Sunteți pe pagina 1din 13

Pendidikan Multikukultural Konteks Ke Indonesiaan (Muhammad Ufuqul Mubin) 39

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL KONTEKS KEINDONESIAAN

Muhammad Ufuqul Mubin


Fakultas Agama Islam
Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Abstract: Multicultural education can be regarded as a process of the


development of all human potential and appreciation of the plurality and
heterogeneity as a consequence of the diversity of cultural, ethnic, and
religious sects. Thus, multicultural education requires respect and
appreciation of the highest human against human dignity wherever he
comes and whatever he is cultured. So, multicultural education can also
be a solution (problem solving or way out) to the number of horizontal
conflicts in which almost break the Indonesian today. Multicultural
education is in line with the spirit of the motto of Indonesia: “Bhinneka
Tunggal Ika” (Unity in Diversity). The just and democratic motto has the
meaning that Indonesia is as one of the nations in the world consisting of
various tribes and races, cultures, languages, different religions, but in the
unity of Indonesia. This motto means that the art of management to
regulate the diversity of Indonesia (the art of managing diversity), in
which consists of more than 250 ethnic groups, over 250 local languages
(lingua franca), 13,000 islands, and religious backgrounds, very diverse
ethnic. With the motto is expected of each individual and different ethnic
groups, languages, cultures, and religions can come and work together for
a stronger nation. As a concept, multicultural education is also in line
with the spirit of the Law of National Education System (UUSPN of
2003). One of the dictums of UUSPN of 2003 states that the national
education puts one of the principles: “that education is organized in a
democratic fair and non-discriminatory by respecting human rights,
religious values, cultural values, and pluralism of nation.

Keywords: education, multicultural, Indonesia

PENDAHULUAN grass root ketika bangsa ini tidak bisa


Secara faktual, Indonesia terdiri mengelolanya dengan baik.
dari beragam suku, adat, agama, bahasa, Kenyataan adanya distribusi
dan sebagainya. Realitas ini membentang ekonomi yang tidak merata, perlakuan
dari Sabang sampai Merauke. Dengan antar daerah ataupun suku yang tidak
kondisi demikian, Indonesia seringkali sama, serta tindakan diskriminatif di
disebut sebagai negara majemuk atau hampir seluruh level kehidupan menjadi
negara multikultural. Kemajemukan ini, persoalan tersendiri yang harus
di satu sisi marupakan khazanah yang tak diselesaikan oleh negara multikultur
ternilai harganya. Hal ini bisa menjadai seperti Indonesia. Tanpa mampu
kekhasan bagi Indonesia. Namun di sisi mengatasai hal ini, keretakan sebuah
lain, bisa jadi kontraproduktif di level bangsa tak terhindarkan lagi.
40 HUMANIS, Vol. 3, No. 1, Januari 2011: 39—51

Apa yang terjadi pasca reformasi wanita (yang mengolok-olokan) dan


adalah gambaran nyata, bagaimana janganlah kamu mencela dirimu sendiri
pemerintah Indonesia (telah) gagal dan janganlah kamu panggil-memanggil
mengelola realitas multikultural ini. dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-
Politik identitas kelompok --seiring buruk panggilan ialah (panggilan) yang
dengan menggejalanya komunalisme-- buruk sesudah iman, dan barang siapa
makin menguat. Konflik antar suku, yang tidak bertaubat, maka itulah orang-
agama muncul ibarat cendawan di musim orang yang zalim.”
hujan. Persatuan dan kesatuan yang Selain dari religious studie (studi
diidam-idamkan dan menjadi komoditas agama) yang dibenahi, pada level
para pejabat ternyata hanya semu belaka. pendidikan pun layak kiranya perlu
Yang mengemuka adalah kepentingan dikembangkan sebuah pendidikan
antar suku, daerah, ras atau pun agama berparadigma multikulturalisme.
dengan mengenyampingkan realitas atau Mengapa pada level pendidikan? Hal ini
kepentingan yang lain (Pelly dan dikarenakan pendidikan di Indonesia
Menanti, 1994). Bahkan tak jarang, suatu seringkali mengababaikan terhadap
kelompok menghalalkan segala cara demi persoalan ini, padahal kita menyadari
mewujudkan kepentingan ini. bahwa pendidikan merupakan ladang
Dengan memperhatikan kondisi persemaian kesadaran multikulturalisme.
objektif masyarakat Indonesia yang Tetapi kenyataan yang terjadi
begitu pluralis (majemuk) keberagaman- adalah konsep pendidikan itu lebih sering
nya, serta membandingkannya dengan dijadikan sebagai alat atau propaganda
berbagai situasi dan kondisi politik di oleh penguasa. Pendidikan, terkadang
luar negeri, tentunya diperlukan sebuah terlalu berat dengan beban ideologis,
ramuan atau racikan yang tepat untuk karenanya gagal memahami realitas.
membenahi semuanya. Studi dan Akibatnya tujuan luhur pendidikan
pendekatan agama yang komprehensif, menjadi luntur dan tak berbekas. Corak
multidispliner dan interdisipliner dengan pendidikan yang berkembang cenderung
menggunakan metodologi yang bersifat monokultur, hanya mengadopsi dan
historis-kritis melengkapi metodologi mempelajari budaya sendiri, bahkan
yang bersifat doktriner-normatif adalah budaya sendiri dianggap seperti ideologi.
pilihan yang tepat untuk masyartakat Karena itu, pemahaman lintas
Indonesia yang majemuk keberagamaan budaya (cross culture) masih seperti
dan kepercayaannya. Dengan demikian "makhluk asing" yang menakutkan. Bila
terciptalah sikap inklusif dan toleran terus-terusan seperti ini --selalu bersifat
antar umat beragama (Sanaky, 1999). monokultur-- maka tidak heran banyak
Ini sesuai dengan al-Qur’an surat dari masyarakat yang tidak menyadari
Al-Hujurat ayat 11 yang artinya: “Hai bahwa keberadaannya di dunia ini sangat
orang-orang yang beriman janganlah beraneka ragam (multikultur). Padahal
suatu kaum mengolok-olok kaum yang dalam kehidupan ini mereka harus
lain, (karena) boleh jadi mereka (yang bergaul antara yang satu dengan yang
diperolok-olok) lebih baik dari mereka lainnya dengan cara sopan santun dan
(yang mengolok-olok) dan jangan pula berakhlak mulia. Bukan dengan cara
wanita-wanita mengolok-olok wanita bertikai atau membuat kerusuhan
yang lain (karena) boleh jadi wanita sehingga banyak memakan korban jiwa,
(yang diperolok-olok) lebih baik dari harta, keluarga, dan yang lainnya.
Pendidikan Multikukultural Konteks Ke Indonesiaan (Muhammad Ufuqul Mubin) 41

Latar Belakang Pendidikan pendidikan diasumsikan juga terdiri dari


Multikultural peserta didik yang memiliki beragam
Sebagai sebuah ide, pendidikan latar belakang agama, etnik, bahasa, dan
multikultural dibahas dan diwacanakan budaya. Asumsi ini dibangun berdasarkan
pertama kali di Amerika dan negara- pada data bahwa di Indonesia terdapat
negara Eropa Barat pada tahun 1960-an 250 kelompok suku, 250 lebih bahasa
oleh gerakan yang menuntut lokal (lingua francka), 13.000 pulau, dan
diperhatikannya hak-hak sipil (civil right 5 agama resmi (Leo Suryadinata, dkk.,
movement). Tujuan utama dari gerakan 2003: 30, 71, 104, dan 179). Paling tidak
ini adalah untuk mengurangi praktik keragaman latar belakang siswa di
driskriminasi di tempat-tempat publik, di lembaga-lembaga pendidikan di
rumah, di tempat-tempat kerja, dan di Indonesia terdapat pada paham
lembaga-lembaga pendidikan, yang keagamaan, afiliasi politik, tingkat sosial
dilakukan oleh kelompok mayoritas ekonomi, adat istiadat, jenis kelamin, dan
terhadap kelompok minoritas. Selama itu, asal daerahnya (perkotaan atau
di Amerika dan negara-negara Eropa pedesaan).
Barat hanya dikenal adanya satu Hal lain yang melatarbelakangi
kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit putih adanya pendidikan multikultural adalah
yang Kristen. Golongan-golongan adanya 3 (tiga) teori sosial yang dapat
lainnya yang ada dalam masyarakat- menjelaskan hubungan antar individu
masyarakat tersebut dikelompokkan dalam masyarakat dengan beragam latar
sebagai minoritas dengan pembatasan belakang agama, etnik, bahasa, dan
hak-hak mereka (Pardi Suparlan, 2002: budaya.
2-3). Gerakan hak-hak sipil ini, menurut
James A. Bank (1989: 4-5), berimplikasi Menurut Ricardo L. Garcia
pada dunia pendidikan, dengan (1982: 37-42) ketiga teori sosial tersebut
munculnya beberapa tuntutan untuk adalah: (1) Melting Pot I: Anglo
melakukan reformasi kurikulum Conformity, (2) Melting Pot II: Ethnic
pendidikan yang sarat dengan Synthesis, dan (3) Cultural Pluralism:
diskriminasi. Pada awal tahun 1970-an Mosaic Analogy. Ketiga teori tersebut
muncullah sejumlah kursus dan program populer dengan sebutan teori masyarakat
pendidikan yang menekankan pada majmuk (communal theory). Teori
aspek-aspek yang berhubungan dengan pertama, Melting Pot I: Anglo
etnik dan keragaman budaya (cultural Conformity, berpandangan bahwa
diversity). Alasan lain yang masyarakat yang terdiri dari individu-
melatarbelakangi adanya pendidikan individu yang beragam latar belakang -
multikultural adalah keberadaan seperti agama, etnik, bahasa, dan budaya
masyarakat dengan individu-individu - harus disatukan ke dalam satu wadah
yang beragam latar belakang bahasa dan yang paling dominan. Teori ini melihat
kebangsaan (nationality), suku (race or individu dalam masyarakat secara
etnicity), agama (religion), gender, dan hirarkis, yaitu kelompok mayoritas dan
kelas sosial (social class). Keragaman minoritas. Bila mayoritas individu dalam
latar belakang individu dalam masyarakat suatu masyarakat adalah pemeluk agama
tersebut berimplikasi pada keragaman Islam, maka individu lain yang memeluk
latar belakang peserta didik dalam suatu agama non-Islam harus melebur ke dalam
lembaga pendidikan (James A. Bank, Islam. Bila yang mendominasi suatu
1989: 14). Dalam konteks Indonesia, masyarakat adalah individu yang beretnik
peserta didik di berbagai lembaga Jawa, maka individu lain yang beretnik
42 HUMANIS, Vol. 3, No. 1, Januari 2011: 39—51

non-Jawa harus mencair ke dalam etnik terdiri dari individu-individu yang


Jawa, dan demikian seterusnya. Teori ini beragam latar belakang agama, etnik,
hanya memberikan peluang kepada bahasa, dan budaya, memiliki hak untuk
kelompok mayoritas untuk menunjukkan mengekspresikan identitas budayanya
identitasnya. Sebaliknya, kelompok secara demokratis. Teori ini sama sekali
minoritas sama sekali tidak memperoleh tidak meminggirkan identitas budaya
hak untuk mengekspresikan identitasnya. tertentu, termasuk identitas budaya
Identitas di sini bisa berupa agama, etnik, kelompok minoritas sekalipun. Bila
bahasa, dan budaya. Teori ini tampak dalam suatu masyarakat terdapat individu
sangat tidak demokratis. pemeluk agama Islam, Katholik,
Karena teori pertama tidak Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu,
demokratis, maka muncullah teori kedua, maka semua pemeluk agama diberi
yaitu Melting Pot II: Ethnic Synthesis. peluang untuk mengekspresikan identitas
Teori yang dipopulerkan oleh Israel keagamaannya masing-masing. Bila
Zangwill ini memandang bahwa individu dalam suatu masyarakat berlatar
individu-individu dalam suatu belakang budaya Jawa, Madura, Betawi,
masyarakat yang beragam latar dan Ambon, misalnya, maka masing-
belakangnya, disatukan ke dalam satu masing individu berhak menunjukkan
wadah, dan selanjutnya membentuk identitas budayanya, bahkan diizinkan
wadah baru, dengan memasukkan untuk mengembangkannya. Masyarakat
sebagian unsur budaya yang dimiliki oleh yang menganut teori ini, terdiri dari
masing-masing individu dalam individu yang sangat pluralistik, sehingga
masyarakat tersebut. Identitas agama, masing-masing identitas individu dan
etnik, bahasa, dan budaya asli para kelompok dapat hidup dan membentuk
anggotanya melebur menjadi identitas mosaik yang indah. Dari ketiga teori
yang baru, sehingga identitas lamanya komunal di atas, teori ketigalah yang
dijadikan dasar oleh pendidikan
menjadi hilang. Bila dalam suatu
masyarakat terdapat individu-individu multikultural, yaitu teori Cultural
yang beretnik Jawa, Sunda, dan Batak, Pluralism: Mosaic Analogy. Untuk
misalnya, maka identitas asli dari ketiga konteks Indoneisa, teori ini sejalan
etnik tersebut menjadi hilang, selanjutnya dengan semboyan negara Indonesia,
membentuk identitas baru. Islam Jawa di Bhinneka Tunggal Ika. Secara normatif,
kraton dan masyarakat sekitarnya yang semboyan tersebut memberi peluang
merupakan perpaduan antara nilai-nilai kepada semua bangsa Indonesia untuk
Islam dan nilai-nilai kejawen adalah salah mengekspresikan identitas bahasa, etnik,
satu contohnya. Teori ini belum budaya, dan agama masing-masing, dan
sepenuhnya demokratis, karena hanya bahkan diizinkan untuk
mengambil sebagian unsur budaya asli mengembangkannya. Lebih jauh,
individu dalam masyarakat, dan menurut Jose A. Cardinas (1975: 131),
membuang sebagian unsur budaya yang pentingnya pendidikan multikultural ini
lain. Mengingat teori kedua belum didasarkan pada lima pertimbangan: (1)
sepenuhnya demokratis, maka muncullah incompatibility (ketidakmampuan hidup
teori ketiga, yaitu Cultural Pluralism: secara harmoni), (2) other languages
Mosaic Analogy. Teori yang acquisition (tuntutan bahasa lain), (3)
dikembangkan oleh Berkson ini cultural pluralism (keragaman
berpandangan bahwa masyarakat yang kebudayaan), (4) development of positive
Pendidikan Multikukultural Konteks Ke Indonesiaan (Muhammad Ufuqul Mubin) 43

self-image (pengembangan citra diri yang sejalan dengan pendapat Paolu Freire
positif), dan (5) equility of educational (dalam el-Ma’hady) yang mengatakan
opportunity (kesetaraan memperoleh pendidikan bukan merupakan “menara
kesempatan pendidikan). Di pihak lain, gading” yang berusaha menjauhi realitas
Donna M. Gollnick (1983: 29) sosial dan budaya. Pendidikan harus
menyebutkan bahwa pentingnya mampu menciptakan tatanan masyarakat
pendidikan multikultural dilatarbelakangi yang hanya mengagungkan prestise sosial
oleh beberapa asumsi: (1) bahwa setiap sebagai akibat kekayaan dan
budaya dapat berinteraksi dengan budaya kemakmuran yang dialaminya.
lain yang berbeda, dan bahkan dapat Prudence Crandall (1803 – 1890)
saling memberikan kontribusi; (2) seorang pakar pendidikan dari Amerika
keragaman budaya dan interaksinya yang dikutip Dawam (2003) memberikan
merupakan inti dari masyarakat Amerika pandangan lain tentang pendidikan
dewasa ini; (3) keadilan sosial dan multikultural. Menurutnya pendidikan
kesempatan yang setara bagi semua orang multikultural adalah pendidikan yang
merupakan hak bagi semua warga negara; memperhatikan secara sungguh-sungguh
(4) distribusi kekuasaan dapat dibagi terhadap latar belakang peserta didik baik
secara sama kepada semua kelompok dari aspek keragaman suku (etnis), ras,
etnik; (5) sistem pendidikan memberikan agama (aliran kepercayaan) dan budaya
fungsi kritis terhadap kebutuhan (kultur).
kerangka sikap dan nilai demi Dengan cara yang lebih terang,
kelangsungan masyarakat demokratis; Banks dan Banks yang dikutip
serta (6) para guru dan para praktisi Azyumardi Azra (2003) mendefinisikan
pendidikan dapat mengasumsikan sebuah pendidikan multikultural sebagai bidang
peran kepemimpinan dalam mewujudkan kajian dan disiplin yang muncul yang
lingkungan yang mendukung pendidikan tujuan utamanya menciptakan
multikultural. kesempatan pendidikan yang setara bagi
siswa dari ras, etnik, kelas sosial dan
Pendidikan Multikultural dalam kelompok budaya yang berbeda.
Konteks Ke Indonesian Dari beberapa definisi yang
Kamanto Sunarto (dalam dikemukakan para pakar pendidikan,
Rosyada) menjelaskan bahwa pendidikan semuanya tampak mengarah pada tujuan
multikultural bisa diartikan sebagai yang sama yaitu bagaimana mewujudkan
sebuah bangsa yang kuat, maju, adil,
pendidikan keragaman budaya dalam
masyarakat. Sering juga diartikan sebagai makmur dan sejahtera tanpa
pendidikan yang menawarkan ragam membedakan etnik, ras, agama dan
model untuk keragaman budaya dalam budaya. Seluruhnya harus bersatu dalam
masyarakat pendidikan untuk membina membangun kekuatan di seluruh sektor,
sikap siswa agar menghargai keragaman sehingga tercapai kemakmuran bersama,
budaya masyarakat. memiliki harga diri yang tinggi dan
Sementara itu, Azyumardi Azra dihargai oleh bangsa-bangsa lain di
(2003) mengatakan, secara sederhana dunia.
pendidikan multikultural dapat Dengan demikian, pendidikan
didefinisikan sebagai pendidikan tentang multikultural dalam konteks ini bisa
keragaman kebudayaan dalam merespon diartikan sebagai sebuah proses
perubahan demografi dan kultur pendidikan yang memberikan peluang
lingkungan masyarakat tertentu atau sama pada seluruh anak bangsa tanpa
bahkan dunia secara keseluruhan. Hal ini membedakan perlakuan karena perbedaan
44 HUMANIS, Vol. 3, No. 1, Januari 2011: 39—51

etnik, budaya dan agama. Selain itu juga kebudayaan dengan kekuasaan dalam
memberikan penghargaan terhadap masyarakat sehubungan dengan
keragaman, memberikan hak-hak yang konsep kesetaraan di masyarakat.
sama bagi etnik minoritas dalam upaya Apakah kelompok-kelompok dalam
memperkuat persatuan dan kesatuan, masyarakat mempunyai kedudukan
identitas nasional dan citra bangsa di dan hak yang sama dalam kesempatan
mata dunia internasional. mengekspresikan identitasnya di
Pendidikan multikultural bisa juga masyarakat luas.
dikatakan sebagai sebuah proses (2) Masalah kebiasaan-kebiasaan dan
pengembangan seluruh potensi manusia tradisi. Hal ini terkait dengan
serta menghargai pluralitas dan berbagai macam pola-pola perilaku
heterogenitasnya sebagai konsekuensi yang hidup di dalam suatu
keragaman budaya, etnis, dan aliran masyarakat.
agama. Dengan demikian pendidikan (3) Masalah kegiatan atau kemajuan
multikultural menghendaki tertentu (achievement) dari
penghormatan dan penghargaan manusia kelompok-kelompok di dalam
yang setinggi-tingginya terhadap harkat masyarakat. Hal itu merupakan suatu
dan martabat manusia dari manapun dia identitas yang melekat pada
datang dan berbuadaya apapun dia. kelompok tersebut.
Dengan demikian, pendidikan Dari ketiga konsep pendidikan
multikultural juga bisa dijadikan solusi multikultural tersebut, menyangkut
(pemecahan atau jalan keluar) terhadap beberapa persoalan mendasar, berikut: (1)
banyaknya konflik horizontal yang nyaris Perlu adanya konsep yang jelas mengenai
memecahkan bangsa Indonesia dewasa kebudayaan. Misalnya, apakah yang
ini. dimaksud dengan kebudayaan nasional?.
Apakah nasional Indonesia merupakan
Konsep Dasar dan Prinsip Penyusunan campuran dari berbagai budaya suku
Program Pendidikan Multikultural yang ada kebudayaan dalam masyarakat
Pendidikan multikultural Indonesia? Masalah ini telah muncul
merupakan suatu wacana lintas batas. sejak polemik kebudayaan tahun 1935
Dalam pendidikan multikultural terkait dan mungkin permasalahannya akan
masalah-masalah keadilan sosial (social terus-menerus menjadi wacana yang
justice), demokrasi dan hak asasi tidak pernah akan selesai; (2) Bagaimana
manusia. Tidak mengherankan apabila peranan pendidikan dalam membentuk
pendidikan multikultural di Indonesia identitas budaya dan identitas bangsa
berkaitan dengan isu-isu politik, sosial, Indonesia? Hal ini juga merupakan suatu
kultural, moral, edukasional dan agama. wacana yang terus menerus akan muncul
Tilaar mengatakan bahwa para dalam proses pendidikan dan proses
pakar pendidikan mengidentifikasikan kehidupan bangsa Indonesia yang
tiga lapisan diskursus yang berkaitan berbudaya; (3) Bagaimanakah hakikat
dengan pendidikan multikultural di pluralisme yang berarti pengakuan
Indonesia. terhadap kelompok-kelompok minoritas
(1) Masalah kebudayaan. Hal ini terkait di masyarakat? Hal ini merupakan hal
dengan masalah identitas budaya yang rumit dan tidak jarang dapat
suatu kelompok masyarakat atau menimbulkan kontraksi dalam kehidupan
suku. Bagaimanakah hubungan antara masyarakat. Ketegangan-ketegangan
Pendidikan Multikukultural Konteks Ke Indonesiaan (Muhammad Ufuqul Mubin) 45

horizontal yang terjadi akhir-akhir ini manusia, (c). Pengembangan tanggung


dalam masyarakat Indonesia merupakan jawab masyarakat dunia, (d).
suatu pergolakan dalam mencari jawaban Pengembangan tanggung jawab manusia
terhadap hakikat pluralisme; (4) dan terhadap planet bumi.
Bagaimana hak orang tua dalam Berdasarkan nilai-nilai inti di atas,
menentukan pendidikan anaknya? maka dapat dirumuskan enam tujuan
Pertanyaan ini juga akan muncul dalam yang berkaitan dengan nilai-nilai inti
masyarakat yang pluralis yang tidak tersebut, yaitu: (1) mengembangkan
jarang menimbulkan pergesekan- perspektif sejarah (etno-historisitas) yang
pergesekan di masyarakat; dan (5) Nilai- beragam dari kelompok-kelompok
nilai manakah yang akan masyarakat, (2) memperkuat kesadaran
dipertimbangkan (shared values) dalam budaya yang hidup di masyarakat, (3)
masyarakat majemuk (pluralistic memperkuat kompetensi intelektual dan
society). Hal yang ini berkaitan dengan budaya-budaya yang hidup di
masalah pertama yaitu konsep masyarakat, (4) “membasmi” rasisme,
kebudayaan. seksisme, dan berbagai jenis prasangka
Dari kelima permasalahan yang (prejudice), (5) mengembangkan
dikemukakan di atas menunjukan betapa kesadaran atas kepemilikkan planet bumi,
rumit dan banyaknya masalah yang dan (6), mengembangkan keterampilan
ditimbulkan dalam pendidikan aksi sosial (social action).
multikultural di Indonesia. Masalah- Konsep di atas merupakan suatu
masalah yang muncul dari pendidikan konsep dasar yang terintegrasi dan
multikultural di Indonesia secara umum meliputi tujuan-tujuan yang sangat
ada dua hal. Pertama, pendidikan komprehensif. Oleh sebab itu, diperlukan
multikultural merupakan suatu proses. penjabaran dari konsep tersebut di dalam
Artinya, konsep pendidikan multikultural berbagai jenis kegiatan. Pertama,
yang baru dimulai dalam dunia reformasi kurikulum, yaitu diperlukan
pendidikan khususnya di Indonesia suatu kurikulum baru yang sesuai dengan
memerlukan proses perumusan, refleksi analisis histories yang termasuk di
dan tindakan di lapangan sesuai dengan dalamnya analisis buku-buku pelajaran
perkembangan konsep-konsep yang yang tidak sesuai dengan pluralisme
fundamental mengenai pendidikan dan budaya. Kedua, mengajarkan prinsip-
hak-hak asasi manusia. Kedua, prinsip keadilan sosial. Juga dalam hal ini
pendidikan multikultural merupakan diperluas aksi-aksi budaya atau social
suatu yang multifase. Oleh sebab itu action untuk mengembangkan nilai-nilai
meminta suatu pendekatan lintas disiplin budaya dan ras, baik di dalam budaya-
(border crossing) dari para pakar dan budaya tingkat tinggi maupun di dalam
praktisi pendidikan untuk semakin budaya populer dengan melihat struktur
memperhalus dan mempertajam konsep demokrasi masyarakat. Ketiga,
pendidikan multikultural yang mengembangkan kompetensi
dibutuhkan oleh masyarakat yang dalam multikultural, yaitu pengembangann
hal ini masyarakat Indonesia. identitas etnis dan sub-etnis melalui
Konsep dasar dari pendidikan kegiatan kebudayaan. Demikian pula
multikultural itu memiliki empat nilai inti memberantas berbagai jenis prasangka
(core values): (a). Apersepsi terhadap yang buruk dan menjauhkan nilai-nilai
adanya kenyataan pluralitas budaya negatif dari suatu kelompok etnis.
dalam masyarakat, (b). Pengakuan Keempat, melaksanakan paedagogik
terhadap harkat manusia dan hak asasi kesetaraan (equality pedagogy) yang
46 HUMANIS, Vol. 3, No. 1, Januari 2011: 39—51

dilaksanakan di sekolah dengan Menurut Garcia (1982: 146), gaya


pengajaran yang tidak menyinggung pengajaran guru merupakan gaya
perasaan atau tradisi dalam suatu kepemimpinan atau teknik pengawalan
kelompok tertentu. Demikian pula yang digunakan guru dalam proses
praktek-praktek dalam budaya sekolah pembelajaran (the kind of leadership or
yang tidak membedakan antara governance techniques a teacher uses).
perempuan dan laki-laki. Dalam proses pembelajaran, gaya
Strategi dan Manajemen Pendidikan kepemimpinan guru sangat berpengaruh
Multikultural bagi ada-tidaknya peluang siswa untuk
Dari aspek metodik, strategi dan berbagi pendapat dan membuat
manajemen pembelajaran merupakan keputusan. Gaya kepemimpinan guru
aspek penting dalam pendidikan berkisar pada otoriter, demokratis, dan
multikultural. Harry K. Wong, penulis bebas (laizzes faire). Gaya
buku How to be an Active Teacher the kepemimpinan otoriter tidak memberikan
First Days of School, sebagaimana peluang kepada siswa untuk saling
dikutip Linda Starr (2004: 2) berbagi pendapat. Apa yang diajarkan
mendefinisikan manajemen pembelajaran guru kepada siswa ditentukan sendiri oleh
sebagai “praktik dan prosedur yang sang guru. Sebaliknya, gaya
memungkinkan guru mengajar dan siswa kepemimpinan guru yang demokratis
belajar.” Terkait dengan praktik dan memberikan peluang kepada siswa untuk
prosedur ini, Ricardo L. Garcia (1982: menentukan materi yang perlu dipelajari
146) menyebutkan 3 (tiga) faktor dalam siswa. Selanjutnya, guru yang
manajemen pembelajaran, yaitu: (a) menggunakan gaya kepemimpinan bebas
lingkungan fisik (physical environment), (laizzes faire) menyerahkan sepenuhnya
(b) lingkungan sosial (human kepada siswa untuk menentukan materi
environment), dan © gaya pengajaran pembelajaran di kelas. Untuk kelas yang
guru (teaching style). Dalam beragam latar belakang budaya siswanya,
pembelajaran siswa memerlukan agaknya, lebih cocok dengan gaya
lingkungan fisik dan sosial yang aman kepemimpinan guru yang demokratis
dan nyaman. Untuk menciptakan (Donna Styles, 2004: 3). Melalui
lingkungan fisik yang aman dan nyaman, pendekatan demokratis ini, para guru
guru dapat mempertimbangkan aspek dapat menggunakan beragam strategi
pencahayaan, warna, pengaturan meja pembelajaran, seperti dialog, simulasi,
dan kursi, tanaman, dan musik. Guru bermain peran, observasi, dan
yang memiliki pemahaman terhadap latar penanganan kasus (Abdullah Aly, 2003:
belakang budaya siswanya, akan 70-1). Melalui dialog para guru,
menciptakan lingkungan fisik yang misalnya, mendiskusikan sumbangan
kondusif untuk belajar. Sementara itu, aneka budaya dan orang dari suku lain
lingkungan sosial yang aman dan nyaman dalam hidup bersama sebagai bangsa.
dapat diciptakan oleh guru melalui Selain itu, melalui dialog para guru juga
bahasa yang dipilih, hubungan simpatik dapat mendiskusikan bahwa semua orang
antar siswa, dan perlakuan adil terhadap dari budaya apa pun ternyata juga
siswa yang beragam budayanya (Linda menggunakan hasil kerja orang lain dari
Starr, 2004: 4). Selain lingkungan fisik budaya lain. Sementara itu, melalui
dan sosial, siswa juga memerlukan gaya simulasi dan bermain peran, para siswa
pengajaran guru yang menggembirakan. difasilitasi untuk memerankan diri
Pendidikan Multikukultural Konteks Ke Indonesiaan (Muhammad Ufuqul Mubin) 47

sebagai orang-orang yang memiliki menilai para siswa sebagai manusia dan
agama, budaya, dan etnik tertentu dalam hak mereka sebagai manusia, (b) guru
pergaulan sehari-hari. Dalam momen- berhak mengetahui kapan menerapkan
momen tertentu, diadakan proyek dan gaya pengajaran yang berbeda—otoriter,
kepanitiaan bersama, dengan melibatkan demokratis, dan bebas—untuk
aneka macam siswa dari berbagai agama, meningkatkan hak-hak siswa, © guru
etnik, budaya, dan bahasa yang beragam. berhak mengetahui kapan dan bagaimana
Sedangkan melalui observasi dan menerapkan ketidakpatuhan sipil, dan (d)
penanganan kasus, siswa dan guru guru berhak memahami kompleksitas
difasilitasi untuk tinggal beberapa hari di aturan bagi mayoritas dan melindungi
masyarakat multikultural. Mereka hak-hak minoritas. Di pihak lain, para
diminta untuk mengamati proses sosial siswa memiliki hak-hak sebagai berikut:
yang terjadi di antara individu dan (a) siswa berhak mengetahui hak sipil
kelompok yang ada, sekaligus untuk dan kewajibannya, dan (b) siswa berhak
melakukan mediasi bila ada konflik di mengetahui bagaimana menggunakan hak
antara mereka. dan kewajibannya (Garcia, 1982: 160).
Dengan strategi pembelajaran Lebih jauh, pendekatan demokratis dalam
tersebut para siswa diasumsikan akan pembelajaran ini menuntut guru memiliki
memiliki wawasan dan pemahaman yang kompetensi multikultural. Farid
mendalam tentang adanya keragaman Elashmawi dan Philip P. Harris (1994: 6-
dalam kehidupan sosial. Bahkan, mereka 7) menawarkan 6 (enam) kompetensi
akan memiliki pengalaman nyata untuk multikultural guru, yaitu: (a) memiliki
melibatkan diri dalam mempraktikkan nilai dan hubungan sosial yang luas, (b)
nilai-nilai dari pendidikan multikultural terbuka dan fleksibel dalam mengelola
dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan keragaman siswa, © siap menerima
perilaku yang toleran, simpatik, dan perbedaan disiplin ilmu, latar belakang,
empatik pun pada gilirannya akan ras, dan gender; (d) memfasilitasi
tumbuh pada diri masing-masing siswa. pendatang baru dan siswa yang minoritas,
Dengan demikian, proses pembelajaran (e) mau berkolaborasi dan koalisi dengan
yang difasilitasi guru tidak sekadar pihak mana pun, dan (f) berorientasi pada
berorientasi pada ranah kognitif, program dan masa depan. Selain itu,
melainkan pada ranah afektif dan James A. Bank (1989: 104-5)
psikomotorik sekaligus. Selanjutnya, menambahkan kompetensi multikultural
lain yang harus dimiliki oleh guru, yaitu:
pendekatan demokratis dalam proses
pembelajaran dengan beragam strategi (a) sensitif terhadap perilaku etnik para
pembelajaran tersebut menempatkan guru siswa, (b) sensitif terhadap kemungkinan
dan siswa memiliki status yang setara adanya kontroversi tentang materi ajar,
(equal status), karena masing-masing dari dan © menggunakan teknik pembelajaran
mereka merupakan anggota komunitas kelompok untuk mempromosikan
kelas yang setara juga. Setiap anggota integrasi etnik dalam pembelajaran.
memiliki hak dan kewajiban yang
absolut. Perilaku guru dan siswa harus Implementasi Kurikulum Pendidikan
diarahkan oleh kepentingan individu dan Multikultural
kelompok secara seimbang. Aturan- Dari uraian di atas mungkin
aturan dalam kelas harus dibagi untuk timbul pertanyaan pada kita apakah
melindungi hak-hak guru dan siswa. penyajian pendidikan multikultural
Adapun hak-hak guru dalam proses disajikan sebagai mata pelajaran ataukah
pembelajaran meliputi: (a) guru berhak merupakan suatu bentuk penyajian yang
48 HUMANIS, Vol. 3, No. 1, Januari 2011: 39—51

terintegrasi? Menjawab persoalan prestasi akademik kelompok siswa yang


tersebut, sebaiknya pendidikan berbeda, meskipun ketika itu mereka
multikultural tidak diberikan dalam suatu tidak memberikan perubahan besar dalam
mata pelajaran yang terpisah, tetapi muatan kurikulum. Beberapa program ini
terintegrasi di dalam suatu mata pelajaran tidak dirancang untuk mengubah
yang relevan. Dalam mata pelajaran ilmu kurikulum atau konteks sosial
sosial, mata pelajaran bahasa, tujuan yang pendidikan, melainkan membantu siswa
telah dirumuskan mengenai pendidikan dengan budaya dan bahasa yang berbeda
multikultural dapat dicapai tanpa untuk memciptakan perubahan dalam
memberikan suatu mata pelajaran mainstream pendidikan. Terdapat
tertentu. Di dalam mata pelajaran beberapa kategori program yang khas: (1)
kewarganegaraan (civic education) program yang menggunakan riset dalam
ataupun pendidikan moral (moral model belajar yang berbasiskan budaya
education) merupakan wadah untuk (culturally-based learning styles) dalam
menampung program-program menentukan gaya mengajar mana yang
pendidikan multikultural. digunakan pada kelompok siswa tertentu,
Menurut Bunnet (dalam (2) program dua bahasa (bilingual) atau
Azyumardi Azra) mengatakan pendidikan dua budaya (bicultural), (3) program
multikultural itu memiliki tiga macam bahasa yang mengandalkan bahasa dan
program yang dapat diterapkan oleh budaya sekelompok siswa minoritas.
sekolah dan masyarakat secara Ketiga, program yang berorientasi
keseluruhan. Pertama, program yang sosial (socially-oriented programs) yang
berorientasi pada materi (content- berupaya mereformasi pendidikan
oriented programs) yang merupakan maupun konteks politik dan budaya
bentuk pendidikan multikultural yang pendidikan. Tujuan bukan untuk
paling umum dapat cepat dipahami. meningkatkan prestasi akademik atau
Tujuan utamanya adalah memasukan menambah sekumpulan pengetahuan
materi kelompok budaya yang berbeda multikultural, melainkan memiliki
dalam kurikulum dan materi pendidikan pengaruh yang sangat meningkatkan
dalam rangka meningkatkan pengetahuan toleransi budaya dan ras serta
siswa mengenai kelompok-kelompok ini. mengurangi bias. Di samping itu,
Dalam bentuknya yang paling sederhana kategori program ini tidak hanya meliputi
bentuk program ini menambahkan aspek program yang dirancang untuk
multikultural ke dalam kurikulum yang menstrukturkan kembali dan menyatukan
standar. Versi lain dari bentuk ini yaitu sekolah, tetapi juga program ini
mengubah kurikulum secara aktif dengan dirancang untuk meningkatkan semua
tiga tujuan: (1) mengembangkan muatan bentuk hubungan di kalangan kelompok
multikultural melalui berbagai disiplin, etnik dan ras dalam program belajar
(2) memasukan sudut pandang dan bersama tanpa membedakan perbedaan-
perspektif yang berbeda dalam perbedaan yang ada pada setiap individu.
kurikulum, (3) mengubah aturan, yang Bentuk pendidikan multikultural ini
pada akhirnya mengembangkan menekankan ‘hubungan manusia’ dalam
paradigma baru bagi kurikulum. semua bentuknya, dan menggabungkan
Kedua, program yang berorientasi beberapa karakteristik dua bentuk
siswa (student-oriented programs), yang program lainnya; yaitu: program yang
dimaksudkan untuk meningkatkan menuntut perbaikan kurikulum dalam
Pendidikan Multikukultural Konteks Ke Indonesiaan (Muhammad Ufuqul Mubin) 49

rangka menekankan kontribusi sosial pendidikan, sudah saatnya untuk


yang positif dari kelompok etnis dan disambut oleh para pengambil kebijakan
budaya, sambil menggunakan riset dan para praktisi pendidikan. Sebagai
tentang model belajar untuk sebuah konsep, pendidikan multikultural
meningkatkan prestasi siswa dan sejalan dengan semangat semboyan
mengurangi ketegangan dalam ruang bangsa Indonesia: “Bhinneka Tunggal
kelas. Ika”. Semboyan yang sangat adil dan
Selain membicarakan pendidikan demokratis ini memiliki pengertian
multikultural di dalam bentuk bahwa Indonesia merupakan salah satu
penyajiannya dalam kurikulum, bangsa di dunia yang terdiri dari beragam
pendidikan multikultural dapat pula suku dan ras, yang mempunyai budaya,
disajikan dalam pengertian pendidikan bahasa, dan agama yang berbeda-beda
yang lebih luas, yaitu dalam seluruh tetapi dalam kesatuan Indonesia.
budaya lembaga pendidikan. Baik dalam Semboyan ini mengandung seni
keluarga, lingkungan sekolah, maupun manajemen untuk mengatur keragaman
masyarakat luas. Dengan demikian, Indonesia (the art of managing diversity),
pendidikan multikultural lebih tepat yang terdiri dari 250 kelompok suku, 250
disebut sebagai suatu proses mata lebih bahasa lokal (lingua francka),
pelajaran atau dengan kata lain di dalam 13.000 pulau, 5 agama resmi, dan latar
lingkungan sekolah (school education). belakang kesukuan yang sangat beragam.
Pendidikan multikultural merupakan Dengan semboyan ini diharapkan
pengembangan budaya pluralisme dalam masing-masing individu dan kelompok
kehidupan sekolah (school culture) yang berbeda suku, bahasa, budaya, dan
sebagai lembaga masyarakat (social agama dapat bersatu dan bekerjasama
institution). untuk membangun bangsanya secara
Indonesia sendiri sebenarnya lebih kuat.
belum memiliki pengalaman dalam hal Sayangnya, selama pemerintahan
mengeimplementasikan pendidikan Orde Baru keragaman tersebut belum
multikultural yang terdesain secara dikelola secara proporsional, dengan
terencana. Oleh sebab itu, diperlukan menerima perbedaan, mengakui dan
waktu dan persiapan yang cukup lama menghargainya. Yang terjadi adalah
untuk memperoleh suatu bentuk yang proses penyeragaman dan pengabaian
tepat dan pendekatan yang cocok untuk terhadap perbedaan yang ada, baik dari
pendidikan multikultural di Indonesia.
segi suku, bahasa, agama, maupun
Bentuk-bentuk dan sistem yang cocok budayanya. Semboyan “Bhinneka
bagi Indonesia bukan hanya memerlukan Tunggal Ika” pun diterapkan secara berat
pemikiran akademik dan analisis budaya sebelah. Artinya, semangat ke-ika-an
atas masyarakat Indonesia yang pluralitik lebih menonjol dari pada semangat ke-
itu, tetapi juga meminta suatu kerja keras bhinneka-annya dalam pengelolaan
untuk melaksanakannya. negara Indonesia. Pengelolaan negara
dengan penekanan pada semangat ke-ika-
PENUTUP an dari pada semangat ke-bhinneka-an
Memperhatikan uraian di depan tersebut sangat mewarnai konsep dan
dapatlah dikatakan bahwa pendidikan praktik pendidikan di Indonesia.
multikultural menemukan relevansinya Indikatornya terlihat pada: (1) terjadinya
untuk konteks Indonesia. Pendidikan penyeragaman terhadap berbagai aspek
multikultural yang selama ini baru pendidikan—seperti kurikulum, metode
diwacanakan oleh para pemerhati pembelajaran, dan manajemen kelas, (2)
50 HUMANIS, Vol. 3, No. 1, Januari 2011: 39—51

terjadi sentralisasi pendidikan, yang sarat ______, 2003. “Pendidikan Multikultural


dengan instruksi, petunjuk, dan : Membangun Kembali Indoneisa
pengarahan dari atas, sebagai akibat dari Bhineka Tunggal Ika”, dalam
paradigma pendidikan sentralistik (top- Tsaqofah: Menggagas Pendidikan
dawn), dan (3) belum adanya proses Multikultural, Vol. I, Nomor 2.
menghargai dan mengakomodasi
perbedaan latar belakang siswa yang Dawam, Ainurrofiq. 2003. Emoh
menyangkut budaya, etnik, bahasa, dan Sekolah, Menolak Komersialisasi
agama. Pendidikan dan Kanibalisme
Intelektual Menuju Pendidikan
Sebagai konsep, pendidikan Multikultural. Jogjakarta : Inspeal
multikultural juga sejalan dengan Ahimsakarya Press.
semangat Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun Edgerton, Susan Huddleston. 1996.
2003. Salah satu diktum dari UUSPN Translation The Curriculum
Tahun 2003 tersebut menyebutkan bahwa Multiculturalism into Cultural
pendidikan nasional meletakkan salah Studies. New York-London:
satu prinsipnya: “bahwa pendidikan Routledge Press.
diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif Helmanita, Karlina, 2003. Pluralisme
dengan menjunjung tinggi hak asasi dan Inklusivisme Islam Di
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, Indonesia Kearah Dialog Lintas
dan kemajemukan bangsa.” Diktum ini Agama. Jakarta : PBB UIN Syarif
menunjukkan bahwa pendidikan nasional Hidayatullah Jakarta.
sangat welcome dengan konsep
pendidikan multikultural. Persoalannya, Lynch, James. 1986. Multicultural
bagaimana kesiapan para pengambil Education: Principles and
kebijakan dan para pelaku pendidikan di Practice. London: Routledge &
lapangan? Kegan Paul.

Jahroni, Jajang, 2003.


DAFTAR PUSTAKA ”Multikulturalisme, Mungkinkah
di Indonesia?”, dalam Tsaqofah:
Abdullah, M. Amin, 2005. Pendidikan Menggagas Pendidikan
Agama Era Multi Kultural - Multi Multikultural, Vol. I, Nomor 2.
Religius, Jakarta Pusat Studi
Agama dan Peradaban (PASP) Khumaidi, Umi, 2004. Pendidikan
Muhammadiyah. Multikultural: Menuju Pendidikan
Islam yang Humanis. Jogjakarta :
Azra, Azyumardi, 2004. “Dari Al-Ruzz Media.
Pendidikan Kewargaan Hingga
Pendidikan Multikultural: Ma’hady (el-), Muhaimin, 2004.
Pengalaman Indonesia”, dalam Multikulturalisme dan Pendidikan
Edukasi: Jurnal Penelitian Multikultural dalam artikelnya
Pendidikan Agama, Vol. 2, tanggal 27 Mei dalam situs
Nomor 4. http://www.education/pendOrg.ht
m.
Pendidikan Multikukultural Konteks Ke Indonesiaan (Muhammad Ufuqul Mubin) 51

Pelly,Usman dan Menanti, Asih, 1994. Sopyan, Muhammad. 1999. Agama dan
Teori-teori Sosial Budaya. Kekerasan dalam Bingkai
Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud Reformasi. Yogyakarta: Media
Presindo.
Rosyada, Dede, 2004. Paradigma
Pendidikan Demokratis: Sebuah Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan
Model Pelibatan Masyarakat Dengan Pendekatan Baru,
dalam Penyelenggaraan Bandung : Remaja Rosdakarya,
Pendidikan, Jakarta : Prenada 2001, cet. ke-IV
Media.
Tilaar, H.A..R. 1999. Pendidikan,
______, 2005. Pendidikan Multikultural Kebudayaan, dan Masyarakat
Melalui Pendidikan Agama Islam, Madani Indonesia, Strategi
dalam Didaktika Islamika : Jurnal Reformasi Pendidikan Nasional.
Kependidikan, Keislaman dan Bandung: Remaja Rosdakarya
Kebudayaan, Vol. VI, Nomor 1, Offset.
Januari.
----------. 2000. Paradigma Baru
Sanaky, Hujair AH, 1999. Paradigma Pendidikan Nasional. Jakarta:
Baru Pendidikan Islam sebagai Rineka Cipta.
Kerangka Acuan Penataan dan
Pengembangan Pendidikan Islam. ----------. 2003. Kekuasaan dan
Jurnal Pendidikan Islam Vol. V Pendidikan : Suatu Tinjauan dari
Tahun IV. YK: FIAI UII. Perspektif Kultural. Magelang:
Indonesia Tera.
Purnomo, Aloys Budi, Membangun
Teologi Inklusif-Pluralis, Jakarta : ----------. 2004. Multikulturalisme
Penerbit Buku Kompas, 2003 Tantangan-tantangan Global
Masa Depan dalam Transformasi
Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Pendidikan Nasional. Jakarta:
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Grasindo.
2004 cet. ke-I
Undang Undang Republik Indonesia
Sabri, M. Alisuf. 1999. Ilmu Pendidikan. Nomor 2 Tahun 1989 Tentang
Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya. Sistem Pendidikan Nasional,
Bandung : Fokusmedia, 2003
Santoso, Listiyono, et. al. 2003. Seri
Pemikiran Tokoh Epistemologi Undang Undang Republik Indonesia
Kiri. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,
Sidi, Indra Djati. 2004. “Pendidikan Jakarta : Departemen Pendidikan
Agama di Sekolah Umum dalam Nasional Direktorat Pendidikan
Perspektif Multikultural”, dalam Dasar dan Menengah, 2003.
Edukasi: Jurnal Penelitian
Pendidikan dan Keagamaan, Vol.
2, Nomor 4, Tahun 2004.

S-ar putea să vă placă și