Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENGERTIAN
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan
respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan
perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok
sepsis. ( Linda D.U, 2006), Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-
tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah
septisemia dan syok septik. Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau toksinnya
didalam darah. (Dorland, 2010). Dari definisi di atas penyusun menyimpulkan bahwa
sepsis adalah infeksi bakteri generalisata dalam darah yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan dengan tanda dan gejala sistemik.
A. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh
virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga
sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara
efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons
inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari
kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi
oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus
atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan
serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah
infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia,
pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat
frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya
dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter),
dan ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul.
Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
B. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Arief, 2008 tanda dan gejala dari sepsis neonatorum, antara lain:
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung.
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah darI
pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada
ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan
dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan
diare (Asrining, 2007).
C. PATOFISIOLOGI
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%),
jamur dan virus (2-3%), protozoa. Produk bakteri yang berperan penting pada sepsis
adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran terluar bakteri
gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et al.,
2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Response
Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure (MOF).
Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme kematian sel
pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada pasien sepsis akan
terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di lien (Irene,
2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit.
Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin,
baik yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi
adalah tumor necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang
bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi.
Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan
IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi
sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram
(-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida
(LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem
imun seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita
membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita
dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa
muatan polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC),
kemudian berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell
receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan mengeluarkan
substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan
macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4,
IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada
sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion
molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan
endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan
vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-
mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang
memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan
menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan
rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit
(Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid
seperti lien dan timus. Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya
patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab
berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).
D. PATHWAY
Bakteri (mikroorganisme)
Bakteri gram (-) Bakteri
gram(+)
Endotoksi
eksotalm
Mionard volume
Takipne
a darah dalam
Pola nafas tidak efektif
Otot jantung
O 2 dalam darah / jaringan
menurun
Otak
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea
darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri,
elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang
terinfeksi harus dilakukan.
Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia,
dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis
respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.
Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan
fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan
hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan
lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis
respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk
hipotensi.
(Hermawan, 2007).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama,
dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a)
breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi
bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk
mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65
mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi.Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung.Kadar hemoglobin yang rendah
akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.Transpor
oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi
vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen
di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid.Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih.Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi
jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan
membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa
peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi
eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb
rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik.
Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
a. PENANGANAN SYOK
Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang
pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok
adalah :
1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
3. Periksa pernafasan korban (Breathing)
4. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan
selimut)
7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba.
b. PENGOBATAN
1. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.
7. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan
karena cenderung menurunkan tekanan darah.
9. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika
perdarahan atau hilangnya cairan terus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh
serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume
darah.
H. PENGKAJIAN
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika perlu, Jika
terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke ICU
b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala
yang signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status
oksigenasi dan kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-breath
mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, Periksa foto thorak
c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian kapiler, Pasang
infuse dengan menggunakan canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau
haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah lengkap, Catat temperature,
kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C, Siapkan
pemeriksaan urin dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan
setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
g. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), Heart rate : takikardi biasa terjadi,
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal, Kulit dan membran
mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
i. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif : Formasi
edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
j. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
k. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif : Respirasi : rapid,
swallow, grunting
I. DIAOGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 , edema paru.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang
tidak mencukupi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan..
h. Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif
J. INTERVINSI KEPERAWATAN
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak
efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :
respon fisiologis otot jantung, Cardiac Pump 1. Cardiac Care
peningkatan frekuensi, dilatasi, effectiveness Evaluasi adanya nyeri dada
hipertrofi atau peningkatan isi Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
sekuncup Vital Sign Status Catat adanya disritmia jantung
Kriteria Hasil: Catat adanya tanda dan gejala
Tanda Vital dalam penurunan cardiac putput
rentang normal (Tekanan Monitor status kardiovaskuler
darah, Nadi, respirasi) Monitor status pernafasan yang
Dapat mentoleransi menandakan gagal jantung
aktivitas, tidak ada Monitor abdomen sebagai
kelelahan indicator penurunan perfusi
Tidak ada edema paru, Monitor balance cairan
perifer, dan tidak ada Monitor adanya perubahan
asites tekanan darah
Tidak ada penurunan Monitor respon pasien terhadap
kesadaran efek pengobatan antiaritmia
Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan
stress
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak mencukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Management sensasi perifer:
selama ... x 24 jam . pasien akan : Ø Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap 4 jam
Tekanan sisitole dan diastole dalamØ Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
rentang normal jika ada lesi
Menunjukkan tingkat kesadaran yang baikØ Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas atau dingin
Ø Kolaborasi obat antihipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-
NOC, Jakarta, Medi Action Publishing
Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Pp: 187-9
Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3
Ners Muda,
(Ledia Wandari Saputri, S.Kep)
Preseptor Klinik,