Sunteți pe pagina 1din 21

Sebagai pihak dalam suatu perjanjian maka kedudukan tertanggung dan penanggung dalam

perjanjian asuransi harus memiliki posisi yang setara. Dalam UUPK juga diatur hak dan
kewajiban dari pelaku usaha, dalam hal ini adalah penanggung dalam asuransi, sebagaimana
dikemukakan dalam Pasal 6, yaitu hak pelaku usaha adalah:

1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. hak untuk mendpt perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;

3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum


sengketa konsumen;

4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selanjutnya kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 UUPK, yaitu :

1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;

4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan


berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang


dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;

6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat


penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Rangkuman UU No 40 Tahun 2014


Tentang Usaha Perasuransian

1. UMUM

Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian


dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri
perasuransian, baik secara nasional maupun global, terjadi perkembangan yang pesat yang
ditandai dengan meningkatnya volume usaha dan bertambahnya pemanfaatan layanan jasa
perasuransian oleh masyarakat. Iayanan jasa perasuransian pun semakin bervariasi sejalan
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pengelolaan risiko dan pengelolaan
investasi yang semakin tidak terpisahkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kegiatan usaha.

Selain perkembangan di dalam industri perasuransian, terjadi pula perkembangan di


industri jasa keuangan yang lain. Perkembangan di berbagai industri jasa keuangan ini
mengakibatkan semakin menipisnya batasan dan perbedaan jenis layanan yang diberikal oleh
industri jasa keuangan. Perkembangan demikian menuntut adanya sistem pengaturan dan
pengawasan sektor keuangan yang lebih baik dan terpadu.

Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13; Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467 tidak lagi cukup untuk menjadi dasar
pengaturan dan pengawasan industri perasuransian yang telah berkembang. Penyempurnaan
terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian harus dilakukan untuk
menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan
kompetitif serta meningkatkan perannya dalam mendorong pembangunan nasional.

Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan,
amanah, dan kompetitif secara umum dilakukan, baik dengan penetapan ketentuan baru
maupun dengan penyempumaan ketentuan yang telah ada. Upaya tersebut diwujudkan
antara lain dalam bentuk :

1. penetapan landasan hukum bagi penyelenggara. Usaha Asuransi Syariah dan Usaha
Reasuransi Syariah;

2. penetapan status badan hukum bagi Perusahaan Asuransi berbentuk usaha bersama
yalg telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan;

3. penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan perusahaan perasuransian yang


mendukung kepentingan nasional;

4. pemberian amanat lebih besar kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi
Syariah untuk mengelola kerja sama dengan pihak lain dalam rangka pemasaran
layanan jasa asuransi dan asuransi syariah, termasuk kerja sama keagenan; dan

5. penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga tata kelola


perusahaan yang baik, kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yang sehat.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong pembangunan nasional


tedadi apabila industri perasuransian dapat lebih mendukung masyarakat dalam menghadapi
risiko yang dihadapinya sehari-hari dan pada saat mereka memulai dan menjalankan
kegiatan usaha. Untuk itu, Undang-Undang ini mengatur bahwa Objek Asuransi di Indonesia
hanya dapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah di
Indonesia dan penutupan Objek Asuransi tersebut harus memperhatikan optimalisasi
kapasitas Perusahaar Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan
perusahaan reasuransi syariah dalam negeri. Guna mengimbangi kebiliakan ini, Pemerintah
dan/atau Otoritas Jasa Keuangan melakukan upaya untuk mendorong peningkatan kapasitas
asuransi dan reasuransi dalam negeri. Undang-Undang ini juga mengharuskan
penyelenggaraan Program Asuransi Wajib, misalnya asuransi tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga bagi pengendara kendaraan bermotor, secara kompetitif dan memungkinkan
pemberian fasilitas fiskal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil,
dan menengah untuk mendorong peningkatan pemanfaatan Asuransi atau Asuransi Syariah
dalam rangka pengelolaan risiko.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong pembangunan nasional


juga terjadi melalui pemupukan dana jangka panjang dalam jumlah besar, yang selanjutnya
menjadi sumber dana pembangunan. Pengaturan lebih lanjut yang diamanatlan Undang-
Undang ini kepada Otoritas Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan
produk Asuransi dan Asuransi Syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan kewajiban
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi syariah, akan menentukan besar atau kecilnya peran industri perasuransian
tersebut.

Pengaturan dalam Undang-Undang ini juga mencerminkan perhatian dan dukungan


besar bagi upaya pelindungan konsumen jasa perasuransian, upaya antisipasi lingkungan
perdagangan jasa yang lebih terbuka pada tingkat regional, dan penyesuaian terhadap
praktik terbaik (best practices) di tingkat internasional untuk penyelenggaraan, pengaturan,
dan pengawasan industri perasuransian.

RANGKUMAN CAKUPAN PASAL-PASAL DALAM UU NO 40 TAHUN 2014

BAB I Ketentuan Umum

Pasal 1 =

1. Asuransi

2. Asuransi Syariah

3. Prinsip Syariah

4. Usaha Perasuransian

5. Usaha Asuransi Umum

6. Usaha Asuransi Jiwa

7. Usaha Reasuransi

8. Usaha Asuransi Umum Syariah

9. Usaha Asuransi Jiwa Syariah

10. Usaha Reasuransi Syariah

11. Usaha Pialang Asuransi

12. Usaha Pialang Reasuransi

13. Usaha Penilai Kerugian

14. Perusahaan Perasuransian

15. Perusahaan Asuransi

16. Perusahaan Asuransi Syariah

17. Pihak

18. Dana Jaminan


19. Pengendali

20. Dana Asuransi

21. Dana Tabarru’

22. Pemegang Polis

23. Tertanggung

24. Peserta

25. Objek Asuransi

26. Pialang Asuransi

27. Pialang Reasuransi

28. Agen Asuransi

29. Premi

30. Kontribusi

31. Afiliasi

32. Program Asuransi Wajib

33. Pengelola Statuter

34. Setiap Orang

35. Otoritas Jasa Keuangan

36. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

37. Pemerintah

38. Menteri

BAB II Ruang Lingkup Usaha Perasuransian

Pasal 2 =

1. Lini Usaha Perusahaan Asuransi Umum

2. Lini Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa

3. Perusahaan Reasuransi

Pasal 3 =

1. Perusahaan Asuransi Umum Syariah

2. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah

3. Perusahaan Reasuransi Syariah

Pasal 4 =

1. Pialang Asuransi
2. Pialang Reasuransi

3. Penilai Kerugian Asuransi

Pasal 5 =

1. Ruang lingkup usaha Asuransi Umum dan Asuransi Jiwa

2. Perluasan riang lingkup usaha Asuransi Umum dan Asuransi Jiwa

3. Ketentuan lebih lanjut dalam Peraturan OJK

BAB III Bentuk Badan Hukum dan Kepemilikan Perusahaan Perasuransian

Pasal 6 =

1. Badan hukum penyelenggara Usaha Perasuransian

2. PT

3. Koperasi

4. Usaha bersama

5. Usaha bersama sebagai badan hukum

6. Ketentuan lebih lanjut tentang badan hukum usaha bersama

Pasal 7 =

1. Kepimilikan Perusahaan Perasuransian

2. Sepenuhnya milik warga negara/badan hukum Indonesia

3. Bersama warga asing

4. Aturan kepemilikan untuk warga asing

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum dan kepemilikan asing

BAB IV Perizinan Usaha

Pasal 8 =

1. Izin usaha melakukan Usaha Perasuransian

2. Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha

3. anggaran dasar

4. susunan organisasi

5. modal disetor

6. dana jaminan

7. kepemilikan

8. aset kekayaan
9. kemampuan dan kepatutan direksi

10. tenaga ahli

11. kelayakan rencana kerja

12. kelayakan sistem manajemen risiko

13. produk yang dipasarkan

14. perikatan dengan pihak terafiliasi

15. infrastruktur laporan kepada OJK

16. konfirmasi dari otoritas pengawas asing

17. hal yang diperlukan untuk pertumbuhan usaha sehat

18. Syarat izin usaha berlaku sesuai dengan jenis usaha

19. Ketentuan lebih lanjut tentang izin usaha

Pasal 9 =

1. Persetujuan OJK untuk izin usaha Perasuransian

2. Penolakan OJK dilakukan secara tertulis dengan alasan

Pasal 10 =

1. Laporan pembukaan cabang kantor pada OJK

2. Kantor Perasuransian buat keputusan klaim ditetapkan OJK

3. Pertanggungjawaban setiap kantor cabang

4. Ketentuan lebih lanjut tentang cara pelaporan

BAB V Penyelenggaraan Usaha

Pasal 11 =

1. Tata kelola Perusahaan Perasuransian

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola perusahaan.

Pasal 12 =

1. Persyaratan kemampuan setiap anggota

2. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 13 =

1. Penetapan pengendali dalam Perusahaan Perasuransian

2. OJK berwewenang menetapkan pengendali

3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 14 =
1. Pengendali di dalam perusahaan harus dilaporkan pada OJK

2. Perubahan Pengendali harus dilaporkan pada OJK

3. Pengendali yang ditetapkan tak dapat berhenti tanpa izin OJK

4. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 15 =

Tanggungjawab pengendali di dalam Perusahaan Perasuransian

Pasal 16 =

1 . Pemegang saham pengendali dalam Perusahaan Perasuransian

2. Pasal 1 tak berlaku bila pemegang saham adalah negara RI

3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 17 =

1. Tenaga ahli dengan jumlah yang cukup

2. Mempunyai aktuaris dalam jumlah yang cukup

3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 18 =

1. Bekerjasama dengan pihak lain

2. Izin dalam bekerjasama

3. Penetapan standar dalam kerjasama

4. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 19 =

1. Aturan tentang kesehatan keuangan Perusahaan Perasuransian

2. Melakukan evaluasi dana perusahaan

3. Perencanaan metode mitigasi risiko untuk menjaga kesehatan keuangan

4. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 20 =

1. Perusahaan perasuransian wajib bentuk dana jaminan dalam jumlah yang ditentukan
oleh OJK

2. Dana jaminan disesuaikan jumlah dengan usaha

3. Dana jaminan dilarang dibebani dengan hak apapun

4. Dana jaminan dapat dicairkan setelah dapat persetujuan dari OJK

5. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 21 =
1. Kekayaan dan kewajiban dengan hak pemegang polis, dsb wajib dipisahkan dari
kekayaan perusahaan

2. Untuk asuransi jiwa syariah kewajiban peserta untuk keperluan saling menolong dalam
menghadapi risiko wajib dipisahkan dari kekayaan perusahaan

3. Prinsip kehati-hatian pada perusahaan perasuransian dalam memisahkan kekayaan dan


kewajiban

4. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 22 =

1. Perusahaan perasuransian wajib menyampaikan laporan dan informasi pada OJK

2. Penyampaian laporan melalui sistem data elektronik

3. Perusahaan perasuransian wajib umumkan posisi keuangan

4. Perusahaan wajib menyediakan info mengenai keadaan keuangan dan risiko yang
dihadapi pada pihak yang berkepentingan sesuai dengan aturan berlaku

5. Perusahaan perasuransian wajib umumkan laporan keuangan telah diaudit paling lama
1 bulan setelah batas waktu penyampaian laporan keuangan pada OJK

6. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 23 =

1. Laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan tak dapat dibuka oleh OJK pada pihak
lain kecuali pada

2. polisi dan jaksa untuk kepentingan penyelidikan

3. hakim untuk kepentingan pengadilan

4. pejabat pajak untuk kepentingan pajak

5. bank indonesia

6. pihak lainnya

7. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 24 =

1. Penutupan asuransi pada objek asuransi harus berdasarkan asas kebebasan memilih

2. Penutupan objek asuransi harus memperhatikan daya tampung perusahaan


perasuransian

3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 25 =

Objek asuransi dapat diasuransikan bila dapat izin usaha dari OJK, kecuali dalam hal ini

1. tak ada perusahaan yang menahan atau mengelola risiko dari objek asuransi yang
bersangkutan
2. tak ada perusahaan yang bersedia melakuakan penutupan asuransi atas objek asuransi
yang bersangkutan

Pasal 26 =

1. Perusahaan perasuransian wajib memenuhi standar perilaku mengenai

2. polis

3. premi

4. underwriting dan pengenalan pemegang polis

5. penyelesaian klaim

6. keahlian dalam perasuransian

7. distribusi produk

8. penanganan keluhan pemegang polis

9. standar lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha

10. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 27 =

1. Pialang wajib terdaftar di OJK

2. Pialang dan agen harus punya pengetahuan dan kemampuan yang cukup tentang
asuransi

3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 28 =

1. Premi dapat dibayar langsung pada perusahaan asuransi melalui agen

2. Agen hanya dapat menerima pembayaran premi dari pemegang polis

3. Pertanggungan mulai berlaku dan mengikat sejak premi diterima oleh agen

4. Agen dilarang menahan atau mengelola premi

5. Agen dilarang menggelapkan premi

6. Premi dibayarkan melalui agen wajib diserahkan pada perusahaan asuransi

7. Perusahaan asuransi bertanggungjawab atas pembayaran klaim dari agen

8. Perusahaan asuransi wajib membayar imbalan jasa perantara pada agen setelah
menerima premi

Pasal 29 =

1. Premi dapat dibayar langsung oleh pemegang polis pada perusahaan asuransi atau
melalui perusahaan pialang

2. Premi dapat dibayar langsung oleh pemegang polis pada perusahaan reasuransi atau
melalui perusahaan pialang

3. Perusahaan pialang dilarang menahan atau mengelola premi


4. Perusahaan pialang dilarang menggelapkan premi

5. Premi dibayar melalui pialang wajib diserahkan premi pada perusahaan asuransi

6. Perusahaan pialang bertanggungjawab atas pembayaran klaim yang timbul dari


kerugian yang terjadi setelah berakhirnya jangka waktu

7. Imbalan jasa perusahaan pialang dari pemegang polis atas jasanya

Pasal 30 =

1. Perusahaan pialang dilarang menenmpatkan penutupan asuransi pada perusahaan yang


merupakan afiliasi dari pialang yang bersangkutan

2. Perusahaan pialang dilarang menenmpatkan penutupan reasuransi pada perusahaan


yang merupakan afiliasi dari pialang yang bersangkutan

3. Tanggungjawab perusahaan pialang atas tindakan yang memberikan rekomendasi pada


pemegang polis terkait penutupan asuransi

Pasal 31 =

1. Agen, pialang harus ahli, perhatian, dan cermat dalam melayani transaksi dengan
pemegang polis

2. Agen, pialang, harus memberikan informasi yang benar, tak palsu, terkait risiko,
manfaat, kewajiban, dll terkait dengan produk yang ditawarkan

3. Perusahaan asuransi wajib menangani klaim dan keluahn melalui proses yang cepat,
sederhana, mudah diakses, dan adil

4. Perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat


penyelesaian suatu kasus

5. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 32 =

1. Perusahaan asuransi wajib menerapkan kebijakan anti pencucian uang dan mencegah
pendanaan teroris

2. Perusahaan asuransi wajib mendapatkan informasi yang cukup mengenai calon


pemegang polis dsb yang terkait dengan penutupan asuransi

3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 33 =

Tiap orang dilarang melakukan pemalsuan atas dokumen perasuransian

Pasal 34 =

Anggota yang berwewenang menandatangani polis yang dikenai sanksi batas kegiatan usaha

BAB VI Tata Kelola Usaha Perasuransian Berbentuk Koperasi dan Usaha Bersama

Pasal 35 =
1. Perusahaan asuransi dapat menyelenggarakn jasa asuransi bagi anggotanya

2. Tiap anggota dari perusahaan asuransi wajib jadi pemegang polis dari perusahaan yang
bersangkutan

3. Anggota pada perusahaan asuransi berakhir bila

4. anggota meninggal dunia

5. anggota tak punya polis asuransi dari perusahaan

c.sesuai dengan aturan berlaku

4. Anggota dari perusahaan wajib menanggung seluruh kerugian dari kegiatan usaha

5. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

BAB VII Peningkatann Kapasistas Asuransi, Asuransi Syariah, Reasuransi, dan Reasuransi
Syariah dalam Negeri.

Pasal 36 =

Perusahaan perasuransian wajib optimalkan manfaat kapasitas asuransi dalam negeri

Pasal 37 =

Pemerintah dan OJK mendorong peningkatan kapasitas usaha perasuransian dalam negeri

Pasal 38 =

Pemerintah dapat beri fasilitas fiskal pada perseorangan dsb untuk mendorong manfaat jasa
asuransi

BAB VIII Program Asuransi Wajib

Pasal 39 =

1. Program asuransi harus kompetitif

2. Pengaturan program asuransi memuat

3. cakupan peserta

4. hak dan kewajiban tertanggung

5. premi

6. manfaat

7. tata cara klaim dan bayar manfaat

8. krteria penyelenggara

9. hak dan kewajiban penyelenggara


10. keterbukaan informasi

11. Pihak penyelenggara harus mematuhi syarat ditetapkan oleh OJK

12. Penyelenggara program asuransi dapat menawarkan manfaat tambahan premi

13. Penyelenggara program asuransi dilarang memaksa pemegang polis untuk menerima
tawaran manfaat tambahan

BAB IX Perubahan Kepemilikan, Penggabungan, dan Peleburan

Pasal 40 =

1. Perubahan pemilik perusahaan perasuransian harus peroleh persetujuan dari OJK

2. Perubahan dapat menyertakan pihak asing di dalam usaha sejenis

3. Ketentuan perusahaan yang punya usaha sejenis atas perusahaan induk yang sejenis

4. Perubahan pemilik melalui transaksi di bursa efek

5. Ketentuan untuk dapat persetujuan

6. perubahan pemilik tak mengurangi hak peserta

7. perubahan pemilik tak mengurangi hak penanggung

8. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 41 =

1. Penggabungan perusahaan perasuransian harus dengan izin OJK

2. Penggabungan dapat dilakuakan pada perusahaan perasuransian yang sejenis

3. Ketentuan untuk dapat persetujuan penggabungan

4. tidak mengurangi hak peserta

5. kondisi keuangan perusahaan hasil gabungan tetap memenuhi ketentuan

6. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

BAB X Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan

Pasal 42 =

1. Melaporkan pemberhentian usaha

2. Menyelesaikan kewajiban perusahaan

3. OJK mencabut izin perusahaan

4. Ketentuan lebih lanjutpenghentian usaha

Pasal 43 =

1. Izin usaha perusahaan perasuransian yang udah dicabut untuk menghentikan kegiatan
usaha

2. Semua pengurus dilarang mengalihkan tindakan yang mengurangi aset perusahaan

Pasal 44 =
1. Paling lama 30 hari untuk mencabut izin usaha perusahaan perasuransian

2. Bila tak dapat terlaksana, putusan OJK

3. putusan untuk bubar dan bentuk tim likuidasi

4. mendaftarkan dan beritahu pembubaran perusahaan pada instansi yang berwenang

5. memerintahkan tim likuidasi melaksanakan tugasnya sesuai aturan

6. memerintahkan tim likuidasi untuk melaporkan hasil likuidasi

7. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 45 =

1. Likuidasi dilakukan oleh Tim Likuidasi

2. Tim likuidasi wewenang mewakili perusahaan dalam segala hal yang berkaitan untuk
menyelesaikan perkara

3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 46 =

1. Wewenang tim likuidasi

2. Semua pemegang harta perusahaan wajib beri data dan informasi lengkap yang
diperlukan

3. Semua pemegang harta perusahaan dilarang menghambat proses likuidasi

Pasal 47 =

1. Biaya likuidasi jadi beban aset perusahaan

2. Hasil sisa likuidasi untuk membayar kewajiban perusahaan

Pasal 48 =

1. Tagihan hasil sisa likuidasi harus diajukan pada OJK

2. Tagihan dibebankan adalah hak pemegang saham perusahaan

Pasal 49 =

1. Keadilan tim likuidasi dalam bertugas

2. Benturan kepentingan harus utamakan kepentingan pemegang polis

Pasal 50 =

1. Permohonan pailit dapat diajukan pada OJK

2. Tata cara dan persyaratan pernyataan pailit perusahaan perasuransian

3. Pengajuan pailit tak dapat dipailitkan untuk eksekusi putusan pengadilan

Pasal 51 =

1. Pengajuan pailit pada pengadilan niaga oleh kreditor

2. OJK beri keputusan pada kreditor paling lama 30 hari secara lengkap
3. OJK menolak kreditor secara tertulis dan alasan

4. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 52 =

1. Hak peserta atas pembagian kekayaan ketika pailit

2. Perusahaan perasuransian yang pailit harus membayar semua kewajiban

3. Kelebihan dana setelah membayar kewajiban

4. Perusahaan yang dipailitkan harus membayar kewajiban pada peserta

BAB XI Pelindungan Pemegan Polis, Tertanggung, atau Peserta

Pasal 53 =

1. Perusahaan perasuransian wajib peserta program penjaminan polis

2. Penyelenggaraan program penjaminan polis

3. Pemberlakuan UU penjaminan polis

4. UU dibentuk paling lama 3 tahun

Pasal 54 =

1. Perusahaan wajib menjadi anggota mediasi

2. Lembaga mediasi bersifat independen dan imparsial

3. Lembaga mediasi dapat persetujuan tertulis dari OJK

4. Kesepakatan mediasi

5. Ketentuan lebih lanjut lembaga mediasi

BAB XII Profesi Penyedia Jasa Bagi Perusahaan Perasuransian

Pasal 55 =

1. Profesi penyedia jasa dalam perusahaan perasuransian

2. konsultan aktuaria

3. akuntan publik

4. penilai

5. profesi lain ditetapkan oleh OJK

6. Profesi sudah terdaftar di OJK untuk melakukan jasa


3. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 56 =

1. Pendaftaran profesi penyedia jasa

2. Pembatalan jasa dari profesi

3. OJK memeriksa atas jasa dari tiap profesi

4. OJK memutuskan jasa yang diberikan oleh profesi


BAB XIII Pengaturan dan Pengawasan

Pasal 57 =

1. Mengatur dan mengawas usaha perasuransian dilakukan oleh OJK

2. Menteri menetapkan kebijakan umum

Pasal 58 =

OJK harus ciptakan kondisi persaingan sehat dalam usaha perasuransian

Pasal 59 =

1. OJK dapat menugaskan pihak lain untuk mengatur dan mengawas

2. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 60 =

1. OJK menetapkan aturan pelaksanaan fungsi

2. Kewenangan OJK dalam menetapkan aturan pelaksanaan fungsi

3. setuju atau tidak setuju

4. mencabut izin usaha

5. persetujuan memberikan persyaratan

6. membatalkan pernyataan

7. penyampaian laporan

8. melakukan pemeriksaan

9. menetapkan pengendali

10. persetujuan pada pihak pengendali

11. pemberhentian pihak pengendali

12. penilaian kemampuan direksi

13. menonaktifkan direksi

14. memberi perintah tertulis

15. mengenakan sanksi pada perusahaan perasuransian

16. melaksanakan kewenangan berdasarkan undang-undang

Pasal 61 =

1. Melakukan pemeriksaan secara berkala

2. OJK dapat menugaskan pihak lain atas nama OJK untuk melaksanakan pemeriksaan

3. Pemeriksaan semua data dan informasi perusahaan


4. Semua pengurus perusahaan beri keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa

5. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 62 =

1. OJK dapat menonaktifkan pengurus perusahaan perasuransian dalam hal

2. perusahaan telah dikenai sanksi kegiatan usaha

3. tak dapat melunasi kewajiban yang jatuh tempo

4. pertimbangan OJK pada perusahaan yang tak melunasi kewajiban yang jatuh tempo

5. perusahaan perasuransian melakukan kegiatan usaha yang tak sesuai dan tak sehat

6. fasilitasi perusahaan untuk melakukan kejahatan keuangan

7. Tugas statuter oleh OJK

8. menyelamatkan harta peserta perusahaan perasuransian

9. mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha

10. menyusun langkah-langkah untuk menyelamatkan perusahaan

11. mengajukan usulan pada OJK untuk mencabut izin usaha perusahaan

12. melaporkan kegiatan pada OJK

13. Ketika pengurusan perusahaan dilakukan oleh statuter

14. semua anggota pengurus tak dapat melakukan kegiatan perasuransian

15. direksi nonaktif wajib membantu statuter

16. Direksi nonaktif dialarang mengundurkan diri ketika pengurusan diganti oleh statuter

17. OJK dapat berhentikan statuter

18. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 63 =

1. Tugas statuter dan mematuhi aturan UU

2. Statuter wajib mematuhi aturan yang berlaku dari OJK

3. Statuter mengambil alih pengendali dan pengelolaan perusahaan

4. Statuter dapat punya wewenang dalam perusahaan

5. Wewenang statuter

6. membatalkan perjanjian

7. melakukan pengalihan

Pasal 64 =

Tanggungjawab pengelola statuter atas kerugian perusahaan perasuransian

Pasal 65 =
1. Putusan OJK pada Pengendali

2. pengendali tak diperlukan

3. telah dicabut izin pengendali

4. Pertanggungjawaban pengelola statuter

Pasal 66 =

1. Kesimpulan perintah tertulis dari OJK

2. menjalankan kegiatan usaha

3. keuangan yang tidak sehat

4. melanggar peraturan yang berlaku

5. terlibat kejahatan keuangan

6. Perintah tertulis dapat diberi pada pengendali

7. Pengendali wajib mematuhi perintah tertulis

8. Perintah tertulis tak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perjanjian

9. Ganti rugi dari perusahaan disebabkan oleh perintah yang diberikan

10. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 67 =

Pihak yang ditunjuk oleh OJK dilarang mengungkapkan informasi rahasia

BAB XIV Asosiasi Usaha Perasuransian

Pasal 68 =

1. Tiap perusahaan perasuransian adalah anggota asosiasi

2. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 69 =

1, OJK dapat menugaskan wewenang pada asosiasi

2. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

BAB XV Sanksi Administratif

Pasal 70 =

OJK berhak beri sanksi administratif pada pihak yang melakukan pelanggaran

Pasal 71 =

1. Pihak melanggar akan dikenakan sanksi administratif

2. Sanksi administratif

3. peringatan tertulis

4. pembatasan kegiatan usaha


5. larangan memasarkan produk

6. pencabutan izin usaha

7. batal pernyataan pendaftaran perusahaan

8. batal pernyataan pendaftaran tenaga ahli

9. batal persetujuan dari mediasi

10. denda administratif

11. larangan dalam Pasal 6 ayat 1

12. Perusahaan yang membahayakan tertanggung akan dikenakan sanksi dari OJK

13. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 72 =

1. OJK dapat beri sanksi peringatan dan tertulis pada perusahaan perasuransian

2. penambahan modal

3. penggantian direksi

4. pihak direksi terkait

5. pengalihan portofolio pertanggungan

6. tindakan memperburuk kondisi perusahaan

7. OJK berhak mencabut izin usaha pada perusahaan yang tak dapat mengatasi keuangan

8. OJK berwewenang memblokir perusahaan perasuransian

9. Pencabutan blokir pada kekayaan perusahaan izin dari OJK

10. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

BAB XVI Ketentuan Pidana

Pasal 73 =

1. Ketentuan pidana terhadap pihak yang melakukan usaha perasuransian tanpa izin

2. Ketentuan pidana terhadap pihak yang melakukan usaha pialang perasuransian tanpa
izin

3. Ketentuan pidana terhadap pihak yang melakukan usaha penilai kerugian perasuransian
tanpa izin

Pasal 74 =

1. Tindak pidana pada pihak yang dengan sengaja memberikan laporan tak benar

2. Semua pihak yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf c

Pasal 75 =
Tindak pidana pada pihak yang sengaja tidak memberikan informasi yang tidak benar kepada
pemegang polis

Pasal 76 =

Tindak pidana pada pihak yang menggelapkan Premi atau Kontribusi

Pasal 77 =

Tindak pidana pada pihak yang menggelapkan dengan cara apapun untuk mengurangi aset
Perusahan Perasuransian

Pasal 78 =

Aturan buat pemalsuan dokumen Perusahaan Perasuransian

Pasal 79 =

Tindak pidana pada pihak yang menandatangani polis baru dari Perusahaan Perasuransian

Pasal 80 =

Pihak yang ditunjuk oleh OJK menggunakan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada
pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan yang berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan
oleh UU

Pasal 81 =

1. Tindak pidana Pasal 73, 75, 76, 77, 78 atau 80 dilakukan oleh korporasi

2. Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana :

3. diperintah dan dilakukan untuk korporasi

4. untuk tujuan korporasi

5. dilakukan dengan tugas dan fungsi pelaku korporasi

6. untuk manfaat korporasi

Pasal 82 =

Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah paling banyak denda 600 Milyar Rupiah

BAB XVII Ketentuan Peralihan

Pasal 83 =

1. Perusahaan Perasuransian yang sudah mendapat izin usaha saat UU ini berlaku, maka
telah dapat izin

2. Perusahaan agen asuransi yang sudah mendapat izin usaha saat UU ini berlaku, maka
telah dapat izin

3. Izin yang diberikan kepada Perusahaan Perasuransian dinyatakan berlaku berdasarkan


UU

Pasal 84 =
1. Perusahaan konsultan aktuaria yang sudah mendapat izin usaha saat UU ini berlaku,
maka telah dapat izin

2. Dengan berlaku UU ini, maka izin usaha, pembinaan, dan pengawasan perusahaan
konsultan aktuaria dilakukan oleh menteri

Pasal 85 =

1. Setiap pihak pemegang saham pengendali di Perusahaan Perasuransian wajib


menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) paling lama 3 tahun

2. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 86 =

Pelaksanaan usaha bersama

Pasal 87 =

1. Pemisahan pada unit khusus syariah dalam Perusahaan Perasuransian

2. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

Pasal 88 =

1. Perusahaan Perasuransian yang belum memenuhi ketentuan dalam Pasal 7 ayat 1 huruf
a, wajib menyesuaikan dengan mengalihkan kepemilikan saham pada warga negara
Indonesia atau melakukan perubahan kepemilikan melakui mekanisme penawaran
umum paling lama 5 tahun

2. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh OJK

BAB XVIII Ketentuan Penutup

Pasal 89 =

Ketentuan aturan untuk mewajibkan penutupan asuransi dan asuransi syariah disesuaikan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini

Pasal 90 =

1. Dicabut dan tidak berlaku lagi Undang-Undang No 2 tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (Lembaran Negara RI Tahun 1992 No 13, Tambahan Lembaran Negara RI
No 3467)

2. Dicabut dan tidak berlaku lagi ketentuan mengenai permohonan pernyataan pailit oleh
Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU No 37 Tahun 2014
tetang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara RI
Tahun 2014 No 131, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4443)

3. Dapat berlaku aturan UU No 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran


Negara RI Tahun 1992 No 13, Tambahan Lembaran Negara RI No 3467) sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam UU ini

Pasal 91 =
Pelaksanaan dari peraturan Undang-Undang ditetapkan

Pasal 92 =

Berlakunya Undang-Undang dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

S-ar putea să vă placă și