Sunteți pe pagina 1din 3

Sahabat Semu

karya: Allysa Yasmine Muliafarani

Rasa pengap dan panas sangat terasa di dalam kelas XI A. Suara teriakan,
tertawa, dan obrolan berpadu menjadi satu. Sebenarnya sekarang masih
termasuk jam pelajaran. Tetapi kelas XI A yang dihuni oleh 34 orang murid itu
sangat jauh dari kata tenang.
“Vender, ayo ikut kita main TOD,” ajak Yura. Sahabat dekat Vender.
“kalian main saja berempat tanpaku, saat ini mood ku sedang hancur,”
tolak Vender, entah mengapa akhir akhir ini gadis itu selalu murung.
“Vender kamu sedang ada masalah ya? Cerita saja pada kami,” bujuk
Leni.
“Aku tidak apa apa teman teman.” Vender mencoba tersenyum tulus,
kemudian dia mengambil tas nya dan pergi meninggalkan kelas tanpa
menghiraukan teriak teriakan sahabatnya yang memanggil manggil namanya.
Vender berlari lari di koridor sekolah tanpa melihat ke belakang, ia
berlari menuju gerbang sekolah. Ia mengulurkan tangan kanannya, sebuah
angkutan umum berwarna merah berhenti di depannya. Bergegas ia masuk
kedalam mobil merah tersebut.
Di sepanjang perjalanan yang dilakukan Vender hanyalah melamun dan
terus melamun. Entah kemana perginya gadis yang selalu ceria, hiperaktif, dan
bisa dibilang paling berisik di kelasnya, tetapi akhir akhir ini ia terlihat sangat
murung.
Setelah 10 menit perjalan yang ia lalui, Vender memberi tanda kepada
supir angkot untuk berhenti. Rumah Vender berada di perumahan Pasific Star,
pada jam jam sekarang matahari sangat panas menyengat ubun ubun, tidak ada
seorang pun yang berminat untuk berada di luar rumah mereka.
Setelah Vender sampai di depan rumahnya, ia langsung masuk kedalam
rumah tanpa memberi salam atau mengetuk pintu.
“Vender? Kenapa kau pulang? Apakah kau sakit nak?” Bunda Vender
panik bukan kepalang melihat putri bungsu nya pulang lebih awal. Tetapi
bukannya menjawab pertanyaan sang ibunda, Vender berlalu pergi tanpa
menatap wajah sang bunda.
“LAVENDER SHINDYA PUTRI! Berani beraninya kau mengabaikan
ibumu sendiri,” ujar sang ayah dengan nada meninggi sambil melempar koran
yang sedang ia baca keatas meja.
“Ayah bisakah ayah biarkan aku sekali saja.” Vender terisak lalu
bergegas pergi ke kamarnya.
Di kamarnya Vender menangis sekencang kencangnya, ia menumpahkan
semua emosi yang sudah lama ia tahan, karena kelelahan tanpa ia sadari ia
mulai terlelap.
Matahari mulai tampak di ufuk timur. Vender bersiap siap berangkat
sekolah, ia sudah rapih dengan seragam yang sudah melekat di tubuhnya dengan
rapih.
Tanpa pamit, Vender berjalan keluar rumah dengan cepat. Setelah
sebuah angkot berwarna merah berhenti depannya Vender segera masuk
kedalamnya.
Sesampainya di sekolah, sekolah masih sepi karena saat ini masih pukul
06.20. Tetapi ada sesosok orang yang menarik mata Vender.
“Sya? Itu kamu kan?” Panggil Vender.
“Eh Vender, kebetulan aku mau bilang sesuatu sama kamu,” Ujar
Asyiana, sahabat Vender yang paling Vender percaya.
“Mau bilang apa?” Tanya Vender.
“Ehm... ga jadi deh, udah lupain aja ya” Ujar Asyiana sambil tersenyum
penuh arti, lalu berlalu pergi.
Vender menatap punggung Asyiana dengan penuh rasa bingung, Vender
langsung menghiraukan rasa penasaran yang tadi muncul di dalam hatinya.
Sekolah sudah mulai ramai, Vender bergegas pergi ke kelasnya dan mendapati
bahwa kedua sahabat nya sedang asyik mengobrol ria.
“Eh Vender, habis darimana saja kamu?” Tanya Yura bersemangat.
“Dari luar,” Jawab Vender singkat.
“Eh eh ada gosip baru nih, katanya Vender itu orangnya bermuka dua,
kalau di depan kita emang baik, tapi kalau di belakang dia suka membully orang
lain,” Terdengar bisik bisik yang sangat menganggu di telinga Vender dan
teman temannya.
“MAKSUD KALIAN APA?” Ujar Yura dengan nada yang meninggi.
“Kalian ga usah ngomongin orang begitu dong kalau ga tau yang
sebenarnya.” Leni mencoba bersabar. Vender hanya terdiam melihat kejadian
yang terjadi di depannya, perlahan lahan Vender mulai terisak.
“CUKUP! Aku muak dengan semua gosip yang entah siapa biangnya,
tolong untuk kalian, kalian semua yang ada disini jangan menelan berita mentah
mentah,cari kebenarannya dulu, baru kalian bisa percaya dengan berita
tersebut.” Vender menarik nafas panjang. Lalu Vender dan kedua sahabatnya
bergegas pergi keluar kelas.
“Siapa sih yang nyebar berita kayak gitu,” Omel Yura.
“Kayaknya aku tau siapa yang nyebar gosip itu,” Ujar Leni dengan wajah
sangat serius.
“Pasti ini ulah Asyiana,” Lanjutnya.
“Ga munkin len, Ana ga bakal ngelakui ini semua,” Ujar Vender,
menolak mentah mentah perkataan Leni. Vender bergegas pergi entah kemana.
Ternyata Vender pergi untuk menemui Asyiana, Asyiana yang melihat
Vender datang dengan terengah engah kebingungan.
“Vender kamu kenapa?” Ujar Asyiana

S-ar putea să vă placă și