Sunteți pe pagina 1din 20

1.

Analisa Komparatif antara Perbankan Konvensional dan Syariah


A. Regulasi Perundang-Undangan
1) Perbankan Konvensional
a. UU no 7 tahun 1997
Dalam penerapannya bank konvensional bisa berjalan sebagai bank yang baik
apabila berasaskan pada kekeluargaan. Dasar Hukum Bank Konvensional
adalah Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 dimana inti dari isi undang-
undang tersebut yaitu pengertian bank pada umumnya adalah untuk
menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan dan yang kemudian
disalurkan kembali kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat banyak. Pada dasarnya bank konvensional fungsinya adalah
berasaskan ekonomi dan kehati-hatian, karena disini tujuan bank konvensional
sendiri adalah untuk pemerataan ekonomi masyarakat banyak dan menunjang
stabilitas nasional.
b. UU no 10 tahun 1998
Ditinjau dari jenisnya sendiri bank konvensional dibagi menjadi dua yaitu bank
umum konvensional dan bank perkreditan rakyat. Dasar hukum bank
konvensional sendiri telah disempurnakan dari undang-undang nomor 7 tahun
1992 diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998. Perubahan ini
dilakukan untuk memebedakan bahwa bank berdasarkan kegiatan usahanya
dibagi menjadi dua yaitu yang berasaskan konvensionala dan berasaskan
syariah.
2) Perbankan Syariah
a. UUD 1945 Pasal 33
Hukum pertama yang menjadi asas kegiatan perbankan baik konvensional
maupun syariah harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan dalam
undang-undang dasar 1945 pasal 33, antara lain :
 Segala bentuk perekonomian disusun sebagai sebuah usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
 Semua cabang produksi yang vital atau penting bagi negara serta
menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
 Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
 Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, keadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, menjaga
keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
b. UU no 7 tahun 1992
Dalam undang-undang ini bank syariah diposisikan sebagai bank umum serta
bank pengkreditan rakyat, dimana pemerintah telah memberikan izin atas
keberadaan bank syariah atau bank yang berasaskan islam untuk melakukan
segala tindakan atau kegiatan perbankan layaknya seperti bank konvensional.
c. UU no 10 tahun 1998
Undang-undang ini berisikan tentang penyempurnaan dan penjelasan dari
undang-undang no 7 tahun 1992, yakni penjelasan tentang bagaimana bank
syraiah sebagai bank umum dan bank pengkreditan rakyat khususnya berada di
pasal 6 serta berisi juga tentang penjabaran dari prinsip syariah yang terdapat
dalam pasal 1 ayat 13 :
 Bank umum adalah sebuah bank yang bertugas untuk menyelesaikan
seluruh kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dimana setiap kegiatan usahanya memberikan jasa dalam
lalu lintas atau perjalanan suatu pembayaran.
 Bank pengkreditan rakyat sebuah bank yang bertugas untuk
menyelesaikan seluruh kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dimana setiap kegiatan usahanya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas atau perjalanan suatu pembayaran.
 Prinsip syariah adalah sebuah aturan perjanjian atau ketetapan yang
berdasarkan hukum serta ajaran islam antara Bank dan pihak nasabah
untuk penyimpanan dana maupun pembiayaan segala bentuk kegiatan
usaha. Kegiatan tersebut antara lain : pembiayaan yang berasaskan bagi
hasil (mudharabah), pembiayaan yang berprinsip pada penyertaan
modal (musyakarah), prinsip jual beli suatu produk mendapatkan
sebuah keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal didasarkan
atas prinsip sewa murni tanpa adanya sebuah pilihan (ijarah),
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
dengan pihak lain (ijarah wa iqtina).
d. UU no 23 tahun 2003
Dalam undang-undang ini berisi tentang perlindungan dari keberadaan Bank
berbasis syariah, dimana perlindungan tersebut berbentuk penugasan kepada
Bank Indonesia untuk mempersiapkan segala bentuk perangkat anturan serta
fasilitas-fasilitas yang mampu menunjang segala bnetuk kegiatan yang
imbasnya akan mendukung kelancaran dan keefektifan jalannya operasional
Bank syariah.
e. UU no 21 tahun 2008
Undang-undang inilah yang lebih spesifik diantara peraturan yang lainnya,
dalam undang-undang no 21 tahun 2008 ini sebenarnya muncul ketika memang
di Indonesia perkembangan Bank syariah semakin pesat untuk itulah ketentuan
dan peraturan yang ada dalam undang-undang ini sangat lengkap. Dalam bab 1
pasal 1 bahkan sudahh disebutkan secara jelas tentang perbedaan bank
konvensional dan bank syariah dimana diberikan beberapa pengertian serta
jenis-jenis yang dimiliki oleh masing-masing Bank. Tidak hanya itu dalam
undang-undang ini juga dijelaskan bahwasannya dalam usaha menjalankan
fungsinya Bank syariah melakukan penghimpunan dana dari nasabah dan akan
menyalurkan pembiayaan tersebut berdasarkan akad-akad yang telah diatur
dalam ekonomi islam, seperti mudharabah, wadi’ah, masyarakah, dan akad-
akad lain yang tentunya sesuai dengan jaran serta nilai-nilai islam.
f. Peraturan Bank Indonesia
Bank Indonesia memiliki peranan penting dalam dunia perbankan Indonesia
karena Bank ini menjadi Bank central atau Bank utama di Indonesia. Dalam
hal ini Bank Indonesia juga memiliki wewenang untuk mengatur perjalanan
Bank syariah di Indonesia. Ada beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia dalam mengatur kinerja Bank syariah di Indonesia, antara lain :
 PBI No. 9/19/PBI/2007 yang berisi tentang pelaksanaan prinsip-prinsip
syariah dalam kegiatan penghimpunanan dana dan penyaluran dana
serta pelayanan jasa dari Bank syariah.
 PBI No.6/24/PBI/2004 yang membicarakan tentang bank umum yang
menjalankan kegiatan usaha atau tugasnya berdasarkan atas prinsip-
prinsip syariah.
B. Laporan Keuangan
Dari Segi Pelaporan, dalam perkembangan perbankan, standar akutansi keuanagn
perbankan sudah diatur dalam undang-undang. Untuk standarisasi perbankan
konvensional telah diatur dalam standar keuangan Akutansi nomor 31 tentang akutansi
perbankan sedang untk perbankan syariah diatur dalam Akutansi Keuangan Nomor 59
mengenai akutansi perbankan syariah. Secara umum perbankan konvensional dan
perbankan syariah memiliki perbedaan prinsip yang mendasar. Perbankan konvensional
lebih menekankan pada bungga, sedangkan syariah lebih kepada pembagian hasil. Dalam
laporan keuangan bank konvensional memiliki 5 jenis laporan keuangan, sedangkan
laporan keuangan syariah memiliki 8 jenis laporan keuangan. perbedaan 5 dan 8 jenis
tersebut adalah sebagai berikut:

Perbedaan Laporan Keuangan


Bank Konvensional Bank Syariah
1. Neraca 1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi 2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Arus Kas 3. Laporan Arus Kas
4. Laporan Perubahan Ekuitas 4. Laporan Perubahan Ekuitas
5. Catatan Atas Laporan 5. Lap. Perubahan Dana
Keuangan Investasi Terkait
6. Lap. Rekonsiliasi
Pendapatan Bagi Hasil
7. Lap. Sumber Dana dan
Penggunaan Dana Zakat
8. Lap. Dan Penggunaan Dana
Kebaikan

Untuk menilai kinerja suatu perusahaan diperlukannya analisis laporan keuangan,


analisis yang paling umum dilakukan ialah analisis rasio laporan keuangan, terdapat
beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan, seperti rasio
likuiditas yang digunakan untuk mengukur seberapa likuid suatu perusahaan, jika rasio
nya besar berarti perusahaan tersebut likuid, karena dapat memenuhi semua kewajibannya
terhadap pihak ketiga dan sebaliknya perusaahaan ilikuid jika tidak dapat memenuhi
kewajibannya terhadap pihak ketiga. Selanjutnya terdapat rasio rentabilitas / profitabilitas
yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatau perusahaan dalam menghasilkan laba,
jika rasio nya besar berarti perusahaan tersebut profitable karena laba yang dihasilkan
lebih besar dari modal yang digunakan untuk mendapatkan laba tersebut. Terakhir ialah
rasio solvabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
melunasi seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh asset atau modal yang
dimiliki perusahaan. Jika rasio nya kecil menunjukkan bahwa perusahaan dalam keadaan
baik atau solvable, karena utang perusahaan lebih kecil daripada asset dan modal yang
dimiliki perusahaan. Itulah analisis rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja suatu
perusahaan atau dalam pengambilan suatu keputusan tentang masalah pemenuhan
kebutuhan keuangan suatu perusahaan.
C. Bisnis Model
1) Commercial Banking (Bank Konvensional)
Bank komersial adalah apa yang disebut orang dengan kata “bank” yaitu badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak22. Dalam literatur, commercial bank disebutkan
sebagai normal banking services at either or both retail and/or wholesale levels (layanan
normal perbankan baik pada level retail/kecil maupun pada level
perusahaan/wholesale/besar).
• Customer Segment
Bank komersial adalah salah satu model bisnis bank yang paling umum dan paling banyak
ditemui baik di Indonesia maupun di berbagai negara. Segmen nasabah bank komersial
bermacam-macam dan secara umum didefinisikan sebagai semua orang atau entitas yang
membutuhkan layanan perbankan mulai dari tabungan, pinjaman, jasa-jasa pembayaran
dan perdagangan luar negeri serta layanan-layanan yang lain (layanan perbankan secara
umum). Namun literatur menyebutkan bahwa customer utama dari bank komersial
adalah business (small and medium-sized businesses) dan individual customer.
• Value Proposition
Bank komersial memiliki produk dan layanan yang beragam untuk berbagai segmen
nasabah. Oleh karenanya, hal itu menjadi keunggulan (value preposition) yang ditawarkan
yakni produk dan layanan yang beragam, dengan prosedur relatif sederhana dan mudah.
Ada 2 jenis fungsi layanan yang diberikan oleh bank komersial yaitu:
- Primary Banking: Fungsi pendanaan dan pembiayaan Menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan ,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
- Secondary Banking: Fungsi agency dimana pendapatan bank diperoleh dari fee based
income
• Delivery Channel
Channel yang digunakan oleh bank komersial untuk menjangkau segmen nasabahnya
adalah account representatives dan sales people. Selain itu, untuk nasabah yang berupa
pemerintah dan korporasi channel yang digunakan biasanya berupa B2B atau B2C. Internet
banking dan cabang juga merupakan jenis channel yang paling banyak digunakan oleh
komersial bank. Internet banking utamanya ditujukan untuk nasabah yang memahami
teknologi yang mementingkan efisiensi dan kecepatan dalam transaksi.
• Customer Relationship
Customer priority merupakan salah satu dari cara yang umum yang dilakukan oleh bank
komersial untuk menjaga hubungan baik dengan nasabahnya terutama nasabah potensial
yang banyak menempatkan dana di bank komersial tersebut. Selain itu program hadiah,
special rate dan special pricing bagi nasabah yang sering melakukan transaksi dengan bank
juga merupakan cara-cara untuk menjaga hubungan baik dengan nasabah yang dilakukan
oleh bank komersial.
• Revenue Stream
Aliran kas bagi bank komersial terutama berasal dari margin suku bunga yang berasal dari
spread bunga pinjaman dan bunga tabungan. Selain itu, pendapatan juga berasal dari komisi
atas jasa-jasa yang dilakukan oleh bank komersial, seperti jasa remittance (pembayaran),
trade service (L/C), jasa leasing dan sebagainya.
• Key Resources
Sumber daya yang penting bagi bank komersial bisa beragam mulai dari bank induk yang
sudah besar di tingkat global dan domestik serta dukungannya berupa jaringan IT, office
channeling dan dukungan yang lain Jika bank komersial ini merupakan bank pemerintah,
maka dukungan pemerintah dalam bentuk penempatan dana, dukungan modal dan
dukungan-dukungan non keuangan merupakan sumber daya yang sangat penting. Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas,memiliki etos kerja yang tinggi serta
sistemteknologi informasi yang canggih juga merupakan sumber daya penting bagi bank
komersial.
• Key Activity
Kegiatan yang dilakukan oleh bank komersial antara lain menyediakan pinjaman untuk dan
menghimpun dana dari individual dan business (small dan large), membeli obligasi
pemerintah atau korporasi. Akktivitas yang melibatkan nasabah business diantaranya:
Basic accounts such as savings and checking , Lending money for real and capital purchases,
Lines of credit, Letters of credit, Lockbox services, Payment and transaction processing,
Foreign exchange. Produk-produk bank komersial diantaranya : Bank Akseptasi, Pinjaman
Konsumen seperti KPR, KKB, multiguna dan produk investasi umum seperti Rekening
Tabungan, Deposito. Kebanyakan bank komersial membagi aktivitas mereka menjadi dua
yakni retail consumer banking dan whosesale banking. Dimana retail lebih ditujukan untuk
konsumen individu sedangkan wholesale banking lebih ditujukan untuk nasabah korporasi
dan pemerintah.
Bank Komersial juga memberikan layanan merchant services yakni layanan pada
company's credit dan debit card transactions, seringkali dengan fee yang lebih rendah
daripada ketika bank yang bersangkutan memberikan layanan bank yang lain, misalnya
deposits and loans. Bank komersial juga dapat menyediakan layanan leasing alat-alat berat
bagi perusahaan. Beberapa bank komersial memiliki layanan tambahan yakni menyediakan
layanan yang customized untuk nasabah High Net Worth Individual (HNWI) melalui
layanan Wealth management atau Layanan Prioritas. Selain semua layanan tambahan di
atas, bank komersial juga memiliki beberapa layanan tambahan yang biasanya dilakukan
oleh investment bank misalnya investment advisory services, corporate finance consulting,
custodial services for estates and trusts (memfasilitasi transaksi estate sebagai wali amanat),
safekeeping of securities and other valuable items, and money transfer services.
• Key Partner
Partner kerja utama bank komersial adalah perusahaan merchant terutama terkait dengan
produ-produk dan layanan konsumtif. Bank swasta lain dalam proyek sindikasi, serta
perusahaan IT terkait dengan kebutuhan bank komersial yang tinggi terhadap teknologi
yang canggih dan aman.
• Cost Structure
Kompisisi biaya yang besar dalam bank komersial adalah biaya personalia (SDM) terkait
berbagai layanan yang disediakan oleh bank komersial sehingga membutuhkan SDM
dalam jumlah yang banyak.

2) Commercial Banking (Bank Syariah)


• Keunggulan
Bank komersial merupakan model bisnis yang umum sehingga sudah dipahami oleh
masyarakat. Peraturan yang mengatur tentang bank komersial (PBI) juga sudah lengkap.
Ditambah lagi, potensi nasabah bank komersial sangat besar yakni masyarakat potensial
yang belum tersentuh bank (bankable) sebesar 60% atau 150 juta, 10 juta nasabah iB, dan
masyarakat unbankable sebesar 50 juta. Sedangkan potensi bisnis UKM rata-rata sebesar
20%.
• Kelemahan
Meskipun banyak potensi bagi bank komersial untuk berkembang,di sisi lain kemampuan
finansial masyarakat Indonesia yang masih rendah (kapitalisasi rendah) sehingga aset bank
syariah komersial masih kecil.
• Produk
Produk-produk yang ditawarkan oleh bank komersial terdiri dari produk funding dan
lending. Pada bank syariah, produk funding terdiri dari deposito mudharabah mutlaqah,
tabungan mudharabah dan sebagainya. Sedangkan produk lending nya diantaranya adalah
ijarah (IMBT), dan murabahah.
• SDM
SDM yang diperlukan oleh bank komersial adalah top sales officers untuk produk
pembiayaan dengan skema portfolio produk.
• Infrastruktur
Infrastruktur yang diperlukan guna mendukung operasional bank komersial adalah internet
banking& mobile banking, channel berupa kantor cabang dan mesin ATM dll.
• Skema Akad
Untuk segmen korporasi, akad yang sering digunakan adalah diminishing musyarakah,
Islamic Export Refinancing scheme (IERS) untuk pembiayaan ekspor impor.

2. Analisa Komparatif antara Asuransi Konvensional dan Syariah


A. Regulasi Perundang-Undangan
1. Asuransi Konvensional
a. KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Bab 9
b. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 yang mengatur tentang
penyelenggaraan usaha perasuransian
c. Pasal 1774 KUH perdata mengatur tentang kegiatan asuransi
d. POJK NOMOR 73 /POJK.05/2016 tentang tata kelola perusahaan yang baik bagi
perusahaan perasuransian
2. Asuransi Syariah
a. Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah
b. Keputusan direktur jenderal lembaga keuangan nomor Kep.4499/LK/2000 tentang
jenis, penilaian, dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dengan sistem
syariah
c. Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai
oleh perusahaan asuransi dengan prinsip syariah.
d. Undang –undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
e. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/ KMK.06/2003
tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusa haan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi (buku meraih berkah)

B. Laporan Keuangan

1. Asuransi Konvensional
Laporan Posisi Keuangan Laporan Posisi Keuangan pada laporan ini terdiri dari
Laporan Posisi Keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) dan Satutory Accounting Practice (SAP) yang disajikan sesuai dengan
berakhirnya periode berjalan.
Laporan Posisi Keuangan SAK Akun-akun pada Laporan Posisi Keuangan ini
telah direklasifikasi kembali sesuai dengan maksud pencantumannya, sehingga
akunakunnya tidak harus sama dengan akun-akun yang ada dalam pelaporan menurut
SAK. Adapun maksud pencantuman Laporan Posisi Keuangan SAK adalah agar
terdapat angka pembanding bagi akun-akun Laporan Posisi Keuangan SAP, terutama
untuk asetnya sehingga memudahkan analis dalam melakukan analisis.
Laporan Posisi Keuangan SAP Aset dan liabilitas yang dicantumkan dalam
Laporan Posisi Keuangan SAP merupakan AYD yang akun-akunnya diisi berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 Tahun 2012 dan
peraturan pelaksanaannya. Selisih Penilaian SAK dan SAP dapat timbul karena adanya
perbedaan penilaian aset dan liabilitas berdasarkan SAK dan SAP. Perbedaan penilaian
aset antara SAK dan SAP timbul karena adanya perbedaan pengakuan nilai dari aset
tersebut. Secara umum SAP mengakui aset sebesar nilai wajar (fair value) sedangkan
SAK mengakui aset sebesar harga perolehan (historical cost). Untuk liabilitas,
perbedaan dapat timbul karena SAK memberikan beberapa pilihan dalam metode
perhitungan cadangan teknis, yang memungkinkan Perusahaan dapat memilih metode
perhitungan cadangan teknis berdasarkan SAK yang berbeda dengan perhitungan
cadangan teknis sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal
terdapat perbedaan penilaian aset dan liabilitas antara SAP dan SAK, maka selisih
tersebut dapat menambah atau mengurangi ekuitas SAP. Perbedaan penilaian aset dapat
terjadi karena pada umumnya penilaian aset berdasarkan SAP menghasilkan jumlah
yang lebih besar dibandingkan dengan penilaian aset berdasarkan SAK sehingga
memberikan konsekuensi berupa penambahan ekuitas SAP. Untuk liabilitas, secara
umum Perusahaan akan menggunakan penilaian berdasarkan SAP yang dapat
memberikan penilaian lebih kecil dibandingkan penilaian liabilitas berdasarkan SAK
sehingga memberikan konsekuensi berupa penambahan ekuitas SAP. Sedangkan Aset
Yang Tidak Diperkenankan timbul karena adanya batasan dalam pengakuan aset
Perusahaan sehingga tidak seluruh aset yang diakui berdasarkan SAK dapat diakui
sebagai aset berdasarkan SAP. Dengan demikian, tidak diakuinya aset tersebut
memberikan konsekuensi berupa pengurangan ekuitas SAP. Penyajian aset reasuransi
dalam Laporan Posisi Keuangan ini disajikan sebagai aset yang merupakan bagian dari
tagihan reasuransi dan termasuk dalam AYD dalam perhitungan tingkat kesehatan
keuangan. Nilai aset reasuransi terdiri atas;

a. Nilai aset reasuransi atas liabilitas manfaat polis masa depan, ditentukan secara
konsisten dengan pendekatan yang digunakan dalam menentukan liabilitas manfaat
polis masa depan, berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransi tersebut.
b. Nilai aset reasuransi atas premi yang belum merupakan pendapatan, ditentukan secara
konsisten dengan pendekatan yang digunakan dalam menentukan premi yang belum
merupakan pendapatan, berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransi
tersebut.
c. Nilai aset reasuransi atas estimasi liabilitas klaim, ditentukan secara konsisten dengan
pendekatan yang digunakan dalam menentukan estimasi liabilitas klaim, berdasarkan
syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransi tersebut.

2. Asuransi Syariah
Menurut PSAK No. 108, laporan keuangan perusahaan asuransi syariah yang lengkap
terdiri dari: Menurut PSAK No. 108, laporan keuangan perusahaan asuransi syariah yang
lengkap terdiri dari:

1. Laporan posisi keuangan (neraca)

Laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi aset, kewajiban, dan ekuitas
suatu perusahaan pada saat tertentu yang bertujuan untuk menunjukkan posisi keuangan
perusahaan pada tanggal tertentu.

2. Laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan laba rugi peserta, dengan memperhatikan
ketentuan dalam PSAK yang relevan, mencakup tetapi tidak terbatas pada: (a) kontribusi bruto;
(b) bagian reasuransi atas kontribusi; (c) perubahan kontribusi yang belum menjadi hak; (d)
penerimaan kontribusi untuk periode berjalan; (e) pembayaran klaim bruto; (f) bagian
reasuransi dan pihak lain atas pembayaran klaim bruto; (g) perubahan klaim yang masih harus
dibayar; (h) perubahan bagian reasuransi atas klaim yang masih harus dibayar; (i) penyisihan
teknis; (j) beban pengelolaan asuransi; (k) pendapatan investasi; (l) surplus atau defisit
underwriting dana tabarru; (m) penyesuaian surplus atau defisit yang siap didistribusikan; dan
(n) surplus defisit yang siap didistribusikan.
3.Laporan laba rugi

Laporan laba rugi disusun dengan mengacu pada PSAK yang relevan. Entitas asuransi
syariah menyajikan laporan laba rugi yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada pos-pos
berikut: (a) pendapatan pengelolaan asuransi; (b) pendapatan pengelolaan investasi dana
peserta; (c) pendapatan pembagian surplus underwriting; (d) pendapatan investasi; (e) beban
usaha; (f) laba usaha; (g) beban pajak; dan (h) laba netto.

4. Laporan perubahan ekuitas

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan perubahan ekuitas sesuai dengan PSAK
yang relevan

.5. Laporan perubahan dana tabarru

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan perubahan dana tabarru yang mencakup,
tetapi tidak terbatas, pada pos-pos berikut: (a) surplus atau defisit periode berjalan; (b) bagian
surplus yang didistribusikan ke peserta dan atau pengelola; (c) surplus yang tersedia untuk dana
tabarru; (d) saldo awal; dan (e) saldo akhir.

6. Laporan arus kas

Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 109,informasi arus
kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas
syariah dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan dalam menggunakan arus kas
tersebut.

7. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana zakat sesuai
PSAK 101 dan PSAK yang relevan (Sholihin, 2010:35). Menurut PSAK 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah par 112, komponen dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat
meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat
yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu.

8. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
sesuai PSAK 101 dan PSAK yang relevan (Sholihin, 2010:35).Menurut PSAK 101 tentang
penyajian laporan keuangan syariah par 116, komponen dasar laporan sumber dan penggunaan
dana kebajikan meliputi sumber dan penggunaan dana selama jangka waktu tertentu, serta
saldo dana kebajikan yang menunjukkan dana kebajikan yang belum disalurkan pada tanggal
tertentu.
9. Catatan atas laporan keuangan

Entitas asuransi syariah menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai PSAK 101
dan PSAK yang relevan. Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par
121, entitas syariah, sepanjang praktis, menyajikan catatan atas laporan keuangan secara
sistematis. Entitas syariah membuat referensi silang atas setiap pos dalam laporan posisi
keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan pengunaan dana kebijakan untuk
informasi yang berhubungan dalam catatan atas laporan keuangan.

C. Bisnis Model

3. Analisa Komparatif antara Pasar Modal Konvensional dan Syariah

A. Regulasi Perundang – Undangan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah
ketentuan umum mengenai undang-undang Pasar Modal. Berisi tentang definisi, pengertian,
serta aturan dan ketentuan mengenai aktivitas di pasar modal.

Peraturan Pasar Modal Syariah

judul deskripsi
PJOK Nomor 30/PJOK.04/2016 PJOK tentang Dana Investasi Real Estate Syariah Berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif
PJOK Nomor 15/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal
PJOK Nomor 18/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan sukuk
PJOK Nomor 17/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa
Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah
PJOK Nomor 16/PJOK.04/2015 PJOK tentang Ahli Syariah Pasar Modal
PJOK Nomor 20/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset
Syariah
PJOK Nomor 19/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah
PJOK Nomor 53/PJOK.04/2015 PJOK tentang Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek
Syariah di Pasar Modal
Kriteria dan Penerbitan Daftar Peraturan Nomor II.K.1: Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek
Efek Syariah Syariah

B. Laporan Keuangan
Menurut OJK (2017) pasar modal Indonesia memiliki 15 indeks pasar dan 10 indeks sektoral.
Terdapat 553 perusahaan yang terdaftar di BEI dengan kapitalisasi pasar mencapai $478 miliar
pada Juli 2017. Pasar saham di Indonesia perlu ditingkatkan dalam empat aspek pengukuran
perkembangan pasar saham termasuk ukuran, akses, efisiensi dan stabilitas. Dari perspektif
daya saing, sektor pasar saham Indonesia berada pada tingkat menengah, tertinggal
dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand yang berada pada tingkat daya saing tinggi.

Selain itu, partisipasi investor domestik di industri pasar saham baru mencapai 500,037
investor pada 2016. Dari total tersebut, investor ritel tercatat sebanyak 486.713 investor dan
12.324 untuk investor korporasi. Rasio investor pasar saham dibandingkan dengan jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 257 juta orang masih sangat rendah. Menurut
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), investor asing memiliki 50,05% saham tradable
yang tercatat di BEI pada bulan Desember 2016. Rendahnya minat investasi masyarakat
Indonesia di pasar modal juga disebabkan karena budaya masyarakat yang cenderung sebagai
bank minded daripada berbasis investasi di pasar modal

Sedangkan Pasar Modal Syariah Shariah adalah segala aktivitas yang tidak bertentangan
dengan kaidah islam seperti makan daging babi, melakukan riba, perjudian, asuransi
konvensional dan memproduksi serta menjual alkohol. Perkembangan aset keuangan berbasis
syariah mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Hal ini terlihat dari jumlah aset
sebesar $2 triliun di tahun 2015. Aset keuangan berbasis syariah terbukti tetap mengalami
perkembangan meskipun ekonomi dunia mengalami pelemahan yang disebabkan oleh
beberapa faktor seperti turunya harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan ekonomi di
beberap negara maju. Pasar modal shariah merupakan bagian dari industri keuangan syariah,
dimana perusahaan yang termasuk di dalamnya tidak melakukan aktivitas yang diharamkan
seperti perjudian (maysir), ketidakpastian (gharar), sistem bunga (riba), dan ketidakadilan.

Saham Syariah cenderung memiliki risiko yang lebih rendah karena menggunakan prinsip
muamalah sehinga dapat mengurangi probabilitas terjadinya risiko gagal bayar hutang. Pasar
modal syariah di Indonesia diatur oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) nomor 40/DSN-MUI/X2003. Berdasarkan fatwa DSN-MUI tersebut tentang
penerapan prisnsip Syariah di pasar modal mencakup beberapa hal, antara lain: Pertama, jenis
usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan emiten
atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip
- prinsip syariah. Kedua, pelaksanaan transaksi harus menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur
dharar, gharar, riba, maisir, riswah, maksiat dan kezhaliman. Pasar modal syariah di Indonesia
terus mengalami perkembangan yang signigikan. Pertumbuhan tersebut ditandai dengan
meningkatnya jumlah investor syariah menjadi 12.238 tahun 2016 atau tumbuh sebesar 150
persen dibandingkan investor syariah tahun 2015 sebesar 4.908 investor. Saat ini terdapat dua
indeks di pasar modal syariah Indonesia yaitu Jakarta Islamic

Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Hingga bulan Mei 2017, terdapat 333
saham syariah dengan nilai kapitalisasi pasar senilai Rp.3.385 triliun.

Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen Ukuran kinerja yang digunakan dalam melihat performa
pasar modal syariah dan konvensional menggunakan indeks sharpe, indeks treynor, dan indeks
jensen. Indeks sharpe dikembangkan oleh Sharpe tahun 1966 guna mengukur kinerja pasar
dengan mempertimbangkan standar deviasi imbal hasil (return). Standar deviasi merupakan
suatu estimasi probabilitas perbedaan imbal hasil nyata dan imbal hasil yang diharapkan.
Indeks sharpe menggunakan deviasi standar imbal hasil yang tercerimin dari risiko total untuk
melihat risiko. Perhitungan indeks sharpe mengacu pada konsep garis pasar modal (capital
market line) sebagai patok duga (benchmark), yaitu membagi premi risiko portfolio dengan
standar deviasinya. Indeks treynor dijelaskan oleh Ashraf dan Sharma (2014) mengukur indeks
kinerja portofolio menggunakan rasio volatilitas berdasarkan risiko sistematis. Risiko
sistematis merupakan risiko yang tetap ada meskipun diversifikasi sudah dilakukan seoptimal
mungkin, seperti saat terjadi krisis menyebabkan harga saham mengalami penurunan.
Pendekatan ini berasumsi bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko
yang relevan adalah risiko sistematis (beta). Beta digunakan untuk mengukur risiko pasar atas
portofolio relatif terhadap risiko pasar. Perhitungan indeks treynor dilakukan dengan cara
imbal hasil portfolio dikurangi dengan imbal hasil bebas risiko dan dibagi dengan beta
portofolio. Kinerja pasar modal lain yang sering digunakan untuk mengukur performa pasar
modal adalah Jensen Alfa. Indeks jensen menggambarkan perbedaan tingkat imbal hasil yang
diperoleh atau aktual terhadap imbal hasil yang diharapkan. Dengan kata lain, indeks jensen
dapat diartikan sebagai pengukur berapa banyak portofolio bisa lebih baik dari portofolio pasar.
Indeks positif menunjukkan kinerja portofolio lebih baik dibandingkan kinerja portofolio pasar,
artinya portofolio tersebut memiliki imbal hasil yang relatif lebih tinggi untuk tingkat risiko
sistematisnya.
C. Bisnis model

4. Analisa Komparatif antara Pegadaian Konvensional dan Syariah


A. Regulasi Perundag-Undangan
1. Regulasi pegadaian konvensional
a. Peraturan pemerintah no 103 tahun 2000, menjadi salah satu peraturan yang
menguatkan status pegadaian sebagai perusahaan umum dan masuk pada wilayah
BUMN tepatnya di lingkungan Departemen Keuangan RI. (Baca Juga: Peran
BUMN )

b. Undang-undang no. 9 tahun 1969, pada pasal 6 tercantum bahwasannya sifat usaha
yang dilakukan pegadaian adalah menyediakan pelayanan maksimal bagi
kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolahan perushaan yang ada. Sedangkan pada pasal 7 disebutkan bahwasannya
ada beberapa tugas pegadaian yakni antara lain : ikut serta dalam meningkatkan
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah dengan
cara meneyediakan dana sesuai dengan dasar hukum gadai dan jasa di bidang
keuangan lainnya berdasarkan atas ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
kedua adalah menghindarkan nasabah ataupun masyarakat secara luas dari
penyelewengan dari dasar hukum yang berlaku seperti gadai gelap, praktek riba dan
pinjaman yang tidak wajar. (Baca Juga: Cara Mengatur Keuangan Pribadi , Prinsip
Kegiatan Usaha Perbankan)
c. Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan pasal 1160 yang berada di buku II KUH
Perdata. Dalam pasal ini semuanya berbicara tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan prinsip, kinerja dan lainnya dari pegadaian.

d. Artikel 1196 VV, yakni pada titel 19 dalam buku III NBW.

e. Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1969 yang berisi tentang Perusahaan Jawatan
Pegadaian. Yang dimaksud perusahaan jawatan pegadaian adalah lembaga-lembaga
yang menerapkan sistem dan konsep pegadaian yang ada. (Baca Juga: Sumber
Keuangan Perusahaan)

f. Peraturan pemerintah No. 10 tahun 1970 yang berbicara tentang perubahan peraturan
pemerintah No.7 tahun 1969 tentang perusahaan jawatan, hadirnya peraturan ini
melengkapi dan menyempurnakan peraturan sebelumnya.

g. Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2000 yang mengatur tentang Perusahaan umum
(Perum) Pegadaian. Berbeda dengan perusahaan jawatan yang hanya memiliki sistem
dan konsep pegadaian, namun untuk perusahaan umum ini dari mulai bentuk fisik,
dalamnya dan lainnya miliki mereka. (Baca Juga: Peran Pemerintah Sebagai Pelaku
Ekonomi , Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Tradisional)

2. Regulasi Pegadaian Syariah

Adapun beberapa hukum yang melandasi Pegadaian Syariah, antara lain:

a. QS. AL-Baqarah ayat 283

Dalam ayat ini dijelaskan tentang diperbolehkannya atau diizinkannya muamalah yang
tidak dilakukan secara tunai atau cash. Hadis Bukhari Muslim

b. Dalam salah satu hadis riwayat Bukhari Muslim yakni dari Aisiyah binti Abu Bakar yang
menjelaskan bahwasannya Rasulullah pernah membeli makanan dari seorang Yahudi
dengan menjadikan baju besinya sebagai jaminan.

Tentu dua hukum itu berbicara tentang pegadaian dimana diperbolehkannya suatu jual beli
dengan menggunakan suatu jaminana atau tidak dilakukan secara langsung dengan uang. Hal
ini dikenal dengan sebutan rahn. Rahn dalam pegadaian merupakan sebuah amanat yang ada
pada murtahin tentunya harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, selain itu juga untuk
menjaga serta merawat barang gadai dalam kondisi yang baik. (Baca juga : prinsip ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari , Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah)

Menurut beberapa ulama ada beberapa rukun dalam melaksanakan rahn yakni terdiri dari
pihak yang menggadaikan barang (ar-rahn), barang-barang atau objek yang digadaikan
(marhun), orang yang menerima gadai (murtahin). Sedangkan untuk syarat sah dari rahn
antara lain berakal, baligh, barang yang dijadikan atau digadaikan harus ada pada saat
pegadaian dilaksanakan, serta barang tersebut merupakan kepemilikan yang syah dari
pemberi gadai.
B. Laporan Keuangan

C. Bisnis Model
5. Analisa Komparatif antara Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah
A. Regulasi Perundang-undangan
Konvensional

 UU : Undang- undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga


Keuangan Mikro.
 Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman Atau
Imbal Hasil Pembiayaan Dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan
Mikro
 Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 4 tahun 2012 tentang Penyertaan
Modal Kepada Lembaga Keuangan Mikro Non Perbankan (Koperasi dan Non
Koperasi) melalui Perbankan di Kabupaten Bandung
 Regulasi OJK :
- POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perijinan Usaha dan Kelembagaan
Lembaga Keuangan Mikro
- POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga
Keuangan Mikro
- POJK Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga
Keuangan Mikro
- POJK Nomor 62/POJK.05/2015 tentang tentang Perubahan Atas Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Lembaga Keuangan Mikro
- POJK Nomor 61/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa
keuangan Nomor 12/POJK.05/2014 Tentang Perizinan Usaha dan Lembaga
Keuangan Micro.
- POJK Nomor 1/POJK.05/2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi
Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.
- SEOJK Nomor 29/SEOJK.05/2015 tentang Laporan Keuangan Lembaga
Keuangan Micro

Syariah

Lembaga Keuangan Mikro Syariah ialah lembaga keuangan mikro yang menjalankan
aktivitasnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Lembaga ini diatur dalam :

 Fatwa No. 14 : Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS


 Fatwa No. 15 : Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
 Fatwa No. 18 : Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS
 Fatwa No. 86 : Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah
B. Laporan Keuangan

Pada laporan keuangan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah terdapat

- Neraca

- Laporan posisi keuangan pada aset terdapat Rahn dan Qard. Pada liabilitas
terdapat dana wadiah.

- Laporan laba rugi komprehensif,

- laporanarus kas,

- laporan rasio penting

Pada Laporan Keungan Bank Pengkreditan Rakyat Konvensional :

- Neraca,

- Laporan laba rugi,

- laporan perubahan ekuitas,

- laporan arus kas,

- laporan rasio kredit terhadap dana yang diterima

C. Bisnis Model
6. Analisa Komparatif antara Fintech Konvensional dan Syariah
Regulasi Perundang-undangan

Syariah

Dewan Syariah Nasional Dewan Ulama Indonesia (DSN-MUI) menerbitkan fatwa terbaru
tentang Uang Elektronik Syariah dan Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi (TI)
Berdasarkan Prinsip Syariah.Dua fatwa ini merupakan bagian dari 13 Fatwa Terbaru Tahun
2018 yang disosialisasikan di Jakarta. Sebuah Fatwa ini tentang Uang Elektronik Syariah
(Fatwa No: 116 / DSN-MUI / IX / 2017) dan Fatwa tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah (Fatwa No.: 117 / DSN-MUI / II / 2018)
merupakan kelompok fatwa yang terkait dengan aktivitas dan produk lembaga keuangan
syariah (LKS) dan lembaga bisnis syariah (LBS). Fatwa tersebut dikelompokan menjadi dua:

1. Fatwa tentang Uang Elektronik Syariah (Fatwa No: 116 / DSN-MUI / IX / 2017); di antara
para pihak yang terlibat dalam transaksi uang elektronik dan prinsip umum yang harus dipatuhi
pada saat melakukan transaksi uang elektronik. Ditekankan dalam fatwa tentang penerbit
dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadi'ah atau akad qardh; Akad yang dapat
digunakan penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronik (prinsipal,
pengakuisisi, Pedagang [pedagang], pengurus kliring, dan pengurus penyelesai akhir) adalah
akad ijarah, akad ju'alah, dan akad wakalah bi al-ujrah; dan Akad antara penerbit dengan agen
layanan keuangan digital adalah akad ijarah, akad ju'alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
Kemudian diterbitkan, digunakan dan digunakan uang elektronik terhindar dari transaksi yang
ribawi, gharar, maysir, tadlis, risywah, dan israf; dan transaksi atas objek yang haram atau
maksiat.Lalu, jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit harus ditempatkan di
bank syariah; dan dalam hal kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang maka
jumlah uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang.

2. Fatwa tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip


Syariah (Fatwa No: 117 / DSN-MUI / II / 2018), sesuai ketentuan prinsip syariah dalam
kegiatan fintech dan ragam produk yang dapat digunakan, antara lain, Penyelenggaraan
Layanan Pembiayaan berbasis teknologi informasi tidak boleh ditolak dengan prinsip Syariah,
yaitu antara lain terhindar dari riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram. Kemudian
dibagikan, digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan Layanan Pembiayaan berbasis
teknologi informasi yang dapat digunakan akad-akad yang selaras dengan fitur layanan
pembiayaan, antara lain akad al-bai ', ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bi al ujrah,
dan qardh. Ragam produk yang dapat dijalankan oleh penyelenggara layanan pembiayaan
berbasis teknologi, antara lain pembiayaan anjak piutang (anjak piutang); Pemesanan
Pembelian Barang Ketiga; Pembiayaan Pengadaan barang untuk usaha online (penjual online);
Gerbang pengadaan barang untuk keperluan usaha yang berjualan dengan pembayaran online
melalui gerbang pembayaran; Pembiayaan untuk Pegawai (Karyawan), dan Pembiayaan
berbasis komunitas (berbasis masyarakat).
B. Fintech Konvensional

1. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 1, Pasal 17 dan Pasal 18 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik

2. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 3 dan Pasal 4 tentang pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik

3. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 tentang Pihak yang
melakukan Transaksi Elektronik

4. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 40 dan Pasal 41 tentang Peran Pemerintah dan Masyarakat
mengenai Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

5. Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan


Transaksi Pembayaran

6. Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial

7. Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/14/PADG/2017tentang Ruang Uji Coba


Terbatas(Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial

8. Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/15/PADG/2017tentang Tata Cara Pendaftaran,


Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial

9. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam


Uang Berbasis Teknologi Informasi.

10. PBI No. 18/ 17 /PBI/2016 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)

11. POJK No. 39/POJK.04/2014 tentang Agen Penjual Efek Reksadana

12. POJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi

B. Laporan keuangan
C.Bisnis Model

S-ar putea să vă placă și