuah perusahaan dan berargumen bahwa jika pendekatan sifat
memutuskan untuk menginvestasikan memunculkan karakteristik umum para
bahkan meminjam uang guna mendirikan entrepreneur maka mereka yang tidak
dan mengelola perusahaan sendiri dengan memiliki karakteristik umum itu tidak
masa depan yang tidak pasti. Stewart dan termasuk dalam entrepreneur. Padahal
Roth (2001) juga melaporkan bahwa RTP setiap individu memiliki potensi
pada entrepreneur lebih tinggi daripada karakteristik sebagai entrepreneur.
manajer. Sehingga Gartner (1989) lebih keras lagi
Meskipun demikian, Sexton dan berargumen bahwa pendekatan sifat
Bowman (1985) berpandangan bahwa berupaya mencari jawaban atas
entrepreneur dan manajer itu sama saja. pertanyaan penelitian yang salah “siapa
Mereka sama-sama pengambil resiko itu entrepreneur?”. Berdasarkan
moderat terhadap resiko yang sedang penelitian terbaru, Rauch dan Frese
mereka hadapi. Karena Markku (2002) (2007) menunjukkan bahwa factor-faktor
menunjukkan bahwa setiap individu kepribadian berperan dalam menjelaskan
memiliki gaya kognitif yang berbeda penciptaan sebuah bisnis.
dalam menyikapi pengambilan resiko. Sampai sekarang jelas terlihat
Pendapat lain juga menyatakan bahwa bahwa sifat-sifat psikologis masih
adalah berbeda antara tindakan menjadi perdebatan dan evaluasi.
mengambil resiko (act of risk taking) Sehingga kurang baik bagi kita untuk
dengan aktif mencari pekerjaan beresiko membedakan entrepreneur dengan
(actively seeking risk assignment) (Kobia manajer atau populasi lain. Para peneliti
& Sakalieh, 2010). Disini terlihat adanya pun masih belum mengetahui dengan
ketidakesepakatan dalam atribut pasti sifat kepribadian apa yang
pengambilan resiko entrepreneurial. membedakan antara entrepreneur dengan
Memang benar bahwa entrepreneur pemilik usaha mikro kecil dan menengah.
cenderung akan mengambil resiko yang Sifat apa saja yang dominan
lebih tinggi daripada yang lain. Tapi mengarahkan seseorang menciptakan
dengan seperti itu, jadi perlu ada yang bisnis. Pada tahap apa sifat-sifat itu
menetapkan siapa yang memiliki kinerja nampak dalam fase kehidupan seseorang.
pengambilan resiko yang lebih baik Dan terakhir ada juga peneliti yang
dalam aktivitas entrepreneurial. Jika menganggap bahwa suatu sifat tertentu
mengacu pada penjelasan atribut NFA
74
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

dapat dibentuk oleh lingkungan (Markku, disebut sebagai entrepreneur adalah


2002). seseorang yang menetapkan dan
Entrepreneurship dalam persfektif mengelola sebuah bisnis dengan tujuan
atribut kepribadian memang masih utama profit dan pertumbuhan, dengan
kontradiktif. Namun disini terlihat karakteristik utama berperilaku inovatif
bahwa entrepreneur dipandang sebagai dan melakukan praktek-praktek
orang-orang special yang meraih sesuatu manajemen strategis. Berdasarkan pada
hal yang tidak dapat diperoleh oleh definisi tersebut, dalam pendekatan ini
orang-orang pada umumnya melalui entrepreneurship dipandang dalam
kualitas special tertentu yang ada di persfektif penciptaan organisasi/CO
dalam dirinya. Pendekatan sifat juga (creating organization). Perlu digaris
memberikan peneliti poin-poin sistematis bawahi bahwa CO merupakan kejadian
dalam upaya memahami yang kontekstual. Bjerke (2007)
entrepreneurship. Kritik pada pendekatan menyatakan bahwa CO merupakan hasil
ini justru memberikan peluang bagi para dari pengaruh perubahan social, ekonomi,
ahli untuk memfokuskan kembali perkembangan pasar, saluran distribusi,
pemikiran mereka tentang dan teknologi.
entrepreneurship. Memahami entrepreneurship dari
Secara ringkas, pendekatan ini persfektif CO bukan tanpa kritik. Para
merupakan pendekatan klasik terhadap ahli juga banyak yang memberi kritisi
entrepreneurship. Pemahaman umum secara positif dan negatif (Coulter, 2001;
bahwa seorang entrepreneur itu memilki Zimmerer dan Scarborough, 2002; Bjerke
atribut NFA, LKI dan pengambil resiko dan Hultman, 2002). Misalnya kritisi dari
belum merupakan sebuah ketetapan Bjerke dan Hultman (2002) yang
(Kobia & Sakalieh, 2010). Walaupun menyatakan bahwa dengan pendekatan
ketiganya ditemukan dalam banyak ini tidak mudah membuat gambaran
penelitian namun belum ada peneliti yang umum proses entrepreneurial. Karena
mengklaim bahwa ketiganya dapat entrepreneur sendiri adalah bagian dari
diaplikasikan secara umum. Pendekatan proses komplek lahirnya organisasi baru,
ini merupakan pendekatan statis, padahal misalnya sebuah perusahaan. Jadi,
entreprneurship merupakan sebuah perusahaan itu hasil dari
proses yang dinamis dan ada dalam entrepreneurship. Karenanya penciptaan
lingkungan social. sebuah organisasi adalah salah satu
bentuk perilaku entrepreneurship.
B. Pendekatan Perilaku (The Guna memahami
behavioral approach) entrepreneurship, pendekatan perilaku
Pendekatan perilaku muncul memperlakukan organisasi sebagai
karena adanya kritisi pada pendekatan bidang analisis utama, dan individu
sifat dalam mendefinisikan dilihat dalam kerangka serangkaian
entrepreneurship. Para peneliti dalam aktivitas yang memungkinkan organisasi
pendekatan ini tidak mempertanyakan mewujud (Gartner, 1985). Menurut
“siapa itu entrepreneur?”, tetapi berusaha Murray (2001), Pertanyaan penelitian
mengungkap “apa saja yang dilakukan yang utama disini adalah “Bagaimana
para entrepreneur?” (Carland, et al., sebuah organisasi dapat eksis?”. Dengan
1988; Gartner, 1989). Di sini menurut pertanyaan utama seperti itu, peneliti
Carland, et al., (1984) mereka yang akan menempatkan entrepreneur dalam
75
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

proses penciptaan perusahaan baru. pengorganisasian, dan jumlah sumber


Peneliti akan meneliti serangkaian daya manusia yang terlibat (Shane,
tindakan yang dilakukan entrepreneur 2007). Guna memaksimalkan eksploitasi
untuk menghasilkan sebuah perusahaan peluang maka ada beberapa alternatif
dalam proses penciptaan organisasi. Pada upaya yang dapat dilakukan para
situasi tersebut, Vesper (1980) entrepreneur. Sehingga dengan upaya
memandang bahwa dengan adanya CO tersebut diharapkan dapat tercipta
berati entrepreneurship mampu organisasi baru. Menurut Baron dan
memisahkan diri dari disiplin yang lain. Shane (2005), peningkatan kesadaran
Reorientasi pendekatan perilaku terhadap melihat peluang pada seorang
entrepreneurship diawali dengan entrepreneur dapat ditempuh dengan
mempertanyakan peran entrepreneur upaya sebagai berikut: membangun
dalam mewujudkan sebuah organisasi. pengetahuan yang luas dan kaya;
Menciptakan organisasi akan melalui pengorgansasian pengetahuan;
proses dinamis yang melibatkan aktivitas meningkatkan akses terhadap informasi;
seperti mengumpulkan menciptakan koneksi antar pemilik
perlengkapan/peralatan, menetapkan pengetahuan; membangun practical
proses produksi, menarik perhatian intelligence; dan memadukan antusiasme
karyawan, dan mengurus aspek legal dengan kesadaran gagal.
organisasi (Shane, 2007). Entrepreneur Dengan demikian terlihat bahwa
juga perlu melakukan perencanaan guna peluang entrepreneurial itu muncul
menghadapi ketidakpastian dan asimetri karena adanya beragam factor. Juga
informasi dalam mengelola sumber daya secara singkat dapat dikatakan bahwa
manusia, fisik dan keuangan, yang peneliti dalam pendekatan ini mengamati
pastinya akan ditemukan ketika bagaimana entrepreneur dalam proses
mengeksploitasi peluang (Reynolds dan menciptakan organisasi baru, bukan
White, 1997). Perencaaan juga akan menciptakan bisnis atau peluang baru.
membantu entrepreneur dalam Fokus penelitian lain dalam
mengartikulasikan visinya sehingga pendekatan perilaku adalah perbedaaan
pertumbuhan dapat terlihat (Baum, et al., tipe organisasi yang diciptakan oleh para
1998). entrepreneur, yang akhirnya membentuk
Aspek penting lainnya dalam CO tipe entrepreneur. Masalahnya disini
adalah mode eksploitasi peluang. adalah organisasi tidak hanya dibuat oleh
Keputusan dalam hal ini didorong oleh para entrepreneur. Bisa saja organisasi
adanya penemuan sebagai diri yang dibuat oleh manajer, politisi, artis, dan
bebas (Kobia dan Sakalieh, 2010). Ada pemuka agama. Bisa jadi mereka itu
beberapa aspek dalam mengeksploitasi tidak memiliki aspek-aspek untuk disebut
peluang. Diantaranya adalah keputusan sebagai entrepreneur. Menyadari keadaan
untuk melakukan spin-off dan risk ini, para ahli pendekatan perilaku baiknya
adjusted expected value (Bhide, 2000; tidak puas dengan pernyataan sederhana
Audretsch, 2001; Lowe; 2001); bahwa entrepreneur adalah pencipta
ketidakpastian peluang dan keradikalan organisasi. Jika hanya memandang
peluang (Hendersen, 1993; Christiansen entrepreneurship sebagai sebuah peran
dan Bower, 1996; Shane, 2001); yang dilakukan seseorang untuk
mengintegrasikan proses, memilih bentuk menciptakan organisasi tentunya belum
legalitas organisasi, menetapkan ukuran lengkap. Akan lebih sempurna
76
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

menjelaskan entrepreneurship ketika Venkataraman (1997) berpendapat


dikaitkan dengan sifat-sifat seseorang dan bahwa bidang studi entrepreneurship
aspek lingkungan. Oleh karena itu, masih merupakan misteri karena
sangat penting untuk memahami proses banyaknya definisi yang diberikan oleh
entrepreneurial. Entrepreneur dapat para peneliti. Ia lalu memberikan
dibedakan dengan manajer berdasarkan pendekatan alternatif untuk memahami
niatnya. Ada tiga krakteristik yang definisi entrepreneurship. Pendekatan itu
berbeda dalam aktivitas proses adalah identifikasi peluang.
entrepreneurial, yaitu motivasi dan niat Venkataraman (1997) berargumen bahwa
untuk menciptakan kesejahteraan dan dalam bidang studi ekonomi, para
akumulasi modal; kemampuan mengenali ekonom tidak mendefinisikan ekonomi
peluang guna menciptakan kesejahteraan; dengan mendefinisikan para alokator
dan penentu peluang mana yang sumber daya. Begitu juga para sosiolog
sebaiknya direalisasikan (Shane, 2007). tidak mendefinisikan sosiologi dengan
Kritisi lain dikemukakan oleh Amit mendefinsisikan society-nya. Oleh sebab
(1993). Ia menyatakan bahwa pendekatan itu, merupakan sebuah kesalahan jika
perilaku telah gagal membedakan para peneliti entrepreneurship
entrepreneur dengan manajer, serta mendefinisikan entrepreneurship dengan
pendekatan tidak memberikan kejelasan mendefinisikan para entrepreneur.
kapan entrepreneurship berakhir dengan Definisi sebaiknya berkenaan
menciptakan organisasi. dengan masalah utama yang sangat
Masalah pendefinisian diperhatikan serta bagaimana
entrepreneurship berdasarkan pendekatan memahaminya. Masalah utama menurut
sifat dan perilaku adalah tidak Venkataraman (1997) adalah “the
memberikan gambaran utuh terhadap absence of the current market for future
entrepreneurship (Venkataraman, 1997). goods and services, and how these goods
Keduanya menjelaskan secara parsial. manage to came into existence is in itself
Seperti kisah kumpulan orang buta yang incomplete”. Berdasarkan pandangannya
menjelaskan gajah. Menguji pertanyaan tersebut maka sebaiknya para peneliti
“mengapa seseorang menciptakan sebuah berusaha memahami bagimana peluang
organisasi?”, dan “bagimana mereka (opportunity) ditemukan, diciptakan,
perbedaan mereka dengan yang tidak dieksploitasi dan oleh siapa
menciptakan organisasi?”, tidak (Venkataraman, 1997; Shane dan
memberikan penjelasan tentang Venkataraman, 2000; Eckhardt dan
pertanyaan “bagaimana keberlanjutan Shane, 2003). Karena peluang akan
perilaku mereka pada masa awal menjadi gerbang bagi terwujudnya
organisasi berdiri dan selama organisasi barang dan jasa di masa depan. Jadi
berdiri?”. Dengan mengetahui jawaban peluang entrepreneurial merupakan suatu
pada pertanyaan terakhir akan membantu situasi dimana seseorang mampu
dalam menjawab pertanyaan “mengapa menciptakan kerangka kombinasi baru
organisasi yang dibuat ada yang sukses yang bernilai pada sumber daya, dengan
meningkat dan ada yang gagal?” kombinasi baru itu para entrepreneur
meyakini dapat menghasilkan
C. Pendekatan identifikasi Peluang keuntungan (profit) (Shane, 2007). Pada
(The opportunity identification situasi ini terlihat bahwa entrepreneurship
approach) melibatkan perpaduan entrepreneurial
77
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

opportunities dan enterprising signifikan pada usaha baru yang dirintis


individuals. oleh entrepreneur, khususnya berkaitan
Kondisi tersebut selaras dengan dengan alokasi resiko; Adanya persepsi
pendapat Schumpeter (1976) yang insentif akan memotivasi seseorang untuk
mengindikasikan bahwa dalam mengeksploitasi peluang sementara orang
kewirausahaan harus ada innovative lain tidak melakukan; dan ketika
enterprising individual dan lucrative opportunity cost rendah, akan ada
opportunities dalam pasar yang inefisien. kecenderungan pada seorang individu
Pasar yang inefisien menyediakan untuk mengambil resiko. Kemauan untuk
peluang bagi entrepreneur untuk mengambil resiko berkaitan juga dengan
dieksploitasi ketidakefisienannya dalam latar belakang keluarga, sosialisasi awal
rangka menciptakan kesejahteraan. memasuki dunia bisnis, factor ekonomi,
Mendahului Schumpeter, Arrow (1976) ODE, NDE (Kolvered, 1996; Gibb, 2001,
mengemukakan bahwa peluang bagi Kobia dan Sakalieh, 2010). Pada keadaan
ditemukannya atau diciptakannya barang tersebut, entrepreneur dapat didefinisikan
dan jasa untuk masa depan akan terjadi sebagai seseorang yang kreatif dalam
karena pengetahuan, informasi, dan menemukan jalan untuk menambah
inovasi terdahulu yang tersebar pada kesejateraan, kekuasaan dan prestise
market participants. Situasi ini disebut dirinya. Kemudian jika ia berlatar
juga Kirznerian Opportunities. belakang dari keluarga entrepreneur besar
Kobia dan Sakalieh (2010) kemungkinan untuk menjadi entrepreneur
melihat bahwa Schumpeterian dan juga.
Kirznerian tidak menyepakati tentang Paparan tiga pendekatan di atas
eksistensi peluang entrepreneurial, menunjukkan kepada kita bahwa definisi
apakah karena perbedaan kemampuan entrepreneurship berdasarkan pendekatan
individu terhadap akses informasi, atau identifikasi peluang menjanjikan para
karena perbedaan dalam kepemilikan peneliti dan akademisi makna
informasi. Begitu juga kita dapat entrepreneurship yang utuh. Di dalamnya
temukan bahwa informasi yang sama mencakup kombinasi antara kumpulan
pada seseorang akan diproses berbeda sifat dan perilaku pada individu yang
oleh orang lain. Sehingga pertanyaan berupaya mengidentifikasi peluang dalam
dalam pendekatan ini adalah “mengapa lingkungan bisnis. Oleh sebab itu, Kobia
seseorang mengeksploitasi peluang dan Sakalieh (2010) menyarankan kepada
sedangkan yang lain tidak?” para peneliti agar mengembangkan
Jawaban pada pertanyaan tersebut kerangka kerja umum dalam pendekatan
telah diupayakan oleh para ahli. Ha itu ini berkenaan dengan: karakteristik
terjadi karena adanya perbedaan kognitif, peluang, individu yang menemukan dan
insentif, dan opportunity cost antar mengeksploitasi peluang, proses akuisisi
individu. Semuanya mempengaruhi sumber daya dan pengorganisasiannya,
seseorang untuk mencari dan serta strategi yang digunakan untuk
mengeksploitasi peluang, serta mengeksploitasi dan melindungi profit.
menentukan sukses tidaknya proses Pembahasan ketiga pendekatan di
eksploitasi peluang entrepreneurial atas juga menunjukkan kepada kita
(Shaver dan Scott, 2001; Shane, 2007). tentang kompleksitas entrepreneurship.
Perbedaan kemampuan kognitif untuk Entrepreneurship tidak bisa didefinisikan
menganalisa informasi pasar berpengaruh dengan satu pendekatan. Bahkan
78
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

entrepreneurship dikaji dalam beberapa entrepreneurship research”, Journal


disiplin ilmu seperti ekonomi, psikologi, of Management Studies, Vol. 30
sosiologi, dan antropologi. Sampai No. 5, pp. 815-33.
dengan saat ini, definisi entrepreneurship Arrow, K.J. (1976), “Limited knowledge
yang memiliki legitimasi akademik masih and economic analysis”, American
sedang diperjuangkan para peneliti. Economic Review, Vol. 64 No. 1,
pp. 1-10.
Audretsch, D. (2001), “Research issues
PENUTUP relating to structure, competition,
Definisi entrepreneurship yang and performance of small
disepakati masih sedang diperjuangkan. technology-based firms”, Small
Penting bagi peneliti untuk Business Economics, Vol. 16, pp.
mengertikulasikan keyakinannya 37-51.
terhadap entrepreneurship guna Baron, R.A. and Shane, S.A. (2005),
mengenali bahwa keyakinannya itu akan Entrepreneurship: A Process
berpengaruh pada pertanyaan Perspective, Thomson South
penelitiannya. Karena entrepreneurship Western, Mason, OH.
tergolong bidang studi yang relative baru Baum, J.R., Locke, E.A. and Kirkpatrick,
maka upaya untuk mendefinisikan S. (1998), “A longitudinal study of
entrepreneurship pastinya akan menjadi the relation of vision and vision
gairah tersendiri bagi para peneliti. communication to venture growth
Bahkan disini akan melibatkan para ahli in entrepreneurial firms”, Journal of
dari disiplin ilmu yang beragam. Hal ini Applied Psychology, Vol. 83 No. 1,
juga yang pada akhirnya menjadi sebab pp. 43-54.
sulitnya mendefinisikan siapa itu Begley, J.M. (1995), “Using founder
entrepreneur? Apa saja yang dilakukan status, age of firm, and company
oleh para entrepreneur? Bagimana para growth rate as the basis for
entrepreneur mengidentifikasi peluang? distinguishing entrepreneurs from
Dan lingkungan entrepreneurial seperti managers of smaller business”,
apa yang mendukung terciptanya suatu Journal of Business Venturing, Vol.
perusahaan? Jawaban atas pertanyaan- 10, pp. 249-63.
pertanyaan tersebut perlu diteliti lebih Begley, T.M. and Boyd, D.P. (1987),
lanjut dengan harapan akan dapat “Psychological characteristics
membantu memahami entrepreneurship associated with performance in
secara lebih mendalam. entrepreneurial firms and smaller
businesses”, Journal of Business
DAFTAR PUSTAKA Venturing, Vol. 2 No. 1, pp. 79-93.
Amit, R. (1993), “Opportunity cost and Bhide, A. (2000), The Origin and
entrepreneurial activity”, Journal of Evolution of New Business, Oxford
Business Venturing, Vol. 10 No. 2, University Press, New York, NY.
pp. 95-106. Bjerke, B. (2007), Understanding
Amit, R., Glosten, L. and Muller, E. Entrepreneurship, Edward Elgar,
(2003), “Challenges to theory Cheltenham and
development in Northampton, MA.
Bjerke, B. and Hultman, C. (2002),
Entrepreneurial Marketing. The
79
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

Growth of Small Firms in the New of Entrepreneurial Behaviour &


Economic Era, Edward Elgar, Research, Vol. 8, pp. 113-33.
Cheltenham and Northampton, MA. Coulter, M. (2001), “Entreprneurship in
Boone, C., de Brabander, B. and Action”, Prentice-Hall, Upper
Hellemans, J. (2000), “Research Saddle River, NJ.
note: CEO locus of control and Cowling, M. and Bygrave, W.D. (2002),
small firm performance”, “Entrepreneurship and
Organization Studies, Vol. 21 No. 3, unemployment: relationships
pp. 641-6. between unemployment and
Boyd, N.G. and Vozikis, G.S. (1994), entrepreneurship in 37 nations
“The influence of self-efficacy in participating in the Global
the development of entrepreneurial Entrepreneurship Monitor (GEM)”,
intentions and actions”, SSRN, Rochester, NY.
Entrepreneurship Theory and Davidsson, P. (2003), “The domain of
Practice, Vol. 18 No. 4, pp. 63-77. entrepreneurship research: some
Bygrave, W.D. (1997), The Portable suggestions”, in Katz, J. and
MBA in Entrepreneurship, John Shepherd, D. (Eds), Cognitive
Wiley & Sons, Inc., New York, NY. Approaches to Entrepreneurship,
Carland, J.H., Boulton, F. and Carland, J. Vol. 6, Elsevier Science,
(1984), “Differentiating Cambridge, MA, pp. 315-72.
entrepreneurs from small business Eckhardt, J. and Shane, S. (2003), “The
owners: a conceptualization”, importance of opportunities to
Academy of Management Review, entrepreneurship”, Journal of
Vol. 9 No. 2, pp. 354-9. Management, Vol. 29 No. 3, pp.
Carland, J.W., Hoy, F. and Carland, J.A. 333-49.
(1988), “Who is an entrepreneur? Is Frese, M. (2007), “Towards a psychology
a question worth asking”, American of entrepreneurship: an action
Journal of Small Business, Vol. 12 theory perspective”, Foundations
No. 4, pp. 33-9. and Trends in Entrepreneurship,
Chen, G.C., Greene, P.G. and Crick, A. Vol. 15 No. 6.
(1998), “Does entrepreneurial self- Gartner, W.B. (1985), “Framework for
efficacy distinguish entrepreneurs describing the phenomenon of new
from managers?”, Journal of venture creation”, Academy of
Business Venturing, Vol. 13 No. 4, Management Review, Vol. 10, pp.
pp. 295-317. 696-706.
Chitty, M. (2009), Gartner, W.B. (1989), “„Who is an
http://localenterprise.wordpress.com entrepreneur?‟ is the wrong
Christiansen, C. and Bower, J. (1996), question”, Entrepreneurship,
“Customer power, strategic Theory and Practice, Summer, pp.
investment, and failure of leading 47-68.
firms”, Strategic Management Gibb, D.W. (2001), “Towards a theory of
Journal, Vol. 17, pp. 197-218. entrepreneurship careers”, Journal
Collins, J. (2002), “Chinese of Entrepreneurship, Vol. 3 No. 6,
entrepreneurs: the Chinese Diaspora pp. 12-22.
in Australia”, International Journal Henderson, R. (1993), “Under-
investment and incompetence as
80
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

responses to radical innovation: Low, M. and Macmillan, I.C. (2001),


evidence from the “Entrepreneurship: past research
photolithographic alignment and future challenges”, Journal of
equipment industry”, Rand Journal Management, Vol. 14 No. 2, pp.
of Economics, Vol. 24 No. 2, pp. 139-61.
243-66. Lowe, R. (2001), “Entrepreneurship and
Hindle, K. and Rushworth, S. (2000), information asymmetry: theory and
Yellow Pagesw Global evidence from the University of
Entrepreneur Monitor Australia, California”, working paper,
2000, Swinburne University of University of California, Berkeley,
Technology, Hawthorne. CA.
Kirby, P. (2004), Entrepreneurship and McClelland, D. (1961), The Achieving
Economic Development, Free Society, Van Nostrand, Princeton, NJ.
Press, New York. Markku, V. (2002), “The role of different
Klyver, K (2012). “Gender differences in theories in explaining
entrepreneurial networks-adding an entrepreneurship”, Journal of
alters perspective”. Emerald Group Business Administration, Vol. 2 No.
Publishing Limited. 5, pp. 812-32.
Kobia, M. and Sakalieh, D. (2010). Mason, P.L. (2000), “Understanding
“Towards a search for the meaning recent empirical evidence on race
of entrepreneurship”. Journal of and labour market outcomes in the
European Industrial Training, Vol. USA”, Review of Social Economy,
34 No. 2, pp 110-127 Vol. 58 No. 3, pp. 319-38.
Kuratko, D. and Hodgetts, R. (2004), Miller, J. (1988), “The nature of an
Entrepreneurship, Theory, Process, entrepreneur”, Personnel
Practice, 6th ed., Thomson South- Psychology, Vol. 24, pp. 141-53.
Western, Stanford, CT. NY Murray, L. (2001), “Managers and
Kolvered, L. (1996), “Organizational entrepreneurs: a useful
employment versus self- distinction?”, Administrative
employment: reasons for career Science Quarterly, Vol. 3, pp. 429-
choice intentions”, 57.
Entrepreneurship Theory and Nixon, R. (2004), GEES Enterprise,
Practice, Vol. 20 No. 3, Spring, pp. Skills & Entrepreneurship Resource
23-31. Pack, Plymouth.
Lau, C.-M. and Busenitz, L.W. (2001), Orser, B.J., Elliott, & C., Leck. (2011).
“Growth intentions of entrepreneurs Feminist attributes and
in a transitional economy: The entrepreneurial identity. Gender in
People‟s Republic of China”, Management: An International
Entrepreneurship Theory and Journal, Vol. 26 No. 28, pp 561-
Practice, Vol. 26 No. 1, pp. 5-20. 589.
Lee, D.Y. and Tsang, E.W.K. (2001), Purnomo, Margo (2010), “Kompetensi
“The effects of entrepreneurial entrepreneurial sebagai mata rantai
personality: background and yang hilang”. Rumah
network activities on venture Kewirausahaan dan Pengembangan
growth”, Journal of Management Diri Press, Bandung.
Studies, Vol. 38 No. 4, pp. 583-602.
81
Jurnal Bisnis Indonesia Vol. 1 No. 2 Agustus 2010

Purnomo, Margo (2012), “Gender dalam Shane, S. and Venkataraman, S. (2000),


jaringan social kewirausahaan”. “The promise of entrepreneurship
Rumah Kewirausahaan dan as a field of research”, Academy of
Pengembangan Diri Press, Management Review, Vol. 26 No.
Bandung. 1, pp. 13-17.
Rauch, A. and Frese, M. (2007), The Shaver, K.G. and Scott, L.R. (2001),
Psychology of Entrepreneurship, “Person, process and choice: the
http://books.google.com psychology of new venture
Reynolds, P. and White, S. (1997), “The creation”, Entrepreneur Theory and
entrepreneurial process: economic Practice, Vol. 16 No. 2, pp. 71-92.
growth”, Men, Women and Stewart, W.H. Jr and Roth, P.L. (2001),
Minorities, Quorum Books, “Risk propensity differences
Westport, CT. between entrepreneurs and
Schere, I. (1982), “Tolerance to managers: a meta-analytic”, Review
ambiguity as a factor”, Journal of Applied Psychology, Vol.
Entrepreneurship and Regional 86 No. 1, pp. 145-53.
Development, Vol. 3 No. 2, pp. Stewart, W.H. Jr, Watson, W.E., Carland,
195-206. J.C. and Carland, J.W. (1999), “A
Scherer, R.F., Adam, J.S., Carley, S. and proclivity for entrepreneurship: a
Wiebe, F.A. (1989), “Role model comparison of entrepreneurs, small
performance effects on the business owners, and corporate
development of entrepreneurial managers”, Journal of Business
career”, Entrepreneurship Theory Venturing, Vol. 14 No. 2, pp. 189-
and Practice, Vol. 13 No. 3, pp. 53- 214.
71. Stewart, W.H., Carland, J.C., Carland,
Schumpeter, J.A. (1976), Theory of J.W., Watson, W.E. and Sweo, R.
Economic Development (2003), “Entrepreneurial
(Reviewed), Harvard University dispositions and goal orientations: a
Press, Boston, MA. comparative exploration of United
Sexton, D.L. and Bowman, N. (1985), States and Russian entrepreneurs”,
“The entrepreneur a capable Journal of Small Business
executive and more”, Journal of Management, Vol. 41 No. 1, pp. 27-
Business Venturing, Vol. 1, pp. 129- 46.
40. Timmons, J.A. (1994), New Venture
Shane, S. (2001), “Technology Creation, Irwin, Homewood, IL.
opportunities and new firm Van Praag, C. and Cramer, J. (2001),
creation”, Management Science, “The roots of entrepreneurship and
Vol. 47 No. 9, pp. 1173-81. labour demand: individual ability
Shane, S. (2007), A General Theory of and low aversion”, Economica, Vol.
Entrepreneurship: The Individual- 68 No. 269, pp. 45-62.
Opportunity Nexus, Edward Elgar, Venkataraman, S. (1997), “The
Aldershot. distinctive domain of entrepreneurship
research”,

View publication stats

S-ar putea să vă placă și