Sunteți pe pagina 1din 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cacat kongenital dinding abdomen memberi ancaman yang mematikan bagi
neonatus sebagai akibat terpaparnya visera dan kemungkinan kontaminasi bakteri.
Omfalokel merupakan defek pada dinding abdomen yang sering ditemui.
Omfalokel terjadi bila terdapat kegagalan intestin kembali ke rongga abdomen
dalam minggu ke-10 kehidupan janin dalam kandungan. Kegagalan ini
mengakibatkan tingginya insiden malrotasi pada omfalokel.1
Sekitar 30% bayi dengan omfalokel juga memiliki kelainan kromosom utama.
Dalam kasus ini, kelainan kromosom menyebabkan omfalokel dan juga
menyebabkan kelainan pada banyak sistem tubuh dan organ. Bayi-bayi dengan
kelainan tersebut jarang bertahan dan jika mereka bertahan hidup, mereka
menderita cacat parah. Sekitar 50% dari semua bayi yang lahir dengan omfalokel
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, ginjal, atau organ lain, bahkan jika tes
kromosom normal. Sekitar 35% bayi dengan omfalokel akan memiliki cacat
jantung.2
Hampir 70% bayi dengan omfalokel, juga memiliki cacat lahir lainnya, paling
sering meliputi hati, tulang, usus, dan sistem kemih. Tiga puluh persen memiliki
kelainan kromosom seperti trisomi 18. Omfalokel juga dapat merupakan bagian
dari sindrom seperti Beckwith-Wiedemann (omfalokel, ukuran besar tubuh, lidah
besar, organ usus membesar, dan hipoglikemia berat bayi baru lahir) atau
Pentalogy of Cantrell (omfalokel, cacat pada tulang dada dan diafragma, dan lesi
pada jantung).3
Omfalokel yang berisi hanya sebagian dari usus kecil terdapat dalam 1 dari
setiap 5.000 bayi yang baru lahir. Omfalokel raksasa jarang terjadi, yakni sekitar 1
dari 10.000 kelahiran. Penyebab omfalokel masih belum diketahui, meskipun
diyakini terjadi pada 3 sampai 4 minggu kehamilan.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Omfalokel (disebut juga Exomfalos) merupakan defek dinding abdomen pada
garis tengah dengan berbagai derajat ukuran, disertai hernia visera yang ditutupi
oleh membran yang terdiri atas peritoneum di lapisan dalam dan amnion dilapisan
luar serta Wharton’s Jelly diantara lapisan tersebut. Pembuluh darah berada di
dalam membran, bukan pada dinding tubuh. Isi dari hernia antara lain berbagai
jenis dan jumlah usus, sering sebagian dari hati dan kadang-kadang organ lainnya.
Sedangkan tali pusat terdapat pada puncak kantong ini. Defek ini mungkin
terletak di pusat atas, tengah atau bawah abdomen dan ukuran serta lokasi
memiliki implikasi yang penting dalam penanganannya.1
Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar
pusar yang hanya di lapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh
kulit.1
Setelah kejadian omfalokel pada kelahiran anak pertama, risiko untuk
terjadinya omfalokel pada kelahiran selanjutnya sangat bergantung penyebab dari
omfalokel tersebut. Jika omfalokel tidak berhubungan dengan suatu sindrom,
seperti Beckwith-Wiedermannan, dan tidak berhubungan dengan adanya kelainan
kromosomal, tingkat rekurensinya sangat rendah, sekitar 1% atau kurang.
Bagaimanapun, dengan kemungkinan yang lebih sedikit, dapat muncul
predisposisi genetik, dan tingkat kekambuhannya dapat mencapai 50%.4

2.2 Embriologi dan Patofisiologi


Omfalokel terjadi pada masa awal gestasi. Hal ini berkaitan erat dengan proses
pembentukan dari saluran cerna yang terjadi pada minggu ketiga perkembangan
embrio. Saluran cerna adalah sistem organ utama yang berasal dari lapisan
germinativum endoderm, lapisan ini melapisi permukaan ventral mudigah dan
membentuk atap yolk sac.6

2
Pada minggu ini juga terbentuk lipatan embrio secara sefalokaudal dan lateral
yang berperan dalam pembentukan dinding abdomen. Akibat pelipatan ini,
sebagian dari rongga yolk sac yang dilapisi endoderm masuk ke dalam tubuh
mudigah membentuk primitive gut (usus primitif). Di bagian sefalik mudigah
membentuk foregut (usus depan), di bagian kaudal membentuk hindgut (usus
belakang), di bagian antara usus depan dan usus belakang adalah midgut (usus
tengah) yang untuk sementara tetap berhubungan dengan yolk sac.6

Gambar 2. Pembentukan lipatan embrio secara sefalokaudal. (A) Rongga yang dilapisi
endoderm masuk membentuk primitive gut. (B) Foregut dan Hindgut. (C) Midgut yang
tetap berhubungan dengan yolk sac. 6

Usus primitif dan turunannya akan berkembang menjadi bagian-bagian


tersendiri. Foregut akan berkembang membentuk faring, sistem pernafasan bagian
bawah, esofagus, gaster, duodenum, hepar, kandung empedu dan pankreas.
Midgut akan berkembang membentuk usus halus, caecum, appendix, colon
ascenden dan sebagian colon transversum. Hindgut akan berkembang membentuk
sisa dari colon transversum, colon descenden, colon sigmoid, rectum, lubang anal,
kandung kemih dan uretra.6
Pada awal minggu keenam perkembangan embrio, akan terjadi pemanjangan
cepat dari usus tengah dan mesenteriumnya membentuk Ushapedloop (lengkung
Usus primer).12

3
Gambar 3. Lengkung usus primer (U-shaped loop).6

Perkembangan lengkung usus primer ditandai dengan pemanjangan yang pesat


terutama pada bagian sefalik. Akibat pertumbuhan yang pesat, ekspansi hati dan
ginjal, rongga abdomen untuk sementara tidak mampu menampung semua
lengkung usus sehingga lengkung tersebut masuk ke rongga ektraembrional di tali
pusat selama minggu keenam (herniasi umbilikalis fisiologis). Pada minggu
kesepuluh, lengkung usus yang mengalami herniasi mulai kembali ke rongga
abdomen.6
Usus halus adalah bagian pertama yang masuk kembali ke dalam rongga
abdomen diikuti oleh usus besar. Setelah lengkung usus kembali, masing-masing
akan berkembang, memanjang, menyatu dengan dinding abdomen dan menempati
tempat sesuai posisinya di rongga abdomen. Dinding abdomen akan menutup,
rongga yang terbentuk sebelumnya akan konstriksi dan terbentuk tali pusat.12
Omfalokel adalah herniasi organ visera abdomen melalui cincin umbilicus
yang melebar. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan proses terjadinya
omfalokel. Pertama, omfalokel terbentuk dari kegagalan atau tertahannya
pembentukan pelipatan dinding abdomen secara parsial atau komplit. Kedua,
beberapa teori menyebutkan bahwa omfalokel terjadi karena terdapatnya ekstensi

4
organ ventral atau terbentuknya rongga di tali pusat secara persisten. Ketiga,
menyebutkan bahwa omfalokel terjadi karena kegagalan organ visera untuk
kembali ke rongga abdomen setelah herniasi fisiologis selama minggu keenam
sampai minggu kesepuluh.12
Kebanyakan omfalokel berlokasi pada bagian tengah dinding abdomen dimana
defek terjadi pada pelipatan lateral. Beberapa terbentuk di daerah epigastrik ( di
atas umbilikus) atau hipogastrik ( di bawah umbilikus). Omfalokel epigastrial
terbentuk akibat defek dari pelipatan sefalik sehingga memiliki kemungkinan
untuk berhubungan dengan kelainan pelipatan kranial tambahan seperti hernia
diafragma, celah sternal, defek perikardial dan defek kardiak yang apabila
kelainan tersebut terjadi bersamaan, disebut sebagai Pentalogy of Cantrell.
Omfalokel hipogastrial terbentuk akibat defek dari pelipatan kaudal dimana
kelainan lain yang menyertai dapat berupa extrophy bladder, atresia ani, anomaly
vertebra sacralis ataupun meningomyelocele.12

Gambar 4. Omfalokel. (A) Defek pada bagian tengah dinding abdomen. (B)
Pentalogy of Cantrell. (C) Extrophy bladder7,14

2.3 Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omfalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa
faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omfalokel
diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi
asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion.
Walaupun omfalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-

5
70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain
Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omfalokel
diantaranya:8
a. Syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome
(pentalogyof Cantrell) berupa upper midline omphalocele,\ anterior
diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis
dan vsd
b. Syndrome of lower midline development berupa bladder
(hipogastricomphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic
atresia, vesicointestinal fistula, sacrovertebralanomaly dan
meningomyelocele dan sindrom-sindrom yang lain seperti Beckwith-
Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-
sindrom kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1) Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan
terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik.
Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan
lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi
dengan gastroskisis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2) Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis
masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal
Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi
memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus.
Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak
untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3) Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan
kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.

6
2.4 Diagnosis
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum
operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada
serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding
abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek
kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus
oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong
mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel
raksasa (giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir
seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua organ intra abdomen dan
berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi
pulmoner. Klasifikasi omfalokel menurut Moore ada 3, yaitu:7
a. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm
b. Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
c. Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis
saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terjepit klem dan
sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila omfalokel
dibiarkan tanpa penanganan, bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari
dan akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi dibawah
lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut akan
terpecah dan usus akan prolap.
Diagnosis omfalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat
ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.
a. Diagnosis Prenatal
Defek dinding abdomen sering terdiagnosis selama pemeriksaan prenatal
dengan ultrasonografi (USG), yang merupakan suatu skrining rutin ataupun
karena adanya indikasi obsetrik seperti evaluasi peningkatan serum alfa feto
protein (AFP) maternal.1
AFP analog dengan fetal albumin dan serum AFP maternal merefleksikan nilai
AFP cairan amnion. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi abnormalitas

7
kromosomal fetus dan defek tabung neural, tetapi AFP juga biasanya meningkat
pada defek dinding abdomen. Pada omfalokel, AFP biasanya meningkat rata-rata
4 kali dari nilai normal.1
USG fetus sering dapat mengindikasikan adanya omfalokel pada trimester
kedua atau awal trimester ketiga. Kebanyakan omfalokel sekarang dapat
didiagnosis sebelum kelahiran. Hal ini sangat membantu dalam mempersiapkan
perawatan bagi neonatal.9
Pemeriksaan USG abdomen pada diagnosis omfalokel ditunjukkan dengan
adanya kantong hernia dan letak korda umbilikalis pada apeks dari kantong
hernia. Adanya gambaran kantong tersebut mengkonfirmasi diagnosis omfalokel.
Bagaimanapun, kantong hernia tersebut tidak selalu dapat dilihat. Keadaan yang
lebih jarang, yaitu terjadinya ruptur kantong hernia.9

Gambar 3. Gambaran omfalokel pada USG kehamilan 15 minggu

Organ visera yang terdapat pada kantong hernia dapat berupa usus, hati, dan
lambung. Ukuran defek dinding abdomen dapat bervariasi dari sederhana yang
hanya mengandung usus sampai defek besar (giant omphalocele) yang
mengandung organ hati. Ukuran defek berkorelasi dengan tindakan reduksi dan
perbaikan pada operasi. Pada kehamilan dengan omfalokel yang terdeteksi awal
dengan USG, diperlukan pemeriksaan lanjutan khususnya pada usia 20-24 minggu
dengan CT-Scan untuk mendeteksi anomali kongenital lain.9

8
Gambar4. Potongan tranversal pada usia gestasi 22 minggu: menunjukan
omfalokel (OM). Gambaran ekogenik mengarah kepada eviserasi hepar
.
Bagaimanapun, keakuratan pemeriksaan USG prenatal untuk mendiagnosis
kelainan dinding abdomen sangat dipengaruhi oleh waktu, tujuan awal dari
pemeriksaan, posisi janin, serta pengalaman dan keahlian pemeriksa. USG
memiliki spesifitas yang tinggi, lebih dari 95% namun sensitivitasnya hanya 60-
75% untuk mengidentifikasi omfalokel. Kesalahan diagnosis dapat terjadi karena:
1) Kekeliruan dengan adanya defek dinding abdomen lain yang jarang.
2) Ruptur kantong omfalokel sehingga mengakibatkan adanya diagnosis
gastroskisis.1

b. Diagnosis Postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omfalokel ialah terdapatnya defek
sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya,
dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ-
organ abdomen baik solid maupun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau
kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau
selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan
lapisan dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang
terdapat lapisan Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang

9
merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly
mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung vasa atau
nervus.7
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau meliputi
seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan dapat mengandung
seluruh organ-organ abdomen termasuk liver. Kantong atau selaput pada
omfalokel dapat mengalami ruptur. Glasser menyebutkan bahwa sekitar 10-20 %
kasus omfalokel terjadi ruptur selama kehamilan atau pada saat melahirkan.
Disebutkan pula bahwa omfalokel yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi
akan menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka
organ-organ abdomen janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa
pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen tersebut
Perubahan tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik yang
berhubungan dengan lamanya organ-organ terpapar cairan amnion dan urin janin.
Bayi-bayi dengan omfalokel yang intak biasanya tidak mengalami distres
respirasi, kecuali bila ada hipoplasia paru yang biasanya ditemukan pada giant
omphalocele. Kelainan lain yang sering ditemukan pada omfalokel terutama pada
giant omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk
mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan radiologi.
Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada tidaknya
kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya kelainan
jantung.7

2.5 Diagnosis Banding

10
2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Prenatal
Apabila terdiagnosa omfalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan
informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu, dan
prognosis. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan
berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila
melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melalui pemeriksaan USG
berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omfalokel
mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi
prognosis.2
Janin dengan defek dinding abdomen merupakan kehamilan resiko tinggi pada
banyak tingkatan. Untuk kasus omfalokel, terdapat peningkatan risiko retardasi
pertumbuhan intrauterin/Intrauterine growth retardation (IUGR), kematian janin
dan kelahiran prematur, sehingga pengkajian obstetrik dengan serial USG dan tes
lainnya menjadi indikasi.1

11
Komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding abdomen
kongenital dapat berupa distosia dengan kesulitan persalinan dan kerusakan organ
abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat ini persalinan
melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan
defek dinding abdomen. Beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika
terdiagnosa omfalokel yang besar atau janin memiliki kelainan kongenital
multipel.1

2. Penatalaksanaan Postnatal
Manajemen awal bayi yang baru lahir dengan defek dinding abdomen diawali
dengan resusitasi ABC dan setelah dinilai dan distabilisasi, perhatian diarahkan ke
defek dinding abdomennya. Masalah yang penting yaitu kehilangan panas,
sehingga perawatan harus dilakukan seperti menjaga suhu lingkungan hangat
selagi melakukan proteksi terhadap visera yang terpapar. Kelahiran prematur
umumnya berhubungan dengan kondisi tersebut di atas. Menilai dan menjaga nilai
glukosa serum merupakan bagian dari resusitasi tetapi khususnya penting pada
bayi dengan defek dinding abdomen karena hubungannya dengan prematuritas,
IUGR dan pada omfalokel serta kemungkinan terjadinya sindrom Beckwith-
Wiedeman. Prematuritas berhubungan dengan hipoplasia paru atau defek jantung
signifikan yang terlihat pada omfalokel mungkin memerlukan intubasi awal dan
ventilasi mekanik. Dekompresi lambung penting untuk mencegah distensi traktus
gastrointestinal dan kemungkinan aspirasi. Akses vaskular diperoleh untuk
memberikan cairan intravena dan antibiotik spektrum luas untuk profilaksis.
Kateter urin berguna untuk memonitor keluaran urin secara ketat dan sebagai
panduan resusitasi. Arteri dan vena umbilikus mungkin dilakukan kanulasi jika
diperlukan selama resusitasi, namun pada omfalokel penempatan mungkin sulit
karena insersi abnormal pembuluh darah. Bahkan jika kanulasi berhasil, mungkin
perlu dilepaskan selama pembetukan defek.1
Setelah resusitasi berhasil dilakukan, defek dinding abdomen dapat dinilai dan
diobati. Defek diinspeksi agar menjamin membran yang menutupinya tetap intak

12
dan kain basah yang tidak menempel diletakkan dan distabilisasi untuk mencegah
trauma terhadap kantong.1
Penatalaksaan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir
(immediate postnatal), kelanjutan penatalaksanaan awal apakah berupa operasia
tau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi.
Penatalaksanaan segera bayi dengan omfalokel adalah:2
a. Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik dan hangat untuk mencegah
kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
b. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi
menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk
memperlancar drainase.
c. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa
macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal.
d. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi,
mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus
mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube
untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
e. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
f. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian
cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler
dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan
sistem usus, dan untuk pemberian antibiotik broad spectrum.
g. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan
elektrolit. Pada omfalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau
povidone-iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengan suatu oklusif plastic
dressing wrap atau plastic bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati-
hati dimana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari

13
trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta
mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
h. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan.
i. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan
rongent toraks dan ekhokardiogram.

Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator
hangat dan ditambah oksigen. Pertolongan pertama saat lahir:
a. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi betadin, selanjutnya
dibungkus dengan plastik.
b. Bayi dimasukkan inkubator dan diberi oksigen
c. Pasang NGT dan rectal tube
d. Antibiotik

3. Penatalaksanaan Konservatif
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel
besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intra
abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti
pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada
kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur
yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan
kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele bisa
terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intra abdomen dan dinding abdomen
berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair)
secara primer dan dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli pernah mencoba
melakukan operasi pada giant omphalocele secara primer dengan modifikasi dan
berhasil. Tindakan non operatif secara sederhana dilakukan dengan dasar
merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi
terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia
ventralis yang akan direpair dan setelah status kardiorespirasi membaik.7

14
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25
% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan
povidoneiodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang
pada awalnya memacu pembentukan skar bakteriostatik dan perlahan lahan akan
merangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan
selaput atau kantong dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat
menekan dan mengurangi isi kantong.7
Tindakan non operatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada
kantong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah ace wraps, velcro binder,
dan poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit. Glasser menyatakan bahwa
tindakan non operatif pada omfalokel memerlukan waktu yang lama,
membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka metabolik yang tinggi serta
omfalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi organ-organ intra
abdomen. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dari suatu studi, bayi-bayi
yang menjalani penatalaksanaan non operatif ternyata memiliki lama rawat inap
yang lebih pendek dan waktu full enteral feeding yang lebih cepat dibanding
dengan penatalaksanaan dengan silastic.
Indikasi terapi non bedah adalah:2
a. Bayi dengan omfalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta
yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada
omfalokelnya.
b. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan
pembedahan.
c. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan
hidup.
Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera yang
mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi akibat
kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan komplikasi misalnya obstruksi
usus yang juga bisa terjadi akibat adesi antara usus halus dan kantong. Jika infeksi
dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior abdomen secara
lambat akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia

15
ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila dilakukan
operasi. Metode ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara berulang pada
kantong, yang mana setelah beberapa hari akan terbentuk skar. Setelah sekitar 3
minggu, akan terjadi pembentukan jaringan granulasi yang secara bertahap karena
terjadi epitelialisasi dari tepi kantong. Penggunaan antiseptik merkuri sebaiknya
dihindari karena bisa menghasilkan blood and tissue levels of mercury wellabove
minimum toxic levels. Alternatif lain yang aman adalah alkohol 65% atau 70%
atau gentian violet cair 1%. Setelah keropeng tebal terbentuk, bubuk antiseptik
dapat digunakan. Hernia ventralis memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-
kadang menghilang secara komplit.7

4. Penatalaksanaan Operatif
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan
menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi
emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang
mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada
ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru).
Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang
optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intra
abomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang
pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik
stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi
usus. Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan
secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap).
Standar operasi baik pada primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan
pada sebagian besar pusat adalah dengan membuka dan mengeksisi kantong.
Organ-organ intra abdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi
dikoreksi.10
a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil dan
medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intra abdomen

16
yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure
biasanya dilakukan pada omfalokel dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi
dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan blok neuromuskuler.
Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia diinsisi dan vasa-
vasa umbilikus dan urakus diidentifikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang
dan organ-organ intra abdomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar
dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan
2-3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar
diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak
mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan direseksi atau dibebaskan
terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian ditutup dengan jahitan interuptus
begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan subkutikuler
terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan material
yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan
pada kasus giant omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif dahulu,
namun demikian beberapa ahli pernah mencoba melakukan operasi langsung pada
kasus tersebut dengan teknik modifikasi.10

b. Staged closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume
organ-organ intra abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga
abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif.
Cara tersebut ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang
banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat
timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama operasi, ternyata tidak semua
pasien dapat dilakukan primary closure. Suatu studi melaporkan bahwa kenaikan
IGP (intragastricpressure) > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha operasi
primer dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi sehingga usaha operasi

17
dirubah dengan metode staged closure. Beberapa ahli kemudian mencari solusi
untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya ditemukan suatu
metode staged closure. Staged closure telah diperkenalkan pertama kali oleh
Robert Gross pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang kemudian tejadi
hernia ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn
pada tahun 1969 dengan suatu teknik “silo”.10

1. Teknik skin flap


Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara
undermining/menreseksi/membebaskan secara tajam kulit dan jaringan subkutan
terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis dan aponeurosis muskulus
obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea aksilaris anterior atau
media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap utuh. Skin flap kemudian ditarik dan
dipertemukan pada garis tengah untuk menutupi defek yang kemudian cara
tersebut menimbulkan hernia ventralis. Hernia ventralis timbul karena kulit terus
berkembang sedangkan otot-otot dinding abdomen tidak. Biasanya 6-12 minggu
kemudian dapat dilakukan repair terhadap hernia ventralis. Cara tersebut juga
dapat menimbulkan skar pada garis tengah yang panjang sehingga menimbulkan
bentuk umbilikus yang relatif jauh dari normal. Beberapa ahli kemudian mencoba
suatu usaha agar didapatkan bentuk umbilikus yang mendekati normal yaitu
dengan cara umbilical preservation.
Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong pada tempat
melekatnya urakus dan vasa umbilikus serta tidak memisahkan kutis dan subkutis
dari fascia pada daerah tersebut. Kemudian pada tempat tersebut dibuat neo
umbilikus dengan jahitan kontinyu.10

2. Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang sangat besar
sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo merupakan suatu
suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ intra abdomen tetap hangat
dan menjaga dari trauma mekanik terutama saat organ-organ tersebut dimasukkan
ke dalam rongga abdomen. Operasi diawali dengan mengeksisi kantong atau

18
selaput omfalokel. Kemudian cara yang sama dilakukan seperti membuat skin flap
namun dengan lebar yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan batas
fascia atau otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with Dacron)
kemudian dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble, sehingga
terbentuk kantong prostetik ekstra abdomen yang akan melindungi organ-organ
intra abdomen. Organ-organ intra abdomen dalam silo kemudian secara bertahap
dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha reduksi dapat dilakukan tanpa anastesi
umum, tetapi bayi harus tetap dimonitor di ruangan neonatal intensive care.
Reduksi dapat dicapai seluruhnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau tekanan
airway dan intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan untuk memonitor
selama operasi, diantaranya angka respirasi, tekanan darah, warna kulit, dan
perfusi perifer.10
Observasi tersebut menjadi sulit dan kurang reliabel karena bayi dibius dan
mengalami paralisis. Dari hasil studi dilaporkan bahwa Intraoperatif
Measurement dengan cara memonitor perubahan nilai CVP dan IGP (intra gastric
pressure) dapat digunakan untuk menentukan teknik yang sebaiknya dilakukan
dan memperkirakan hasil dari teknik operasi yang dilakukan. Dia menyimpulkan
pula bahwa kenaikan IGP > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha primary
closure dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan metode
staged closure dan didapatkan hasil yang memuaskan dari metode operasi
tersebut. Perawatan pra operasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena, NGT
dan irigasi rektal untuk dekompresi usus serta antibiotik. Cairan infus seluruhnya
diberikan melalui ektremitas atas. Pada penutupan primer omfalokel, eksisi
kantong amnion, pengembalian organ visera yang keluar ke dalam kavum
peritoneal dan penutupan defek dinding anterior abdomen pada 1 tahap
merupakan metode operasi pertama untuk omfalokel dan masih merupakan
metode yang memuaskan. Hal ini dikerjakan untuk omfalokel dengan ukuran
defek yang kecil dan sedang. Pada sebagian besar kasus omfalokel secara tehnik
masih mungkin untuk mengembalikan organ visera ke dalam abdomen dan

19
memperbaiki dinding abdomen. Pada kasus dengan defek yang besar, terutama
bila sebagian besar hepar menempati kantung, rongga abdomen tidak cukup untuk
ditempati seluruh organ visera, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan
intra abdomen karena rongga abdomen terlalu penuh.10

5. Penatalaksanaan Pasca Operasi


Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pasca operasi atau
jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral dimasukkan. Resiko
sepsis meningkat saat kateter sentral terpasang pada bayi dengan pemasangan
silastic. Konsekuensinya pada bayi ini tidak ada alternatif selain alimentasi
perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi. Konsekuensinya lambung
didrainase dengan kateter plastik kecil. Fungsi usus pada bayi dengan omfalokel
adalah tertunda. Disfungsi usus membutuhkan waktu lama untuk normal, dari 6
minggu sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang dari 2 minggu pasca
penutupan primer, mereka jarang toleransi penuh dengan makanan oral.
Pemantauan selama operasi haruslah dilanjutkan setelah operasi, termasuk
pemberiaan antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibiotik berfungsi mencegah
infeksi seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda
atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus biasanya akan kembali
setelah 2-3 hari dari waktu primary closure sehingga nutrisi enteral awal dapat
diberikan.7
Pada staged repair, total perenteral nutrisi (TPN) diberikan lebih lama lagi
sampai dengan fungsi usus kembali normal. Glasser (2003) menyebutkan bahwa
fungsi usus akan cepat kembali normal jika peradangan mereda. Akibat awal
operasi dapat terjadi kenaikan tekanan intra abdomen yang berakibat menurunnya
aliran vena kava (venous return) ke jantung dan menurunnya kardiak output.
Selain itu diafragma dapat terdorong ke rongga toraks yang menyebabkan naiknya
tekanan udara dan beresiko terjadinya barotrauma dan insufisiensi paru. Keadaan
itu semua dapat menimbulkan hipotensi, iskemia usus, gangguan respirasi
(ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dari komplikasi awal operasi adalah
timbulnya obtruksi intestinal, NEC, infeksi yang dapat berakibat sepsis, juga

20
dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan pasien tergantung pada
ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia. Eijk melaporkan dari kasusnya
bahwa obstruksi usus dapat disebabkan karena adhesi usus dengan jaringan
fibrous pada penutupan skin flap. NEC dapat disebabkan karena iskemia usus
karena volvulus atau karena tekanan intra abdomen yang meningkat. Infeksi
biasanya terjadi pada staged closure dimana terdapat pemaparan luka berulang
dan penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk
hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak.7

2.7 Prognosis
Prognosis bayi dengan omfalokel lebih sulit untuk digeneralisasikan, tetapi
kebanyakan mortalitas dan morbiditas berhubungan dengan anomali daripada
defek dinding abdomen itu sendiri.1 Survival rate pada bayi omfalokel
dipengaruhi oleh beberapa hal dibawah ini2
1. Prematuritas
Neonatus yang lahir pada usia gestasi <36 minggu memiliki survival rate yang
rendah yaitu 57%. Survival rate akan meningkat dengan peningkatan usia gestasi
>36 minggu mencapai 87% .
2. Ukuran omfalokel
Pada omfalokel yang mengandung organ hati, umumnya merupakan suatu
giant omphalocele. Kebanyakan akan mengalami gangguan pada perkembangan
paru, bayi ini akan mengalami kesulitan bernapas. Bayi ini memiliki survival rate
50%.
3. Adanya anomali pada organ lain
Neonatus dengan defek tambahan memiliki survival rate yang rendah. Dapat
dilihat pada tabel berikut:

21
Defek Insiden Survival rate
Jantung 34% 63%
Malformasi anus 15% 69%
Anomali kromosom 30% 1%

2.8 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ini adalah :
a. Infeksi usus
b. Kematian jaringan usus yang bisa berhubungan dengan kekeringan atau
trauma oleh karena usus yang tidak dilindungi.
c. Komplikasi dini adalah infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada
permukaan yang telanjang.
d. Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans cairan dan nutrisi yang
adekuat misalnya dengan nutrisi parenteral. Dapat terjadi sepsis terutama jika
nutrisi kurang dan pemasangan ventilator yang lama.
e. Nekrosis
f. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan
lain yang memperburuk prognosis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ledbetter DJ. 2013. Gastroschisis and Omphalocele. Surg Clin N


Am;86:249–260.
2. Minnesota. 2011. Question and Aswer about Omphalocele. Neonatal Facts.
Minnesota Neonatal Physician.
3. Carmen & John Thain. 2014. Understanding Omphalochele. Center for
Prenatal Pediatrics. New York: Columbia University Medical Center.
4. Reksoprodjo S. 2012. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Staf Pengajar Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
BinarupaAksara.
5. Lagay ERC, Kelleher CM, Langer JC. 2011. Neonatal Abdominal
WallDefects. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine; 16:164-172.
6. Glasser JG. 2010. Pediatric Omphalocele and Gastroschisis. Medscpape
Reference. Tersedia di
http://emedicine.medscape.com/article/975583overview. Dikunjungi tanggal
11 Maret 2018.
7. Boykin K. 2012. Gastroschisis vs Omphalocele. Tersedia
dihttp://www.sh.lsuhsc.edu/Pediatrics/documents/Gastroschisis%20vs%20O
mphalocele.pdf. Dikunjungi tanggal 11 Maret 2018.
8. Blazer S, Zimmer EZ, Gover A, Bronshtein M. 2012. Fetal Omphalocele
Detected Early in Pregnancy: Associated Anomalies and Outcomes.
RSNA;232:191-195.
9. Ragarwal. 2012. Prenatal Diagnosis of Anterior Abdominal Wall
Defect:Pictorial Essay. Ind J Radiol Imag;15:3:361-372.
10. Eijk FCV. 2013. Strategies and Trends in The Treatment of (Giant)
Omphalocele. Erasmus Universiteit Rotterdam. Optima Grafische
Communicatie, Rotterdam, The Netherlands.

23

S-ar putea să vă placă și