Sunteți pe pagina 1din 9

BAB II

ISI
A. Konsep dasar penyakit hiperbilirunemia
1) Pengertian
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah
dan ditandai dengan joundis atau ikterus, suatu pewarnaan kuning pada kulit, sklera,
dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan temuan biasa pada bayi baru lahir dan pada
kebanyakan kasus relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa menunjukkan keadaan
patologis. (Donna L. Wong, 2008)
2) Factor penyebab
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar).
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting
dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
(Hassan et al.2005)
3) Tanda dan gejala
a. Gejala-gejala
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:
(1) Pada permukaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar
(2) Letargi
(3) Kejang
(4) Tidak mau menghisap
(5) Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
(6) Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang
disertai ketegangan otot
(7) Perut membuncit
(8) Pembesaran pada hati
(9) Feses berwarna seperti dempul
(10) Ikterus
(11) Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :

(1) Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
(2) Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus
dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian
otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat
saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
4) Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam
air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi di otak kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin
indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan
hipoglikemia. (Markum, 1991)
5) Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu
keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus
gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat
juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.
6) Pemeriksaan diagnose
a. Test Coomb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil + tes ini, indirek menandakan
adanya anti body Rh-positif, anti –A, atau anti_B dalam darah ibu. Direk
menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonates
b. Golongan darah bayi dan Ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total : kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsi. Kadar indirek tidak boleh melebihi
peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh melebihi 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi preterm. Protein serum total : kadar kurang
dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama bayi preterm.
d. Hitung Darah Lengkap : Hb mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena
hemolisis. Ht mungkin meningkat (lebih besar 65%) pada polisitemia, penurunan
(kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
e. Glukosa: glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl atau tes glukosa serum
kurang dari 40 mg/dl bila BBL hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan
lemak dan melepaskan asam lemak.
f. Daya ikat karbon dioksida : penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
g. Smear darah Perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal, eritoblastosis pada
penyakit Rh atau sferositis pada inkompatibilitas ABO.
7) Penatalaksanaan
a. Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil Mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian makanan dini dengan
jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi
yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
b. Tindakan khusus Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
c. Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak
efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada
ibu dan bayi. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfuse tukar. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk
mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan
akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar
bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
d. Terapi transfuse
Digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
e. Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
B. Konsep dasar askep hiperbilirunemia
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : Bayi Ny. Nina
Usia : 4 hari
Alamat :
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan:
Suku bangsa :
Tanggal masuk dirawat :
Diagnosa medis : Hiperbilirubin2.
2. Riwayat Keperawatana.
a. Riwayat Kehamilan
Bayi Ny. Nina dilahirkan dengan usia kehamilan 35 minggu, Anak ke-2,dan pada
saat kehamilan ibu mengalami hipertensi dengan rata-rata TD140/90 mmHg.
b. Riwayat Persalinan
c. Riwayat Post Natal
Kulit wajah dan dada bayi tampak kuning dan sklera kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Riwayat Psikososial
f. Pengetahuan Keluarga
3. Kebutuhan Sehari-hari
a.Nutrisi
b. Eliminasi
c. Istirahat
d. Aktifitas
e. Personal Hygiene
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan
BB : 1800 gram
TB : -
b. Uji laboratorium
Bilirubin total : 11 mg/dl
Bilirubin direct : 0,8 mg/dl
Hb : 16,8 mg%Ht : 47%
Leukosit : 15.000 mg/dl
Trombosit : 250.000 mm
c. Pemeriksaan Menyeluruh
Inspeksi : kulit wajah dan dada tampak kuning
Auskultasi : -
Palpasi : -
Perkusi : -
d. Data Psikologis
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Bilirubin serum
 Direct : > 1 mg / dl
 Indirect : > 10 mg % (BBLR), 12,5 mg % ( cukup bulan).
 Total : > 12 mg / dl2.
b. Golongan darah ibu dan bayi
 uji COOMBS
 Inkompabilitas ABO – Rh
6. Fungsi hati dan test tiroid sesuai indikasi.
7. Uji serologi terhadap TORCH
8. Hitung IDL dan urine ( mikroskopis dan biakan urine) indikasi infeksi.
9. Diagnose keperawatan
a. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang ditandai
dengankulit wajah dan dada tampak kuning.
b. Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2
ke jaringan.
c. Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisike
jaringan.
d. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang
Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnose NOC NIC Rasional
. keperawata
n
1. Gangguan Tupen : Mandiri: - Mengetahui jika
Integrasi keadaaan kulit - Monitor warna selama dalam
kulit b.d bayi membaik dan keadaan perawatan kulit
joundice dalam waktu kulit setiap 4-8 bayi tidak
yang 1x24 jam jam. mengalami
ditandai Kriteria Hasil: - Monitor kadar gangguan
dengan kulit -kadar bilirubin bilirubin direks integritas kulit.
wajah dan dalam batas dan - Untuk mengetahui
dada normal indereks,lapork adanya
tampak -Kulit tidak an pada Data peningkatan atau
kuning. berwarna kuning Obyektifiter penurunan kadar
Tupan : Bayi jika ada bilirubin.
tidak mengalami kelainan. - Meningkatkan
integritas kulit - Ubah posisi sirkulasi ke semua
lagi. miring atau area kulit.
tengkurap - Area
perubahan lembab,terkontami
posisi setiap 2 nasi memberikan
jam media yang sangat
berbarengan baik untuk
dengan pertumbuhan
perubahan organisme
posisi,lakukan pathogen.
massage dan
monitor
keadaan kulit.
- Jaga
kebersihan dan
kelembabab
kulit.
2. Resiko Tupen: klien Mandiri: - Mempengaruhi
Intoleransi mampu - Monitor pilihan intervensi
Aktifitas b.d melakukan keterbatasan atau bantuan.
penurunan aktifitas secara aktifitas,kelem - Meningkatkan
perfusi O2 mandiri. ahan saat istirahat untuk
ke jaringan Tupan: klien aktifitas. menurunkan
mampu - Berikan kebutuhan oksigen
mempertahanka lingkungan tubuh, membantu
n kemampuan yang memenuhi
aktifitas tenang,lakukan kebutuhan energy.
seoptimal istirahat - Nutrisi
mungkin. adekuat setelah dibutuhkan untuk
aktifitas. klien memenuhi
Kolaborasi: kebutuhan energy
- Berikan nutrisi dalam
yang melaksanakan
adekuat,kolabo aktivitas.
rasi dengan
ahli gizi.
3. Resiko Tupen: klien Mandiri: - Mengawasi
Gangguan menunjukkan - Ukur intake masukan kalori
Intake peningkatan makanan dan atau kualitas
Nutrisi b.d berat badan. kebutuhan kekurangan.
penurunan Tupan: BB klien nutrisi. - Mencegah
suplai mendekati ideal - Beri asupan malnutisi.
nutrisi ke (tidak ada tanda nutrisi yang - Meningkatkan
jaringan malnutrisi) sesuai dengan efektivitas
kebutuhan program
klien. pengobatan
Kolaborasi: termasuk sumber
- Pantau hasil dan diet nutrisi
lab, seperti Hb yang dibutuhkan.
dan lain-lain.
4. Resiko Tupen: klien Mandiri: - Mencari
Gangguan dapat menerima - Kajilah alternative untuk
Tumbuh keadaan kemampuan yang menutupi
Kembang tubuhnya secara dimiliki klien. kekurangan
proposional. - Eksplorasi dengan
Tupan: klien aktivitas baru yang memanfaatkan
dapat dapat dilakukan. kemampuan yang
beradaptasi ada.
dengan keadaan - Memfasilitasi klien
tubuhnya. dengan
memanfaatkan
kelebihan klien.
Daftar pustaka
Donna L. Wong. et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan
pertama. Jakarta : EGC.
Handoko, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Klinikku.
Markum, A. H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI
Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.
https://www.academia.edu/15798728/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENGAN_
HIPERBILIRUBIN

S-ar putea să vă placă și