Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh:
Kelompok 2
Zahrotul Uliyah I4B018054
Buana Resti D I4B018101
Aditya Pandu W I4B018064
Nurhadi I4B018058
Esti Mulyani I4B018115
B. Review jurnal
Judul jurnal ini adalah Pengaruh teknik penyuntikan intravena dengan cara mengalirkan
aliran infus terhadap kejadian flebitis di ruang perawatan Bougenvile RSUD Tobelo.
Penulis jurnal yaitu Wanti Seleky, Lucky T Kumaat dan Mulyadi yang berasal.
Penelitian ini menggunakan metode preeksperimen dengan pendekatan Static-Group
Comparison. Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan incidental sampling.
Jumlah sampel keseluruhan adalah 30 sampel yang terbagi masing-masing 15 sampel pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisa data menggunakan uji statistik Mann
Witney diperoleh hasil bahwa p value adalah 0,001 yang diartikan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi (memberikan suntikan intra vena
dengan mengalirkan tetesan infus) dan kelompok kontrol (memberikan suntikan intra vena
dengan tidak mengalirkan tetesan infus).
C. Pembahasan
Terapi intravena merupakan pemberian cairan atau obat ke dalam pembuluh darah
vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infus (Heriana, 2014). Terapi
intravena melalui pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai kondisi pasien
di lingkungan perawatan Rumah Sakit. Sistem terapi ini memungkinkan terapi berefek
langsung, lebih cepat, lebih efektif, dan dapat dilakukan secara kontinu. Beberapa masalah
bisa timbul pada pemberian terapi intravena melalui infus karena diberikan secara terus
menerus dan dalam jangka waktu yang lama antara lain dapat timbul kontaminasi mikroba
melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu (misalnya plebitis).
Plebitis adalah infeksi vena yang disebabkan oleh iritasi zat cairan kimia intravena,
pengobatan, iritasi zat kimia dari jarum/kanula atau infeksi setempat, serta merupakan
perkembangan dari gejala tromboplebitis (Luckman, 1997 dalam Muhtolib, 2008).
Penyebab flebitis menurut Premji (2007) antara lain, jenis terapi intravena, kualitas kateter
intravena dan teknik pemasangan, serta status penyakit merupakan penyebab flebitis.
Adanya flebitis akan membatasi akses intra-vena, akses cairan, obat dan nutrisi. Selain itu,
flebitis juga akan meningkatkan risiko kejadian infeksi dan sepsis karena bakteri akan
masuk melalui area flebitis tersebut ke dalam aliran darah. Oleh karena itu, harus dilakukan
penanganan yang tepat untuk mencegah mengatasi flebitis sehingga menurunkan angka
morbiditas (Nugraini, 2014).
Pada dasarnya, ada dua cara menyuntik intra selang. Yang pertama dengan cara
mengehentikan aliran infus. Cara ini merupakan cara umum yang dilakukan oleh banyak
perawat. Teknisnya, ketika seorang perawat akan menyuntikan obat ke pasien lewat intra
selang, perawat menghentikan aliran infus dengan cara mematikan aliran infus atau melipat
selang infus. Banyak perawat berargumen bahwa alasan mereka menghentikan aliran infus,
atau melipat selang adalah agar obat-obatan langsung masuk, tidak naik ke atas. Hal ini
sangat penting untuk memastikan obat masuk dengan cepat. Apalagi dalam situasi
emergensi, di mana obat-obatan seperti adrenalin harus langsung masuk. Namun cara ini
memiliki kelemahan yaitu pasien akan merasakan nyeri saat diinjeksi. Penyuntikan dengan
menghentikan aliran infus mempunyai efek samping rasa sakit. Karena, obat-obatan yang
disuntikan langsung masuk ke aliran darah. Hal ini tidak dianjurkan apabila kita
menyuntikan obat-obatan yang agak keras. Seperti antibiotik dan antiemetik. Lebih lanjut
lagi, apabila hal ini dilakukan terus menerus, akan mempercepat terjadinya
flebitis/peradangan, karena dinding pembuluh darah vena dapat teriritasi oleh obat.
Cara yang kedua adalah dengan tidak menghentikan aliran infus. Penyuntikan
dilakukan dengan infus yang terus berjalan. Keuntungan yang utama adalah karena obat
dimasukkan bersamaan dengan cairan infus, viskositas obat menjadi turun, dan pasien tidak
begitu merasa nyeri.Walaupun, banyak perawat beralasan bahwa menyuntik dengan
menghentikan aliran infus tidak jauh berbeda, karena viskositas obat telah jauh berkurang
dengan pengenceran, menyuntik obat dengan tidak menghentikan aliran infus mengurangi
tekanan, dan hal itu mengurangi iritasi obat terhadap dinding vena. Salah satu
kelemahannya, apabila terlalu cepat menyuntikkannya, maka cairan akan naik ke atas /
(botol infus). Tindakan ini, tidak boleh dilakukan untuk pemberian obat secara cepat,
seperti pemberian adrenalin pada saat emergensi.
Dalam jurnal teknik penyuntikan intravena dengan cara mengalirkan aliran infus
diruang perawatan Bougenvile RSUD Tobelo sebagian besar responden tidak mengalami
flebitis. Pada pasien yang dilakukan teknik penyuntikan intravena dengan tidak
mengalirkan aliran infus di ruangperawatan Bougenvile RSUD Tobelo sebagian besar
responden mengalami kejadian flebitis. Sehingga terdapat perbedaan kejadian flebitis
dengan teknik penyuntikan intravena dengan mengalirkan aliran infus dan menghentikan
aliran infus di ruang perawatan Bougenvile RSUD Tobelo.
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Bratajaya (2015)
dijelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan tingkat pengenceran injeksi terhadap
kejadian plebitis, dimana kejadian plebitis lebih banyak terjadi pada jumlah pengenceran
obat yang sedikit yaitu 5 cc, dibandingkan dengan pengenceran 10 cc ataupun 100 cc.
Pengenceran obat dapat mengurangi kepekatan larutan obat, kemudian ketika obat masuk
ke pembuluh darah tidak terjadi peningkatan vikositas darah yang terlalu cepat dan
penempelan larutan pada dinding pembuluh darah vena dapat diminimalkan, sehingga
iritasi yang menyebabkan risiko plebitis juga berkurang (Alexander et al, 2010). Hal ini
sesuai juga dengan pernyataan Hankins et al (2001) bahwa patikel obat yang masuk ke
dalam intravena dapat menimbulkan iritasi pada vena intima yang menyebabkan inflamasi.
Pada observasi di ruang mawar RS margono, pemberian terapi obat injeksi
diberikan dengan cara menghentikan aliran infus atau melakukan klem pada selang infus.
Perawat berasumsi bahwa menyuntik dengan melakukan klem pada selang infus tidak
terlalu mempengaruhi vikositas darah selama pengencerannya sudah sesuai. Sejauh ini
kejadian plebitis tidak ditemukan. Banyak faktor selain teknik penyuntikan yang dapat
meningkatkan dan menurunkan kejadian plebitis. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kejadian plebitis adalah jenis, ukuran, dan bahan kateter, lama waktu pemasangan,
pemilihan tempat insersi, dressing, teknik insersi/penusukan, sterilitas perawatan terapi IV,
cairan IV, dan frekuensi perawatan terapi IV (Asrin, Triyanto dan Upoyo, 2006). Selama
faktor-faktor tersebut bisa dikendalikan maka risiko kejadian plebitis bisa ditekan.
Meskipun teknik dengan cara menghentikan aliran infus pada saat pemberian
injeksi tidak sampai menyebabkan plebitis, tindakan pemberian obat injeksi dengan teknik
tidak menghentikan aliran infus dapat menjadi pilihan yang lebih baik, karena
meminimalkan nyeri kepada pasien, dan dapat mengurangi iritasi pembuluh vena dan
menurunkan risiko kejadian plebitis.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Terdapat perbedaan signifikan kejadian plebitis antara teknik pemberian injeksi
intravena dengan cara mengalirkan infus dan menghentikan aliran infus sehingga dapat
disimpulkan teknik dengan cara mengalirkan infus lebih baik.
2. Saran
Diharapkan dari hasil analisis jurnal penelitian ini dapat menjadi bahan acuan
perawat di RS Margono dalam memberikan terapi injeksi intravena dengan
menggunakan cara mengalirkan infus untuk mencegah terjadinya plebitis.
Daftar pustaka
Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L., Hankins, J. & Perucca, R. 2010, Infusion nurse
society, Infusion nursing, An evidance-based aproach, Third edition,
Saunders Elsevier, St.Louis.
Asrin, Triyanto E. & Upoyo A.S., 2006, ῾Analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian plebitis di rumah sakit umum daerah purbalingga’, Journal
Keperawatan Soedirman, vol. 1, no. 1
Bratajaya, I.M., 2015, ῾Pengaruh tingkat pengenceran injeksi intravena ceftriaxone
terhadap kejadian plebitis di ruang perawatan B Rumah Sakit Kaliwates
Jember’, Skripsi Universitas Jember.
Departemen Kesehatan RI, 2008, ‘Profil kesehatan Indonesia 2007’, Depkes RI, Jakarta
Hankins, J., Lonsway, R.A.W., Hedrick, C., & Perdue, M. B. 2001. Infussion therapy in
clinical practice 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Kocaman, G., & Sucuoglu, F, 2011, ‘Kalıcı _Intraveno¨ z Kateter Uygulamaları Icxin
Bakım Standardı Gelisxtirme Calısması : Development of case standards
forintravenous catheterization’. In III. Ulusal Hemsirelik Kongresi Kitabı
[III. NationalNursing Congress Book], (pp. 517–522). Sivas, Turkey.
Maki, D,.& Ringer, M., 2009, ‘Risk factors for infusion-rhelated phlebitis with small
peripheral venous chateters : A randomiezed controlled trial’.
New Zealand News, 2006, ‘Intravenous Nursing : Phlebitis’, Incorporated Society, New
Zealand
Royal College of Nursing,2010, ‘Standards for Infusion Therapy (3th ed)’. RCN IV forum.
http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0005/78593 /002179.pdf di
unduh tanggal 20 Maret 2019.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, ‘Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth’, Edisi 8, EGC, Jakarta