Sunteți pe pagina 1din 15

a.

Definisi Diabetes Mellitus


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit kronik
(menahun) yang disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin baik kekurangan ini
absolut maupun relatif (Haznam, 1991). Menurut WHO, DM adalah penyakit kronis
yang terjadi baik ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau ketika
tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (WHO, 2008).
Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) , DM
merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin
yang dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin
(Soegondo, dkk, 2009).
Hormon insulin mengendalikan kadar gula darah tubuh. Bila keadaan tubuh
kekurangan insulin atau jumlah cukup tetapi tidak efektif akan
menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa
puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL. Kadar glukosa serum puasa normal adalah
70 sampai 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan hampir semuanya
difiltrasi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-
180 mg/dL ( Price dan Lorraine, 2006).
Seseorang dapat dikatakan DM bila didiagnosis dengan kriteria diagnostik DM
dan gangguan toleransi glukosa yaitu kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥
200 mg/dl, kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa
plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada Test Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) (PERKENI, 2011).
b. ETIOLOGI
1. Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes mellitus akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin
(Riyadi dan Sukarmin, 2008).Sekitar 40% penderita diabetes terlahir dari keluarga
yang juga mengidap penyakit diabetes (Arisman, 2011).
Diabetes tipe 2 lebih terkait dengan faktor riwayat keluarga bila dibandingkan
tipe 1. Anak dengan ayah penderita DM tipe 1 memiliki kemungkinan terkena
diabetes 1:17. Namun bila kedua orang tua menderita DM tipe 1 maka
kemungkinan menderita DM adalah 1:4-10. Pada DM tipe 2, seorang anak
memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tuanya
menderita DM pada usia kurang dari lima puluh tahun dan 1:13 bila salah satu
orang tuanya menderita DM pada usia lebih dari lima puluh tahun. Namun bila
kedua orang tuanya menderita DM tipe 2, maka kemungkinan menderita DM
adalah 1: 2 (ADA, 2008).
2. Usia
Pada DM tipe I terjadi akibat kerusakan sel-sel beta Langerhans. Sehingga DM
tipe I banyak ditemukan pada anak atau usia muda. Sebaliknya pada DM tipe II,
lebih banyak pada usia setelah 40 tahun diakibatkan terjadinya penurunan
fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin. Resiko menderita penyakit DM bertambah sejalan dengan
usia seseorang (Arisman, 2011).
3. Pola makan dan Obesitas/ Kegemukan
Pola makan di kota-kota besar telah bergeser dari pola makan tradisional yang
mengandung banyak kerbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan beresiko
dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak,
gula, garam, dan mengandung sedikit serat.Komposisi makanan seperti ini
terutama terdapat pada makanan siap saji yang akhir-akhir ini sangat digemari
oleh anak-anak muda (Suyono, dkk, 2010).
Kelebihan mengonsumsi lemak akan disimpan di tubuh dalam bentuk jaringan
lemak dan mempengaruhi berat badan bahkan mencapai obesitas. Kondisi ini
akan membutuhkan jumlah hormon insulin yang banyak untuk mengelolanya.
Obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin (Waspadji, dkk,
2007).
4. Kurangnya aktivitas fisik
Olahraga sangat berperan pada kontrol gula darah.Pada saat tubuh melakukan
aktifitas fisik maka sejumlah glukosa akan diubah menjadi energi sehingga kadar
gula dalam darah akan berkurang dan kebutuhan insulin juga akan berkurang.
Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh
tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin
tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM
(Lanywati, 2001).
5. Infeksi
Beberapa orang ahli diabetes percaya bahwa DM mempunyai beberapa sebab.
Penyebab lain yang dicurigai adalah berbagai jenis virus. Virus yang dapat
memicu DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus.Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan
kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi
autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta
pankreas.Pada kasus DM tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali
didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang
disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus.DM akibat bakteri masih belum
bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan DM (Johnson, 1998).

c. Klasifikasi Diabetes Mellitus


a. Diabetes Mellitus Tipe 1/ IDDM (Insulin Dependent DM)
Diabetes Mellitus tipe 1 disebut insulin-dependent DMkarena pasien
sangat bergantung terhadap insulin dan hanya dapat diobati dengan
menggunakaninsulin. Penderita memerlukan suntikan setiap hari untuk
mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh (Johnson,1998).DM tipe 1 dahulu
disebut juga diabetes onset-anakkarena banyak terjadi pada usia muda dan
diabetes rentan-ketosis karena DM tipe ini sering menimbulkan
ketoasidosis(Arisman, 2011). Diabetes Mellitus tipe 1 diakibatkan terjadinya
kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel
langerhans di pankreas.Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin
(Sujono dan Sukarmin, 2008).Gejala penyakit ini biasanya muncul secara
mendadak, berat, dan perjalanannya secara progresif.Jika tidak diawasi, dapat
berkembang menjadi ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosis ditegakkan, pasien
biasanya memiliki berat badan yang rendah, dan kadar gula darah puasa >140
mg/dL (Arisman, 2011).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2/NIDDM (Non Insulin Dependent DM)
Istilah Non Insulin Dependent DM sebenarnya kurang tepat karena
banyak individu yang mengidap DM tipe 2 dapat ditangani dengan insulin. DM
jenis ini disebut juga diabetes onset-matur/onset-dewasa karena banyak terjadi
pada usia tua atau 40 tahun dan diabetes resistan-ketosis karena DM tipe ini
cenderung tidak berkembang ke arah ketosis. DM tipe 2 merupakan penyakit
familier yang mewakili kurang lebih 85% kasus DM di negara maju dengan
prevalensi sangat tinggi pada masyarakat gaya hidup tradisional menjadi modern.
Gejala DM tipe 2 muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan dan belum
menampakkan gejala selama bertahun-tahun.Progresifitas gejala berjalan lambat
(Arisman, 2011).
Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan
dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi
glukosa yang menyebabkan DM tipe 2 (Price dan Lorraine, 2006).Pasien biasanya
tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan
obat yang bekerja untuk memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan kadar gula
darah (Tjokoprawiro, 1991).
d. Gambaran Klinis Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus dapat timbul secara perlahan sehingga penderita tidak
menyadari akan adanya perubahan. Gejala klinis yang khas penyakit DM seperti
poliuria (peningkatan pengeluaran urine), polidipsia (peningkatan rasa haus), dan
polifagia (peningkatan rasa lapar) merupakan petunjuk penting dalam mendiagnosis
DM dan disebut sebagai Trias P (3P) (Riyadi dan Sukarmin, 2008).
Poliuria (peningkatan pengeluaran urine) merupakan gejala yang paling utama
yang dirasakan oleh setiap pasien.Polidipsia (peningkatan rasa haus) diakibatkan
peningkatan pengeluaran urin sehingga menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat).
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya
cadangan gula didalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi (Riyadi dan
Sukarmin, 2008).
Keluhan yang dialami juga oleh penderita DM seperti rasa lelah dan kelemahan
otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes, kelainan kulit berupa gatal-
gatal, biasanya terjadi di daerah lipatan kulit seperti diketiak dan di bawah payudara,
kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati. Pada penderita DM regenerasi sel
persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang
berasal dari protein (Riyadi dan Sukarmin, 2008).
e. Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi Akut
1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan syaraf yang


disebabkan oleh penurunan gula darah (Ranakusuma,1992). Kekurangan glukosa
sama dengan kekurangan oksigen akan menimbulkan gangguan fungsi otak,
kerusakan jaringan atau mungkin kematian apabila kekurangan tersebut
berkepanjangan (Waspadji, dkk, 2007).Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penderita DM kemungkinan terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL (PERKENI, 2011).
Gejala dan tanda hipoglikemia adalah gejala otonom yang diperantarai
neurotransmitter susunan saraf otonom seperti cemas, gemetaran, berkeringat,
jantung berdebar-debar dan lapar. Sedangkan gejala lain adalah gejala
neuroglikopeni berupa gangguan berpikir, lemas, kesadaran menurun, mata kabur
dan sulit berkonsentrasi (Setiati,dkk, 2008).
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah komplikasi akut dari diabetes yang sering terjadi pada
penderita DM tipe.Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi berat,
hiperosmolalitas, dieresis osmotik.Jika keadaan ini tidak segera ditangani dapat
menyebabkan penderita menjadi tidak sadarkan diri dan meninggal (Price dan
Lorraine, 2006). Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan
glukosa dan produksi glukosa hati.Hal ini dapat menyebabkan penumpukan
glukosa pada sel dan jaringan tertentu sehingga dapat menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Waspadji, dkk, 2007). Hiperglikemia ini
antara lain adalah:
a. Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut DM yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok.Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu
pencetus terjadinya KAD (Soewondo, 2009).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan gawat darurat akibat
hiperglikemia dimana terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi
akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan
darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat
racun dalam peredaran darah yang disebut keton (Suastika,
2008).
Keluhan dan gejala KAD berupa pernafasan cepat dan dalam, turgor
kulit berkurang, lidah dan bibir berkurang, kadang-kadang disertai
hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah
tercium.Keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD
(Soewondo, 2009).
b. Non Ketotik Hiperosmolar (NKH)
Mekanisme terjadinya NKH hampir sama dengan KAD. Pemeriksaan
laboratorium sangat membantu untuk membedakannya dengan KAD. Hal
yang membedakannya adalah bila pasien mempunyai kadar glukosa darah
>600mg%, osmolalitas serum 350 mOSM/L dan positif lemah serta
pemeriksaan aseton negatif. Secara klinis penderita dalam keadaan tanda-
tanda dehidrasi (turgor menurun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi
postoral, bibir dan lidah kering), tidak ada bau aseton yang tercium dari hawa
napas dan tidak ada pernafasan kussmaul (Waspadji, dkk, 2007).
Komplikasi Kronik
a. Kerusakan Mata (Retinopati Diabetika)
Kerusakan mata akibat DM yang paling sering adalah Retinopati (Kerusakan
Retina).Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah
retina bahkan dapat mengakibatkan kebocoran pembuluh darah
kapiler.Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar
yang menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur
(Oawara, 2003).
Retinopati Diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.
Pada waktudiagnosis DM tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya
ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi
meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah
menderita retinopati diabetik (Pandelaki, 2009). Pada DM tipe 2 ketika
didiagnosis diabetes ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati
diabetik nonproliferatif (background retinopathy).Setelah 20 tahun, prevalensi
retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%.Pasien diabetes
memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding
nondiabetes (Pandelaki, 2009).
b. Kerusakan Saraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati Diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis yang paling
sering ditemukan pada DM.Resiko yang dihadapi pasien DM dengan
neuropati antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh
dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya
angka kesakitan dan kematian, yang berakibat pada meningkatnya biaya
pengobatan pasien DM dengan neuropati (Subekti, 2009).
Manifestasi Neuropati Diabetik bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa
keluhan dan hanya bisa dideteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis,
hingga keluhan nyeri yang hebat.Keluhannya dapat berupa neuropati lokal
atau sistemik, semua tergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena
lesi.Pasien diabetes memiliki resiko 7 kali lebih mudah mengalami neuropati
dibanding nondiabetes (Subekti, 2009).
c. Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik)
Hampir 20-30% penderita DM akan mengalami kelainan ginjal dalam
perjalanan penyakitnya.Nefropati diabetik adalah komplikasi pada ginjal yang
dapat berakibat dengan gagal ginjal.Kerusakan ginjal disebabkan oleh kadar
glukosa dalam darah sangat tinggi, sehingga ginjal dipacu lebih berat
akibatnya terjadi penyempitan pembuluh darah kapiler dalam darah. Pada saat
terdiagnosis DM, khususnya bila kadar glukosa darah tinggi maka mekanisme
Glomerular Filtration Rate meningkat hingga 150ml/menit pada penderita
diabetes dapat menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin
(Sjaifoellah, 1996). Angka kejadian nefropatik diabetik pada DM tipe 1 dan 2
sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar dari tipe 1 karena
jumlah penderita DM tipe 2 lebih banyak dari DM tipe 1 (Hendromartono,
2009).
d. Hipertensi
Gagal ginjal merupakan komplikasi kronik DM yang diperburuk oleh adanya
hipertensi. Pengontrolan kadar glukosa darah sebaik mungkin disertai
pengontrolan tekanan darah. Pengelolaan hipertensi pada DM berguna untuk
mencegah kematian dan disabilias akibat tekanan darah yang tinggi. Penderita
hipertensi pada penderita DM ada dua yaitu hipertensi primer yang berkaitan
dengan hipertensi endokrin dan hipertensi sekunder seperti Syndrome Cushing
(Sjaifoellah, 1996).
e. Penyakit Jantung Koroner
Diabetes Mellitus (DM) merusak dinding pembuluh darah yang
menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai darah berkurang dan tekanan
darah meningkat. Keluhan sakit jantung sangat bervariasi, biasanya tidak ada
keluhan, tetapi selanjutnya akan timbul gejala akibat penyumbatan antara lain
sesak nafas, nyeri dada, rasa lelah, sakit kepala, detak jantung cepat dan tidak
teratur, banya berkeringat. Akan tetapi, kadang pada penderita diabetes
keluhan sakit jantung tidak disertai dengan rasa nyeri.Hal ini disebabkan
karena saraf yang mengantar rasa nyeri telah rusak (Tjokoprawiro, 2006).
f. Ulkus/ Ganggren
Diantara komplikasi kronik DM, kelainan makrovaskuler memberikan
gambaran kelainan pada tungkai bawah berupa ulkus maupun gangren
selanjutnya disebut kaki diabetik.Kaki diabetik merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati yang terdapat luka
pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Hastuti, 2008).Data
dari beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan angka amputasi dan angka
kematian ulkus-ganggren sebesar 15%-30% dan 17%-32%. Penderita dengan
ulkus-ganggren ditemukan sebesar 2,4%-14% pada penderita DM. Penderita
DM mempunyai kecenderungan 5 kali mudah mengalami ulkus-ganggren
(Sjaifoellah, 1996).
g. Dispepsia
Dispepsia diakibatkan karena urat saraf yang memelihara lambung rusak
sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal
ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih
lama tinggal dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering dialami oleh
penderita DM adalah sukarbuang air besar, perut gembung, dan kotoran
kerasdan kadang- kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran banyak
mengandung air tanparasa sakit perut (Tjokoprawiro, 2006).
F. Pencegahan Penyakit Diabetes Mellitus
Kunci utama pencegahan DM terletak pada tiga titik yang saling berkaitan yaitu
pengendalian berat badan, olahraga, dan makan makanan sehat. Bentuk
pengendalian ini dilakukan dengan menurunkan berat badan sekitar 5-7% dari
total berat badan dengan 30 menit kegiatan fisik/olahraga 5 hari per minggu, dan
makan secukupnya makanan sehat. Pencegahan DM diantaranya pencegahan
primer, sekunder, dan tersier (Bustan, 2007).
1. Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang beresiko mengidap DM atau pada populasi umum. Adapun
pencegahan primer yaitu:
a. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai resiko
DM dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan
cara utama untuk menurunkan resiko terkena DM tipe 2
b. Diet Sehat. Dapat dilakukan dengan mengatur jumlah asupan kalori agar
tercapai berat badan yang ideal. Mengatur makanan yang rendah lemak
jenuh, rendah karbohidrat kompleks, dan tinggi serat dapat mencegah
timbulnya puncak (peak) glukosa darah yang dapat meningkatkan resiko
terkena DM (PERKENI, 2011).
c. Latihan Jasmani (Olahraga). Olahraga yang teratur akan memperbaiki
sirkulasi insulin dengan cara meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh
darah sehingga membantu masuknya glukosa dalam sel. Dalam melakukan
latihan jasmani dianjurkan 3-4 kali setiap minggu selama kurang lebih ½
jam. Tetapi hal yang perlu diingat ketika melakukan olahraga adalah jika
penderita DM memulai olah raga tanpa makan akan beresiko terjadinya
starvasi sel dengan cepat dan akan berdampak pada nekrosis sel
(hipoglikemia). Oleh karena itu, penderita harus makan sebelum olahraga
dan harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia.
(Riyadi dan Sukarmin, 2008)
d. Penyuluhan. Melalui penyuluhan masyarakat dapat diberi pengetahuan
tentang hidup sehat untuk mencegah penyakit DM sehingga masyarakat
dapat dilibatkan dalam program skrining kasus baru terutama pada kelompok
resiko tinggi untuk timbulnya penyakit DM (Subekti, 2007).

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya deteksi dini penyandang DM. Maka
dianjurkan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi agar dilakukan
pemeriksaan penyaring glukosa darah. Dengan demikian mereka yang
mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian
yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai diyakini benar mereka
mengidap DM. Jika mereka yang sudah didiagnosis menderita DM maka
dilakukan pencegahan dan mnghambat penyakit penyulit lebih lanjut (Waspadji,
dkk, 2007).
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan Obat
Hipoglikemik Oral (OHO) dan atau suntikan insulin (PERKENI, 2011).

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 5 golongan:


1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid.

Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi


insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan golongan
glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion

Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan resistensi


insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
3. Penghambat gluko neogenesis: metformin

Golongan metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi


glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer.Terutama dipakai pada penyandang DM yang gemuk.
4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,


sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan.
5. DPP-IV inhibitor

DPP-IV inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1


tetapdalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu
merangsang pelepasan insulin serta menghambat penglepasan
glucagon (PERKENI, 2011).
b) Insulin

Terdapat 3 jenis insulin yang penting menurut cara kerjanya yaitu:

a. Yang kerjanya cepat yaitu Regular Insulin (RI) dengan masa kerja
2-4 jam.
b. b. Yang kerjanya sedang yaitu NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
c. Yang kerjanya lambat yaitu PZI (Protamme Zinc Insulin) dengan
masa kerja 18-24 jam.
Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urin dan
glukosa darah (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Pada penderita DM tipe 1
harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalamtubuhnya agar berjalan normal. Ini
diakibatkan karena sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita
rusak, sehingga tidak dapat memproduksi insulin (Depkes, 2005). Pada
pasien DM tipe 2 dapatdimulai antara lain untuk pasien dengan
kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosadarah yang buruk
(HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL),
riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi
kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat
penggunaan insulin lebih dari 5 tahun dan penyandang DM
lebih dari 10 tahun (PERKENI, 2008).
3 Pencegahan Tersier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkan penyakit

DM temasuk kedalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap yaitu:

a. Mencegah komplikasi diabetes


b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus ke
penyakit organ.
c. Mencegah terjadinya kecacatan yang disebabkan oleh kegagalan organ
atau jaringan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara
pasien dengan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-
dokter yang terkait dengan komplikasinya (Suyono, 2009).

S-ar putea să vă placă și