Sunteți pe pagina 1din 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh


dunia.Diperkirakan 15,7 juta orang di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus.
Perkiraan tersebut, merupakan perhitungan antara diabetes yang terdiagnosa dan tidak
terdiagnosa, sebanyak 5,9 % populasi di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus.
Diabetes Mellitus menyebabkan kematian lebih dari 162.200 jiwa pada tahun 1996.
Diabetes termasuk tujuh penyebab utama kematian pada daftar angka kematian di AS,
tapi diabetes diyakini termasuk kematian yang tidak tidak terlaporkan, antaranya adalah
kondisi dan penyebab kematian. Diabetes adalah penyebab utama dari kebutaan. Lebih
dari 60 sampai 65% penderita diabetes menderita hipertensi. Hal yang mengejutkan
biaya pengeluaran untuk pengobatan secara langsung dan tidak langsung untuk diabetes
pada tahun 1997 diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak
memberikan timbal balik yang kehidupan patien diabetes dan keluarganya.(Sharon n
Margaret 2000).

Penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, hal


ini dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan. Persentase penderita
diabetes mellitus lebih besar di kota daripada di desa, 14,7% untuk dikota dan 7,2% di
desa. Indonesia menduduki peringkat keenam di dunia dalam hal jumlah terbanyak
penderita diabetes.

Dari penjelasan yang tersebut diatas peranan soerang perawat sangat penting
dalam pemberian asuhan keperawatan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian yang disebabkan karena diabetes mellitus, sehingga diharapkan mahasiswa
keperawatan dapat memahami dan menguasai konsep asuhan keperawatan pada pasien
diabetes mellitus.

1
1.2 Batasan Masalah

1. Apa definisi dari Diabetes Mellitus ?


2. Bagaimana klasifikasi dari Diabetes Mellitus?
3. Apa saja etiologi dari Diabetes Mellitus ?
4. Bagimana patofisiologi dari Diabetes Mellitus?
5. Bagaimana WOC dari Diabetes Mellitus ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Diabetes Mellitus ?
8. Bagimana penatalaksanaan Diabetes Mellitus ?
9. Bagimana komplikasi dari Diabetes Mellitus ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan Diabetes Mellitus?

1.4 Tujuan Penulisan


1.4.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada ibu
dengan gangguan sistem endokrin “Diabetes Mellitus” di ruang dahlia 2 RSUD
Jombang.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Diabetes Mellitus.
b. Menyusun diagnosa keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus.
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan Diabetes
Mellitus.
e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan yang telah di laksanakan pada
klien dengan Diabetes Mellitus.

2
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan
menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu
defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau
keduanya.

Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit progresif


oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes militus mengacu sebagai
“gula yang tinggi” oleh pasien dan penyedia perawatan kesehatan. (Jane Hokanson
Hawks. 2005. Buku Ajar medical surgical nursing,edisi 8,vol 1,hal:1062.)

2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert


Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus


tergantung insulin (DMTI). Lima persen sampai sepuluh persen penderita
diabetik adalah tipe I. disebabka sel-sel beta dari pankreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Sehingga diperlukan
suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI). Sembilan puluh persen sampai 95%
penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga,

3
jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia
lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya mengidap
diabetes/ memiliki riwayat diabetes.
A. Etiologi Diabetes Mellitus
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

4
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin.

Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel


tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport
glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,


diantaranya adalah:

1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik
3. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes tipe I, terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena


sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

5
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan


peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Yang
menimbulkan terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

6
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, memerlukan peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).

4. WOC Diabetes Mellitus

7
8
5. Tanda Gejala
1) Sering merasa haus (polidipsi)
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
2) Sering buang air kecil (poliuri)
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
3) Cepat merasa lapar (polifagia)
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
4) Berat badan turun secara tiba-tiba
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
5) Kaki kesemutan (mati rasa)
6) Sering terjadi infeksi (menyerang kulit pembulih darah dan syaraf)
7) Pandangan kabur
8) Luka sukar sembuh
9) Cepat merasa lelah
10) Kulit kering dan gatal

9
6. Komplikasi Diabetes Mellitus

1. Komplikasi akut
Terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah
1) Hipoglikemia/ koma hipoglikemia
2) sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (hhnc/ honk).
3) Keto Asidosis Diabetic (KAD)
2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular


perifer dan vaskular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5) Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
Gangren adalah kematian jaringan, biasanya berhubungan dengan berhentinya aliran
darah ke daerah yang terkena. Ganggren adalah akibat dari kematian sel dalam jumlah
besar, ganggren dapat diklasifikasikan sebagai kering atau basah. Ganggren kering
meluas secara lambat dengan hanya sedikit gejala, ganggren kering serimh dijumpai di
ekstremitas umumnya terjadi akibat hipoksia lama. Gangren basah adalah suatu daerah
dimana terdapat jaringan mati yang cepat peluasannya, sering ditemukan di oragan-
organ dalam, dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut.
Ganggren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manifestasi
sistemik.Ganggren basah dapat timbul dari ganggren kering.
Ganggren gas adalah jenis ganggren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap
infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri aerob yang di sebut klostridium ganggren jenis
ini paling sering terjadi setelah trauma, ganggren gas cepat meluas ke jaringan di
sekitarnya sebagai akibat di keluarkan nya toksin-toksin oleh bakteri yang membunuh
sel-sel di sekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena
akan mengeluarkan gas hydrogen sulfide yang khas, ganggren jenis ini dapat mematikan.

10
Ganggren diabetik di temukan pada sekitar 4% di Indonesia, ganggren diabetic
merupakan dampak jangka lama arterios kleropis dan emboli thrombus kecil. Infeksi dan
luka sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis.
Kaki diabetik adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik karena angiopati dan
neuropati selain itu terdapat pintas arteri-vena di ruang subkutis sehingga kaki tampak
merah dan mungkin panas tetapi perdarahan kaki tetap kurang

Gangren diabetik diklasifikasikan menjadi lima tingkatan, yaitu :

Tingkat 0  Resiko tinggi untuk mengalami luka pada kaki


 Tidak ada luka
Tingkat 1  Luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka yang terjadi
akibat kerusakan saraf
 Kadang timbul kalus
Tingkat 2  Luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan dengan peradangan
jaringan disekitarnya, Tidak ada infeksi pada tulang dan
pembentukan abses
Tingkat 3  Luka yang lebih dalam hingga ke tulang dan terbentuk
abses
Tingkat 4  Gangren yang terlokalisasi, seperti pada jari kaki, bagian depan
kaki atau tumit
Tingkat 5 Gangren pada seluruh kaki

7. Pemeriksaan penunjang Diabetes Mellitus

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 sampai 800 mg/dl. Sebagian pasien barangkali
memperlihatkan kadar guka darah yg lebih rendah & sebagian lainnya bisa saja memeliki
kadar sampai sebesar 1000 mg/dl atau bisa lebih (umumnya tergantung pada derajat
dehidrasi)

1) Mesti disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak senantiasa berhubungan dengan kadar
glukosa darah.
2) Sebagian pasien akan mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yg berkisar dari
100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya kemungkinan tak memperlihatkan

11
ketoasidosis diabetikum meskipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yg rendah ( 0- 15 MEq/L) & PH
yg rendah (6,8-7,3). Tingkat PCO2 yg rendah ( 10- 30 MmHg) mencerminkan adanya
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) pada asidosisi metabolik. Akumulasi
badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh adanya hasil dari
pengukuran keton dalam darah & urin.

Pemeriksaan Diagnostik:

1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis
8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
1. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen
dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

1. Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita


2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

12
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight
(BBR = berat badan normal) dengan rumus :

BBR = BB x100

TB-100

1) Kurus (underweight) BBR < 90 %


2) Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight) BBR > 110%
4) Obesitas apabila BBR > 120%
5) Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
6) Obesitas sedang BBR 130% - 140%
7) Obesitas berat BBR 140% - 200%
8) Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah :

1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari


2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :

13
Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas
insulin dengan reseptornya.

1. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore


2. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
3. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
4. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
5. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada


penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2) Mekanisme kerja sulfanilurea

Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada
penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
berat badannya sedikit lebih.

3) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :

a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik


 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

14
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
4) Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2. Beberapa cara pemberian insulin
1. Suntikan insulin subkutan
2. Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa faktor antara lain :
3. Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara
lain:
1. Kerja cepat (rapid acting)
Bentuknya larutan jernih, efek puncak 1 - 3 jam setelah
penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya
insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur
dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.Contoh:
Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin/ CZI).
Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan
netral. Contoh sediaan CZI misalnya Velosulin, Semilente.
2. Kerja menengah (intermediate acting)

15
Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya
tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai
dengan 24 jam. Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-
hablur kecil, dibuat dengan menambahkan bahan yang dapat
memperlama kerja obat dengan cara memperlambat penyerapan
insulin kedalam darah. Dengan menambah protamin (NPH /
Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka
bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi
sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak
imunogenik karena protamin bukanlah protein. Contoh : Insulatard,
Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente.
3. Kerja panjang (long acting)
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi
dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang
dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Insulin bentuk ini
diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang
konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat
murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas,
resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi. Contoh: Insulin Glargine,
Insulin Ultralente, PZI (Protamine Zinc Insulin).
4. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin
premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin
kerja sedang. Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang
(24 jam). Contoh : Mixtard 30 / 40.

5) Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik

16
BAB III

ASUHANKEPERAWATAN KASUS

3.1 KASUS

Ny.R umur 62 tahun beralamat Desa Gelagahan Perak Jombang diantar anaknya ke
RSUD Jombang tanggal 12 juni 2017 pukul 16.00. pasien mengeluh merasakan
kedinginan dan nyeri pada area kaki dan kaki seperti melepuh dan pandangan kabur
sejak 2-3 tahun lalu. Saat dikaji pada tanggal 14 juni 2017 pukul 12:25 skala nyeri 6
dan didapat TD 130/60 mmHg RR 22 x/menit N 98 x/menit S 36,5 C dan pemeriksaan
GDA acak 400 mg/dl dan pada pungung kaki ada luka. Hasil anamesa pasie memiliki
riwayat DM dari orang tuanya dan BB turun dari 70 kg menjadi 60an kg. Pasien mulai
merasakan tanda-tanda DM pada tahun 2014 dan hanya mengkonsumsi obat
glibenklamid tanpa injeksi insulin

3.2 PENGKAJIAN

1. Biodata Pasien
Nama : Ny .R
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : gelagahan perak jombang
Tgl. MRS : 12 juni 2017 (16.00)
Tgl. Pengkajian : 14 juni 2017 (12.25)
Diagnosa Medis : DM type 2
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. F
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat :perak Jombang
Hubungan dengan pasien : anak Kandung

17
3.3 Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama :
pasien mengeluh merasakan kedinginan dan nyeri pada area kaki dan kaki
seperti melepuh dan pandangan kabur, serta ada luka pada punggung kaki
b. Riwayat Penyakit Sekarang
pasien mengeluh merasakan kedinginan dan nyeri pada area kaki dan kaki
seperti melepuh dan pandangan kabur sejak 2-3 tahun lalu. Hasil anamesa
pasie memiliki riwayat DM dari orang tuanya dan BB turun dari 70 kg
menjadi 60an kg.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
orang tua pasien memliki penyakit DM
d. Riwayat Kesehatan lingkugan
pasien tinggal dengan anaknya dengan lingkugan bersih
e. Riwayat Kesehatan lingkugan
pasien mempunyai riwayat DM
3.4 Pengukuran TTV
 TD :130/60 mmHg
 N : 98 x/menit
 RR : 22 x/menit
 Suhu : 36,5 oC
 BB : 60 kg
3.5 Pemeriksaan Persistem
a. Sistem Pernapasan
Anamnesa : tidak ada keluhan
 Hidung:
Inspeksi : Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada secret
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir tidak sianosis, tidak ada alat bantu nafas.
 Sinus paranasalis
Inspeksi : Tidak ada secret pada sinus paranasalis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Leher

18
Inspeksi : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Faring :
Inspeksi : Tidak ada oedem, tidak ada tanda-tanda inflamasi
 Area dada:
Inspeksi : ritme nafas ireguler , tidak ada penggunaan otot bantu
bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler

b. Cardiovaskuler Dan Limfe


Anamnesa: tidak ada keluahan
 Wajah
Inspeksi : Wajah tidak sembab, tidak sianosis, konjungtiva
merah muda (tidak anemis)
 Leher
Inspeksi :Tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada tanda- tanda bunyi redup
Auskultasi : Bj1 Bj2 tunggal
 Ekstrimitas Atas
Inspeksi : Tidak sianosis dan tidak ada clubbing finger
Palpasi : CRT<2 detik, suhu akral hangat
 Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : Tidak clubbing finger, tidak sianosis
Palpasi : Suhu akral hangat, tidak ada oedem
c. Persyarafan
Anamnesis : tidak ada keluhan
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan):

19
1. Uji nervus I olfaktorius (pembau)
Menggunakan minyak kayu putih sehingga pasien bisa mengembalikan
kesadaran dan pasien dalam keadaan normal karena bisa membedakan bau
antara minyak kayu putih dan parfum.

2. Uji nervus II opticus (penglihatan)


Konjungtiva normal
a. Ketajaman penglihatan
Pasien dapat melihat benda dengan jarak 35 cm dengan jelas
b. Lapangan penglihatan
Pasien tidak dapat melihat objek dengan jarak antara pemeriksa dan
pasien berkisar 60-100 cm dengan mata yang lain ditutup. Lapangan
penglihatan pasien tidak normal
3. Uji nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada mata
4. Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal (4-5 mm)
5. Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Pemeriksaan reflek masester : klien mampu menutup mulut secara tiba-tiba.
Sensibilitas wajah.
Rasa raba : pasien dapat membandingkan rasa raba wajah kiri dan
kanan(normal)
Rasa nyeri : pasien mampu mendeteksi nyeri
Rasa suhu : pasien mampu mendeteksi suhu (panas-dingin)
Rasa sikap : pasien mampu mendeteksi area wajah yang disentuh (atas-
bawah)
Rasa gelar : pasien mampu mendeteksi adanya getaran garpu penala yang
disentuhkan ke wajah pasien.
6. Nervus VI abdusen :
Bola mata simetrisUji nervus
7. VII facialis dengan cara :
Pasien mampu membedakan rasa manis,asam dan pedas. Bentuk wajah
simetris
8. Nervus VIII auditorius/akustikus :

20
Pendengaran : pendengarannya baik dan tidak tampak oedem
Keseimbangan : pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang.
9. Nervus IX glosoparingeal :
Pasien mampu merasakan rasa pahit sehingga timbulnya reflek muntah
10. Nervus X vagus:
Gerakan lidah, faring, laring, dan gerakan pita suara normal ketika pasien
membuka mulut dan berkata “ah”
11. Nervus XI aksesorius :
Pasien tidak mengalami kesulitan menggerakan kepala dan bahu
12. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum :
Pasien mampu menjulurkan lidah ke garis tengah dan menggerakkannya ke
samping kanan dan ke samping kiri.
Tes Koordinasi
a. Tes hidung-jari hidung
Pasien mampu menggunakan jari telunjuknya menyentuhkan jari
telunjuknya ke jari pemeriksa kemudian kehidung pasien sendiri secara
berulang
b. Tes jari-hidung
Pasien mampu menyentuh hidung dengan kelima jarinya dengan cepat
c. Tes pronasi supinasi normal
Pasien mampu menengadah dan menelungkupkan tangan dengan cepat
Pemeriksaan reflek superfisial :
a. Reflek dinding perut : Mampu mengontraksikan dinding perut dengan
teratur
b. Cremaster :normal
c. Gluteal :normal (Mampu merefleksikan otot gluteal
dengan baik)
Reflek fisiologis:
a. Bisep : mampu menekuk siku
b. Trisep : mampu mengekstensi lengan bawah sendi
Siku
c. Brokioradialis : mampu merasakan adanya kontraksi
d. Patella : mampu mengekstensikan tungkai bawah
e. Arciles : mampu plantar fleksi kaki

21
Pemeriksaan reflek patologis
a. Babinski : pasien mengekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki
b. Chadok : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
c. Openheim : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki.
d. Gordon : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.
e. Gonda : pasien mampu mengekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan (abduksi) jari-jari kaki
f. Rossolimo : mampu untuk fleksi jari-jari long legs pada sendi
interfalangeal
g. Trommer : mampu merasakan ujung jari tengah dengan baik
Pemeriksaan rangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : normal
b. Tanda kernig : tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap
tungkai atas
c. Tes laseque : normal

Tingkat kesadaran (kualitas):

Pasien dalam keadaan sadar (composmentis)

Tingkat kesadaran (Kuantitas) :

GCS

Eye : 4 (dapat membuka mata spontan)

Motorik : 6 (dapat bergerak sesuai perintah)

Verbal : 5 (orientasi baik, orang tempat dan waktu)

Pemeriksaan fungsi luhur :

Pemeriksaan fungsi luhur normal

d. Perkemihan-Eliminasi Uri

22
Anamnesa: pasien mengatakan sering BAK
Perempuan :

Genetalia eksterna

Inspeksi : tidakodema, tidak ada tanda–tanda infeksi

Palpasi : tidak benjolan, tidak nyeri tekan.

Kandung kemih:

Inspeksi : tidak adanya massa/ benjolan,

Palpasi : tidak adanya nyeri tekan,

Ginjal :

Inspeksi : tidak pembesaran daerah pinggang (karena hidronefrosis atau


tumor di daerah retroperitoneum).

Palpasi : tidak adanya nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas umbilikus

Perkusi : tidak nyeri ketok (dengan cara memberikan ketokan pada sudut
kostavertebra, yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan
tulang vertebra)

5. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi


Anamnesa : pasien menagtakan mengalami diare dan keadaan lemah
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir keirng
Palpasi : tidak nyeri tekan pada rongga mulut
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris dan warna merah muda
Palpasi : tidak nyeri
Faring - Esofagus
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak oedem
Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)
Inspeksi : tidak ada benjolan
Auskultasi : terdengar suara peristaltic usus meningkat
Perkusi : kuadran normal (tidak ada nyeri tekan)
Palpasi : tidak nyeri

23
Kuadran I:
Hepar :tidak nyeri tekan (normal), tidak teraba hepar
Kuadran II:
Gaster :tidak nyeri tekan (normal)
Lien : tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran III:
Tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran IV:
Tidak nyeri tekan (normal)
6. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese : pasien mengatakan kulit area kaki sakit
Keadaan kulit : kulit kering
Kekuatan otot : 4 4
4 4

Kekuatan otot 4 (gerakan aktif, dapat melawan gravitasi,dapat meahan tahanan


ringan )
Fraktur
Look :tidak ada deformitas, tidak bengkak
Feel : tidak nyeri dan perfusi hangat
Move : tidak kaku
Luka
Inspeksi : tidak ada tanda radang
Palpasi : suhu normal
Lesi kulit
Tidak ada lesi kulit
7. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : pasien merasakan gampang haus dan lapar serta penadagan kabur
Kepala
Inspeksi : distribusi rambut pubis bagus dan tidak mudah rontok
Palpasi : tidak ada benjolan/edema
Leher
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid

24
Payudara
Inspeksi : simetris
Genetalia
Inspeksi : tidak ada gejala infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan/ nyeri tekan
Ekstremitas bawah
Inspeksi : ada luka
Palpasi : oedeme +
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa : tidak ada keluhan
Axilla
Inspeksi : tidak adanya benjolan
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi : tidak mengalami oedem/acites
Palpasi : tidak mengalami pembesaran
Genetalia :
Inspeksi : tidak terjadi oedem/ tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9.Persepsi sensori :
Anamnesa :pandagan kabur
Mata
Inspeksi : konjungtiva anemis / mata simetris
Kornea : normal berkilau/simetris
Iris dan pupil : normal
Lensa : bening
Sclera : pucat
Palpasi
Tidak nyeri dan tidak terjadi pembengkakan kelopak mata
Penciuman (Hidung)
 Palpasi : terjadi gangguan pernafasan
 Perkusi : normal

25
3.6 Masalah Keperawatan Yang Muncul
1. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
3. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan sirkulasi.
4. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen
(ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
3.7 Analisa Data

Kerusakan Intergrits jaringan


NS. DIAGNOSIS :
Kelas : 2 cedera fisik
(NANDA-I)
Domain : 11 keamanan/perlindungan
Cedera pada membran mukosa, kornea, sistem
DEFINITION: integumen, fascia muskular, otot, tendon, tulang
kartilago, kapsul sendi, dan/ atau ligamen

DEFINING  Cedera jaringan

CHARACTERISTICS  Jaringan rusak

 Agen cedera kimia


 Agen farmaseutik
 Faktor mekanik
 Gangguna metabolisme
 Gangguan sensasi
 Gangguan sirkulasi
RELATED FACTORS:
 Hambatan mobilitas fisik
 Kelebihan volume cairan
 Ketidakseimbagan nutrisi
 Kurang pengetahuan tentang perlindungan
intergritas jaringan
 Kurang pengetahuan tentang pemeliharaan
intergritas jaringan

26
 Kurang volume cairan
 Neuropati perifer
 Prosedur bedah
 Suhu lingkugan ekstrem
 Suplai daya voltase tinggi
 Terapi radiasi
 Usia ekstrem

Subjective data entry Objective data entry


pasien mengeluh merasakan kedinginan
 TTV :
dan nyeri pada area kaki dan kaki seperti
N : 98 x/mnt
melepuh dan pandangan kabur sejak 2-3
S: 36,50C
tahun lalu.

SESSMENT
TD : 130/60 mmHg
RR : 22 x/mnt
AS

 Adanya luka pada


kedua kaki
 BB 60 kg
 GDA acak 400mg/dl
 Skala nyeri 6

Ns. Diagnosis (Specify):


Kerusakan integritas jaringan
DIAGNOSIS

Client
Diagnostic
Related to:
Statement:
Gangguan metabolisme

27
3.8 Intervensi Keperawatan

NIC NOC
Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
Perawatan Observasi: Peyembuhan  Perfusi jaringan
 Observasi karakteristik luka,
Luka luka primer normal(3)
termasuk drainase, warna ,
Def : Def: tingkat  Tidak ada
ukuran dan bau
pencegahan regenerasi sel tanda-tanda
Rasional : megetahui keadaan
komplikasi luka dan jaringan infeksi(3)
luka sehingga penatalaksanaan
dan setelah  Eritema dikulit
bisa tepat/sesuai
peningkatan penutupan luka sekitarnya (4)
penyembuhan  Observasi tanda-tanda infeksi  Peningkatak
luka seperti : demam, nyeri, merah suhu kulit(3)
Rasional : Infeksi akan  Bau luka
memperlambat proses busuk(3)
penyembuhan.  Drainase
purulen (3)
Action:
 Jaga kulit agar tetap bersih dan
kering
Rasional : tidak terjadi proses
infeksi yang berat
 Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
Rasional : menghindari tekanan
dan meningkatkan aliran darah.
 Ganti pembalut luka setiap
hari/sesuai keadaan /perawatan
luka
Rasional : menghindari terjadi
infeksi
 Gunakan tehnik aseptik dalam
merawat luka.
Rasional : Mencegah infeksi
silang dan mencegah transmisi

28
infeksi bakterial pada luka
Kolaborasi:
 Oleskan salep yang sesuai dengan
kulit dan luka
Rasional : menghindari resiko
infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan
 Manajemen pengaturan pola
makan
Rasional : diet makanan untuk
pasien DM dapat mengurangi
resiko berat komplikasi DM
 Memberikan obat-obatan untuk
pasien DM
R asional : membantu
mempercepat proses
penyembuhan penyakit
 Kolaborasi pemeberian analgesik
dan antibiotik
Rasional :antibiotik
menurunkan/mematikan
organisme bakteri dan analgesik
untuk menurunkan skala nyeri
menjadi rendah .

Health Education:
 Anjurkan pasien dan keluarga
untuk mengenali tanda gejala
infeksi
Rasional : agar pasien
menrasakan nyaman

29
3.9 Implemnetasi Keperawatan

No. Diagnosa Tanggal / Jam Tindakan Paraf

1. Kerusakan 15 J uni 1. melakukan pemeriksaan


integritas 2017(08.15) TTV pada pasien :
 TD :130/80 mmHg
jaringan
 RR: 22x/menit
 Suhu : 37,2o C
 N : 120x/menit
2. Mengobservasi keadaan
luka
Hasil : luka gangrean
tingkat 3
3. Melakukan perawatan luka
gangrean
Hasil : pembalut diganti
dan di oleskan salep pada
luka dan di bersihkan
dengan NaCl 0,9 %
4. Melakukan injeksi ranitidin
Hasil : ranitidin injeksi
perbolus 3 cc
5. Memberikan healt
education pada pasien
Hasil : memberikan
pengetahuan tentang DM
dan pasien dapat menerima
pengetahuan
6. Mengatur posisi pasien
dengan nyaman
Hasil : posisi terlentang
kepala diangkat 150
diganjal bantal

30
3.10 Evaluasi Keperawatan

Tgl/jam Diagnose Catatan perkembangan Paraf

09 februari Ketidakseimbangan S: pasien mengatakan sudah tidak


2017/ nutrisi kurang dari merasakan kedinginan dan nyeri
10.00 kebutuhan berkurang
O:
TD : 130/80 mmHg
S : 37,2 o C
RR : 22x/menit
N : 120x/menit
BB : 60 kg
Skala nyeri 4
A: masalah teratasi sebagian
P: melanjutkan intervensi :
o Observasi TTV
o Kolaborasi pemebriaan obat
sesuai indikasi dokter
o Melakukan perawatan luka
o Mengoleskan luka pada
saat perawatan
o Obeservasi tanda-tanda
infeksi
o Observasi karakteristik luka

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang menimbulkan gangguan

multisistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin

atau kerja insulin yang tidak adekuat.

Pengkajian data penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan hasil bervariasi antara

pasien satu dengan yang lain. Pada umumnya data dan gejala yang ditemukan timbul sebagai

akibat terjadinya kekurangan insulin sehingga glukosa tidak masuk ke dalam sel.

Perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus terdiri dari diet, yang merupakan hal

yang sangat berperan, latihan fisik yang tepat, obat-obatan dan juga pendidikan kesehatan

mengenai penyakit tersebut.

4.2 Saran

 Untuk klien dan keluarga


Setelah mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus serta komplikasi yang
ada maka klien perlu menyadari keadaan dirinya, sehingga perlu melakukan kontrol
yang efektif mungkin untuk mencegah terjadinya peningkatan gula darah dan
diharapkan keluarga dapat bekerja sama dalam hal ini.

 Untuk petugas di ruangan

Harus ada kerjasama dan komunikasi yang baik antara perawat dengan

perawat, perawat dengan klien dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebab

dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik, dengan memandang individu

sebagai makhluk biopsiko sosial dan spiritual.

32
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, smith. 2000. keperawatn medical bedah. Jakarta EGC

Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Long, barbara C. 1997. medical surgical nursing, toronto CV. Mosby Company

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume
I. Jakarta:EGC.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,.
Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta : EGC.

Talbot Laura, Mary Mayers-Marquardt. Pengkajian Keperawatan Kritis. Edisi 2.


Jakarta:EGC.

33

S-ar putea să vă placă și