Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan dimana jumlah air
ketuban melebihi dari batas normal. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak antara
1-2 liter, sedangkan kasus hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter. Hidramnion
ini adalah kebalikan dari oligo hidramnion yaitu kekurangan air ketuban.
Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk tumbuh, bergerak, dan
berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan berkontraksi dan menekan janin. Jika terjadi
pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan, janin akan mengalami berbagai kelainan
seperti gangguan perkembangan anggota gerak, cacat dinding perut, dan sindroma Potter , suatu
sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini mengandung agen-agen
anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi pathogen serta
berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk
lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan amnion.
Damato dkk. (1993) melaporkan bahwa dari 105 wanita yang diteliti cairan amnionnya, ditemukan
65% dinyatakan hidramnion. Ada 47 orang hamil tunggal dengan satu atau lebih mengalami kelainan
congenital, diantaranya kelainan gastrointestinal, system syaraf pusat, toraks, skeletal dan
sebagainya. Selanjutnya dalam makalah ini kami akan membahas tentang Hidramnionlebih lanjut
dan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta mengurangi angka kejadian hidramnion
pada ibu hamil.
B. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan dimana jumlah air
ketuban melebihi dari batas normal. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak antara
1-2 liter, sedangkan kasus hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter. Hidramnion
ini adalah kebalikan dari oligo hidramnion yaitu kekurangan air ketuban. (Rustam Muchtar, 1998)
Hidramnion adalah suatu jumlah cairan amnion yang berlebihan (lebih dari 2000 ml). Normal volume
cairan amnion meningkat secara bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira
1000 ml antara 34 sampai 36 minggu (Ben-Zion Taber, 1994: 39).
Jadi, hidramnion merupakan suatu keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi normal yaitu > 2
liter. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak antara 1-2 liter, sedangkan pada kasus
hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter.
B. Etiologi
Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus hidramnion
berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan system saraf pusat dan traktus
gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion dapat terjadi karena hal-hal berikut :
Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat bertambah cairan lain
masuk ke ruang amnion, misalnya urine janin dan cairan otak anensefalus
Naeye dan Blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal dan kandung kemih ukuran besar
akan meningkatkan urine output pada awal periode pertumbuhan fetus. Hal inilah yang
meningkatkan produksi urine fetus yang mengakibatkan hidramnion.
Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara
pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk
akhirnya masuk ke dalam peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban ini akan terganggu bila janin
tidak bias menelan seperti pada atresia esophagus dan anensefalus.
Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA Hermina Pasteur, Bandung (2007)
menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:
2. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu hidrocefalus,
atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital
3. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air ketuban. Alhasil
volume ketuban meningkat drastis
4. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni.
6. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf pusat sehingga
fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
C. Patofisiologi
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip dengan
cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya
berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua,
janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk. 1979; Duenhoelter
dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti secara bermakana mengatur pengendalian
volume cairan. Walaupun pada kasusu hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai
sumberutama cairan amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion
atau perubahan kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini
adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan
bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin tidak dapat menelan, seperti pada kasus
atresia esophagus. Pros ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion.
Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa
kasus hidramnion berat, janin menelan cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak.
Hidramnion terjadi bila produksi air kutuban bertambah , bila pengaliran air ketuban ternganggu
atau kedua duanya. diduga air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion, Di samping itu ditambah oleh
air kencing janin dan cairan otak pada anensefalus. Air ketuban yang dibentuk secara rutin
dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluarannya ialah ditelan oleh janin,
di absorpsi kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu. Ekresi air
ketuban akan terngangu bila bayi susah menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor tumor
plasenta. pada anencepalus disebabkan pula karena transudat cairan dari selaput otak dan sumsum
tulang belakang dan berkurangnya hormone antideuretik.
Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama hamil trimester ketiga masih belum dapat
diterangakan. Salah satu penjelasannya adalah bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia
janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air
ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikenik terakhir.
Yasuhi dkk. (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetic yang puasa
dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita
nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetik.
D. Phatway
E. Tanda dan Gejala
1. Tanda
b. Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan
2. Gejala
b. Gangguan pencernaan
c. Edema
F. Diagnosis
1. Perut terasa lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
2. Sesak napas. Beberapa ibu mengalami sesak napas berat, pada kasus ekstrem ibu hanya
bernapas bila berdiri tegak.
5. Oliguria. Kasus ini sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena uretra mengalami obstruksi akibat
uterus yang membesar melebihi kehamilan normal.
1. Perut terlihat sanJgat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak, kulit jelas dan kadang-
kadang umbilikus mendatar
2. Ibu terlihat sesak (dispnoe) dan sionasis, serta terlihat payah karena kehamilannya.
3. Edema pada keduai tungkai, vulva, dan abdomen. Hal ini terjadi karena kompresi terhadap
sebagian besar system pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar.
Pada saat dilakukan auskultasi, denyut jantung janin sulit untuk didengar.
2. Foto rontgen pada hidromnion berguna untuk diagnosa dan untuk menentukan etiologi, seperti
anomali kongenital (anensefali atau gemelli)
Pada saat melakukan pemeriksaan dalam Selaput ketuban teraba dan menonjol walaupun diluar his
G. Pemeriksaan Penunjang
2. USG
Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila indeks cairan amnion (ICA) melebihi 24-25 cm pada
pemeriksaan USG. Berdasarkan pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi :
a. Mild Hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion mencapai 8-11 cm dalam dimensi
vertical. Insiden sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi
c. Severe Hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan berenang dengan bebbas dalam
kantung amnion yang mencapai 16 cm atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.
H. Penatalaksanaan
1. Waktu hamil
a. Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan terapi
simptomatis.
b. Ajarkan klien untuk melaporkan setiap tanda ruptur membrane atau kontraksi uterus.
c. Bantu klien untuk menghindari konstipasi dengan cara meningkatkan masukan serat dalam
diet atau dengan menggunakan pencahar sesuai resep karena terdapat kemungkinan terjadi rupture
membran akibat peningkatan tekanan uterus.
d. Ingat bahwa agens antiinflamasi nonsteroid seperti indometachin dapat efektif dalam
menurunkan pembentukan cairan amnion.
e. Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegah atau menghentikan persalinan
premature.
f. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit untuk
istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat
diuresis. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada
bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc per jam sampai keluhan berkurang. Jika cairan
dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak belum viable.
Komplikasi pungsi dapat berupa :
1) Timbul his
5) bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai placenta, maka
pungsi harus dihentikan.
2. Waktu partus
a. Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu.
b. Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegh atau menghentikan persalianan
premature.
c. Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal melalui serviks
bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat,
lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan
d. Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban
mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya
air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio placenta, syok
karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.
3. Post partum
a. Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan
golongan dan transfusi darah serta sediakan obat uterotonika.
c. Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk menghindari infeksi
berikan antibiotika yang cukup.
d. Kaji bayi baru lahir dengan cermat terhadap factor yang dapat membuatnya tidak mampu
menelan in utero.
- Terapi Medis
Pada persiapan terapi hidramnion harus dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap; darah
lengkap, system hemopoesis, fungsi liver dan ginjal, ultrasonografi.
1. Hidramnion menahun
Keuntungannya : Menurunkan produksi urin janin sehingga menurunkan jumlah air ketuban
Kerugiannya :
- Dapat menimbulkan vasokonstriksi umum pembuluh darah termasuk yang menuju SSP
b. Pemberian obat Indometasin harus diikuti dengan pemeriksaan USG untuk menetapkan AFI
atau poket vertical dalam kantong amion. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya
oligohidramnion.
a. Amniosestesis
3. Jarum spiral no.22 dimasukkan menembus dinding abdomen langsung ke kavum uteri dengan
tuntunan USG
5. Amniosentesis dilakukan pada janin yang masih premature dengan usia kehamilan kurang dari
35 minggu
Jika terjadi komplikasi yang serius, tindakan selanjutnya adalah operasi profilaksis mortalitas
maternal.
b. Memecahkan ketuban
Pada pemeriksaan ultrasonografi usia kehamilan kurang dari 35 minggu, tetapi memiliki kelainan
congenital yang fatal, maka dilakukan amniotomi. Amniotomi dengan pertimbangan untuk
melakukan induksi persalinan dan mengharapkan “euthanasia” terhadap janin yang tidak mungkin
bertahan hidup, karena kelainan kongenitalnya bersifat fatal.
Amniotomi dilakukan pada hasil USG dengan kelainan congenital yang berat, tanpa memandang usia
kehamilannya. Sudah tentu pertimbangan ini diambil setelah mendapat persetujuan keluarga dalam
bentuk “informed consent” sehingga jika terjadi masalah akan terbebas dari tuntutan hukum.
3. Hidramnion mendadak dengan usia kehamilan diatas 35 minggu. Amniotomi merupakan satu-
satunya tindakan untuk dapat mencapai sasaran :
b. Bahwa dengan usia di atas 35 minggu, dapat diperkirakan kemungkinan janin akan dapat
diselamatkan dengan kemampuan perawatan dan pelayanan prematuritas.
b. Solusio plasenta dan prolaps tali pusat, pada aliran air ketuban yang deras akan meningkatkan
tindakan seksio sesarea pada hidramnion
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Dalam pengkajian, hal-hal yang perlu dikaji seperti : nama pasien, umur, alamat, pekerjaan, agama,
suku, nama penanggung jawab, hubungan penanggung jawab dengan klien dan sebagainya.
b. Keluhan utama
Merupakan alasan utama pasien masuk atau datang ketempat pelayanan kesehatan dan apa-apa
saja yang dirasakan pasien. dalam kasus polihidramnion ini keluhan utama yang biasa ditemui :
- mual muntah
c. Riwayat kesehatan
- Keluarga : mengetahui kemungkinan dalam anggota keluarga ada yang menderita penyakit
menular, menahun dan keturunan, riwayat kehamilan kembar.
d. Riwayat pernikahan
e. Riwayat menstruasi
g. Riwayat Kontrasepsi
Mengetahui apa jenis kontrasepsi yang digunakan ibu, berapa lamanya, apa masalahnya, atau efek
samping yang dirasakan ibu, serta apa alasan ibu untuk berhenti memakai kontrasepsi.
h. Pemeriksaan fisik
1) Aktifitas
- kelelahan,
- aktivitas menurun karena perut terasa tegang dan lebih berat dari biasanya
2) Sirkulasi
- TD dan nadi mungkin menurun yang berhubungan dengan kompresi vena kava
- DJJ sulit terdengar
- Waspada terhadap adanya deselerasi variebel yang dapat berindikasi prolaps tali pusat
- Sionasis
3) Integritas ego
4) Eliminasi
- Konstipasi,
- Oliguria berat
Sirkulasi pada daerah ekstremitas bawah menurun, sehingga kemungkinan ada edema karena uterus
yang terus menerus menegang akan menekan diafragma dan pembuluh darah pelvis
6) Neurosensori
Dapat mengalami kesulitan fungsi otot ( misal sklerosis multiple, miastenia gravis, paralisis)
7) Pernapasan
8) Seksualitas
i. Pemeriksaaan diagnostik
2) Tes toleransi glukosa : untuk mengetahui adanya indikasi diabetes gestasional. Ibu yang
mengalami diabetes gestasional beresiko tinggi mengalami hidramnion.
3) Jumlah trombosit : Pada ibu dengan riwayat perdarahan jumlah trombosit meningkat
5) Pemeriksaan koagulasi (APPT. PPT, PT) : Mengidentifikasi kelainan pembekuan bila ada
perdarahan. Pada Kehamilan dengan hidramnion, resiko terjadinya perdarahan sangat tinggi.
j. Analisa Data
No
Tanda Penyebab Masalah
1 DS: pasien Biasanya sering Tekanan diafragma ke arah paru Pertukaran gas
sesak nafas terganggu
DO:
DO:
- PaienTampak gelisah
Prubahan fisik seprti pembesaran
eerut tidak sesuai umur kehamilan
cemas
- Tampak gelisah
Kurangnya pengetahuan
Dispneu
DO:
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat hidramnion
d. Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal resiko individu pada penatalaksanaan hidrmnion
3. Intervensi Keperawatan
Dx1 : Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat hidramnion
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
- Kaji kelainan pernapasan yg dapat - Kondisi ini, baik yg ada sebelum atau
mempengaruhi fungsi paru, seperti asma selama kehamilan, yang meenurunkan
atau tuberkulosis, frekuensi pernapasan, atau mempengaruhi kapasitas
atau upaya ibu dan munculnya bunyi nafas. pertukaran oksigen, menganggu
pertukaran gas normal.
- Perhatikan kondisi yg menimbulkan
perubahan vaskular/penurunan sirkulasi - Luasnya masalah vaskular maternal
plasenta (mis : diabetes, masaalah jantung) dan penurunan kapasiatas pembawa
atau yg mengubah kapasitas pembawa oksigen berpengaruh langsung pada
oksigen (mis : anemia, hemoragi) sirkulasi dan pertukaran gas
uteroplasenta.
- Pantau TD dan nadi
- Peningkatan TD dpt menandakan
HAK; penurunan TD dan peningkatan
nad dpt menyertai hemoragi.
Kriteri Hasil
Intervensi Rasional
- Memudahkan perkembangan
hubungan saling percaya.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan klien mampu beraktivitas seperti biasa
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Dx4 : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal resiko individu pada penatalaksanaan hidramnion
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan pengetahuan klien dan keluarga meningkat
Kriteria hsil
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
Intervensi Rasional
- Beri informasi yang tepat berkenaan dgn - Pemahaman tentang tes dapat
skrining dan metode test seta prosedur. menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama klien.
- Identifikasi tanda-tanda bahaya yang
memerlukan pemberitahuan segera - Pengenalan situas beresiko
terhadap pemberi keperawatan (KPD, mendorong evaluasi/interensi segera,
persalinan preterm, perdarahan vagina) yg dapat meningkatkan atau membatasi
hasil.
- Tekankan pentingnya melaporkan
- Dapat menunjukkan perubahan
peningkatan atau perubahan rabas vagina. servix, menandakan kebutuhan untuk
pemeriksaaan terhadap infeksi vagina
yang dapat mencetuskan persalinan
praterm/KPD
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
- Kaji terhadap mual/muntah berlebihan. - Memanjakan perkembangan janin
pada status asidotik dan malnutrisi dan
dapat memperberat IUGR dan
pertumbuhan otak yang
buruk.Perkembangan hipermesis
- Bantu dalam skiring dan mengidenfikasi gravidum memerlukan perawatan di
kelainan genetik atau kromosom. rumah sakit.
- Kelaianan seperti fenilketonuria
- Kaju denyut jantung janin(DJJ), tindakaan yang khusus untuk mencegah
perhatikan frekuensi dan regularitas. efek negatif pada pertumbuhan janin.
Biarkan klien memantau gerakan janin - Takikardia pada janin yang term
setiao hari sesuai indikasi. Perhatikan dapat menandakan mekanisme
adanya kondisi ibu yang berdampak pada kompensasi untuk menurunkan kadar
DJJ. oksigen dan/atau sepsis.
- Kaji atau periksa adanya kontraksi uterus
preterm, yang mungkin ataupun tidak
diertai dengan dilatasi serviks. - Terjadi pada 6%-7% dari semua
kehamilan dan dapat mengakibatkan
- Pantau pemeriksaan lab : kadar alfa kelahiran janin preterm.
fetoprotein serum (AFP) pada gestasi - Dengan kerusakan tube neural (paling
minggu ke-14 sampai ke-16 dan umum spina bifida dan anensefali), AFP
amniosintesis bila kadar abnormal. ada pada serum maternal pada tingkat
8x lebih tinggi dari normal pada gestasi
minggu ke-15. Kemudian menurun
sampai term.
- Beri suplemen oksigen sesuai - Meningkatkan ketersediaan oksigen
kebutuhan. untuk ambilan janin, khususnya pada
kasus hidramnion dimana Ibu
mengalami sesak nafas.
4. Evaluasi
Merupakan tindakan akhir dari proses keperawatan, yaitu untuk mengetahui perkembangan
penyakit pasien serta efektifitas pengobatan yang sudah diberikan. Adapun evaluasi yang diharapkan
adalah sebagai berikut :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidramnion atau adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi
dari batas normal (Rustam Muchtar. 1998).
Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak antara 1-2 liter, sedangkan kasus
hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter.
Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus hidramnion
berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan system saraf pusat dan traktus
gastrointestinal
B. Saran
Bagi tenaga medis harus lebih sering memberikan pendidikan kesehatan tentang kehamilan yang
sehat sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya hidramnion.
Bagi ibu hamil, harus lebih sering memeriksakan kondisi kehamilannya karena pemeriksaan
kehamilan sangat penting untuk menghindari terjadinya hidramnion
DAFTAR PUSTAKA
Fadlun dan Achmad Feryanto. Asuhan Kebidanan Patologis. Salemba Medika : Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Fadlun dan Achmad Feryanto. Asuhan Kebidanan Patologis. Salemba Medika : Jakarta