Sunteți pe pagina 1din 20

A.

PENGERTIAN
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan
respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan
perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok
sepsis. ( Linda D.U, 2006), Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-
tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah
septisemia dan syok septik. Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau toksinnya
didalam darah. (Dorland, 2010). Dari definisi di atas penyusun menyimpulkan bahwa
sepsis adalah infeksi bakteri generalisata dalam darah yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan dengan tanda dan gejala sistemik.

A. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh
virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga
sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara
efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons
inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari
kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi
oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus
atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan
serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah
infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia,
pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat
frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya
dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter),
dan ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul.
Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:

1) Infeksi paru-paru (pneumonia)


2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari lima
kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.

B. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Arief, 2008 tanda dan gejala dari sepsis neonatorum, antara lain:
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung.
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah darI
pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada
ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan
dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan
diare (Asrining, 2007).

C. PATOFISIOLOGI

Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%),
jamur dan virus (2-3%), protozoa. Produk bakteri yang berperan penting pada sepsis
adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran terluar bakteri
gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et al.,
2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Response
Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure (MOF).
Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme kematian sel
pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada pasien sepsis akan
terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di lien (Irene,
2007).

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit.
Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin,
baik yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi
adalah tumor necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang
bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi.
Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan
IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi
sekaligus.

Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram
(-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida
(LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem
imun seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita
membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita
dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.

Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa
muatan polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC),
kemudian berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell
receptor(TCR).

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan mengeluarkan
substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan
macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4,
IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada
sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion
molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan
endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan
vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.

Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi yang


berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan
mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan
mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang
menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan
limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Remick,
2007).

Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-
mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang
memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan
menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan
rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).

Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit
(Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid
seperti lien dan timus. Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya
patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab
berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).

D. PATHWAY

Bakteri (mikroorganisme)
Bakteri gram (-) Bakteri
gram(+)
Endotoksi
eksotalm

Masuk alirandarah sirkulasidarah arteri proeses imflamasi,


mediatorsitoksin

Perubahan biokimia kehilangan cairan dalam sitoksin


Keringat (perifer) yg berlebihan
Kompensasi tubuh
Imflamsi
anti imflamsia R. kekurangan V. cairan
Panas, dan takikardi
Gangguan seluler berbagai organ

Pola nafas tidak efektif


Paru-paru Ginjal hasil metabolisme disfungsi
endotel

O2 yang tidak adekuat urea nitroge fesedilatasi


hipertermi
Sesak (takipnea) oligaria hipo perfusi
disfungsi

Mionard volume
Takipne
a darah dalam
Pola nafas tidak efektif

Otot jantung
O 2 dalam darah / jaringan
menurun
Otak

Kesadaran menurun Penurunan


Gangguan perfusi jaringan perifer
curah jantung
GCS 1,2, dan 3
Hambatan mobilitas fisik
E. POTENSIAL KOMPLIKASI

1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa


2. Koagulasi intravaskular
3. Gagal ginjal akut
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Disfungsi sistem saraf pusat
7. Gagal jantung
8. Kematian

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea
darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri,
elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang
terinfeksi harus dilakukan.
Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia,
dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis
respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.
Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan
fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan
hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan
lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis
respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk
hipotensi.
(Hermawan, 2007).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama,
dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a)
breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi
bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk
mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65
mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi.Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung.Kadar hemoglobin yang rendah
akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.Transpor
oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi
vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen
di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid.Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih.Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi
jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan
membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa
peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi
eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb
rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik.
Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.

3. Vasopresor dan inotropik


Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi.Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin
dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-
8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat
digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit,
epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan
milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada
hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.Hemofiltrasi dilakukan kontinu
selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6. Nutrisi
7. Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin
dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral
dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
8. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.Hidrokortison
dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.

a. PENANGANAN SYOK
Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang
pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok
adalah :
1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
3. Periksa pernafasan korban (Breathing)
4. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan
selimut)
7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba.
b. PENGOBATAN

1. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.

2. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.

3. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya


muntahan.

4. Jangan diberikan apapun melalui mulut.

5. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.

6. Obat-obatan diberikan secara intravena.

7. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan
karena cenderung menurunkan tekanan darah.

8. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.

9. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika
perdarahan atau hilangnya cairan terus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh
serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume
darah.
H. PENGKAJIAN
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika perlu, Jika
terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke ICU
b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala
yang signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status
oksigenasi dan kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-breath
mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, Periksa foto thorak
c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian kapiler, Pasang
infuse dengan menggunakan canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau
haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah lengkap, Catat temperature,
kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C, Siapkan
pemeriksaan urin dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan
setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia

g. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), Heart rate : takikardi biasa terjadi,
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal, Kulit dan membran
mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
i. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif : Formasi
edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
j. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
k. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif : Respirasi : rapid,
swallow, grunting

I. DIAOGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 , edema paru.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang
tidak mencukupi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan..
h. Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif

J. INTERVINSI KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Managemen :
selama ... x 24 jam . pasien akan :  Buka jalan nafas
1. TTV dalam rentang normal  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
2. Menunjukkan jalan napas yang ventilasi ( fowler/semifowler)
paten  Auskultasi suara nafas , catat adanya suara
3. Mendemostrasikan suara napas tambahan
yang bersih, tidak ada sianosis dan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
dypsneu. jalan nafas buatan
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TTV.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak
efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :
respon fisiologis otot jantung,  Cardiac Pump 1. Cardiac Care
peningkatan frekuensi, dilatasi, effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
hipertrofi atau peningkatan isi  Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
sekuncup  Vital Sign Status  Catat adanya disritmia jantung
Kriteria Hasil:  Catat adanya tanda dan gejala
 Tanda Vital dalam penurunan cardiac putput
rentang normal (Tekanan  Monitor status kardiovaskuler
darah, Nadi, respirasi)  Monitor status pernafasan yang
 Dapat mentoleransi menandakan gagal jantung
aktivitas, tidak ada  Monitor abdomen sebagai
kelelahan indicator penurunan perfusi
 Tidak ada edema paru,  Monitor balance cairan
perifer, dan tidak ada  Monitor adanya perubahan
asites tekanan darah
 Tidak ada penurunan  Monitor respon pasien terhadap
kesadaran efek pengobatan antiaritmia
 Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan
stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus
paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama
jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :
Definisi : suhu tubuh naik Kriteria Hasil :  Fever treatment
diatas rentang normal  Suhu tubuh dalam rentang  Monitor suhu sesering mungkin
Batasan Karakteristik: normal  Monitor IWL
 kenaikan suhu tubuh diatas  Nadi dan RR dalam  Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal rentang normal  Monitor tekanan darah, nadi dan
 serangan atau konvulsi  Tidak ada perubahan RR
(kejang) warna kulit dan tidak ada  Monitor penurunan tingkat
 kulit kemerahan pusing, merasa nyaman kesadaran
 pertambahan RR  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 takikardi  Monitor intake dan output
 saat disentuh tangan terasa  Berikan anti piretik
hangat  Berikan pengobatan untuk
Faktor faktor yang mengatasi penyebab demam
berhubungan :  Selimuti pasien
penyakit/ trauma  Lakukan tapid sponge
peningkatan metabolisme  Berikan cairan intravena
aktivitas yang berlebih  Kompres pasien pada lipat paha
pengaruh medikasi/anastesi dan aksila
ketidakmampuan/penurunan  Tingkatkan sirkulasi udara
kemampuan untuk berkeringat  Berikan pengobatan untuk
terpapar dilingkungan panas mencegah terjadinya menggigil
dehidrasi
pakaian yang tidak tepat
Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR

 Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

 Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau berdiri

 Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

 Monitor TD, nadi, RR,


sebelum, selama, dan setelah
aktivitas

 Monitor kualitas dari nadi

 Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola pernapasan


abnormal

 Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

 Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)

 Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak mencukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Management sensasi perifer:
selama ... x 24 jam . pasien akan : Ø Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap 4 jam
Tekanan sisitole dan diastole dalamØ Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
rentang normal jika ada lesi
Menunjukkan tingkat kesadaran yang baikØ Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas atau dingin
Ø Kolaborasi obat antihipertensi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Activity Therapy
selama ... x 24 jam . pasien akan : Ø Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpaØ Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya
disertai peningkatan tekanan darah nadi sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
dan respirasi Ø Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari membantu dan meningkatkan kekuatan fisik klien.
secara mandiri Ø Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
TTV dalam rentang normal Ø Jelaskan pada keluarga dan klien tentang
Status sirkulasi baik pentingnya bedrest ditempat tidur.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Reduction
selama ... x 24 jam . pasien akan : Ø Kaji tingkat kecemasan
Ø Mampu mengidentifikasi danØ Jelaskan prosedur pengobatan perawatan.
mengungkapkan gejala cemas Ø Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya
Ø TTV normal tentang kondisi pasien.
Ø Menunjukkan teknik untuk mengontrolØ Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan
cemas. dilakukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi
pasien.
Ø Beri dorongan spiritual.

G. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan..


2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC : Airway Management
Definisi : Pertukaran udara  Respiratory status : Ventilation  Buka jalan nafas, guanakan
inspirasi dan/atau ekspirasi  Respiratory status : Airway teknik chin lift atau jaw
tidak adekuat patency thrust bila perlu
Batasan karakteristik :  Vital sign Status  Posisikan pasien untuk
- Penurunan tekanan Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
inspirasi/ekspirasi  Mendemonstrasikan  Identifikasi pasien perlunya
- Penurunan pertukaran batuk efektif dan suara pemasangan alat jalan nafas
udara per menit nafas yang bersih, tidak buatan
- Menggunakan otot ada sianosis dan  Pasang mayo bila perlu
pernafasan tambahan dyspneu (mampu  Lakukan fisioterapi dada
- Nasal flaring mengeluarkan sputum, jika perlu
- Dyspnea mampu bernafas dengan  Keluarkan sekret dengan
- Orthopnea mudah, tidak ada pursed batuk atau suction
- Perubahan penyimpangan lips)  Auskultasi suara nafas, catat
dada  Menunjukkan jalan nafas adanya suara tambahan
- Nafas pendek yang paten (klien tidak  Lakukan suction pada mayo
- Assumption of 3-point merasa tercekik, irama  Berikan bronkodilator bila
position nafas, frekuensi pernafasan perlu
- Pernafasan pursed-lip dalam rentang normal, tidak  Berikan pelembab udara
- Tahap ekspirasi ada suara nafas abnormal) Kassa basah NaCl Lembab
berlangsung sangat lama  anda Tanda vital dalam  Atur intake untuk cairan
- Peningkatan diameter rentang normal (tekanan mengoptimalkan
anterior-posterior darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
- Pernafasan rata-  Monitor respirasi dan status
rata/minimal O2
 Bayi : < 25 atau > 60
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Terapi Oksigen
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25  Bersihkan mulut, hidung dan
 Usia > 14 : < 11 atau > 24 secret trakea
- Kedalaman pernafasan  Pertahankan jalan nafas
 Dewasa volume tidalnya 500 yang paten
ml saat istirahat  Atur peralatan oksigenasi
 Bayi volume tidalnya 6-8  Monitor aliran oksigen
ml/Kg  Pertahankan posisi pasien
- Timing rasio  Onservasi adanya tanda
- Penurunan kapasitas vital tanda hipoventilasi
Faktor yang berhubungan :  Monitor adanya kecemasan
Hiperventilasi pasien terhadap oksigenasi
Deformitas tulang Vital sign Monitoring
Kelainan bentuk dinding
dada  Monitor TD, nadi, suhu,
Penurunan dan RR
energi/kelelahan
Perusakan/pelemahan  Catat adanya fluktuasi
muskulo-skeletal tekanan darah
Obesitas
Posisi tubuh  Monitor VS saat pasien
Kelelahan otot pernafasan berbaring, duduk, atau
Hipoventilasi sindrom berdiri
Nyeri
Kecemasan  Auskultasi TD pada kedua
Disfungsi Neuromuskuler lengan dan bandingkan
Kerusakan
persepsi/kognitif  Monitor TD, nadi, RR,
Perlukaan pada jaringan sebelum, selama, dan
syaraf tulang belakang setelah aktivitas
Imaturitas Neurologis
 Monitor kualitas dari nadi

 Monitor frekuensi dan


irama pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola pernapasan


abnormal

 Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

 Monitor sianosis perifer

 Monitor adanya cushing


triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

 Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

H. Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif


Defisit perawatan diri NOC: NIC :
Definisi :  Self care : Activity of Daily Self Care assistane : ADLs
Gangguan kemampuan untuk Living (ADLs)  Monitor kemempuan klien untuk
melakukan ADL pada diri Kriteria Hasil : perawatan diri yang mandiri.
Batasan karakteristik :  Klien terbebas dari bau  Monitor kebutuhan klien untuk
ketidakmampuan untuk mandi, badan alat-alat bantu untuk kebersihan
ketidakmampuan untuk  Menyatakan diri, berpakaian, berhias,
berpakaian, ketidakmampuan kenyamanan terhadap toileting dan makan.
untuk makan, ketidakmampuan kemampuan untuk  Sediakan bantuan sampai klien
untuk toileting melakukan ADLs mampu secara utuh untuk
Faktor yang berhubungan :  Dapat melakukan ADLS melakukan self-care.
kelemahan, kerusakan kognitif dengan bantuan  Dorong klien untuk melakukan
atau perceptual, kerusakan aktivitas sehari-hari yang normal
neuromuskular/ otot-otot saraf sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-
NOC, Jakarta, Medi Action Publishing

Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Pp: 187-9

Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3

Banjarmasin, 18 april 2019

Ners Muda,
(Ledia Wandari Saputri, S.Kep)

Preseptor Klinik,

(Zaqyyah Huzaifah, Ns.,M.Kep)

S-ar putea să vă placă și