Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
Dari penjelasan yang tersebut diatas peranan soerang perawat sangat penting
dalam pemberian asuhan keperawatan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian yang disebabkan karena diabetes mellitus, sehingga diharapkan mahasiswa
keperawatan dapat memahami dan menguasai konsep asuhan keperawatan pada pasien
diabetes mellitus.
1
1.2 Batasan Masalah
2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
3
jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia
lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya mengidap
diabetes/ memiliki riwayat diabetes.
A. Etiologi Diabetes Mellitus
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
4
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin.
5
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Yang
menimbulkan terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
6
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, memerlukan peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
7
8
5. Tanda Gejala
1) Sering merasa haus (polidipsi)
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
2) Sering buang air kecil (poliuri)
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
3) Cepat merasa lapar (polifagia)
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
4) Berat badan turun secara tiba-tiba
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
5) Kaki kesemutan (mati rasa)
6) Sering terjadi infeksi (menyerang kulit pembulih darah dan syaraf)
7) Pandangan kabur
8) Luka sukar sembuh
9) Cepat merasa lelah
10) Kulit kering dan gatal
9
6. Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi akut
Terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah
1) Hipoglikemia/ koma hipoglikemia
2) sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (hhnc/ honk).
3) Keto Asidosis Diabetic (KAD)
2. Komplikasi kronik
10
Ganggren diabetik di temukan pada sekitar 4% di Indonesia, ganggren diabetic
merupakan dampak jangka lama arterios kleropis dan emboli thrombus kecil. Infeksi dan
luka sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis.
Kaki diabetik adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik karena angiopati dan
neuropati selain itu terdapat pintas arteri-vena di ruang subkutis sehingga kaki tampak
merah dan mungkin panas tetapi perdarahan kaki tetap kurang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 sampai 800 mg/dl. Sebagian pasien barangkali
memperlihatkan kadar guka darah yg lebih rendah & sebagian lainnya bisa saja memeliki
kadar sampai sebesar 1000 mg/dl atau bisa lebih (umumnya tergantung pada derajat
dehidrasi)
1) Mesti disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak senantiasa berhubungan dengan kadar
glukosa darah.
2) Sebagian pasien akan mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yg berkisar dari
100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya kemungkinan tak memperlihatkan
11
ketoasidosis diabetikum meskipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yg rendah ( 0- 15 MEq/L) & PH
yg rendah (6,8-7,3). Tingkat PCO2 yg rendah ( 10- 30 MmHg) mencerminkan adanya
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) pada asidosisi metabolik. Akumulasi
badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh adanya hasil dari
pengukuran keton dalam darah & urin.
Pemeriksaan Diagnostik:
1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis
8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen
dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Diet
12
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight
(BBR = berat badan normal) dengan rumus :
BBR = BB x100
TB-100
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah :
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
13
Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas
insulin dengan reseptornya.
4. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada
penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
berat badannya sedikit lebih.
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
14
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
4) Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2. Beberapa cara pemberian insulin
1. Suntikan insulin subkutan
2. Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa faktor antara lain :
3. Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara
lain:
1. Kerja cepat (rapid acting)
Bentuknya larutan jernih, efek puncak 1 - 3 jam setelah
penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya
insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur
dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.Contoh:
Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin/ CZI).
Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan
netral. Contoh sediaan CZI misalnya Velosulin, Semilente.
2. Kerja menengah (intermediate acting)
15
Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya
tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai
dengan 24 jam. Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-
hablur kecil, dibuat dengan menambahkan bahan yang dapat
memperlama kerja obat dengan cara memperlambat penyerapan
insulin kedalam darah. Dengan menambah protamin (NPH /
Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka
bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi
sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak
imunogenik karena protamin bukanlah protein. Contoh : Insulatard,
Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente.
3. Kerja panjang (long acting)
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi
dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang
dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Insulin bentuk ini
diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang
konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat
murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas,
resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi. Contoh: Insulin Glargine,
Insulin Ultralente, PZI (Protamine Zinc Insulin).
4. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin
premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin
kerja sedang. Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang
(24 jam). Contoh : Mixtard 30 / 40.
5) Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik
16
BAB III
ASUHANKEPERAWATAN KASUS
3.1 KASUS
Ny.R umur 62 tahun beralamat Desa Gelagahan Perak Jombang diantar anaknya ke
RSUD Jombang tanggal 12 juni 2017 pukul 16.00. pasien mengeluh merasakan
kedinginan dan nyeri pada area kaki dan kaki seperti melepuh dan pandangan kabur
sejak 2-3 tahun lalu. Saat dikaji pada tanggal 14 juni 2017 pukul 12:25 skala nyeri 6
dan didapat TD 130/60 mmHg RR 22 x/menit N 98 x/menit S 36,5 C dan pemeriksaan
GDA acak 400 mg/dl dan pada pungung kaki ada luka. Hasil anamesa pasie memiliki
riwayat DM dari orang tuanya dan BB turun dari 70 kg menjadi 60an kg. Pasien mulai
merasakan tanda-tanda DM pada tahun 2014 dan hanya mengkonsumsi obat
glibenklamid tanpa injeksi insulin
3.2 PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
Nama : Ny .R
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : gelagahan perak jombang
Tgl. MRS : 12 juni 2017 (16.00)
Tgl. Pengkajian : 14 juni 2017 (12.25)
Diagnosa Medis : DM type 2
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. F
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat :perak Jombang
Hubungan dengan pasien : anak Kandung
17
3.3 Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama :
pasien mengeluh merasakan kedinginan dan nyeri pada area kaki dan kaki
seperti melepuh dan pandangan kabur, serta ada luka pada punggung kaki
b. Riwayat Penyakit Sekarang
pasien mengeluh merasakan kedinginan dan nyeri pada area kaki dan kaki
seperti melepuh dan pandangan kabur sejak 2-3 tahun lalu. Hasil anamesa
pasie memiliki riwayat DM dari orang tuanya dan BB turun dari 70 kg
menjadi 60an kg.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
orang tua pasien memliki penyakit DM
d. Riwayat Kesehatan lingkugan
pasien tinggal dengan anaknya dengan lingkugan bersih
e. Riwayat Kesehatan lingkugan
pasien mempunyai riwayat DM
3.4 Pengukuran TTV
TD :130/60 mmHg
N : 98 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC
BB : 60 kg
3.5 Pemeriksaan Persistem
a. Sistem Pernapasan
Anamnesa : tidak ada keluhan
Hidung:
Inspeksi : Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada secret
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir tidak sianosis, tidak ada alat bantu nafas.
Sinus paranasalis
Inspeksi : Tidak ada secret pada sinus paranasalis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Leher
18
Inspeksi : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Faring :
Inspeksi : Tidak ada oedem, tidak ada tanda-tanda inflamasi
Area dada:
Inspeksi : ritme nafas ireguler , tidak ada penggunaan otot bantu
bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
19
1. Uji nervus I olfaktorius (pembau)
Menggunakan minyak kayu putih sehingga pasien bisa mengembalikan
kesadaran dan pasien dalam keadaan normal karena bisa membedakan bau
antara minyak kayu putih dan parfum.
20
Pendengaran : pendengarannya baik dan tidak tampak oedem
Keseimbangan : pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang.
9. Nervus IX glosoparingeal :
Pasien mampu merasakan rasa pahit sehingga timbulnya reflek muntah
10. Nervus X vagus:
Gerakan lidah, faring, laring, dan gerakan pita suara normal ketika pasien
membuka mulut dan berkata “ah”
11. Nervus XI aksesorius :
Pasien tidak mengalami kesulitan menggerakan kepala dan bahu
12. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum :
Pasien mampu menjulurkan lidah ke garis tengah dan menggerakkannya ke
samping kanan dan ke samping kiri.
Tes Koordinasi
a. Tes hidung-jari hidung
Pasien mampu menggunakan jari telunjuknya menyentuhkan jari
telunjuknya ke jari pemeriksa kemudian kehidung pasien sendiri secara
berulang
b. Tes jari-hidung
Pasien mampu menyentuh hidung dengan kelima jarinya dengan cepat
c. Tes pronasi supinasi normal
Pasien mampu menengadah dan menelungkupkan tangan dengan cepat
Pemeriksaan reflek superfisial :
a. Reflek dinding perut : Mampu mengontraksikan dinding perut dengan
teratur
b. Cremaster :normal
c. Gluteal :normal (Mampu merefleksikan otot gluteal
dengan baik)
Reflek fisiologis:
a. Bisep : mampu menekuk siku
b. Trisep : mampu mengekstensi lengan bawah sendi
Siku
c. Brokioradialis : mampu merasakan adanya kontraksi
d. Patella : mampu mengekstensikan tungkai bawah
e. Arciles : mampu plantar fleksi kaki
21
Pemeriksaan reflek patologis
a. Babinski : pasien mengekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki
b. Chadok : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
c. Openheim : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki.
d. Gordon : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
e. Gonda : pasien mampu mengekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki
f. Rossolimo : mampu untuk fleksi jari-jari long legs pada sendi
interfalangeal
g. Trommer : mampu merasakan ujung jari tengah dengan baik
Pemeriksaan rangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : normal
b. Tanda kernig : tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap
tungkai atas
c. Tes laseque : normal
GCS
d. Perkemihan-Eliminasi Uri
22
Anamnesa: pasien mengatakan sering BAK
Perempuan :
Genetalia eksterna
Kandung kemih:
Ginjal :
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas umbilikus
Perkusi : tidak nyeri ketok (dengan cara memberikan ketokan pada sudut
kostavertebra, yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan
tulang vertebra)
23
Kuadran I:
Hepar :tidak nyeri tekan (normal), tidak teraba hepar
Kuadran II:
Gaster :tidak nyeri tekan (normal)
Lien : tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran III:
Tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran IV:
Tidak nyeri tekan (normal)
6. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese : pasien mengatakan kulit area kaki sakit
Keadaan kulit : kulit kering
Kekuatan otot : 4 4
4 4
24
Payudara
Inspeksi : simetris
Genetalia
Inspeksi : tidak ada gejala infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan/ nyeri tekan
Ekstremitas bawah
Inspeksi : ada luka
Palpasi : oedeme +
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa : tidak ada keluhan
Axilla
Inspeksi : tidak adanya benjolan
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi : tidak mengalami oedem/acites
Palpasi : tidak mengalami pembesaran
Genetalia :
Inspeksi : tidak terjadi oedem/ tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9.Persepsi sensori :
Anamnesa :pandagan kabur
Mata
Inspeksi : konjungtiva anemis / mata simetris
Kornea : normal berkilau/simetris
Iris dan pupil : normal
Lensa : bening
Sclera : pucat
Palpasi
Tidak nyeri dan tidak terjadi pembengkakan kelopak mata
Penciuman (Hidung)
Palpasi : terjadi gangguan pernafasan
Perkusi : normal
25
3.6 Masalah Keperawatan Yang Muncul
1. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
3. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan sirkulasi.
4. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen
(ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
3.7 Analisa Data
26
Kurang volume cairan
Neuropati perifer
Prosedur bedah
Suhu lingkugan ekstrem
Suplai daya voltase tinggi
Terapi radiasi
Usia ekstrem
SESSMENT
TD : 130/60 mmHg
RR : 22 x/mnt
AS
Client
Diagnostic
Related to:
Statement:
Gangguan metabolisme
27
3.8 Intervensi Keperawatan
NIC NOC
Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
Perawatan Observasi: Peyembuhan Perfusi jaringan
Observasi karakteristik luka,
Luka luka primer normal(3)
termasuk drainase, warna ,
Def : Def: tingkat Tidak ada
ukuran dan bau
pencegahan regenerasi sel tanda-tanda
Rasional : megetahui keadaan
komplikasi luka dan jaringan infeksi(3)
luka sehingga penatalaksanaan
dan setelah Eritema dikulit
bisa tepat/sesuai
peningkatan penutupan luka sekitarnya (4)
penyembuhan Observasi tanda-tanda infeksi Peningkatak
luka seperti : demam, nyeri, merah suhu kulit(3)
Rasional : Infeksi akan Bau luka
memperlambat proses busuk(3)
penyembuhan. Drainase
purulen (3)
Action:
Jaga kulit agar tetap bersih dan
kering
Rasional : tidak terjadi proses
infeksi yang berat
Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
Rasional : menghindari tekanan
dan meningkatkan aliran darah.
Ganti pembalut luka setiap
hari/sesuai keadaan /perawatan
luka
Rasional : menghindari terjadi
infeksi
Gunakan tehnik aseptik dalam
merawat luka.
Rasional : Mencegah infeksi
silang dan mencegah transmisi
28
infeksi bakterial pada luka
Kolaborasi:
Oleskan salep yang sesuai dengan
kulit dan luka
Rasional : menghindari resiko
infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan
Manajemen pengaturan pola
makan
Rasional : diet makanan untuk
pasien DM dapat mengurangi
resiko berat komplikasi DM
Memberikan obat-obatan untuk
pasien DM
R asional : membantu
mempercepat proses
penyembuhan penyakit
Kolaborasi pemeberian analgesik
dan antibiotik
Rasional :antibiotik
menurunkan/mematikan
organisme bakteri dan analgesik
untuk menurunkan skala nyeri
menjadi rendah .
Health Education:
Anjurkan pasien dan keluarga
untuk mengenali tanda gejala
infeksi
Rasional : agar pasien
menrasakan nyaman
29
3.9 Implemnetasi Keperawatan
30
3.10 Evaluasi Keperawatan
31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pengkajian data penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan hasil bervariasi antara
pasien satu dengan yang lain. Pada umumnya data dan gejala yang ditemukan timbul sebagai
akibat terjadinya kekurangan insulin sehingga glukosa tidak masuk ke dalam sel.
Perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus terdiri dari diet, yang merupakan hal
yang sangat berperan, latihan fisik yang tepat, obat-obatan dan juga pendidikan kesehatan
4.2 Saran
Harus ada kerjasama dan komunikasi yang baik antara perawat dengan
dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik, dengan memandang individu
32
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Long, barbara C. 1997. medical surgical nursing, toronto CV. Mosby Company
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume
I. Jakarta:EGC.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,.
Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta : EGC.
33