Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Disusun Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Praktek Proses Stase Keperawatan Ansk
Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Profesi Ners
Disusun oleh:
Kelompok D2
1. Nur Sufiati (1810206014)
2. Aulia Kentri Fazareni (1810206012)
3. Tengku Sri Fatimah (1810206003)
4. Dyah Setyo Anugraheni (1810206016)
D. MANIFESTASI KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan sangat
cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan
mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif (Riyadi, S & Sukarmin, 2012).
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosa dengan pemeriksaan fisik tetapi
dengan adanya napas dangkal dan cepat, pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
daripada luas daerah auskultasi yang terkena pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan
dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronkhi basah yang nyaring halus atau sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium
resolusi, ronkhi terdengar lagi (Ngastiyah, 1997).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkhopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas
untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa.(Sandra M. Nettina, 2001 : 684).
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
5) Sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba (Sandra
M. Nettina, 2001 : 684).
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai
pada infeksi stafilokokus dan haemofilus(Barbara C, Long, 1996 : 435).
2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat(Sandra M, Nettina, 2001).
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia
menurut Riyadi, S & Sukarmin (2012) adalah:
1) Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 Unit/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenicol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi
yang kemungkinan lebih dari satu jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik.
2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena,
biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan Nacl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1
ditambah larutan Kcl 10 mEq/500 ml/botol infus.
3) Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan
dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis sesuai gas
darah arteri.
4) Pemberian makan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita yang
sudah mengalami perbaikan sesak napasnya.
5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer
dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak
juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus.
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan pneumonia
(Wong, 2008) adalah:
1) Bila terdapat obstruksi jalan napas dan lendir, kolaborasi pemberian broncodilator.
2) Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
3) Kolaborasi pemberian obat antibiotik yang sesuai dengan penyebab pneumonia.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.
4) Menjaga kelancaran pernapasan, dengan memposisikan klien dengan posisi semi
fowler dan pemberian oksigen sesuai indikasi.
5) Kebutuhan istirahat, karena pada pasien bronkopneummonia mengalami susah tidur
karena sesak napas.
6) Kebutuhan nutrisi dan cairan, kegunaannya untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan
kalori.
7) Mengontrol suhu tubuh.
8) Berikan penyuluhan berupa pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga.
G. KOMPLIKASI
Menurut Misnadiarly (2008) komplikasi pada penderita pneumonia maupun
bronkopneumonia, yaitu:
1) Abses paru
2) Emfisema
3) Gagal napas
4) Perikarditis
5) Meningitis
6) Atelektesis
7) Hipotensi
8) Delirium
H. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia pada
anak yang terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non imunisasi (Said, 2010).
Imunisasi terhadap pathogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan
strategi pencegahan spesifik sedangkan pencegahan non imunisasi yaitu pencegahan non
spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor risiko seperti polusi udara dalam ruang,
merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan lain-lain.
Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin
Pertussis (ada dalam DPT), Campak, Hbi (Haemophilus inflienza type b) dan
pneumococcus (PCV). Vaksin Pertussis dan Campak telah masuk ke dalam program
vaksinasi nasional di berbagai negara termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan
Pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan kedua vaksin ini dapat
mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum
banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional
imunisasi (Kartasasmita, 2010).
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindari atau mengurangi faktor risiko
dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu dengan pendidikan kesehatan di
komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman
diagnosa dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif dan
waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus pneumonia berat. Peningkatan gizi
termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi dan
pengurangan polusi udara di dalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian
terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia
(Kartasasmita, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Martin tucker, Susan. 2000. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis,
DanEvaluasi halaman 247.EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media Aesculapius.Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (1996). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Depkes ; Jakarta.
Brunner & Suddrath. 2002. Keperawatan Medikel Bedah. EGC: jakarta.
Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006.Patofisiologi konsep klinis dan proses-proses
penyakit. EGC: Jakarta.
Sandra M Nettina.2001. Lippincott “Manual Praktik Keperawatan”. EGC: Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Pendidikan Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika.
MINDMAP Etiologi
Pengertian - Streptococcus pneumonia (biasanya disertai influenza dan meningkat pada - Cyanosis
penderita PPOM dan penggunaan alkohol). - Nafas cuping hidung
Bronkpneumonia adalah -Staphylococcus (kuman masuk melalui darah atau aspirasi, sering menyebabkan - Takikardia
infeksi atau peradangan pada infeksi nasokomial). - Dispnea
jaringa paru terutama alveoli -Bakteri gram negatif - Gelisah
atau parenkim yang sering -Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak dan - Stridor
mneyerang anak-anak menyebabkan gangguan jalan nafas kronis).
-Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infeksi luka, luka bakar, trakeostomi, dan
- Retraksi otot dada
infeksi saluran kemih). dan sesak
-Klebseila pneumonia (insiden pada penderita alkoholis). - Kelemahan
Bakteri anaerob (masuk melalui aspirasi oleh karena gangguan kesadaran, - Keletihan
gangguan menelan). - Kelelahan
Bakteri atipikal (insiden mengingat pada usia lanjut, perokok dan penyakit kronis) - Mual muntah
Terapi non farmakologik - anoreksia
Penatalaksanaan Empisema
Abses paru
Terapi farmakologik Meningitis
- Pemberian antibiotik sesuai program Endokarditis
- Oksigen 2 lpm Pencegahan
- Jika sesak tidak terlalu hebat dapat Ostitis media
dimulai makan eksternal melalui ngt 1. Mengobati secara dini penyakit-penyakit yang
- Jika sekresi lendir berlebihan dapat dapat menyebabkan terjadinya
diebrikan inhalasi dengan salin bronkopneumonia Pemeriksaan menunjang
normal dan beta 2. Menghindari kontak dengan penderita penyakit
bronkopneumonia 1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
- Koreksi gangguan keseimmbangan
3. Meningkatkan sistem imun terhadap berbagai status pulmoner
asam basa elektrolit 2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status
penyakit saluran nafas seperti: pola hidup kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigenasi
sehat dengan cara makan makanan yang bergizi 3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk
dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat menetapkan adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
yang cukup 4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum
PENGKAJIAN
NOC :
Ds:
Ibu mengatakan anaknya masih panas, (Respiratory status: airway patency)
demam, dan rewel
Ibu mengatakan anaknya masih batuk a. Frekuensi pernapasan dalam batas normal
Ibu pasien mengatakan anaknya masih lemas, b. Irama pernapasan normal
rewel, menangis c. Kedalaman pernapasan normal
Ibu mengatakan BB lahir 1100 gram dan BB d. Pasien mampu mengeluarkan sputum secara efektif
sekarang 4,5 kg
Do:
NIC :
Pasien terlihat menangis
Saat dilakukan auskultasi terdapat suara (Respiratory monitoring)
napas tambahan (whezzing)
ASUHAN
KEPERAWATAN 1. Memantau RR, irama kedalaman dan usaha respirasi
Terdapat tarikan dinding dada
2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot
SPO2 : 99%
aksesori, retraksi otot supravaticular dan interkosta
N: 98x/ menit
3. Monitor suara tambahan
RR: 22x/ menit
Terpasang O2: 2 lpm (Airwat management)
Terdapat sekret di saluran napas
1. Memberikan posisi nyaman untuk mengurangi dipsnea
2. Kolaborasi oemberian o2
3. Kolaborasi pemberian bronkodilator
NOC:
Fatique level h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila perlu
a. Tidak nampak kelelahan
b. Tidak nampak lesu j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
c. Tidak ada penurunan napsu makan k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
d. Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal
l. Monitor respirasi dan status O2
NIC
(Activity therapy)
a. Kolaborasi pemberian obat-obatan digitalis dan vasodilatasi
(Energy Management)
a. Temtukan penyebab kelelahan ( perawatan, nyeri, pengobatan)
b. Monitor respon terapi 02 pasien
PATHWAYS
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC
Grace, Pierce A dan Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Terjemahan oleh Vidhia Umami.
2006. Jakarta: Erlangga
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Standar Perawatan Pasien: proses
keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Terjemahan oleh Susan Martin Tucker, et al.
1998. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I. Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi
NIC, kriteria hasil NOC, ed 9. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC