Sunteți pe pagina 1din 24

KATA PENGANTAR.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya saya masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini, yang
berjudul “ASKEP KEJANG DEMAM”. Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata
kuliah ASKEP Kegawatdaruratan I . Tidak lupa saya ucapkan kepada teman yang sudah
bekerja sama sehingga selesailah makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini kami masih banyak kekurangannya oleh
karena itu mohon kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan teman-teman yang membutuhkan.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 3

B. Tujuan .................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian .......................................................................................... 4

B. Etiologi ................................................................................................ 4

C. Patofisiologi ......................................................................................... 5

D. Manifestasi Klinik................................................................................... 6

E. Klasifikasi .............................................................................................. 7

F. Komplikasi ............................................................................................. 7

G. Pencegahan .............................................................................................. 8

H. Diagnosa.................................................................................................. 9

I. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 9

J. Penatalaksanaan .................................................................................... 11

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 23

B. Saran .................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 24

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri,
atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung
bagian otak yang terkena.
Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor
genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme,
trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf.
Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.
Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang
terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy
sendiri bukan suatu penyakit.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat sistem
persarafan pada pasien dengan kejang.
2. Tujuan Khusus
Setelah membaca makalah ini diharapkan :
a. Memahami seperti apa asuhan keperawatan gawat darurat sistem persarafan pada pasien
dengan kejang.
b. Mampu membuat pengkajian pada pasien dengan kejang
c. Mampu membuat diagnosa pada pasien dengan kejang
d. Mampu membuat perencanaan pada pasien dengan kejang
e. Mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan kejang
f. Mampu menilai evaluasi pada pasien dengan kejang.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN.

1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di
atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh
rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer,
A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh
kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai
dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang
timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson,
1995).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.

B. ETIOLOGI.

4
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong
(1995: 1929)

1. Demam itu sendiri

Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

1. Efek produk toksik daripada mikroorganisme


2. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.

Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang
demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam
mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh
virus daripada bakterial.

C. PATOFISIOLOGI.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang


didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses
ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sestem kardiovaskuler.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim Na – K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.

5
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.

Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan


mengakibatkan metabolisme basal 10 – 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium
dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh
sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan
terjadi kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C
dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang
yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang
tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler
dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas,
1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229).

D. MANIFESTASI KLINIS.

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau
tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial.
Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s
hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)

6
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi
dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya
kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam
yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik
selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta
gerakan sentakan terulang.

E. KLASIFIKASI.

Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah

1. Kejang demam sederhana

yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk
mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :

1. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun


2. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang kompleks

Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone.
Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini
anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa
kejang dalam riwayat keluarga.

F. KOMPLIKASI.

7
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu
:

1. Kerusakan otak

Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.

2. Retardasi mental

Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

G. PENCEGAHAN.

Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan


kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.

1. Pencegahan berulang

1. Mengobati infeksi yang mendasari kejang


2. Penkes tentang

1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter

2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu
tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)

3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan
jangan menunggu sampai meningkat

4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam
bila anak akan diimunisasi.

2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :

8
1. Baringkan pasien pada tempat yang rata
2. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
3. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
4. Lepaskan pakaian yang ketat
5. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

H. DIAGNOSA.

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
faktor :

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau
tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus
Statement on Febrile Seizures 1981”).

I. PENATALAKSANAAN.

Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang
perlu dikerjakan :

1. Segera diberikan diezepam intravena

≥ 10 kg = 10 mg

dosis rata-rata 0,3mg/kg

Bila kejang tidak berhenti


tunggu 15 menit

9
atau diazepam rektal dosis ≤ 10 kg = 5mg/kg

dapat diulangi dengan dosis/cara yang sama

Kejang berhenti

berikan dosis awal fenobaritol

neonatus =30 mg IM

1 bln-1 thn=50 mg IM

>1 thn=75 mg IM

Pengobatan rumat

4 jam kemudian

Hari I+II = fenobaritol 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis

Hari berikutnya = fenobaritol 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis

Bia diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal
selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.

2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya

3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah
memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3
mg/kgBB

4. memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV
: D5 1/4, D5 1/5, RL.

Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu :

a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila
terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena
dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg

10
secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung
karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai
kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10
ml per oral setiap sebelum minum susu.

b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50%
Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml.
Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant
dapat muncul.

c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti


hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru
lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan
memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia).
Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg, kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.

Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang
pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang
berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi
pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat
menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail
(1989 :43), pemeriksaannya adalah :

1. EEG

Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan
likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam
kompleks.

2. Lumbal Pungsi

11
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor.
Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.

1. Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal
pungsi
2. Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom

2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak
muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)

3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-
5.8mEq/L).

12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Data subjektif

a. Biodata/Identitas

1) Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.

2) Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama,
umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

b. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)

1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang

2) Lama serangan

3) Pola serangan

4) Frekuensi serangan

5) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

6) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai (Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap
bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.)

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali?

d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

13
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-
lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan
kejang-kejang.

e. Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi
DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

f. Riwayat Perkembangan

Kemampuan perkembangan meliputi :

1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan


mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot
kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu
benda, dan lain-lain.

3) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.

g. Riwayat kesehatan keluarga.

Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam


mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau
lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.

14
h. Riwayat sosial

Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yang
mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya.

i. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

Keadaan sebelum dan selama sakit.

1) Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

a) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

b) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan
dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis.

c) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan
pertama.

2) Pola nutrisi

3) Pola Eliminasi

4) Pola aktivitas dan latihan

1. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36). Pertama kali perhatikan keadaan
umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada
kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran
setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik

Sedangkan menurut Greenberg (1980 : 122 – 128), hal-hal yang perlu dikaji pada pasien
dengan kejang demam:

1. Riwayat Keperawatan

15
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga

b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks,
Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.

c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh

d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pengkajian fisik

a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat

b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan

c. Adanya kelemahan dan keletihan

d. Adanya kejang

e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan
cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning

3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan

a. Tingkat perkembangan anak terganggu

b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas

c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit.

4. Pengetahuan keluarga

a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang

b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam

c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh

d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

16
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000
: 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam.

1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak

4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan
pengobatan bd kurangnya informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN.

DX 1 : Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan diharapkan


resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil.

NOC : Pengendalian Resiko

1. Pengetahuan tentang resiko


2. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
3. Monitor kemasan personal
4. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
5. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko

Indikator skala :

1 = tidak adekuat

2 = sedikit adekuat

3 = kadang-kadan adekuat

17
4 = adekuat

5 = sangat adekuat

NIC : mencegah jatuh

1. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial
jatuh dalam setiap keadaan
2. Identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial jatuh
3. Monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
4. Instruskan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak

DX 2 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma

NOC : Themoregulation

1. Suhu tubuh dalam rentang normal


2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing

Indikator skala

1. : ekstrem

2 : berat

3 : sedang

4 : ringan

5 : tidak ada gangguan

NIC : Temperatur regulation

1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam


2. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu

18
3. Monitor tanda –tanda hipertensi
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
5. Monitor nadi dan RR

DX 3 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai
darah ke otak dapat kembali normal , dengan kriteria hasil :

NOC : status sirkulasi

1. TD sistolik dbn
2. TD diastole dbn
3. Kekuatan nadi dbn
4. Tekanan vena sentral dbn
5. Rata- rata TD dbn

Indikator skala :

1 = Ekstrem

2 = Berat

3 = Sedang

4 = Ringan

5 = tidak terganggu

NIC : monitor TTV:

1. Monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate


2. Catat adanya fluktuasi TD
3. Monitor jumlah dan irama jantung
4. Monitor bunyi jantung
5. Monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri

NIC II : status neurologia

19
1. monitor tingkat kesadaran
2. monitor tingkat orientasi
3. monitor status TTV
4. monitor GCS

DX 4 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan


kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien

NOC : knowledge ; diease proses

1. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program


pengobatan
2. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan
lainya

Indikator skala :

1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang dilakukan

3. Kadang dilakukan

4. Sering dilakukan

5. Selalu dilakukan

NIC : Teaching : diease process

1. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

20
4. Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat

D. EVALUASI.

Dx Kriteria hasil Keterangan skala


1 a. Pengetahuan tentang resiko

b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko

c. Monitor kemasan personal

d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko

e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko1 = tidak adekuat

2 = sedikit adekuat

3 = kadang-kadan adekuat

4 = adekuat

5 = sangat adekuat2a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing1. : ekstrem

2 : berat

3 : sedang

4 : ringan

5 : tidak ada gangguan3a. TD sistolik dbn

b. TD diastole dbn

c. Kekuatan nadi dbn

21
d. Tekanan vena sentral dbn

e. Rata- rata TD dbn1 = Ekstrem

2 = Berat

3 = Sedang

4 = Ringan

5 = tidak terganggu4a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi


prognosis dan program pengobatan

b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan
lainya1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang dilakukan

3. Kadang dilakukan

4. Sering dilakukan

5. Selalu dilakukan

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri,
atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung
bagian otak yang terkena.
Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor
genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme,
trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf.
Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.
Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang
terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy
sendiri bukan suatu penyakit.

B. Saran.

Meskipun kami menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi


kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu kami perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan ke depannya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Teguh Subianto

https://thefuturisticlovers.wordpress.com/2011/04/23/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
kejang-demam/

24

S-ar putea să vă placă și