Sunteți pe pagina 1din 7

Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit si pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal
yang diceritakan penderita.
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis
atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan teknik autoanamnesis yaitu
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua
pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena
pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan1
Untuk individu dewasa, riwayat komprehensif mencakup mengidentifikasi data dan sumber
riwayat, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, dan
riwayat pribadi dan sosial. Pasien yang baru dirawat di rumah sakit atau klinik patut dilakukan
pengkajian riwayat kesehatan komprehensif, akan tetapi dalam banyak fasilitas akan lebih tepat
bila dilakukan wawancara yang lebih terfokuskan atau berorientasi masalah yang pelaksanaannya
fleksibel.
Dalam kasus ini, dokter melakukan autoanamnesis pada perempuan berumur 23 tahun tersebut.
Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan meliputi:
(1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pekerjaan,
dan status perkawinan;
(2) Keluhan utama yang berasal dari kata-kata pasien sendiri yang menyebabkan pasien mencari
perawatan;
(3) Penyakit saat ini meliputi perincian tentang tujuh karakteristik gejala dari keluhan utama yaitu
lokasi, kualitas, kuantitas, waktu terjadinya gejala, kondisi saat gejala terjadi, faktor yang
meredakan atau memperburuk penyakit, dan manifestasi terkait (hal-hal lain yang menyertai
gejala);
(4) Riwayat kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunisasi, uji
skrining dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa
lengkap dengan waktunya mencakut empat kategori yaitu medis, pembedahan, obstetrik, dan
psikiatrik;
(5) Riwayat keluarga yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari
setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung,
anak, cucu
(6) Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas dan gaya hidup sehari-hari, situasi rumah dan
orang terdekat, sumber stress jangka pendek dan panjang, pekerjaan dan Pendidikan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis yang dijalankan adalah bertujuan untuk mengidentifikasi dan menunjang
penyakit yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisis yang dijalankan harus bersifat umum dengan
memberikan perhatian penuh terhadap ciri-ciri daripada pelbagai penyakit yang dapat dikaitkan
dengan daerah di urogenital. Pada pemeriksaan fisis umum yang dijalankan, diperlihatkan
beberapa kriteria melalui pemeriksaan yang sistematis seperti:1

 Pemeriksaan Tanda Vital


Pemeriksaan tanda vital harus dijalankan untuk mengetahui kelainan pada tekanan darah,
denyut nadi, suhu kulit dan frekuensi pernafasan. Dalam penyakit ureterolithiasis, dapat
diperlihatkan bahawa pasien akan menunjukkan keadaan tampak sakit sedang kerana
obstruksi pada saluran kemih. Pasien juga kelihatan lebih senang bergerak-gerak
dibandingkan duduk diam seperti yang terlihat pada pasien yang menderita appendicitis.
Tanda-tanda vital lain seperti tekanan darah, frekuensi nadi, pernafasan dan suhu tidak
menunjukkan tanda yang bermakna pada pemeriksaan untuk mendiagnosis
ureterolithiasis.
 Pemeriksaan Abdomen Khusus
Pemeriksaan dijalankan berdasarkan anamnesis yang menunjukkan keluhan nyeri pada
abdomen kiri menuju ke arah kemaluan. Oleh itu, pemeriksaan ini dijalankan dalam
mengenalpasti kelainan pada ginjal pada daerah kiri dan kanan abdomen. Pada
pemeriksaan abdomen khusus ginjal, diperlihatkan beberapa kriteria melalui pemeriksaan
seperti:
 Observasi umum
Observasi umum memberikan indikasi yang sangat diperlukan untuk melihat derajat
keparahan situasi klinis yang dialami pasien. Kebanyakan pasien, walaupun berada dalam
keadaan tidak selasa, seringkali tetap dalam situasi yang tenang. Pasien yang sering
bergerak kesakitan dapat memberikan gambaran bahawa pasien sedang menderita nyeri
viseral seperti intestinal colic atau ureteral colic, berlainan dengan keadaan pasien yang
hanya berbaring keras dan kaku yang sering diderita nyeri parietal seperti acute
appendicitis dan generalized peritonitis.
 Inspection
Abdomen harus diinspeksikan sejelas mungkin sebelum diperiksa secara palpasi. Namun,
ureterolithiasis tidak dapat diperlihatkan kelainan.
 Auscultation
Auskultasi terhadap abdomen juga harus didahulukan sebelum palpasi dan perkusi supaya
tidak menganggu rasa nyeri yang diderita pasien. Namun, pada pemeriksaan untuk
ureterolithiasis tidak terdengar bising usus yang kurang normal.
 Percussion
Perkusi dijalankan atas beberapa sebab. Tenderness pada saat perkusi dapat diakibatkan
oleh rebound tenderness; peritoneal irritation dan nyeri parietal lain. Pada perkusi ini juga
dapat dilakukan shifting dullness untuk mengetahui kehadiran cairan bebas pada daerah
peritoneal. Pada ureterolithiasis dapat dirasakan renal angle tenderness terutamanya jika
terdapat peradangan retroperitoneal.
 Palpation
Palpasi dijalankan dengan pasien diminta menekupkan lututnya dalam keadaan berbaring
untuk mengurangkan distensi daripada otot abdomen pasien tersebut. Palpasi yang
dilakukan terdiri daripada dua, superficial yang hanya menggunakan satu tangan saja
terlebih dahulu untuk melokalisasikan nyeri superfisial, dan profundal yang menggunakan
kedua tangan untuk merasakan dengan lebih jelas samada terdapat pengerasan atau
kelainan lain yang dapat teraba.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Rutin Lengkap


Untuk melihat keadaan darah secara umum, yaitu pemeriksaan Hb, Hematokrit (Ht),
jumlah SDM, leukosit, dan trombosit. Nilai normal Hb (laki-laki >13 g/dL wanita >12g/dL),
Ht (37-42%), SDM (4-6 juta sel/uL), leukosit (4.500-11.000 sel/uL), dan trombosit (150.000-
350.000 sel/uL). Dari pemeriksaan keadaan umum darah terkadang sudah dapat menjawab
apakah seseorang menderita kelainan darah ataupun tidak. Anemia biasannya berat, dengan
kadar hemoglobin berkisar antara 3-9 g/dl.1
2. Sediaan Hapus Darah Tepi (SHDT)
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan
diferensial sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit, dan lainnya.
Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan mikrositer hipokromia berat. Sering
ditmukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak ditemukan terutama
pasca splenektomi. Leukosit dan trombosit normal.1

3. Elektroforesis
Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk kasus-kasus hemoglobinopati seperti talasemia.
Pemeriksaan ini menggunakan agar elekroforesis dan darah, dengan bahan yang ada akan
dibentuk suatu gambaran kurva yang menunjukan kadar masing-masing globin dalam suatu
SDM. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH. Pada
talasemia beta, kadar HbF bervariasi antara 10-90 %, sedangkan dalam keadaan normal
kadarnya tidak melebihi 1%.1
4. Pemeriksaan Hitung Besi Serum/Ferritin dan Transferrin.
Pemeriksaan yang menghitung jumlah besi dalam serum dan protein aktif pengangkut zat
besi dalam darah. Pada beberapa kasus anemia, bisa disebabkan oleh karena kekurangan
asupan zat besi yang sangat lama. Sehingga hal ini membuat kadar ferritin dalam plasma darah
akan menurun sedangkan transferrin akan meningkat.1
5. Aspirasi Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini jarang digunakan bila tidak ada indikasi khusus karena pemeriksaan ini
bersifat invasive dan berisiko tinggi serta membuat pasien merasa tidak nyaman. Pemeriksaan
ini digunakan hanya pada pasien yang kooperatif dan memiliki indikasi anemia defisiensi besi
berat, anemia sideroblastik, anemia aplastik, keganasan, limfoma, monitor pasca kemoterapi,
dan untuk melihat keadaan hematopoesis sumsum tulang. Gambaran sumsung tulang
memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya.1

Working Diagnosis
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah kadar hemoglobin kurang dari normal akibat kerusakan sel
eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikannya.4

Etiologi dan Klasifikasi


Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena5
1) defek molekular : hemoglobinopati dan enzimopati
2) abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran
3) faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi

Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi4,5


1. Anemia Hemolisis Herediter, yang termasuk kelompok ini :
o Defek enzim/enzimnopati
 Defek jalur Embden Meyerhof
- defisiensi piruvat kinase
- defisiensi glukosa fosfat isomerase
- defisiensi fosfogliserat kinase
 Defek jalur heksosa monofosfat
- defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G-6PD)
- defisiensi glutaion reduktase
o Hemoglobinopati
 Thalassemia
 Anemia sickle cell
 Hemoglobinopati lain
o Defek membran (membranopati) : sferositosis herediter
2. Anemia Hemolisis Didapat, yang termasuk kelompok ini adalah :
o Anemia hemolisis imun, misalnya : idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan autoimun,
infeksi, transfusi
o Mikroangiopati, misalnya : Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP), Sindrom Uremik
Hemolitik (SUH), Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID), preeklampsia, eklampsia,
hipertensi maligna, katup prostetik
o Infeksi, misalnya : infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium
Berdasarkan ketahanan hidupnya dalam sirkulasi darah pasien, anemia hemolisis dapat
dikelompokkan menjadi5 :
1) Anemia hemolisis intrakorpuskular.
Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi darah resipien yang kompatibel,
sedangkan sel eritrosit kompatibel normal dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien.
2) Anemia hemolisis ekstrakorpuskular.
Sel eritrosit pasien dapat bertahan hidup di sirkulasi darah resipien yang kompatibel, tetapi
sel eritrosit yang kompatibel normal tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien.

Berdasarkan ada tidaknya keterlibatan imunoglobulin pada kejadian hemolisis, anemia


hemolisis dikelompokkan menjadi 3,5
1. Anemia Hemolisis Imun.
Hemolisis terjadi karena keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang spesifik
untuk antigen eritrosit pasien (disebut autoantibodi)
2. Anemia Hemolisis Non-Imun.
Hemolisis terjadi tanpa keterlibatan imunoglobulin tetapi karena faktor defek molekular,
abnormalitas struktur membran, faktor lingkungan yang bukan autoantibodi seperti
hipersplenisme, kerusakan mekanik eritrosit karena mikroangiopati atau infeksi yang
mengakibatkan kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan mekanisme imunologi seperti malaria,
babesiosis dan klostridium.
Daftar Pustaka

1. Mansjoer A, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta kedokteran. Edisi ke 3. Jlid 2.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.497-9

S-ar putea să vă placă și