Sunteți pe pagina 1din 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk
berkembangbiak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan
parasit malaria. Contoh faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu, kelembaban,
arah dan kecepatan angin, ketinggian. Salah satu faktor lingkungan yang juga
mempengaruhi peningkatan kasus malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan-
hutan bakau di pinggir pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang umumnya
hanya tinggal di hutan, dapat berpindah di pemukiman manusia, kerusakan hutan bakau
dapat menghilangkan musuh-musuh alami nyamuk sehingga kepadatan nyamuk menjadi
tidak terkontrol.
Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah Indonesia Timur
khususnya NusaTenggara Barat. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesulitan
mendiagnosis secara cepat dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan
Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan pada pemeriksaan mikroskopis malaria, yang
dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan Mataram, dari 19 laboratorium di NTB
yang mengevaluasi menggunakan preparat positif malaria, hanya 79% peteknik
laboratorium yang dapat membaca preparat dengan benar. Kepentingan untuk
mendapatkan diagnosis yang cepat pada penderita yang diduga menderita malaria
merupakan tantangan untuk mendapatkan uji/metode laboratorik yang tepat, cepat,
sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis.
Peranan keendemikan (endemisitas) malaria, migrasi penduduk yang cepat, serta
berpindah-pindah (traveling) dari daerah endemis, secara tidak langsung mempengaruhi
masalah diagnostik laboratorik maupun terapi malaria. Perubahan gambaran morfologi
parasit malaria, serta variasi galur (strain), yang kemungkinan disebabkan oleh
pemakaian obat antimalaria secara tidak tepat (irasional), membuat masalah semakin
sulit terpecahkan bila hanya mengandalkan teknik diagnosis mikroskopis.
Ditambah lagi rendahnya mutu mikroskop dan pereaksi (reagen) serta kurang
terlatihnya tenaga pemeriksa, menimbulkan kendala dalam memeriksa parasit malaria
secara mikroskopis yang selama ini merupakan standar emas (gold standard)
pemeriksaan laboratoris malaria. Penelitian terbaru telah mengembangkan metode
diagnostik yang dapat diperbandingkan dengan metode yang lazim (konvensional).
WHO bersama para ilmuwan, ahli laboratorik, serta peklinik mengembangkan alat uji
diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDTs) yang mudah dilakukan, tepat, sensitif,
dan sesuai biaya (cost-effective). Sebagian besar RDTs malaria menggunakan asas
imunokromatografi yang menggunakan antibodi monoklonal yaitu HRP-2 (Histidine
Rich Protein) untuk Plasmodium falciparum dan pLDH (parasite Lactate
Dehydrogenase) untuk mengetahui Plasmodium vivax sebagai indikator infeksi.
Ada beberapa antigen malaria yang dapat digunakan sebagai sasaran (target)
pemeriksaan ini, yaitu: HRP-2, pLDH, dan Plasmodium aldolase. HRP-2 adalah protein
larut air yang dihasilkan pada tahap aseksual dan gametosit Plasmodium falciparum dan
dikeluartekankan (diekspresikan) di membran sel eritrosit. HRP-2 banyak dihasilkan oleh
Plasmodium falciparum, sehingga merupakan sasaran (target) antigen utama dalam
membuat uji diagnostik cepat malaria. pLDH adalah enzim glikolitik di Plasmodium sp,
yang dihasilkan pada tahap seksual dan aseksual parasit. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hasil uji diagnostik metode imunokromatografi diperbandingkan dengan
pemeriksaan laboratorik mikroskopis malaria. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
berguna dan memberikan sumbangan serta masukan bagi perkembangan teknologi
diagnostik laboratoris malaria.

2.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep dasar teori dari kasus malaria ?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dari kasus malaria ?

2.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori dari kasus malaria !
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan dari kasus malaria !
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.2 Konsep dasar teori
2.2.1 Definisi
Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang menginvasi sistem hematologi
melalui vektor nyamuk yang terinfeksi protozoa plasmodium. (Arif Muttaqin, dkk,
2011)
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh
suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air
liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh
Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja,
2000).
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah. (Ilmu Penyakit Dalam, 2009) Penyakit malaria adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa
melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp. (www.depkes.go.id)
Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan oleh
protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain, 1999).

2.2.2 Etiologi
Malaria paling sering di sebabkan oleh gigitan nyamuk spesies Anopheles
betina yang terinfeksi dengan spesies dari protozoa genus plasmodium. Terdapat
lima spesies paling umum yang memberikan pengaruh ceddera terhadap manusia
(fernandez, 2009), yaitu sebagai berikut.
a. Plasmodium Falcifarum
b. Plasmodium Vivax
c. Plasmodium Ovale
d. Plasmodium Malariae
e. Plasmodium Knowlesi
Plasmodium Knowlesi, baru-baru ini di identifikasi di Asia tenggara sebagai
patogen bermakna secara klinis pada amanusia (Cox-Singh, 2008) (Arif Muttaqin,
dkk, 2011).

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi Penyebab Klinis

Malaria Plasmodium Malaria tropika adalah jenis malaria yang


Tropika Falcifarum paling berat, di tandai dengan panas yang
iriguler, anemia, splenomogali,
parasitemia, dan sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari.
Malaria ini menyerang semua bentuk
eritrosit. Plasmodium Falcifarum
menyerang sel darah merah seumur
hidup. Infeksi plasmodium falcifarum
sering sekali menyebabkan sel darah
merah yang mengandung parasit
menghasilkan banyak tonjolan untuk
melekat pada lapisan endotel dinding
kapiler dengan akibat obstruksi trombosis
dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali
lebih berat dan infeksi lainnya dengan
angka komplikasi tinggi (Murphy, 1996)
Malaria Plasmodium Plasmodium malariae mempunyai
Kwartana malariae tropozoit yang serupa dengan
plasmodium vivak, lebih kecil dan
sitoplasmanya lebih kompak/lebih
biru.tropozoit matur mempunyai granula
coklat tua sampia hitam dan terkadang
mengumpul sampai terbentuk pita. Skizon
plasmodium malariae mempunyai 8-10
merozoit yang tersusun seperti kelopak
bunga/rosate. Bentuk gametosit sangat
mirip dengan plasmodium vivax tetapi
lebih kecil. (Cunha, 2008)
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah
puncak 48 jam. Gejala lain adalah nyeri
pada kepala dan punggung, mual,
pembesaran limpa, dan melaise umum.
Komplikasi jarang terjadi, namun dapat
terjadi seperti sindrome nefrotik dan
komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada
pemeriksaan akan di temukan edema,
asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa
uremia dan hipertensi (Dorsey, 2000)
Malaria Plasmodium Ovale Malaria tersiana (plasmodium Ovale)
Ovale bentuknya mirip plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoid
dengan masa pigmen hitam di tengah.
Karakteristik yang dapat di pakai untuk
identifikasi adalah bentuk eritrosit yang
terinfeksi plasmodium ovale dimana
biasanya oval atau ireguler dan fibriated.
Malaria ovale merupakan bentuk yang
paling ringan dari semua bentuk malaria
yang di sebabkan oleh plasmodium ovale.
Masa inkubasi 11-16 hari, walaupun
priode laten sampai 4 tahun. Serangan
proksismal 3-4 hari dan jarang terjadi
lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi
dan terjadi pada amalam hari ( Busch,
2003)
Malaria Plasmodium Vivax Malaria tersiana (plasmodium vivax)
Tersiana biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit
noramal, bentuknya mirip dengan
plasmodium falcifarum, namun seiring
dengan maturasi, tropozoid vivax berubah
menjadi amoeboid. Terjadi atas 12-24
merozoid ovale dan pigment kuning
tengguli. Gametosit berbentuk aval
hampir memenuhi seluruh eritrosit,
kromatinin eksternis, pigmen kuning.
Gejala malaria jenis ini secara periodik 48
jam dengan gejala klasik trias malaria dan
mengakibatkan demam berkala 4 hari
sekali dengan puncak demam 72 jam
(karmona, 2009).
Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula
yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet,
2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah.
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia
(menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48
derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
2.2.4 Manifestasi klinis
1. Plasmodium vivax ( malaria tertiana )
a. Meriang.
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari
sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah
infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
2. Plasmodium falcifarum ( malaria tropika )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( lebih dari 12 jam, dapat terjadi dua hari
sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 miggu setelah
infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
3. Plasmodium malariae ( malaria kuartana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( gejala pertama tidak terjadi antara 18
sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan
terulang kembali setiap 3 hari )
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi
4. Plasmodium ovale ( jarang ditemukan )
Dimana manifestasi klinisnya mirip malaria tertiana :
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari
sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah
infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
2.2.5 Patofisiologi
Pasien malaria biasanya memperoleh infeksi di daerah endemik melalui
gigitan nyamuk. Vektor, spesies nyamuk Anopheles, melewati plasmodia, yang
terkandung dalam air liur masuk ke dalam tubuh manusia saat nyamuk tersebut
menghisap darah.
Hasil infeksi tergantung pada imunitas host. Individu dengan kekebalan dapat
secara spontan menghapus parasit. Pada mereka yang tidak memiliki kekebalan,
parasit, memperluas infeksi. Sejumlah kecil parasit menjadi gametocytes, yang
mengalami reproduksi, seksual ketika diisap oleh nyamuk. Hal ini dapat
berkembang menjadi infeksi sporozoites. yang terus berkembang menjadi siklus
transmisi baru setelah menggigit ke dalam host baru. Secara garis besar semua
jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh
manusia dan sebagian di tubuh nyamuk.
Kondisi masuknya sporozit ke dalam tubuh manusia, maka akan terjadi siklus
malaria yang terdiri atas siklus eksoeritrosit, siklus eritrosit, dan siklus sporogonik
(CDC, 2009).
a. Siklus eksoeritrosit.
Siklus ini terjadi di dalam tubuh manusia dan terjadi di dalam hati. Penularan
terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan
dengan ludahnya memasukkan sporozoit ke dalam peredaran darah yang untuk
selanjutnya bermukim pada sel hepatosit di parenkim hati. Parasit tumbuh dan
mengalami pembelahan. Setelah 6-9 hari skizon menjadi dewasa dan pecah
dengan melepaskan beribu-ribu merozoit. Sebagian merozoit memasuki sel-sel
darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya
memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau diam di hati. Dalam waktu 48-
72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang dilepaskan dapat
memasuki siklus dimulai kembali.
b. Siklus eritrosit.
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizonmerozoit.
Setelah 2-3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi
bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit
dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas dimulai dari
masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis
demam.
c. Siklus sporogonik.
Siklus ini terjadi di dalam tubuh nyamuk (sporogoni). Setelah beberapa siklus,
sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk-bentuk
seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak akan berkembang lalu mati bila
tidak diisap oleh Anopheles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi
penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigot, yang kemudian
melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang menjadi okista.
Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil akan memasuki kelenjar ludah
nyamuk.
Di dalam vaskular, protozoa bereplikasi di dalam sel dan menginduksi
sitolisis sel darah merah menyebabkan pelepasan produk metabolik toksik ke
dalam aliran darah dan memberikan gejala, seperti menggigil, sakit kepala,
mialgia, dan malaise. Kondisi ini terjadi dalam siklus eritrosit. Parasit juga
dapat menyebabkan ikterus dan anemia. Plasmodium. falciparum merupakan
jenis yang paling berbahaya dari lima spesies plasmodium karena dapat
menyebabkan gagal ginjal, koma, dan kematian. Kematian akibat malaria
dapat dicegah. jika perawatan yang tepat dicari dan diimplementasikan.
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat menghasilkan bentuk yang
tidak aktif tetapi masih tetap ada dalam hati orang yang terinfeksi dan muncul
di lain waktu.
Parasit memperoleh energi mereka semata-mata dari glukosa dan mereka
mencernanya 70 kali lebih cepat dari sel darah merah yang mereka tempati
sehingga menyebabkan insufisiensi insulin (Gambar 2.2) yang akan
memberikan manifestasi penurunan intake glukosa jaringan. Kondisi ini akan
memberikan dampak terhadap hipoglikemia intrasel dan ekstrasel.
Hipoglikemia intrasel akan dilanjutkan dengan respons peningkatan
glukogenesis dan glukoneogenesis yang memberikan manifestasi pemecahan
lemak dan perubahan sintesis protein. Peningkatan pemecahan lemak akan
meningkatkan produksi keton yang juga akan meningkatkan risiko terjadinya
ketoasidosis diabetikum. Perubahan sintesis protein akan meningkatkan risiko
kaheksia, letargi, dan terjadi penurunan gama globulin yang juga
meningkatkan risiko infeksi akibat kerusakan jaringan kulit.
Pada hipoglikemi ekstrasel akan memberikan manifestasi peningkatan
osmotik plasma dan peningkatan pengeluaran glukosa oleh ginjal. Pada
kondisi peningkatan osmotik plasma akan terjadi dehidrasi sel yang berlanjut
pada koma hiperglikemi. Respons dari peningkatan pengeluaran glukosa oleh
ginjal akan menyebabkan diuresis osmotik dengan manifestasi poliuri,
polidipsi, hipokalemi, dan hiponatremi.
Plasmodia juga menyebabkan lisis dari sel darah merah (baik yang
terinfeksi dan yang tidak terinfeksi), penekanan proses hematopoiesis, dan
peningkatan pembersihan sel darah merah oleh limpa yang menyebabkan
kondisi anemia serta splenomegali. Seiring waktu, malaria dan infeksi juga
dapat menyebabkan trombositopenia.
Kondisi malaria akan memberikan berbagai masalah keperawatan yang
muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan keperawatan.
Masalah keperawatan yang muncul berhubungan dengan pelepasan produk
metabolik toksik ke dalam aliran darah yang memberikan berbagai manifestasi
pada respons sistemik, respons intestinal, respons sistem saraf pusat, respons
kardiorespirasi, dan muskuloskeletal.
2.2.6 Pathway
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang lazim terjadi pada malaria terutama yang disebabkan oleh
Plasmodium falcifarum adalah sebagai berikut :
a. Koma (malaria serebral).
Koma pada malaria meliputi kondisi penurunan kesadaran, perubahan
status mental, dan kejang. Kondisi koma malaria merupakan kondisi paling
umum yang menyebabkan kematian pada pasien dengan penyakit malaria.
Jika tidak diobati, komplikasi ini sangat mematikan. Gejala malaria
serebral mirip dengan ensefalopati toksik.
b. Kejang (sekunder baik untuk hipoglikemia atau serebral malaria).
c. Gagal ginjal akut.
Sebanyak 30% dari orang dewasa yang terinfeksi dengan Plasmodium
falciparum menderita gagal ginjal akut (Hanson, 2009).
d. Hipoglikemia.
e. Hemoglobinuria (blackwater fever).
Kondisi hemoglobinuria ditandai dengan urine sangat gelap yang
merupakan manifestasi dari hemolisis, hemoglobinemia yang berlanjut
pada hemoglobinuria dan hemozoinuria.
f. ARDS, edema paru nonkardiogenik.
Kondisi ini paling sering terjadi pada wanita hamil dan menyebabkan
kematian pada 80% pasien (Perez-Jorge, 2009).
g. Anemia.
h. Pendarahan (koagulopati).

2.2.8 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan
ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji
imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target
dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang
diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana
pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan.
Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya
parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu
kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman
malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara
pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas
mencapai 100%).
1. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah
trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup
matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler
(finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal
dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies
plasmodium yang tepat.
4. Identifikasi spesies plasmodium
5. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies
plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang
dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi
plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan
tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange
tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang
tepat sebagai instrumen hitung parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi
spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik
plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus
dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan
enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik
parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan
DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk
mendapatkan ekstrak DNA.
2.2.9 Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan
tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara
lain sebagai berikut :
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di
tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg
selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15
mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg
selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10
mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis
tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3
dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet
dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7
hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari
dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
2. Keperawatan
2.3 Konsep dasar asuhan keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Data biografi
Meliputi nama, umur, jenis kelamin alamat , penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh demam.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien biasanya demam. Serangan klasik demam tiba-tiba dimulai dengan
periode menggigil yang berlangsung selama sekitar 1-2 jam dan diikuti
dengan demam tinggi. Setelah itu akan terjadi penurunan suhu tubuh
secara berlebihan disertai diaforesis dan suhu tubuh pasien turun menjadi
normal atau di bawah normal.
Menurut Dorsey (2000) terdapat trias klasik malaria yang terbagi
dalam 3 periode. (Arif Muttaqin, dkk, 2011)
Trias Klasik Malaria (Malaria Proxysm)
Fase Klinis
Fase dingin Pada fase ini pasien terlihat menggigil dan
kedinginan, pasien sering membungkus diri dengan
selimut dan pada saat menggigil disertai badan
bergetar, pucat sampai sianosis. Fase ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur
Fase Perubahan integumen dengan muka menjadi
hipertermi merah, kulit ppanas dan kering. Perubahan TTV
dengan nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai
400C atau lebih, respirasi meningkat. Perubahan
sistemik dengan adanya nyeri kepala, mual-
muntah, gejala syok (takanan darah menurun),
penurunan tingkat kesadaran menjadi delirium dan
kejang. Fase ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai 2 jamatau lebih, di ikuti dengan keadaan
berkeringat.
Fase diaforesis Pasien berkeringat mulai dari kening, di ikuti
seluruh tubuh, sampai basah sampai seluruh tubuh,
temperatur turun, pasien kemudian keletihan dan
kemudian tertidur. Bila pasien bangun akan merasa
sehat dan dapat melakukan aktivitas rutin seperti
biasa.
(Dimodifikasi dari Dorsey G, Gandhi M, Oyugi JH, Rosenthai PJ., 2000)

c. Riwayat penyakit dahulu


d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat kesehatan lingkungan
f. Riwayat tumbuh kembang
g. Riwayat imunisasi
3. Pemeriksaan fisik
Secara umum pasien terlihat sangat sakit, terdapat perubahan status
kesadaran yang semakin menurun sesuai dengan tingkat keaktifan kuman
dalam tubuh. TTV biasanya mengalami perubahan seperti takikardia,
hipertermi, peningkatan frekuensi napas, dan penurunan tekanan darah.
a. Bl (breath )
Fungsi pernapasan biasanya tidak ada masalah, tetapi pada malaria
falcifarum dengan komplikasi akan didapatkan adanya perubahan takipnu
dengan penurunan kedalaman pernapasan, serta napas pendek pada
istirahat dan aktivitas.
b. B2 ( blood )
Pada fase demam akan didapatkan takikardia, tekanan darah menurun,
kulit hangat, dan diuresis (diaforesis) karena vasodilatasi. Pucat dan
lembap berhubungan dengan adanya anemia, hipovolemia, dan penurunan
aliran darah. Pada pasien malaria dengan komplikasi berat sering
didapatkan adanya tanda-tanda syok hipovolemik dan tanda DIC.
c. B3 ( brain )
Sistem neuromotorik biasanya tidak ada masalah. Pada beberapa kasus
pasien terkihat gelisah dan ketakutan. Pada kondisi yang lebih berat akan
didapatkan adanya perubahan tingkat kesadaran dengan manifestasi
disorientasi, delirium, bahkan koma. Pada beberapa kasus pasien dengan
adanya perubahan elektrolit sering didapatkan adanya kejang.
d. B4 ( bladder)
Sistem perkemihan biasanya tidak masalah, tetapi pada saat fase demam
didapatkan adanya penurunan produksi urine, sedangkan pada fase lanjut
didapatka adanya poliuri sekunder dari perubahan glukosa darah.
e. B5 ( bowel )
Pada inspeksi didapatkan gangguan pencernaan, seperti mual dan muntah,
diare atau konstipasi. Pada auskultasi didapatkan penurunan bising usus.
Pada perkusi didapatkan adanya timfani abdomen. Pada palpasi abdomen
sangat sering didapatkan acaura splenomegali.
f. B6 : Pada pengkajian integumen didapatkan adanya tanda-tanda anemia
dan ikterus. Pada pemeriksaan muskuloskeletal didapatkan adanya
keletihan dan kelemahan fisik umum, malaise, dan penurunan kekuatan
otot.
2.3.2 Diagnosa keperawatan
1. Analisa Data
Symtom Etiologi Masalah
Ds: Pelepasan produksi Hipertermi
a. Klien metabolik toksik
biasanya kedalam aliran darah
mengeluh ↓
badannya Respon inflamasi
panas sistemik
b. Orangtua
Klien
biasanya
mengatakan
panasnya
kurang lebih
2-4 hari
dirumah
c. Klien
biasanya
mengeluh
susah tidur
Do : Do :
Keadan umum :
lemah, Wajah
pasien biasanya
kemerahan.
Suhu : 39,50C
Nadi : 98 x / menit
RR : 28 x/menit
Ds : Anemia Penurunan perfusi jaringan
a. Klien ↓
biasanya Penurunan aliran
mengeluh darah dan penurunan
pusing. imunitas
Do :
 Klien akan terlihat
sesak dan pucat
Ds : Anemia hipovolemi Resiko tinggi gangguan
a. Klien ↓ elektrolit
biasanya Penurunan aliran
mengeluh darah dan penurunan
nyeri kepala imunitas
dan mual.
Do :
a. Klien akan
terlihat
gelisah
b. Klien
biasanya
terlihat
lemas dan
keringat
dingin
Ds : Respon intestinal Nutrisi kurang dari
a. Klien ↓ kebutuhan tubuh
biasanya Mual, muntah,
mengatakan anoreksia dan
tidak ada penurunan motilitas
nafsu buat ↓intake nutrisi tidak
makan adekuat konstipasi
Do :
a. Klien akan
terlihat
kurus dan
lemas.
b. Porsi
makanan
yang
disediakan,
biasanya
hanya ¼
porsi yang
dihabiskan
c. Berat badan
pasien
biasanya
menurun
dari
sebelumnya.
Ds : Anemia hipovolemi Resiko infeksi
a. Klien ↓
biasanya Penurunan aliran
mengeluh darah dan penurunan
badannya imunitas
panas
Do :
Do :
a. Biasanya
leukosit
dalam batas
tidak normal
b. Kulit
biasanya
tanpak
kotor
Ds : Resiko inflamasi Nyeri
a. Klien sitemik
biasanya ↓
mengeluh Mialgia dan
nyeri pada Artralgia
seluruh
badan
b. Klien
biasanya
mengatakan
badanya
terasa lemas
Do :
a. Klien akan
terlihat
gelisah
b. Tidur
kurang dari
6 jam
c. Sering
terjaga
Ds : Invasi kuman ke Cemas
a. Orang tua hepatosit
biasanya ↓
bertanya – Malaria
tanya ↓
tentang Respon psikososial
penyakit
anaknya.
b. Orang tua
akan
mengataka
n khawatir
tentang
penyakit
anaknya.
Do :
a. Klien akan
terlihat
cemas atau
ketakutan
b. Klien akan
tampak
gelisah.
c. Orang tua
biasanya
tampak
gelisah.

2. Rumusan diagnosa
a. Hipertermia b/d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung
sirkulasi kuman pada hipotalamus.
b. Perubahan perfusi jaringan b/d anemia, penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam tubuh.
c. Aktual/resiko tinggi gangguan elektrolit (hiponatremi, hipokalemi) b/d
diuresis osmotik, diaforesis
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake makanan yang
tidak adekuat, anoreksia, mual/muntah.
e. Resiko tinggi infeksi b/d penurunan sistem kekebalan tubuh
f. Nyeri dan ketidaknyamanan b/d resfon inflamasi sistemik, mialgia,
artralgia, diaforesis.
g. Kecemasan b/d kondisi sakit, prognosis penyakit malaria falciparum
h. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurangnya pemajanan, kesalahan interprestasi informasi,
keterbatasan kognitif.

S-ar putea să vă placă și