Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi traktus urinarius (UTI) disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius dengan atau tanpa disertai tanda dan gejala. Tempat yang sering mengalami
infeksi adalah kandung kemih (sistisis), tepi uretra ( uretritis), prostat (prostatitis), dan ginjal
(pielonefritis) juga dapat terkena, normalnya traktus urinarius diatas uretra adalah steril. (Bunner
and suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 hal. 1428)
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala, tubulus dan jaringan interstisial dari salah
satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalu uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung bakteri jarang yang mencapai ginjal
melalui aliran darah, kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%. (Bunner and suddarth,
2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 hal. 1436-1437)
Kehamilan dan gangguan neurologi juga meningkatkan UTI karena kondisi ini
menyebabkan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap dan stasis urin. (Bunner and
suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 hal. 1428)
Infeksi ginjal adalah komplikasi medis paling serius pada kehamilan, terjadi pada sekitar
2% wanita dan merupakan penyebab utama syok septic. Insiden populasi bervariasi dan
bergantung pada prevalensi bakteriuria asimtomatik dan apakah keadaan tersebut diobati. Pada
sebagian besar wanita infeksi disebabkan oleh bakteri yang naik dari saluran kemih bawah
dipermudah oleh statis urin akibat adaptasi kehamilan. (Kenneth J. Leveno, 2009. Obstetri
Williams)
Kejadiannya sekitar 1-2½ % dari ibu hamil, dengan kemungkinan kambuh sekitar 10-
18%. Bakteri penyebabnya sama dengan bakteriuria asimptomatis, urethritis akut oleh karena
sebagian besar bersifat infeksi asenden. (Ida Bagus Gde Manuaba, 2007. Pengantar Kuliah
Obstetri hal. 636)
Kejadian pielonefritis akut berulang dapat mengarah pada pielonefritis kronik (nefritis
interstisial kronis). Bukti menunjukkan bahwa pielonefritis kronis jarang menyebabkan gagal
ginjal kronik, komplikasi pielonefritis kronik mencakup gagal ginjal tahap akhir (akibat
penurunan fungsi nefron sekunder akibat inflamasi dan pembentukan jaringan parut), hipertensi,
1
dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronis dengan organism pemisah urea,
mengakibatkan pembentukan paru). (Baughman, 2001. Keperawatan Medikal Bedah: Buku saku
untuk Bunner and suddarth )
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah keperawatan
medical bedah dan untuk meningkatkan pengetahuan penulis dalam memahami asuhan
keperawatan klien dengan pielonefritis
C. Manfaat
1. Dapat memahami konsep pielonefritis yang menyerang organ ginjal
2. Dapat memahami patofisiologi gambaran penyakit pielonefritis secara menyeluruh
3. Dapat memahami asuhan keperawatan pada klen dengan pielonefritis
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tuubulus kontortus distal. Ketiga tubulus renal ini
berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi dengan mengubah volume dan komposisi ultrafiltrat
shingga terbentuk produk akhir,yaitu urine.
Gambar 1.1
Ginjal berubah organ yang sangat vaskular (kaya pembulu darah) dan mampu menerima
20% curah jantung dalam keadaan istirahat .ginjal mendapat suplai darah arteri dari
ortaabdominal. Arteri renalis bercabang kemudian membentuk arteri lobaris yang memberi
suplai darah pada setiap piramid. Arteri lobaris ini kembali bercabang agar darah dapat bergerak
dengan efisien melalui setiap nefron. darah masuk kedalam glumerulus melalui arteriol aferen
dan keluar melalui arteri eferen. Kemudian, darah mengalir melalui kapiler peritubular yang
mengelilingi tubula nefron. Akhirnya, darah dalam kapiler peritubular masuk ke dalam venula
dan darah di kembalikan kedalam sisitem sirkulasi sistem vena ginjal.
Kedua ureter merupakan kelanjutan dari pelvis ginjal dan membawa urine ke dalam kandung
kemih, khususnya ke area yang trigon.trigon adalah area segitiga atas lapisanmembran
mukusyang dapat berfungsi sebagia katub untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter
ketika kandung kemih berkontraksi.
Fungsi ginjal
1. Mengatur volume dan osmolalitascairan tubuh.
2. Mengatur keseimbangan elektrolit.
3. Mengatur keseimbangan asam basa.
4
4. Mengeskresi sisa metabolik,toksin,dan zat asing.
5. Memproduksi dan menyekresi hormon. (Mary baradero, 2009. Klien Gangguan ginjal, hal 1-5)
B. Definisi Pielonefritis
Polionefritis merupakan infeksi bakteri piala, tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu
atau kedua ginjal. Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup
ureterovesikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir balik (refluks) kedalam ureter,
pielonefritis bisa terjadi secara akut maupun kronis. (Bunner and suddarth, 2002. Keperawatan
Medikal Bedah Vol. 2 hal. 1436-1437)
Pielonefritis adalah inflamasi infeksius yang mengenai parenkim dan pelvis ginjal. Infeksi ini
bermula dari saluran kemih bawah, kemudian naik sampai ginjal. (Mary baradero, 2009. Klien
Gangguan ginjal)
Gambar 1.2
Inflamasi pelvis ginjal, disebut plelonefritis. Penyebabnya radang pelvis ginjal yang paling
sering adalah kuman yang bersal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal .
plelonefritis Ada yang akut dan yang menahun. (Tambayong, 2000. Patofisiologi untuk
keperawatan)
C. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia Coli, Klebsiella Pneumoniac, Streptococcus Fecalis)
2. Obstruksi traktus urinarius
5
3. Refluks uretero vesikal
4. Kehamilan
5. Penurunan imunitas tubuh (Mary Baradero, 2009. Klien Gangguan ginjal))
Gambar 1.3
D. Klasifikasi
1. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri. Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah
dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal,
hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut
antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.
2. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter
dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal
yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. Bakteriuria asimtomatik kronik pada orang
dewasa tanpa faktor predisposisi tidak pernah menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim
ginjal.
6
Kambuhnya pielonefritis akut mengarah pada pielonefritis kronik. Meskipun demikian, bukti
menunjukkan bahwa pielonefritis kronik jarang sebagai akibat dari gagal ginjal kronik. (Bunner
and suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 hal. 1437)
Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain
seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan
ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan timbulnya parut dan dapat
menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis.
E. Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang masuk melalui
saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih
bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang
kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi
bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis.
Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang
mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor. Pada pielonefritis akut, inflamasi
menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan
multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi
menghsilkan fibrosis dan scarring.
Beberapa temuan khas pada pielonefritis kronik adalah bakteriuria intermiten dan leukosit,
adanya silinder leukosit dalam urin. Pielonefritis kronik terutama merupakan penyakit interstisial
medulla sehingga kemampuan ginjal untuk memekatkan urin sudah mengalami kemunduran,
pada awal perjalanan penyakit sebelum terjadi kemunduran GFR yang bermakna. Akibatnya,
poliuria, nokturia dan urin berberat jenis rendah merupakan gejala dini yang menonjol.
pielonefritis kronik lanjut sering memperlihatkan gejala azotemia meskipun dapat berkembang
menjadi gagal ginjal biasanya bersifat progresif. (Sylvia Anderson Price, 2006 patovisiologi Vol.
2 Hal 923)
Pada masa kehamilan progesterone menyebabkan hambatan pada gerakan peristaltic ureter,
tekanan uterus yang makin membesar menyebabakan terjadinya hidroureter sehingga alian urin
menuju kandung kemih menjadi terhambat. Karena sekum sering penuh, uterus akan berputar ke
7
kanan dan meneybabkan tekanan terhadap ureter kanan lebih besar dari kiri sehiingga,
pielonefritis ginjal kanan lebih sering dijumpai. Oleh karena itu, pielonefritis umunya terjadi
sejak usia kehamilan 20 minggu. (Ida Bagus Gde Manuaba, 2007. Pengantar Kuliah Obstetri hal.
636)
F. Pathway
- Terlampir
G. Manifestasi Klinis
a) Pielonefritis akut
1. Demam timbul mendadak
2. Menggigil
3. Disuria
4. Malaise
5. Nyeri punggung
6. Nyeri tekan daerah kostovertebral
7. Leukositosis
8. Piuri
9. Bakteriuria. (Mary baradero, 2009. Klien Gangguan ginjal)
b) Pielonefritis kronis
1. Biasanya tidak menunjukkan gejala infeksi kecuali terjadi eksaserbasi akut.
2. Keletihan , sakit kepala , dan nafsu mkaan meurun .
3. Poliuri , haus berlebihan , penurunan berat badan
4. Infeksi menetap dan kambuhan dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada
ginjal secara prgresif. (Baughman, 2001. Keperawatan Medikal Bedah: Buku saku
untuk Bunner and suddarth)
H. Komplikasi
1. Penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik
dan jaringn parut)
2. Hipertensi
8
3. Pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai oganisme pengurai-urea, yang
mengakibtkan terbentuknya batu). (Bunner and suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah
Vol. 2 Hal. 1437)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
a. Leukosuria:
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah
ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen
air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan
ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula
dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.
b. Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10
eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal,
atau nekrosis papilaris.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan positif
bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi
b. Biakan Bakteri
Untuk menegakkan diagnosis pasti ISK dipakai pemeriksaan biakan kemih. Diagnosis
ISK ditegakan apabila didapatkan bakteriuria bermakna dalam biakan kemih. Dikatakan
bakteri uria bermakna apabila dalam biakan kemih terdapat > 105 CFU/ml
3. Kultur urin
Kultur urin merupakan baku emas penegakan diagnosis ISK secara kuantitatif dan dapat
mengidentifikasi bakteri pathogen yang spesifik. Cara melakukan pemeriksaannya, urin
dikumpulkan di dalam tub yang steril dan segera dilakukan kultur setelah pengambilan. Urin
dapat disimpan selama 24 jam di dalam tempat pendinginan.
9
4. Intravena pielografi (IVP)
Pemeriksaan IVP memperlihatkan pembengkakan tabuh (Clubbing) pada kaliks, korteks menipis
dan ginjal mengecil, bentuknya tidak teratur dan tidak simetris. permukaan ginjal tampak
bergranula kasar dengan lekukan berbentuk U.( Sylvia A. Price, 2006. Patofisiologi Vol. 2 hal
294
J. Penatalaksanaan
a. Pielonefritis akut
Agen antimikrobial pilihan didasarkan pada indentifikasi patogen melalui kultur urin.
Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin, nitrofurantoin atau kombinasi sulfametaxazole dan
trimethoprim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang
terganggu akan mempengaruhi ekskresi agen antimicrobial dan kebutuhan pemantauan
fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik bagi ginjal. (Bunner and
suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Hal. 1437)
b. Pielonefritis akut tanpa komplikasi
Pada kasus pielonefritis akut ringan dan sedang tanpa komplikasi pemberian terapi secara
oral dapat diberikan selama 10-14. pemberian fluoroquinolen selama 7-10 hari dapat
direkomendasikan sebagai terapi ini pertama pada resistensi E.coli < 10%. Jika
fluoroquinolen diberikan sengan dosis tinggi terapi tanpa dilakukan dalam lima hari.1
Peningkatan angka resistensi fluoroquinolen terhadap Exherecia coli pada masyarakat
telah terjadi dibeberapa bagian dunia, sehingga penggunaan fluoroquinolen secara empiris
dibatasi. pada komunitas yang sudah memiliki resistensi yang tinggi terhadap fluoroquinolen
dan karbapenem sampai hasil uji resistensi menunjukkan bahwa terapi oral dapat digunakan.1
Sefalospirin generasi ketiga seperti sefpodoksim proksetil atau seftibuten, dapat digunakan
sebagai alternatif. Namun berdasarkan hasil studi klinik, obat ini hanya sebatas mengurangi
gejala manifestasi klinik tidak untuk membunuh bakteri.1
Pada wilayah dengan resistensi terhadap Exherecia coli yang cukup tinggi, kotrimoksazoal
merupakan pilihan tepat untuk terapi empiric. Jika penyebab pielonefritis adalah Gram positif
maka pengobatan yang disarankan adalah ko-amoksiklav. Pasien pielonefritis berat tidak
dapat diberikan antibiotic secara oral karena menifestasi klinis yang berupa mual dan muntah
10
maka dapat diberikan antibiotic secara parenteral, Namun jika keadaan klinis pasien membaik
dapat dilanjutkan menggunakan antibiotic oral.1
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PIELONEFRITIS
1. Identifikasi Pasien
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria.
2. Riwayat Penyakit
c. Riwayat penyakit dahulu: mungkin pasien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelunnya.
d. Pola aktivitas: aktivitas pasien mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang
datang.
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
12
Temperatur: normal/ meningkat
b. Data fokus
Perkusi: resona
Auskultasi:
a. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih
dan struktur urinasius lain.
b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstuksi pada kandung kemih atau pun stuktur
traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi : tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul.
13
7. Kolaborasi Temuan-temuan ini dapat memberi tanda
kerusakan jaringan lanjut dan perlu
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning pemeriksaan luas.
gading-urine kuning, jingga gelap,
berkabut atau keruh. Pla berkemih
berubah, sering berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin kencing, meneter
setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit.
8. Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
evaluasi keberhasilannya. mengurangi nyeri.
9. Memberikan antibiotik. Buat berbagai Akibat dari haluaran urin memudahkan
variasi sediaan minum, termasuk air berkemih sering dan membantu membilas
segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari. saluran berkemih.
Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih
(urgensi, oliguri, disuria).
14
3. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya pengetahuan tantang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi pasien
– Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil, masukkan dan
keluaran urine seimbang.
15
– Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
16
CONTOH ASKEP PELIONEFRITIS
1. Ilustrasi Kasus
Pasien Tn R laki-laki berusia 32 tahun datang dengan keluhan nyeri ketika berkemih. Nyeri
ketika berkemih dirasakan kira-kira 3 hari sebelum dibawa ke rumah sakit. Keluhan nyeri ketika
berkemih disertai dengan peningkatan frekuensi berkemih, perasaan panas ketika diakhir
berkemih, nyeri pada daerah suprapubik kiri dan punggung bawah, serta pasien mengeluhkan
demam, dan nafsu makan menurun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan S 37.80 C, TD 110/70
mmHg, RR 22 x/menit, N 76 x/menit. Pada pemeriksaan thoraks dalam batas normal, pada
pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan di daerah suprapubik. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukosuria dan hematuria.
2. Identitas diri
Nama : Tn H
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jaten, Karanganyar
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 18 Mei 2013
Tanggal Pengkajian : 19 Mei 2013
No Register : 22.52.xx.
Sumber Informasi : Pasien dan Keluarga
Diagnosa Medis : ISK atas (Pielonefritis)
3. Riwayat Penyakit
17
• Keluhan Utama
• Nyeri ketika berkemih
• Provocate : terasa sakit saat Buang Air Kecil (BAK)
• quality : nyeri seperti ditusuk-tusuk.
• region : nyeri pada daerah suprapubik kiri dan punggung bawah
• severe : skala nyeri 5 (0-10).
• time : nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar dari punggung bawah ke daerah
suprapubik kiri
d. Riwayat Alergi
18
Pasien juga mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan.
b. Pola Istirahat
Permasalahan Sebelum sakit Setelah sakit
Jumlah istirahat 8 jam/hari 8 jam
Jam 21.00 – 04.00 WIB 21 - 04.00 WIB
Gangguan tidur Tidak ada gangguan tidur Tidak ada gangguan
tidur
19
Permasalahan Sebelum sakit Setelah sakit
Makan 3 x /hari dengan menu : nasi, 3 x /hari dengan menu :
lauk, sambal, sayur bubur, telur, sayur, tidak
pernah dihabiskan
Porsi makan Sepiring penuh 1/2 piring
Porsi minum ± 1600 cc /hari air putih dan ± 800 cc /hari air putih
kopi
d. Pola Eliminasi
Permasalahan Sebelum sakit Setelah sakit
BAB - -
Konsistensi BAB - -
BAK 6-7x/hari 7-9x/hari
Banyak BAK 500-1000 ml ± 1500 ml
Konsistensi BAK Urin berwarna Urin berwarna kekuningan
kekuningan dan keruh dan keruh
21
• Tanda –tanda Radang : Tidak Terjadi
• Pemakaian kaca mata : Tidak Terjadi
• Pemakaian lensa kontak : Tidak Terjadi
• Reaksi terhadap Cahaya : Tidak Terjadi
• Visus OD : - OS : -
e. Hidung
• Septum Hidung : (+) Di tengah ( ) Tidak ditengah
• Sekret Hidung : ( ) Ya (+) Tidak
• Bila terdapat sekret : (+) Jernih ( ) Purulen
• Perdarahan hidung : ( ) Ya (+) Tidak
• Polip hidung : ( ) Ya (+) Tidak
• Perdangan mukosa hidung : ( ) Ya (+) Tidak
f. Mulut
Rongga Mulut
• Bau Mulut : ( ) Ya (+) Tidak
• Radang mukosa ( Stomatitis) : ( ) Ya (+) Tidak
• Labio/plato schisis : ( ) Ya (+) Tidak
g. Gigi Geligi
• Karang Gigi : ( ) Ya ( +) Tidak
• Karies Gigi : ( ) Ya ( +) Tidak
• Bila “ya”, sebutkan .................. ...................
• Jumlah dan nama gigi
• Gigi palsu : ( ) Ya (+) Tidak
• Ginggivitis : ( ) Ya (+) Tidak
h. Lidah
• Keadaan lidah : (+) Bersih ( ) Kotor
• Tepi lidah : (+) Merah Muda ( ) Hiperemik
• Tonsil
• Peradangan Pada Tonsil : ( ) Ya (+) Tidak
• Ukuran tonsil
• T0 : bila sudah dioperasi
22
• T1 : ukuran yang normal ada
• T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
• T3 : pembesaran mencapai garis tengah
• T4 : pembesaran melewati garis tengah
Faring
• Peradangan faring : ( ) Ya (+) Tidak
i. Telinga ( Sistem pendengaran)
• Daun telinga : (+) Tidak sakit saat digerakkan ( ) sakit saat digerakkan
• Kondisi telinga : (+) Normal ( ) Kemerahan ( ) Bengkak ( ) Terdapat Luka
• Karakteristik Serum : Warna : - Konsistensi : - Bau : -
• Cairan dari Telinga : (+) Tidak ada ( ) Darah ( ) Pus
• Rasa Penuh Dalam Telinga : ( ) Ya (+) Tidak
• Tinitus : ( ) Ya (+) Tidak
• Fungsi Pendengaran : (+) Normal ( ) Kurang ( ) Tuli
• Pemakaian Alat Bantu : ( ) Ya (+) Tidak
• Fungsi Keseimbangan : ( ) Ada gangguan (+) Tidak ada gangguan
• Hasil : Tes Rinne : Normal
Tes Weber : Normal
Tes Swabach : Normal
j. Sistem Pernafasan
Jalan nafas : ( ) ada sumbatan (+) Bersih
Karakteristik : ( ) Sputum
Sumbatan : ( ) Lendir ( ) Ludah ( ) Darah
Pernafasan : ( ) Sesak ( ) Dengan aktifitas ( ) Tanpa aktifitas
Penggunaan otot bantu pernafasan : ( )Ya (+) Tidak
Frekuensi : 22 x/menit
Irama pernafasan : (+) Teratur ( ) Tidak teratur
Kedalaman : ( ) Dalam ( ) Dangkal
Batuk : ( ) Ya (+) Tidak ( ) Produktif ( ) Tidak Produktif
Sputum : ( ) Putih ( ) Kuning ( ) Hijau
23
Konsistensi: : ( ) Kental ( ) Encer
Suara nafas : (+) Normal ( ) Ronchi ( ) Wheezing ( ) Rales
k. Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi Perifer
Nadi : 76 x/menit
Irama : (+) Teratur ( ) Tidak teratur
Denyut : ( ) Lemah (+) Kuat
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Distensi vena Jugularis : Kanan : ( ) Ya (+) Tidak
Kiri : ( ) Ya (+) Tidak
Temperatur kulit : (+ ) Hangat ( ) Dingin
Warna Kulit : (+ ) Kemerahan ( ) Pucat ( ) Sianosis
Pengisian kapiler : 2 detik
Edema : ( ) Ya (+ ) Tidak
Bila edema : ( ) tungkai ( ) Wajah ( ) Anasarka
Sirkulasi Jantung
Irama : (+) Teratur ( )Tidak teratur
Kelainan bunyi Jantung : ( ) Murmur ( ) Gallop
Nyeri Dada : ( ) Ya (+) Tidak
Bila nyeri dada timbul : ( ) saat beraktifitas ( ) tanpa aktifitas
Karakteristik : ( ) seperti ditusuk-tusuk ( ) Terbakar/terasa panas
( ) tertimpa benda berat ( ) Menjalar ke bahu dan lengan kiri
l. Sistem Pencernaan
Riwayat Muntah :
Isi : ( ) Makanan ( ) Cairan ( ) Darah
Warna : ( ) Sesuai warna ( ) Kehijauan ( ) Hitam
Mual : ( ) Ya (+) Tidak
Nafsu makan : ( ) Baik (+) Kurang
Rasa penuh perut : ( ) Ya (+) Tidak
24
Nyeri pada perut : (+) Ya () Tidak
Bila nyeri, : (+) seperti ditusuk-tusuk ( ) melilit ( ) Cramp
- Karakteristik nyeri
( ) panas seperti terbakar ( ) menyebar ( ) setempat
( ) berpindah-pindah ( ) kanan atas ( ) kanan bawah
(+) kiri bawah ( ) epigastrium
Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris
Perkusi : tidak ada distensi abdomen
Palpasi : tidak teraba hepar dan nyeri tekan daerah suprapubik kiri bawah
Auskultasi : bising usus 25 x/menit
Hepar : ( ) Teraba (+) Tidak Teraba
Lien/Spleen : ( ) Teraba (+ ) Tidak Teraba
Kebiasaan BAB : 1 x/hari
Diare : ( ) Ya (+ ) Tidak
Bila Diare lamanya............ frekuensi..........x/hari
- Warna feces : (+) Kuning ( ) Coklat ( ) Hitam
( ) putih seperti cucian beras ( ) Dumpul
- Konsistensi feces : ( ) Setengah padat ( ) Cair ( ) Berdarah
( ) Terdapat Lendir (+) Tidak ada kelainan
m. Sistem Urogenital
BAK
Pola rutin : (+) Terkontrol 7-9 x/hari ( ) Tidak terkontrol
Jumlah Urien : ± 1500 ml /24 jam
Warna : (+) Kuning ( ) Coklat ( ) Merah ( ) Putih
(+) keruh ( ) jernih
Distensi kandung kemih : ( ) Retensi ( ) Tidak lampias
Keluhan sakit pinggang : (+) Ya ( ) Tidak
Kondisi organ ................. .................. .................
25
n. Genetal dan reproduksi
Sistem Integumen
Turgor Kulit : ( +) Elastis Baik ( ) Buruk
Warna Kulit : (+ ) Kemerahan ( ) Sianosis ( ) Pucat
Kondsisi Kulit : (+ ) Baik/utuh ( ) Terdapat Ulkus ( ) Ada lesi
( ) Kuning (+) Coklat
( ) Ada bercak merah ( ) Petechie ( ) Memar
( ) Gatal-gatal ( ) Dekubitus
( ) Retensi ( ) Tidak Lampias
Kelainan pada Kulit .............................. ............................
Sistem Muskuloskeletal
Tonus otot : (+) normal ( ) Kelemahan (Flasiditas) ( ) Spastisitas
Struktur tulang : (+ ) Normal ( ) Abnormal
Kelainan columna vertebralis : ( ) Scoliasis ( ) Kifosis ( ) Lordosis
Kesulitan gerak : ( ) Ya (+) Tidak ( ) Hanya satu sisi
Kemampuan melakukan ROM
- Nyeri sendi : ( ) Ya (+) Tidak
- Nilai kekuatan otot : 5555
Program Terapi
Pada pasien ini telah diberikan terapi :
1. Pemberian intake cairan adekuat
2. Infus RL 20 tpm
3. Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam
4. Paracetamol tablet 3x500 mg
26
• Eritrosit 4,06 jt/mm3 (nilai normal 3,0-6,0 sel/ul)
• Leukosit 10,5 x 10 3/mm3 (nilai normal 4.000-11.000)
• Trombosit 325 x10 3 g/dL (nilai normal 150.00-450.00 sel/ul)
• MCV 100.8 fl (nilai normal 80-96)
• MCHC 30.8 g/dl (nilai normal 32-36%)
• SGOT 43,03 U/L (nilai normal 37 U/L)
• SGPT 23,28 U/L(nilai normal 42 U/L)
• Hasil pemeriksaan urinalisa pada tanggal 18 mei 2013 meliputi:
• Urin berwarna kekuningan dan keruh
• Berat Jenis 1015 (nilai normal 1,015-1,030)
• pH (8)
• Leukosit (9-10/LPB)
• Eritrosit (35-45/LPB)
• epitel sel (+).
ANALISA DATA
27
Kesakitan sambil memegangi punggungnya pada saluran
kemih bawah
ISK bawah
Penyebaran
bakteri memasuki
saluran kmih atas
hingga medula
korteks
Infeksi tubulu
dan penyebaran
ke interstisiel
Peradangan pada
parenkim ginjal
(agen cidera
biolo
gis)
Nyeri akut
2 Ds :
Hipertermia
Pasien mengeluhkan demam Bakteri : E.coli, ( Domain
Klebsielle, 11, kelas 6,
Do :
Streptococus code
TTV : 000007)
28
S : 37,80 C
Pada saluran
kemih bawah
(uretra)
Peradangan
pada saluran
kemih bawah
ISK bawah
Penyebaran
bakteri memasuki
saluran kmih atas
hingga medula
korteks
Infeksi tubulu
dan penyebaran
ke interstisiel
Terjadi reaksi
inflamasi (proses
penyakit)
Pelepasan
29
mediator kimia
Pengaktifan
prostaglandin di
hipotalamus
Peningaktan
suhu tubuh
Hipertermia
3 Ds :
Tn R mengeluhkan nyeri ketika berkemih Bakteri : E.coli,
disertai dengan peningkatan frekuensi berkemih, Klebsielle,
Streptococus
perasaan panas ketika diakhir berkemih, nyeri
pada daerah suprapubik kiri, punggung bawah,
dan berkemih semakin sering dan sedikit-sedikit Pada saluran
Do : kemih bawah
30
bakteri memasuki
saluran kmih atas
hingga medula
korteks
Vasodilatasi
pembuluh darah
Peningkatan
aliran darah
pembuluh darah
renal
Peningkatan
GFR
Penyerapan air
dan elektrolit
sedikit yang di
serap
31
Cairan dalam
lumen banyak
Peningkatan
volume urin
Poliuri
Gangguan
eliminasi urine
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn R Ruang : Melati
No. Reg : 22.52xxx Dx.Medis : ISK
No Diagnosa Tanggal muncul Tanggal teratasi
1 Nyeri akut b.d agens cidera 190513
biologis
190513
2 Hipertermi b.d proses penyakit
32
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
1
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Managemen nyeri
agen cidera tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
biologis keperawatan 3 × yang meliputi lokasi, karateristik, durasi,
24 jam diharapkan frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
skala NOC pada nyeri dan factor pencetus.
nyeri mencapai 2.
5 Ajarkan penggunaan teknik non
Dengan kriteria farmakologi (seperti, biofeedback, TENS,
hasil : hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif,
Kontrol nyeri terapi music, terapi bermain, terapi
Tingkat aktivitas, akupressus aplikasi panas/dingin
kenyamanan dan pijatan)
Tingkat nyeri 3. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan peresepan analgesic.
4. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri.
Pemberian analgesic
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis dan frekuensi obat analgesic yang
direspkan
3. Cek adanya riwayat alergi pasien
4. Tentukan pilihan obat analgesic (narkotik ,
non narkotik atau NSAID ) berdasarkan tipe
33
dan keparahan nyeri
5. Tentukan analgesik sebelumnya, rute
pemberian dan dosis untuk mencapai hasil
pengurangan nyeri yang optimal.
Bantuan pasien untuk mengontrol
pemberian anlgesik
1. Instruksi pasien dan keluraga untuk
memonitor intensitas, kualitas dna durasi
nyeri
2. Dokumentasikan nyeri pasien, jumlah dan
frekuensi dosis obat dan respon terhadap
pengobatan nyeri dalam catatan
perkembangannya.
34
3. Monitor dan laporkan adanya tanda dan
gejala dari hipotermia dan hipertermia
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
adekuat
5. Berikan pengobatan antipiretik sesuai
kebutuhan
3 Gangguan Setelah
Setelah Managemen eliminasi urin
eliminasi urine dilakukan tindakan
1. Monitor elimasi urin termasuk frekuensi,
b.d infeksi keperawatan 3 × konsitensi, bau, volume dan warna.
saluran kemih 24 jam diharapkan
2. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala
skala NOC pada infekasi saluran kemih
gangguan 3. Catat waktu eliminasi urin terakhir.
eliminasi urin
4. Ajarkan pasien untuk minum 8 gelas per
mencapai 5. hari pada saat makan, diantara jam makan
Dengan kriteria dan disore hari
hasil : 5. Batasi cairan sesuai kebutuhan
Eliminasi urine 6. Anjurkan pasien untuk memantau tanda-
tanda dan gejala infeksi saluran kemih
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pielonefritis adalah inflamasi infeksius yang mengenai parenkim dan pelvis ginjal. Infeksi ini
bermula dari saluran kemih bawah, kemudian naik sampai ginjal. Penyakit pielonefritis
disebabkan bakteri (Escherichia Coli, Klebsiella Pneumoniac, Streptococcus Fecalis), obstruksi
traktus urinarius, refluks uretero vesikal, kehamilan, penurunan imunitas tubuh. Pielonefritis di
klasifikasikan menjadi pielonefritis akut dan pielonefritis kronis, pielonefritis akut adalah proses
inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri sedangkan kambuhnya pielonefritis
akut mengarah pada pielonefritis kroni. Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus
fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari
luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung
kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan
ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi
dalam waktu 24-48 jam. Beberapa tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh pasien dengan
pielonefritis adalah demam timbul mendadak, menggigil, disuria, malaise, nyeri punggung, nyeri
tekan daerah kostovertebral, leukositosis, piuri, bakteriuria. Beberapa penyakit yang dapat terjadi
jika pielonefritis tidak ditangani dengan cepat yaitu penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringn parut), hipertensi,
pembentukan batu ginjal. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa pielonefritis adalah periksaan urinalisis yang meliputi leukosuria, hematuria,
bakteriologis yang meliputi pemeriksaan mikroskopis, biakan bakteri, kultur urin dan intravena
pielogram (IVP). Beberpa pilihan antibiotik yang bisa diberikan pada pasien pielonefritis
gentamisin, sefotaksim, siprofloksasim, levofloksasim, sulfa metazol, trimetrophin.
B. Saran
Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat menambah wawasan dan mengaplikasikan asuhan
keperawatan sesuai kebutuhan klien.
36
DAFTAR PUSTAKA
Baughman , Diane C. 2000. Keperawatan medical-bedah : buku saku untuk brunner dan
suddarth penulis, Diare C. Baughman , JoAnn C. Hackley; alih bahasa, Yasmin Asih. Editor:
Monica Ester. Jakarta: EGC.
Baradero Mary. 2009. Klien gangguan ginjal / Mary Baradero, Mary Wilfrid Dayrit, Yakobus
Siswandi : editor, Monica Ester, Esty Wahyuningsih. Jakrta : EGC.
Loveno, Kenneth J. 2009. Obsterti Williams : panduan ringkas / Kenneth J. Leveno... {et al}.
alih bahasa, Brahm U. Pendit. editor edisi bahasa Indonesia , Egi Komara Yudha, Nike Budhi
Subekti – Ed 21. Jakarta : EGC.
Ida Bagus Gde Manuaba. 2007. Pengatur Kuliah Obstetri / penulis Ida Bagus Gde Manuaba, ida
Ayu chandranita, ida Bagus Gde Fajar Manuaba. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit / Sylvia
Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit ... {et al}: editor edisi
bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto.... {et al} – Ed. 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth / editor
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare; alih bahasa, Agung Waluyo .... {et al}; editor bahasa
Indonesia, Monica ester .... {et al}. – Ed. 8. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC:
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Edisi 8 Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta
37