Sunteți pe pagina 1din 15

1.

Apendisitis Akut

Anatomi Apendiks

Gambar 37.23. Posisi Apendiks


(1) a. ileokolika; cabang a. mesenterika superior, (2) ileum terminale, (3) a. apendikularis yang
terletak retroperitoneal (di belakang ileum), (4) a. apendikularis di dalam mesoapendiks, (5) ujung
apendiks terletak agak ke kaudal (posisi pelvika), pada kedudukan ini apendiks mungkin melekat
pada tuba atau ovarium kanan, mungkin terdapat keluhan atau tanda gangguan organ tersebut, (6)
apendiks terletak intraperitoneal, ujungnya bisa terletak di arah mana saja (lingkaran); kedudukan
ini menuntukan letak dan keluhan dan tanda lokal pada apendisitis akut, (7) pada sekum letak
intraperitoneal, kedudukannya dapat pindah ke segala jurusan, paling sering ke arah kranial karena
saat embrio, rotasi usus (sekum) yang kurang sempurna secara tidak langsung menentukan letak
apendiks, (8) apendiks terletak retroperitoneal di belakang sekum (retrosekal); apendisitis pada letak
ini tidak menimbulkan keluhan atau tanda yang disebabkan oleh rangsangan peritoneum setempat,
(9) pertemuan tiga tenia menunjukkan pangkal apendiks, umpamanya ketika apendiks tidak tampak
saat operasi akibat kedudukannya yang retrosekal.

Etiologi

Bagan 37.1. Apendisitis


Keterangan: Tekanan di dalam sekum akan meningkat (3) jika katup ileosekal kompeten (2).
Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon (4) akibat sembelit (1)
menjadi pencetus radang di mukosa apendiks (5). Pencetus lain ialah erosi dan tukak kecil di selaput
lendir oleh E. hystolytica (6) dan penghambatan evakuasi isi apendiks (7). Evakuasi isi ini terhambat
oleh stenosis (8) atau penyumbatan lumen atau gangguan motilitas oleh pita, adhesi (9) dan faktor
lain yang mengurangi gerakan bebas apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi
apendisitis komplet, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai
faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu
motilitas normal apendiks (10).

Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tanpa rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di
daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri
akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney (lihat Gambar 37.24 dan
Gambar 37.25). Di sini, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium,
tertapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan tersebut dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit
perut bila berjalan atau batuk.

Gambar 37.24. Gejala dan tanda


apendisitis akut. (1) perasaan
kurang enak, nyeri dan mual, (2)
nyeri tekan, nyeri lepas, dan
defans muskular setempat di titik
McBurney, (3) tanda Rovsing dan
Blumberg.
Gambar 37.25. Pemeriksaan colok dubur pada orang dewasa. (1) rongga
peritoneum, (2) peritoneum parietale, (3) sekum, (4) apendiks
(apendisitis akut)

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan


bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks
terlindungi oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat
dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat
rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga
menjadi lemah dan latergik. Karena gejala yang tidak khas tadi, apendisitis sering
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80–90% apendisitis baru
diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia
lanjut, gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru
dapat didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah,
tetapi lebih di region lumbal kanan (lihat Gambar 37.26).

Gambar 37.26. Uterus hamil dapat mendorong sekum dengan apendiksnya ke


kraniolateral. Titik McBurney, sepertiga jarak umbilikus–spina
iliaka anterior superior. (1) posisi normal, (2) umbilikus, (3) posisi
hami tiga bulan, (4) posisi hamil 4 bulan, (5) posisi hamil lima
sampai delapan bulan.

TABEL 37.11. Gambaran Klinis Apendiditis Akut


Tanda awal
- Nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikus disertai mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal
di titik McBurney
- Nyeri tekan
- Nyeri lepas
- Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsusng
- Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
- Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti napas dalam berjalan,
batuk, mengedan.

Pemeriksaan
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5–38,5⁰C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bila terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 1⁰C. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskular menunjukkan adanya rangsanagan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal,
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri (gambar 37.24)
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan
nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan
sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan
pada orang tidak hamil, oleh karena itu perlu dibedakan apakah nyeri berasal dari
uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai
dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks.
Peristalsis usus sering normal, tetapi juga dapat hilang akibat adanya ileus
paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforate.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apenisitis pelvika (lihat Gambar 37.25).
Pada apendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan; maka, kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji
psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperekstansi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot
psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan
untuk memeriksa apakah apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika.

Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15–20% kasus. Kesalahan
diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lelaki. Hal ini
dapat disadari mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda, sering
timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan ini berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit
genikologik lain. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut,
bila diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan
frekuensi setiap 1–2 jam.
Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dapat meningkatkan
akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.
Diagnosis apendisitis akut biasanya ditegakkan dengan Alvarado score
(Gambar 37.27). Alvarado score terdiri dari 8 komponen dengan total skor 10.
Gambar 37.27. Alvarado Score

Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi.
Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu. Beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebgai
diagnosis banding.
- Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, gejala mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri.
Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai
adanaya hiperperistalsis. Panas dan leukosistosis kurang menonjol dibandingkan
dengan apendisitis akut
- Demam dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada
penyakit ini, didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia,
dan peningkatan hematokrit.
- Limfadenitis mesenterika
Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis,
ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual
dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.
- Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut
kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama
pernah timbul. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasanya hilang dalam waktu
24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.
- Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada
colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayun. Pada gadis
dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
- Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan,
akan timbul nyeri yang menjadi difuse di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina didapatkan nyeri dan penonjolan rongga
Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.
- Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal. Tidak
terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis
- Endometriosis eksterna
Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat endometriosis
berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan
keluar.
- Urolithiasis pielum/ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri
kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.
- Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti
diverticulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, diverticulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam
tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi (lihat Bagan 37.2). Pada
apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparaskopi.
Dalam apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi
terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila
dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparaskop, tindakan
laparaskopi diagnostic pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
dilakukan operasi atau tidak.

Bagan 37.2. Pengelolaan Penderita Tersangka Apendisitis Akut.

Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi (lihat Bagan 37.3),
baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan lekuk usus halus.
Apendisitis mukosa
Sembuh
Apendisitis flagmentosa

Apendisitis dengan nekrosis setempat

Apendisitis supurativa Perforaasi

Apendisitis gangrenosa

Bagan 37.3. Perjalanan Alami Apendisitis Akut

MASSA PERIAPENDIKUER. Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa


atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus
halus. Pada massa peripendikuler yang pembentukan dindinganya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh sebab itu, massa periapendikuler yang
masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasinya masih mudah. Pada anak, dipersiapkan operasi dalam waktu
2–3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang
dengan pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi
antibiotik sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan
leukosit normal, penerita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2–
3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai
dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan terabanya
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma
sekum, penyakit Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan
aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum
memastikan diagnosis massa apendiks. Kunci diagnosis biasanya terletak pada
anamnesis yang khas.
Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenanng, yaitu seitar 6–8
minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja; apendektomi dikerjakan
setelah 6–8 minggu kemudian. Jika pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks
mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi.

APENDISITIS PERFORATA. Adanya fekalit di dalam lumen, usia (orang tua dan
anak kecil), dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperanan dalam
terjadinya perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60
tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang memengaruhi tingginya insidens
perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat,
adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan
arteriosclerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang
masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis,
dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat
dan omentum anak belum berkembang.
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh
perut, mungkin disertai pungtum maksimum di region iliaka kanan; peristalsis usus
dapat turun sampai hilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum
dapat terjadi bila pus yang menyebar terbatas di suatu tempat, paling sering di
rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri dan
disertai demam harus dicurigai sebagai abses. Ultrasonografi dapat membantu
mendeteksi adanya kantung nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan
abses hati, pneumonia basal, dan efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada
akan membantu membedakannya.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotic untuk kuman
gram negatif dan positif, serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastric
perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang agar mudah
melakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin , serta
membersihkan kantung nanah. Akhir-akhir ini, mulai banyak dilaporkan
pengelolaan apendisitis perforasi secara laparaskopi apendektomi. Pada prosedur
ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak
berbeda jauh dibandingkan dengan laparatomi terbuka, tetapi keuntungannya
adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.
Karena terdapat kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, sebaiknya
dilakukan pemasangan drain subfasia; kulit dibiarkan terbuka dan nantinya akan
dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan drain intraperitoneal
tidak perlu dilakukan pada anak karena justru lebih sering menyebabkan komplikasi
infeksi.

2. Apendisitis Rekurens
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendiktomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi
bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendiks tidak
pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Risiko
terjadinya serangan berulang adalah sekitar 50%. Insidens apendisitis rekurens
adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendisitis rekurens, biasanya dilakukan apendektomi karena penderita
sering kali datang dalam serangan akut.

3. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika semua syarat berikut
terpenuhi: riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti
terjadi radang kronik apendiks baik secara makroskopik maupun mikroskopik, dan
keluhan menghilang pasca apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
meliputi adanya fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau
total pada lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik adalah sekitar 1–5%.

4. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks merupakan dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,
mukokel dapat disebabkan oleh kistadenoma yang dicurugai dapat berubah menjadi
ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendektomi.

5. Tumor Apendiks

ADENOKARSINOMA APENDIKS
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa bermetastasis ke limfonodiregional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibandingkan dengan hanya apendektomi.
KARSINOID APENDIKS
Karsinoid apendiks merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi terhadap speismen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak
napas karena spasme bronkus, dan diare yang hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata dapat berulang
dan bermetastasis sehingga diperlukan operasi radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebsa tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.

S-ar putea să vă placă și