Sunteți pe pagina 1din 14

1

SRIWIJAYA INTERNATIONAL CONFERENCE ON ENGINEERING, SCIENCE AND TECHNOLOGY


Bangka Island, Indonesia, November 9-10, 2016

OLISOSTROME AND THE MESOZOIC TECTONIC


OF THE BANTIMALA COMPLEX, SOUTH SULAWESI

Kaharuddin MS1*, A.M. Imran1, Chalid Idham Abdullah2, Asri Jaya1

1
Geology Engineering Department, Faculty of Engineering, Hasanuddin University, Makassar 90245, Indonesia
*Corresponding Address: kaharuddin_geounhas@yahoo.com
2
Geology Engineering Department, Faculty of Earth Science and Technology, Bandung Technology Institute,
Bandung 40116, Indonesia

Abstract : The study aims to determine the presences and spreads of the olistostrome as one
components of the tectonic complex of Bantimala area. The Bantimala tectonic complex
composed by various basement rocks i.e.Triassic metamorphic, Jura-Cretaceous olistostrome
consisting of schists, quartzites, metacherts and metabasalts blocks; Cretaceous sedimentary
rocks such as sandstones, mudstones and radiolarian cherts.The basement rocks of Bantimala
area is a metamorphic rocks, which are unconformably overlain by Balangbaru Formation and
radiolarian chert. Beneath in between cherts and basement rocks are presence breccia schists
which give rise to various presumptions and interpretations of the environment and conditions
of formation as submarine deposit, ideally cherts in the area underlain by oceanic crust.Schist
breccias presence underneath of cherts in the Bantimala Complexes were suggested an
olistostrome deposit. It was characterized by poorly sorting, unfoliation, shows deformed
textures and composed olisthtolits which are embedded in sandy matrices, and in the cherts
are presence layer sandstones and schist fragments. Olistostrome is sedimentary deposit as
precipitate in the trench, they will give us an interpretation that prior to formed cherts in the
Bantimala area, initially tectonic subduction activity which are deforming and brecciation of
the basement rocks subsequently as the constituent material of olistostrome.

Keywords: Olistostrome, Mélange, Deformation, Bantimala.

1. Pendahuluan Pembentukan olistostrome


Kompleks Tektonik Bantimala
Kompleks Tektonik Bantimala berhubungan dengan aktivitas tektonik
terletak di kabupaten Pangkajene dan subduksi lempeng Pasifik Barat terhadap
Kepulauan, lebih kurang 70 km ke arah kontinen Asia pada Zaman Mesozoikum.
utara kota Makassar, Sulawesi Selatan Terjadi deformasi batuan dan
(Gambar 1). metamorfisme pada kedua lempeng
2

tersebut yang saling berbenturan dan material (debris fall) pada lereng yang
bergesekan. Pada kondisi ini menurut teori relatif terjal di daerah palung laut (trench),
Hall (1976) dapat terjadi longsoran
dimana material komponennya dapat kontinen dan oseanik, menyatu dalam
berasal dari material hancuran lempeng sedimen kacau gravity flow. Sedimen ini
kemudian tertutupi oleh sedimen yaitu sortasi sangat jelek, bagian bawah
pelagicrijang radiolarian sebagai lanjutan tidak berlapis, gradasi butir menghalus ke
sedimentasi laut dalam. atas, berselang seling dengan rijang,
terdapat bongkah – bongkah besar yang
mengambang dalam matriks pasiran, pada
bongkah – bongkah olistolit terdapat kesan
deformasi tektonik (tekstur tektonit), dan
pada lapisan rijang di atasnya terkadang
ditemukan bongkah kerakal dan sekis di
dalamnya.

2. Metode Penelitian
Pengumpulan data ini dilakukan
melalui :
a. Studi Pustaka
Mengumpulkan data pendahuluan
yang berkaitan atau mendukung
penelitian, berupa data geologi
regional termasuk stratigrafi,
Gambar 1. Peta lokasi daerah peneitian tektonik, dan struktur.
b. Penelitian Lapangan
Meliputi pengamatan dan
Batuan tertua yang tersingkap di daerah pengambilan sampel batuan,
pengukuran aspek-aspek struktur
Kompleks Tektonik Bantimala yaitu dan stratigrafi serta pengambilan
batuan metamorf yang terdiri dari sekis foto dan sketsa singkapan.
glaukofan, sekis mika-hornblende, eklogit, c. Analisis Laboratorium
granulit, filit dan kuarsa meta berumur Analisis laboratorium dilakukan
Trias (Sukamto,1975). Di atas batuan alas dengan dua cara yaitu :
ini ditindih oleh batuan breksi sekis - Analisis petrografis yang bertujuan
untuk mengetahui jenis dan tekstur
(olistostrome), batupasir dan rijang
mineral - mineral penyusun lainnya
radiolaria berumur Jura – Kapur (Sukamto, pada sayatan tipis yang kemudian
1982). dilakukan identifikasi kemudian
Breksi sekis yang merupakan lapisan perhitungan jumlah presentase setiap
terbawah? dari pada rijang radiolaria jenis mineral. Analisis ini dilakukan di
Kompleks Bantimala yang oleh peneliti laboratorium petrografi Jurusan
disebut sebagai endapan olistostrome yang Teknik Geologi Universitas
Hasanuddin.
belum pernah diekspos oleh peneliti
terdahulu dengan ciri – ciri sangat spesifik
3

- Analisis geokimia yang bertujuan a. Kerangka Geologi


untuk mengetahui komposisi kimia
berupa major element dan trace Batuan tertua yang tersingkap di
element/ HFSE (Immobile) dengan daerah Bantimala merupakan bagian dari
menggunakan metode XRF (X-Ray tepian Kalimantan Timur yang terpisah
Fluorescence Spectrometry), metode sejak kala Miosen bersamaan dengan
ini mencampur sampel kering dengan
pembentukan Selat Makassar. Kelompok
menggunakan lithium metaborate
untuk mengetahui unsur-unsur oksida batuan ini disebut Kompleks Tektonik
dalam magma (major element) dengan Bantimala yang tersusun oleh batuan
ICP-OES (Inductively Coupled metamorf yaitu glaucophane schist,
Plasma Optical Emission hornblende-mica schist, eclogite,
Spectrometry) untuk mengetahui granulite, phyllite dan metaquazite
unsur-unsur lain yang disebut unsur berumur Trias (Sukamto,1975), mélange
jejak (Trace Element). Analisis ini
dengan komponen sekis,kuarsit,
dilakukan di laboratorium PT. Intertek
Utama Service Jakarta. metachert,, metabasal yang berumur Jura-
Kapur dan batuan sedimen yang meliputi
3. Kerangka Geologi dan Tektonik serpih kersikan, batupasir, batulempung
dan rijang radiolaria berumur Kapur.
Kompleks Tektonik Bantimala Blok ofiolit terdiri dari harzburgit
tampaknya masih menyisakan misteri yang dan serpentinit, terbentuk secara obduksi
tiada habisnya tanpa penyelesaian secara menindih batuan Tersier di daerah ini,
tuntas, termasuk keberadaan dan batasan sedang tipe batuan sedimen tepian
mélange tidak jelas, hubungan tidak selaras kontinen berupa flysch Balangbaru-
antara batuan alas sekis dan kontinen Paremba yang berumur Kapur tertutupi
dengan rijang laut dalam dan volkanik secara tidak selaras oleh batupasir Mallawa
Paleosen berada di bawah rijang yang dan tufa yang berumur Paleosen-Eosen,
berumur Kapur, serta pengertian masalah batugamping Tonasa (Eosen-Miosen) dan
breksi sekis dan mélange. Jadi tampaknya batuan vulkanik Camba berupa breksi dan
harus diteliti dan dikaji secara menyeluruh tufa yang berumur Miosen Atas-Pliosen
mengenai problematika geologi daerah (Sukamto, 1982). Peristiwa tektonik yang
Bantimala. terjadi pada kala Tersier hingga Kuarter

Gambar 2. Peta geologi daerah Bantimala (modifikasi dari Sukamto 1986).


4

menyusul pembentukan struktur geologi, dengan mélange dan ultrabasa dalam satu
menyebabkan posisi stratigrafi batuan di sistem penunjaman pra-Kapur (Trias –
daerah ini terganggu yang selain Jura?) oleh lempeng Pasifik Barat terhadap
merumitkan kondisi geologinya juga dapat tepian kontinen Kalimantan yang
menambah keragaman fenomena geologi menghasilkan kompleks akresi di tepian
di daerah ini. Aktifitas tektonik di kala timur lempeng kontinen Asia pada Zaman
Neogen menghasilkan batuan terobosan Jura – Kapur kompleks akresi mengalami
yang bersifat asam hingga basa berupa deformasi hingga membentuk batuan
diorite, sienit, granodiorit dan basal melange (Kaharuddin, 1995, 2010). Dan
berumur Miosen-Pliosen(Sukamto, 1982) pada Zaman Kapur Atas terjadi breksiasi
(Gambar 2). kompleks akresi tersebut membentuk
Breksi – Sekis (Wakita, dkk., 1994) atau
b. Tektonik disebut olisostrom (Kaharuddin, 2015),
Proses tektonik kompleks sementara terendapkan rijang dan material
Bantimala terbentuk dalam dua model terrigen dilingkunagn trench.
yaitu sistem subduksi lempeng Tektonik Tersier lebih cenderung
oseanikyang berlangsung sejak memperlihatkan kondisi subsiden yang
Mesozoikum hingga Tersierdan sistem disusul pengendapan batuan sedimen
obduksi ofiolit di kala Tersier hingga Mallawa, Tonasa dan volkanik Paleosen.
Kuarter.Tektonik kompleks Bantimala

Gambar 3. Perkembangan tektonik Kompleks Bantimala, Mesozoikum – Tersier (Wakita


dkk, 1996).

ditunjukkan oleh kehadiran batuan Di kala Oligosen-Miosen terjadi


metamorf tingkat tinggi yang berasosiasi gerak tektonik tensional membentuk rifting
5

dan pembentukan Selat Makassar yang Proses subduksi lempeng Pasifik


disusul dengan pembentukan batuan terhadap kontinen Kalimantan dimasa Jura,
Gunungapi Camba dan obduksi ofiolit mengawali proses pembentukan
Bantimala. olistostrome Bantimala. Dimasa itu terjadi
deformasi tektonik, breksiasi dan
Perkembangan tektonik Tersier metamorfisme terhadap kedua lempeng
hingga Kuarter memberikan pengaruh yang berbenturan dan bergesekan, yang
terhadap pembentukan struktur dan disertai dengan pembentukan palung laut
tersingkapnya batuan alas di daerah (trench) sebagai lingkungan pengendapan.
Bantimala. Pembentukan sesar naik Lempeng kontinen dan lempeng oseanik
Pangkajene yang berpasangan tiga sangat yang telah mengalami metamorfisme
berkaitan dengan tersingkapnyabatuan tingkat rendah terbreksikan membentuk
metamorf sekis hijau, sekis biru, granulit blok – blok batuan (olistolit) yang
dan eklogit di tiga tempat pada dasar menampilkan tekstur tektonit.
sungai Patteteyang, Bantimala(gambar 3). Pada kondisi lereng kritis terjadi
Tektonik Kapur pada Kompleks longsoran bawah laut di daerah trench,
Tektonik Bantimala menurut Iskandar material rombakan jatuh dalam bentuk
Zulkarnaen (1999) dan Maulana, dkk. aliran atau slumping dan tersebar jauh di
(2009), bahwa pembentukan batuan dasar laut dalam bentuk campur aduk
metamorf tekanan tinggi yang berasosiasi antara komponen kontinen dan oseanik
batuan derajat rendah, mélange dan (Gambar 4).
ultrabasa di daerah Kompleks Bantimala Berdasarkan kenampakan
merupakan hasil bentukan sistem subduksi lapangan, lapisan olistostrome di daerah
kerak oseanik ke dalam lempeng tepian dasar Sungai Pateteyang, Bantimurung
kontinen di zaman Jura hingga Kapur terdapat sedikitnya empat kali
Awal, sekitar 114 hingga 132 juta tahun. longsoran/pengendapan material rombakan
Berdasakan kalkulasi tekanan – temperatur yang berselingan dengan rijang, yaitu :
dari batuan garnet – glaukofan - Pengendapan pertama berupa longsoran
menujukkan temperatur sekitar 580 – dan slumping material- material kasar
640oC dan tekanan 18 – 24 kbar (Miyazaki berupa blok – blok/bongkah batuan
et.al, 1996). Kondisi ini terjadi pada dengan ketebalan paling tidak 340 m.
kedalaman sekitar 65 – 85 km pada ukuran olistolit antara 1 – 150 cm,
berbagai level dan tekanan. Menurutnya, berbentuk angular dan boudin.
rijang radiolaria pada Kompleks Bantimala Komponennya terdiri dari sekis klorit,
tidak selaras dengan breksi sekis yang sekis mika, sekis amfibol, genes dan
terdapat di bawahnya yang berumur Albian kuarsit.
– Cenomamian sekitar 100 juta tahun - Pengendapan kedua, sebelum terjadi
(Wakita et.al, 1994). pengendapan kedua ini didahului oleh
pengendapan lapisan tipis rijang
4. Pembentukan Olistsotrome bercampur kerikil dan pasir sekis
setebal 20 cm. Kemudian terjadi
longsoran material berukuran kerakal –
6

bongkah (2 – 40 cm), relatif lebih halus - Pengendapan ketiga, juga diantarai oleh
dibanding longsoran pertama, ketebalan lapisan rijang dengan tebal sekitar 60
sekitar 150 cm. cm. Lapisan ketiga ini tersusun oleh
- pasir sekis berukuran kasar dengan endapan olistostrome Bantimala
ketebalan 25 cm. melensa/membaji dalam rijang
- Pengendapan keempat diatas lapisan radiolaria (Gambar 5). Susunan dan
rijang (tebal 120 cm), berupa lapisan struktur endapan olistostrome ini
tipis pasir sekis dengan ketebalan menunjukkan ukuran butir menghalus
sekitar 20 cm. Dan selanjutnya tertutupi keatas sebagai endapan debris
lapisan rijang yang menunjukkan tubuh flow/turbidity (Tabel 1).

W E
Sea Level

Y
X

Gambar 4. Penampang tektonikpembentukaN Gambar 5. Singkapan olistostrome (X)


olistostrome denganrijang radiolaria (Y)
daerahBantimala,subduksi lempeng di S. Pateteyang, Bantimala
oseanik Pasifik terhadap lempeng
kontinen Asia, Kapur Bawah.

Tabel 1. Kolom litologi olistostrome daerah Bantimala


7

- Olistolit sekis (OL, 5C), tersusun


oleh mineral muskovit 40%, kuarsa
30%, klorit 20%, aktinolit 5%,
mineral opak 5%, tekstur
lepidobastik, nama batuan sekis
sampai muskovit kuarsa (Gambar
5. Karakteristik Litologi Olistostrome OL 5C)

Karakteristik litologi olistostrome Chl


dari daerah Kompleks Tektonik Bantimala
Ms
diuraikan dalam dua aspek yaitu kriteria
komponen dan tipe sedimen. Qtz
a. Kriteria Komponen Chl

Kriteria komponen olistostrome di


daerah Kompleks Tektonik Bantimala
memperlihatkan aneka macam batuan
bersifat polilitik yang terdiri dari rombakan
Gambar Fotomikrograf schist muscovite
batuan hasil deformasi tektonik subduksi
(Qtz = Quartz ; Chl = Chlorite ; Ms
dari batuan sekis, serpentinit, metachert, = Muscovite)
kuarsit dan genes. Ukuran komponen
sangat variatif antara 1 – 150 cm dengan - Olistolit kuarsit (OL, 5D), tersusun
sortasi sangat jelek, komponen blok oleh mineral kuarsa 75%, muskovit
mengambang pada masadasar matriks, 12%, dan biotit 10%, mineral opak
bentuk komponen subangular – 3%, tekstur granoblastik, nama
veryangular. Matriks dan semen tampak batuan kuarsit (Gambar OL, 5D)
kemerahan menunjukkan semen dari rijang
sebagai endapan laut dalam (trench) atau
sebagai material sedimen retransported.
Material komponennya memperlihatkan Qtz
kesan tektonik (tekstur tektonit) berupa
lensis, retak – retak, pseudofoliasi atau Qtz
tekstur pelicinan pada sedimen campur
aduk (Foto 2). Bt
Ms
Pengamatan petrografi pada Bt
komponen (olistolit) olisostrome, sekis,
rijang, dan pasir menunjukkan hasil
sebagai berikut : Gambar Fotomikrograf kuarsit
(Qtz = Quartz ; Bt = Biotite
a.1. Komponen olistoilit berupa sekis dan Ms = Muscovite)
kuarsit
8

a.3. Rijang (C, 4E)


a.2. Sekis Rijang tersusun oleh fosil radiolaria
- Olistolit sekis (OL, 2B), tekstur 40%, kuarsa 56%, mineral opak
lepidoblastik tersusun oleh mineral 4%, nama batuan rijang radiolaria
muskovit 65%, kuarsa 20%, klorit
5%, albit 6%, dan mineral oapak
4%, nama batuan sekis muskovit. Qtz

Rfs

Ms
Chl Qtz

Ab
a.4 Batupasir (ST. 13A)
Batupasir tersusun oleh mineral
Gambar Fotomikrograf schist muscovite muskovit 70%, kuarsa 25%,
(Qtz = Quartz ; Chl = Chlorite ; Ms mineral opak 5%, nama batuan
= Muscovite ; Ab = Albite) batupasir muskovit (Gambar ST.13
A).
- Olistolit (ML, 3B), tekstur
lepidoblastik tersusun oleh mineral
aktinolit 90%, kuarsa 5%, klorit
3%, mineral opak 2%, nama batuan
sekis aktinolit Ms

Qtz
Act

Act

Act Gambar Fotomikrograf batupasir (Ms =


Muscovite ; Qtz = Quartz)

b. Tipe dan Fisiografi Sedimen


Gambar Fotomikrograf schist actinolite
(Act = Actinolite) - Tipe Endapan Olistostrome
9

Batuan metamorf sekis muskovit olistostrome Kompleks Tektonik


kuarsa dalam satu kompleks sekis Bantimala dikategorikan sebagai tipe
glaukofan, granulit dan eklogit yang subduksi.
menunjukkan batuan hasil subduksi
lempeng antara lempeng kontinen dengan - Fisiografi Sedimen
lempeng oseanik, diinterpretasikan sebagai
Kenampakan perselingan antara batupasir
lingkungan trench dimana olistostrome
dan rijang radiolaria sebagai bagian atas
sebagai bagian bawah dari pada rijang
dari pada olistostrome, struktur gradasi
radiolaria terbentuk. Adanya percampuran
komponen di daerah bagian barat daerah
material rijang dalam batuan olistostrome
penelitian termasuk tipe endapan flukso.
dan struktur gradasi komponen menghalus
Dan di bagian timur, kontak antara rijang
keatas dari ukuran bongkah ke cobble –
granule, mengindikasikan sebagai endapan

Gambar7. Singkapan olistostrome


radiolaria dengan cobble – pebble olistolit
bagiantimur berupa endapan
proksima, di
sebagai tipe endapan proksima (Gambar 6 S.Pateteyang,
Bantimala
laut dalam pada kondisi tektonik subduksi. dan 7).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka
dalam satuan rijang radiolaria dan pada
bagian atas dari lapisan olistostrome ini

Gambar 6. Singkapan olistostrome (flukso)


dengan tekstur tektonit, olistolit
sekismengambang
Berdasarkan pada
penyebaran merupakan lapisan membaji dalam rijang
massadasar matriks, di
karakteristik
S.Pateteyang,lapisan,
Bantimala. maka radiolaria, sebagai indikasi endapan
diinterpretasikan arah pengendapan dari longsor/slumping pada lereng yang relatif
barat ke timur daerah penelitian. Kehadiran terjal.
blok – blok serpentinit – jadeit sebagai
eksotik block dalam olistostrome termasuk 6. Diskusi
fenomena tersendiri. - Synsedimentary deformation and
Tubuh sedimen dari pada tectonic implications, data lapangan
olistostrome Kompleks Tektonik menunjukaan adanya deformasi
Bantimala berdasarkan kriteria tersebut soft-sediment pada baturijang
diatas, diinterpretasikan sebagai lensis berupa lipatan-lipatan kecil
10

(antiform dan synkform) (Gambar endapan olistostrome dengan posisi


8), breksiasi, seretan, kekacauan stratigrafinya sulit terlihat
lapisan sedimen (Gambar 9)dan dilapangan namun berdasarkan
adanya lapisan rijang menunjukkan keterdapatan lapisan tipis ± 50 cm
endapan redeposited sliding (Gambar 10)olistostrome
mengindikasikan kondisi interbedded dalam rijang pada
lingkungan sedimentasi tektonik bagian timur daerah penelitian,
aktif. Sifat fisik rijang yang brittle maka dapat diinterpretasikan
sangat sulit bertahan apabila
mendapat tekanan atau deformasi
post – litifikasi, akan terjadi
penghancuran yang bertentangan
dengan pembentukan lipatan –
lipatan kecil yang terjadi pada
batuan plastis.
- Hubungan stratigrafi breksi sekis
dalam hal ini olistostrome dan
rijang oleh Wakita, et.al (1994)
disebutkan tidak selaras namun, X
X
bahwa kedudukannya sama dengan
berdasarkan umur fosil radiolaria
pada breksi ataubatupasir dan diajukan oleh Wakita, dkk. (1996)
rijang adalah sama. Hal ini yaitu terendapkan dalam waktu
ditunjang oleh kenampakan yang sama dengan sistim
lapangan yang memperlihatkan sedimentasi slump pada bagian
adanya perangsuran dari bawah bawah lapisan rijang.
keatas menghalus dan perselingan
sisipan batupasir yang sama sumber
breksi sekis tersebut, dapat
mengindikasikan pembentukan
seumur pada lingkungan yang sama
sehingga hubungan antara breksi
sekis dan rijang radiolaria adalah
selaras.
- Posisi stratigrafi olisostrome.
Kedudukan olistostrome menurut
Wakita, dkk. (1996) adalah berada
Gambar 8. Antiform (X) dan synform (Y) pada
diatas rijang dan membaji dengan rijang di S. Pateteyang, Bantimala
batupasir Balangbaru dan ada juga
breksi sekis interbedded pada
bagian bawah rijang. Breksi sekis
Gambar 9. Singkapan rijang terdeformasidi S.
menurut Wakita, dkk. (1996) dan
Pateteyang, Bantimala
penulis memasukkan sebagai
11

subduksi, terbentuk pada zaman Kapur


Bawah (Albian).
3. Posisi stratigrafi olisostrom yang
menurut Wakita, dkk. (1996) sebagai
breksi sekis terdapat di bagian bawah
rijang radiolaria sebagai lapisan
interbedded.
4. Karakteristik komponen olisostrom
yang memiliki tekstur tektonit dengan
hubungan keselarasan dengan lapisan
rijang radiolaria menunjukkan adanya
deformasi tektonik post-sedimentasi
pada Zaman Jura – Kapur dan pada
Kapur Bawah terjadi pengendapan
olisostrom di daerah trench pada zona
subduksi aktif.
5. Berdasarkan analisis kimia dan
Gambar 10. Kontak rijang dan olistostrome yang
petrografi komponen olistolit dan
menunjukkan lapisan tipis di S.
Pateteyang, Bantimala. sekis ada kesamaan, maka
diinterpretasikan sumber daripada
7. Kesimpulan olistolit berasal dari batuan sekis
terdeformasi di daerah tepian kontinen
1. Kondisi geologi dan tektonik dimana terjadi subduksi.
Kompleks Tektonik Bantimala
tersusun oleh batuan pra-Tersier DAFTAR PUSTAKA
(sekis, olistostrome, rijang radiolaria
dan batupasir Balangbaru) dan batuan Abbate, E., Bortolotti, V., Passerini, P., 1970,
Tersier (volkanik Paleosen, batupasir Olistostromes and Olistoliths,
Mallawa, batugamping Tonasa, Benchmark Papers in Geology/66, pp.86
volkanik Camba dan intrusi batuan – 110.
beku basa – intermsdit – asam. Bates, R.L., Jackson, J.A., 1980, Glossary of
Keduanya dibatasi oleh sesar sungkup Geology, American Geological Institute,
Pangkajene. Virginia.
2. Karakteristik olistostrome Kompleks
Elter, P., Trevisan, L., 1973, Olistostromes in
Tektonik Bantimala dicirikan oleh
the Tectonic Evolution of the Northern
komponen heterogen polilitik (sekis,
Apennines, Benchmark Papers in
genes, kuarsit dan metachert) yang Geology/66, pp.111 – 124.
tersusun oleh empat lapisan yaitu
breksi polilitik 1, breksi polilitik 2, Festa, A., Pini, G.A., Dilek, Y., Codegone, G.,
pasir kasar – granule 3 dan pasir 4, 2010, Melanges and Melange-forming
Processes : A Historical and New
termasuk olistostrome kategori tipe
Concepts, International Geology
12

Review, Vol. 52, Nos. 10 – 12, October Maulana, A., Mamma, K., Imai, A., 2010,
– December 2010, 1040 – 1105. Petrological Characteristic and
Metamorphic Evolution of the
Garrard, R.A., Supandjono,J.B., Surono, 1988, Bantimala Complex, South Sulawesi
The Geology of the Banggai Sula Indonesia.
Microcontinent, Eastern Indonesia,
Indonesian Petroleum Association, Maulana, A., Christy, A.G., Ellis, D.J., 2015,
Jakarta. Petrology, Geochemistry and Tectonic
Significance of Serpentinized
Hall, R., 1976, Ophiolite Emplacement and
Ultramafic Rocks from the South Arm
the Evolution of the Taurus Suture
of Sulawesi, Indonesia, Chemie der
Zone, Suthern Turkey, The Geological
Erde 75(2015) 1. 1-154, ISSN 0009 –
Society of America, Benchmark Paper
2819.
in Geology/66, p. 275 – 285.
Priadi, B., 2011, Sulawesi Geology, Field Trip
Hsu, K.J., 1970, Melanges and Their
Guide of South Sulawesi, Geodynamic
Distinction from Olistostrome,
Research Group, ITB, Bandung.
Benchmark Papers in Geology/66, pp.
50 – 62. Reineck, H.E., Singh, I.B., 1980, Depositional
Sedimentary Environtments, with
Kaharuddin, M., 1992, Geotectonic of the
Reference to Terrigeneous Clastics,
Sulawesi Region, Toyama University,
Springer – Verlag, Berlin, Heidelberg,
Japan
New York.
Kaharuddin, 2010, Perkembangan Tektonik
Priadi, B., 2011, Sulawesi Geology, Field Trip
dan Stratigrafi Kompleks Bantimala,
Guide of South Sulawesi, Geodynamic
Sulawesi Selatan, Prosiding Hasil
Research Group, ITB, Bandung.
Penelitian Fakultas Teknik Unhas,
vol.4,hal.TG 5-1-TG5-9 Reineck, H.E., Singh, I.B., 1980, Depositional
Sedimentary Environtments, with
Kaharuddin, Jaya, A., Sirajuddin, H., 2015,
Reference to Terrigeneous Clastics,
Olistostrome dan Batu Mulia Kompleks
Springer – Verlag, Berlin, Heidelberg,
Tektonik Bantimala Kabupaten
New York.
Pangkajene dan Kepulauan, Prosiding
TPT XXIV dan Kongres IX Perhapi Sapiie, B., Priadi, B., Abdullah, Ch.,I.,
2015, Jakarta. Noeradi, D., Djuhaeni, Sucipta, I.G.E.,
2011, Cenozoic Tectonic Evolution and
Leonov, M.G., 1978, Olistostromes and their
Petroleum System, Field Trip Guide for
Origin, Benchmark Papers in
South Sulawesi Geodynamic Research
Geology/66, pp.125-134.
Group, ITB Bandung, pp.4-10.
Maulana, A., Christy, A.G., Ellis, D.J.,
Setiawan, N.I., Osanai, Y., Nakano, N.,
Kaharuddin, M., Tonggiroh, A., 2009,
Adachi, T., Yonemura, K., Yoshimoto,
Petrology, Geochemistry and Tectonic
A., Setiadji, L.D., Kaharuddin,
Significance of the South Sulawesi
Wahyudiono, J., 2014, Geochemical
Ultramafic, Indonesia, Proceedings PIT
Characteristic of Metamorphic Rocks
IAGI 38th, Semarang, 13-14 Oktober
From South Sulawesi, Central Java,
2009.
South and West Kalimantan in
13

Indonesia, Asean Engineering Journal Wakita, K., Munasri, Sopaheluwakan, J.,


Part C, Volumu 3 Number 1 ISSN 2286- Zulkarnain, I., Miyazaki, K., 1994,
8150, pp. 107-127. Early Cretaceous Tectonic Events
Implied in the Time – log Between the
Setyana, A.U., 1994, ,The Northern Massifs Age of Radiolarian Chert and its
of the Meratus Mountains, South Matamorphic Basement in Bantimala
Kalimantan; Nature Evolution, and Area, South Sulawesi, Indonesia,
Tectonic Implication to the Barito Research Article, Bandung, Indonesia.
Structure, Prosiding PIT IAGI XXIII,
Jakarta. Wakita, K., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K.,
Zulkarnaen, I., Munasri, 1996, Tectonic
Shuib, M.K., 2000, The Olistostrome in the
of the Bantimala Complex, South
Bentong Area, Pahang and their
Sulawesi, Indonesia, Tectonic
Tectonic Implications, Department of
Evolution of Southeast Asia, London.
Geology, University of Malaya, Kuala
Lumpur, Malaya. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan. J., Wakita, K.,
Miyazaki, K., 1993, The Origin of the
Slaczka, A., Renda, P., Cieszkwoski, M., Bantimala Eclogite: A Priminary View,
Golonka, J., Nigro, F., 2012, Proceeding of the 22nd Annual
Sedimentary Basins and Olistolith Convention of the Indonesian
Formation : The Case of Carpathean Association Geologist, Vol. I
and Silician Regions, Tectonophysics,
Elsevier. Zulkarnain, I., 1999, Cretaceous Tectonic
Events of the Bantimala Area, South
Sukamto, 1975, The Structure of Sulawesi in
Sulawesi – Indonesia : Evidence from
the Light of Plate Tectonics, Proceeding
Rock Chemistry, Jurnal Teknologi
Regional Conferention Geology Mineral
Mineral No. 2 – Vol. VI
Resources SE Asia.

Sukamto, R., 1982, Geologi Lembar


Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat, Sulawesi, P3G, Departemen
Pertambangan dan Energi Bandung.

Sukamto, R., 2011, Mengintip Perkembangan


Geologi Daerah Sulawesi Selatan dari
Kompleks Melange Bantimala,
Panduan Wisata Geologi Bantimala,
ITB Bandung.

Syafri,I., 2004, Komposisi Kimia Eklogit dan


Batuan bergarnet – berglaukofan Dari
kompleks Bantimala Sulawesi Selatan
– Indonesia Serta KemungkinanJenis –
jenis Batuan Asalnya, Bulletin of
Scientific Contibution, Vol. 2 No. 2 –
April 2004. Hal. 50 – 60.
14

S-ar putea să vă placă și