Sunteți pe pagina 1din 23

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

KELAINAN SISTEM NEUROLOGI : KEJANG PADA ANAK

OLEH : KELOMPOK 6

1. DESNI MEILANI TELAUMBANUA (032016054)


2. NERI SOFIA SIREGAR (032016011)
3. TISEP FAZRYATI TELAUMBANUA (032016088)
4. SEHAT BIARAMAN HALAWA (032016069)
5. VINSESIA FREDERICA NDRURU 032016022)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ELISABETH MEDAN

PROGRAM STUDI NERS

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia
yang diberikan pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Anak Dengan Kelainan Sistem Neurologi (Kejang)”. Dalam
penyusunan makalah ini kami tidak lupa untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari
teknik penulisan maupun materi.Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar kami dapat memperbaikinya.Akhir kata, kami mengucapkan banyak
terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 20 Maret 2018

Penulis

(Kelompok 6)
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………. I
Daftar Isi………………………………………………………………………………. ii
BAB1 Pendahuluan…………………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………..... 1
BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………………. 2
2.1 Defenisi ……………………………………………………………………….. 3
2.2 Etilogi………………………………………………………………………….. 5
2.3 Patofisiologi……………………………………………………………………. 7
2.4 Klasifikasi…………………………………………………………………….. 9
2.5 Tanda dan Gejala……………………………………………………………… 10
2.6 Komplikasi…………………………………………………………………….. 12
2.7 Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………….. 14
2.8 Pengkajian………………………………………………………………………. 14
2.9 Diagnosa………………………………………………………………………... 16
2.10 Intervensi…………………………………………………………………….. 17
2.11 Implementasi…………………………………………………………………... 18
2.12 Evaluasi………………………………………………………………………... 20
BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………… 21
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………. 21
3.2 Saran……………………………………………………………………………. 22
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………. 22
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang merupakan gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari
penyakit sistem saraf pusat ( SSP ). Obat – obat yang digunakan untuk terapi berbagai penyakit
vaskuler yang dapat mempengaruhi ambang kejang dan memyebabkan kejang, selain itu
penyakit dapat pula mendasari angka kejadian kejang pada pasien stress. Kejang didefiniskan
sebagai perubahan sementara dalam keadaan atau tanda-tanda lain atau gejala yang dapat
disebabkan oleh disfungsi otak. disfungsi otak tersebut dapat disertai dengan motorik, sensorik
dan gangguan otonom tergantung paad daerah otak yang terlibat baik organ itu sendiri atau pun
penyebaran ke organ yang lain.
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia,
hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat.
Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya
masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah
prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.
Epilepsi Merupakan suatu yang timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di
otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada
neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau
seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik,
disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan
yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak
menikah bagi penyandangnya).

Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,
diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di
antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001)
memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000
orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan
insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma
sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada
penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih
kompleks.

1.3 Tujuan
• Agar mahasiswa mengerti definisi Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti klasifikasi Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti etiologi Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti patofisiologi Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti tanda dan gejala Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti komplikasi Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti pengkajian Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti diagnosa keperawatan Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti intervensi Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti implementasi Kejang Dan Epilepsi pada anak
• Agar mahasiswa mengerti evaluasi Kejang Dan Epilepsi pada anak
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Kejang Dan Epilepsi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara mengakibatkan
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz
& Sowden,2002). Kejang demam adalah epilepsi kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5
tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus..Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh
yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang
berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama
hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut
merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit
memerlukanpengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau
cenderung menjadi status epileptikus.

Epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang
dapat mencetuskan epilepsi epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya. (International League Against Epilepsy (ILAE) dan
International Bureau for Epilepsy (IBE) (2005). Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang
terjadi dua kali atau lebih dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital, pasca infeksi,
tumor, penyakit vaskuler, penyakit degeneratif dan pasca trauma otak (Panayiotopoulos, 2005 ).

2.1 Etiologi
Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme

a. Demam (tersering), mengalami serangan kejang selama 4 menit dengan suhu 38,9˚C dan
menderita radang tenggorok inilah yang dapat menyebabkan timbulnya demam.
b. Tumor otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak, penyakit yang disebabkan karena
pertumbuhan yang tidak normal pada sel-sel dalam otak yang biasa menjadi pemicu dari
terjadinya penyakit kanker atau penyakit non kanker.
c. Gangguan metabolik: gangguan pencernaan seperti radang lambung dan usus
(gastroenteritis).
d. Trauma kepala (terjatuh, terpukul) yaitu trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak
yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.
Infeksi (meningitis/ensefalitis) adalah salah satu penyakit yang menyerang otak, Salah
satu penyebabnya adalah infeksi bakteri.
e. Keracunan disebabkan oleh makanan yang akan menyebabkan timbulnya bakteri atau
virus seperti salmonella, shigella, dan escherichia coli yang menimbulkan infeksi diserti
dengan demam.
f. Kelainan bawaan pada pembuluh darah otak (aneurisma) adalah kelainan pembuluh
darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh darah. Dinding pembuluh darah
tersebut tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi.
Perdarahan di dalam kepala seperti perdarahan intrakranial akibat molding yang terlalu
hebat atau robekan dari bridging vein yang menyebabkan perdarahan subaraknoid atau
periventrikular.

2.3 Patofisiologi

Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan
muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini
menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron
bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang
bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung singkat,
kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan
inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk
merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsy.

Epilepsi ditandai oleh epilepsi berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang
berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita
epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali epilepsi tanpa provokasi. Epilepsi epilepsi
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, epilepsi akan
muncul pada eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai
kelainan anatomi otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan struktural
otak yang mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
2.4 Klasifikasi Kejang

Klsifikasi Kejang Epilepsi Menurut International League Against Epilepsy


(ILAE) 1981
Kejang parsial
Kejang parsial  Kejang parsial sederhana
sederhana
dengan gejala motorik
 Kejang parsial sederhana dengan
gejala somatosensorik atau
sensorik khusus
 Kejang parsial sederhana
dengan gejala psikis

Kejang parsial  Kejang parsial kompleks dengan


kompleks onset parsial sederhana diikuti
gangguan kesadaran
 Kejang parsial kompleks
dengan gangguan kesadaran
saat onset

Kejang umum  Kejang absans

 Absans atipikal

 Kejang mioklonik

 Kejang klonik

 Kejang tonik-klonik

 Kejang atonik
2.6 Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsy League
Against Epilepsy (ILAE) 1989 yaitu :
1. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau satu
hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya masih baik.
a) Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena halusinatorik, psikoilusi,
atau emosional.
b) Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana, tetapi yang paling
khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme.
2. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau kedua
hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya
menurun..
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai amnesia. Serangan
tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan, leher, dan badan.
Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat. Kejang yang
terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat dan total
disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase
tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik.
Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil,
pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang yang terjadi
berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami jatuh akibat
hilangnya keseimbangan.
Tanda dan Gejala Kejang Epilepsi Secara Umum :
Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)
Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak
yang mengalami kejang demam)
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik)
Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
Lidah atau pipinya tergigit
Gigi atau rahangnya terkatup rapat
Inkontinensia (mengompol)
Gangguan pernafasan
Apneu (henti nafas)
Kulitnya kebiruan

2.7 Komplikasi
Menurut Taslim S, Kejang pada anak dapat mengakibatkan :
Kerusakan sel otak
Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
Kelumpuhan
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah
otak yang tidak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak
e. Uji laboratorium:Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler,Hitung darah
lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit,Panel elektrolit,Skrining toksik dari
serum dan urin

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :


a. Tatalaksana fase akut (saat kejang)

Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak yang
adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor
penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan
pertama untuk serangan kejang dapat diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat
badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih belum berhenti,
dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua
kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk
dibawa ke rumah sakit.
b. Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas dari
serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai
kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus menerus maka kerusakan sel-sel
otak akan semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita.
Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan seagresif
mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila
serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obat- obatan sampai pasien tersebut 2
tahun bebas kejang.
c. Terapi Pembedahan .
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian yang menjadi
fokus infeksi yaitu jaringan otak yang menjadi sumber serangan. Diindikasikan terutama untuk
penderita epilepsi yang kebal terhadap pengobatan
2.9 Pengkajian
1. Gejala sebelum, selama dan paska epilepsi
a. Keadaan penyandang saat epilepsi : duduk / berdiri / berbaring / tidur / berkemih.
b. Gejala awitan (aura, gerakan / sensasi awal / speech arrest).
c. Apa yang tampak selama epilepsy (Pola / bentuk epilepsi) : gerakan tonik / klonik,
vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, maupun deviasi
mata.
d. Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, atau
Todd’s paresis.
e. Apakah terdapat lebih dari satu pola epilepsi, atau terdapat perubahan pola epilepsi.
2. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat penyakit
neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin
menjadi penyebab.
3. Usia awitan, durasi, frekuensi epilepsi, dan interval terpanjang antar epilepsi.
4. Riwayat epilepsi neonatal / kejang demam.
5. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan
umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien anak, pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, dan perbedaan
ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak
unilateral
A. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul ada
kejang ? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan
kejang si anak Apakah disertai demam ?
3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama
bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
4. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk
pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila
kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
5. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana
kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya ?
6. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi),
gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
7. Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
8. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit
panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum,
asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak
mau menetek, dan kejang-kejang.
9. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
10. Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi : Personal sosial (kepribadian/tingkah
laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain. Gerakan motorik kasar :
berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
11. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam
mempunyai faktor turunan) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
12. Riwayat social
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh
mengasuh anak? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit
bagaimana ?
13. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa
kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
14. Pola eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana
warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak
kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya
lunak,keras,cair atau berlendir ?
15. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya? Berkumpul dengan
keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai? Pola tidur/istirahat Berapa jam
sehari tidur?Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam berapa? Kebiasaan sebelum
tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
 Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah
tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana
keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut
jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus
sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas? Apakah
keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans ?
 Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan ?
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ?
Adakah bradicardi atau tachycardia ?
 Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit
dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
 Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana
suhunya pada daerah akral ?
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?

2.10 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,
peningkatan sekresi saliva.
3. Resiko keterlambatan perkembangan berhubugan dengan gangguan kejang.

2.11 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Noc Nic
a. Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Jauhkan benda-benda
keperawatan selama 3 X 24 yang dapat
jam keterlambatan mengakibatkan
perkembangan dapat efektif cedera pada anak saat
dengan kriteria hasil: terjadi kejang.
Suhu tubuh 2. Letakan anak pada
dalam rentang tempat tidur yang
normal rendah.
Nadi dan RR 3. Berikan obat anti
dalam rentang konvulsan sesuai
normal instruksi dokter.
Tidak ada 4. Siapka kain lunak
perubahan warna untuk mencegah
kulit tergigitnya lidah saat
terjadi kejang.
b. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3 X 24 memaksimalkan
jam keterlambatan ventilasi
perkembangan dapat efektif 2. Lakukan fisioterapi
dengan kriteria hasil: dada, sebagaiman
Suara nafas mestinya
tambahan 3. Gunakan teknik yang

Pernafasan cuping menyenangkan untuk


hidung memotivasi bernafas
Penggunaan otot dalam kepada anak-
bantu nafas anak (misal: meniup
gelembung, meniup
kincir, peluit,
harmonika, balon,
meniup layaknya
pesta, buat lomba
meniup dengan bola
ping-pong, meniup
bulu)
4. Auskultasi suara
nafas, catat yang area
ventilasinya menurun
atau tidak ada dan
adanya suara nafas
tambahan
5. Regulasi asupan
cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan acairan
6. Posisikan untuk
mengurangi sesak
7. Kelola pemberian
bronkodilator,
sebagaimana mestinya
c. resiko keterlambatan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan kepada
perkembangan keperawatan selama 3 X 24 orangtua tentang
(00112) jam keterlambatan penanda
perkembangan dapat efektif perkembangan
dengan kriteria hasil: normal
 Pengetahuan orangtua 2. Demonstrasikan
terhadap aktivitas yang
perkembangan anak menunjang
meningkat perkembangan
 BB=index masa tubuh 3. Tekankan pentingnya

 Perkembangan sesuai perawatan prenatal

umur sejak dini

 Fungsi gastrointestinal 4. Ajarkan ibu mengenai

adekuat pentingnya berhenti

 Makanan dan asupan mengkonsumsi

cairan bergizi alkohol, merokok,


dan obat-obatan
selama kehamilan
5. Ajarkan cara-cara
memberi rangsangan
yang berarti untuk ibu
dan bayi

2.12 Implementasi Keperwatan


Implementasi adalah intervensi keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal
(Gaffar, 1997)
 Mengontrol suhu sesuai kebutuhan
 Mengontrol tekanan darah, nadi dan respirasi
 Mengontrol suhu dan warna kulit
 Mengontrol vital sign suhu, tekanan darah, nadi, respirasi.
 Mengontrol status respirasi (kedalaman, pola, usaha untuk bernafas)
 Mengajarkan kepada orangtua tentang penanda perkembangan normal
 Mendemonstrasikan aktivitas yang menunjang perkembangan.
2.13 Evaluasi Keperawatan
 Suhu Badan pasien dibatas normal
 Tingkat Kesadaran composmentis
 Perfusi jaringan otak efektif
 Memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua pasien

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi setelah kita pelajari teori tentang kejang pada anak kita dapat memahaminya.
Dimana Kejang didefiniskan sebagai perubahan sementara dalam keadaan atau tanda tanda lain
atau gejala yang dapat disebabkan oleh disfungsi otak. disfungsi otak tersebut dapat disertai
dengan motorik, sensorik dan gangguan otonom tergantung paad daerah otak yang terlibat baik
organ itu sendiri atau pun penyebaran ke organ yang lain.Kejang dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak,
meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat.
Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian
menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg,
menggunakan data dari National Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan bahwa kejang
demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks

3.2 Saran
Setelah kita mempelajari dan membahas keperawatan anak kita harus mengerti, tahu dan
memahami mengenai gangguan sitem neurologi: kejang pada anak. Agar tindakan serta
penanganan terhadap masalah ini dapat tercapai sesuai dengan keinginan.

DAFTAR PUSTAKA

Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Kastiano.Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap Orang Tua dalam pelaksanaan Kejang
demam pada balita usia 1-5 tahun di RS Cito karawang 2016. Jurnal Ilmiah Keperawatan
STIKes Medika Cikarang. Diakses pada tanggal 16 Maret 2018.
Saadet Mercimek.(2014). Inherited metabolic disorders presenting with epilepsy in childhood
.Journal of Pediatric Epilepsy. Canada

Meadow.2012.Lecture Notes Pediatrica.Penerbit Erlangga.Jakarta.

S-ar putea să vă placă și