Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
B. Laporan Keuangan
1. Asuransi Konvensional
Laporan Posisi Keuangan Laporan Posisi Keuangan pada laporan ini terdiri dari
Laporan Posisi Keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) dan Satutory Accounting Practice (SAP) yang disajikan sesuai dengan
berakhirnya periode berjalan.
Laporan Posisi Keuangan SAK Akun-akun pada Laporan Posisi Keuangan ini
telah direklasifikasi kembali sesuai dengan maksud pencantumannya, sehingga
akunakunnya tidak harus sama dengan akun-akun yang ada dalam pelaporan menurut
SAK. Adapun maksud pencantuman Laporan Posisi Keuangan SAK adalah agar
terdapat angka pembanding bagi akun-akun Laporan Posisi Keuangan SAP, terutama
untuk asetnya sehingga memudahkan analis dalam melakukan analisis.
Laporan Posisi Keuangan SAP Aset dan liabilitas yang dicantumkan dalam
Laporan Posisi Keuangan SAP merupakan AYD yang akun-akunnya diisi berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 Tahun 2012 dan
peraturan pelaksanaannya. Selisih Penilaian SAK dan SAP dapat timbul karena adanya
perbedaan penilaian aset dan liabilitas berdasarkan SAK dan SAP. Perbedaan penilaian
aset antara SAK dan SAP timbul karena adanya perbedaan pengakuan nilai dari aset
tersebut. Secara umum SAP mengakui aset sebesar nilai wajar (fair value) sedangkan
SAK mengakui aset sebesar harga perolehan (historical cost). Untuk liabilitas,
perbedaan dapat timbul karena SAK memberikan beberapa pilihan dalam metode
perhitungan cadangan teknis, yang memungkinkan Perusahaan dapat memilih metode
perhitungan cadangan teknis berdasarkan SAK yang berbeda dengan perhitungan
cadangan teknis sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal
terdapat perbedaan penilaian aset dan liabilitas antara SAP dan SAK, maka selisih
tersebut dapat menambah atau mengurangi ekuitas SAP. Perbedaan penilaian aset dapat
terjadi karena pada umumnya penilaian aset berdasarkan SAP menghasilkan jumlah
yang lebih besar dibandingkan dengan penilaian aset berdasarkan SAK sehingga
memberikan konsekuensi berupa penambahan ekuitas SAP. Untuk liabilitas, secara
umum Perusahaan akan menggunakan penilaian berdasarkan SAP yang dapat
memberikan penilaian lebih kecil dibandingkan penilaian liabilitas berdasarkan SAK
sehingga memberikan konsekuensi berupa penambahan ekuitas SAP. Sedangkan Aset
Yang Tidak Diperkenankan timbul karena adanya batasan dalam pengakuan aset
Perusahaan sehingga tidak seluruh aset yang diakui berdasarkan SAK dapat diakui
sebagai aset berdasarkan SAP. Dengan demikian, tidak diakuinya aset tersebut
memberikan konsekuensi berupa pengurangan ekuitas SAP. Penyajian aset reasuransi
dalam Laporan Posisi Keuangan ini disajikan sebagai aset yang merupakan bagian dari
tagihan reasuransi dan termasuk dalam AYD dalam perhitungan tingkat kesehatan
keuangan. Nilai aset reasuransi terdiri atas;
a. Nilai aset reasuransi atas liabilitas manfaat polis masa depan, ditentukan secara
konsisten dengan pendekatan yang digunakan dalam menentukan liabilitas manfaat
polis masa depan, berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransi tersebut.
b. Nilai aset reasuransi atas premi yang belum merupakan pendapatan, ditentukan secara
konsisten dengan pendekatan yang digunakan dalam menentukan premi yang belum
merupakan pendapatan, berdasarkan syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransi
tersebut.
c. Nilai aset reasuransi atas estimasi liabilitas klaim, ditentukan secara konsisten dengan
pendekatan yang digunakan dalam menentukan estimasi liabilitas klaim, berdasarkan
syarat dan ketentuan dari kontrak reasuransi tersebut.
2. Asuransi Syariah
Menurut PSAK No. 108, laporan keuangan perusahaan asuransi syariah yang lengkap
terdiri dari: Menurut PSAK No. 108, laporan keuangan perusahaan asuransi syariah yang
lengkap terdiri dari:
Laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi aset, kewajiban, dan ekuitas
suatu perusahaan pada saat tertentu yang bertujuan untuk menunjukkan posisi keuangan
perusahaan pada tanggal tertentu.
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan laba rugi peserta, dengan memperhatikan
ketentuan dalam PSAK yang relevan, mencakup tetapi tidak terbatas pada: (a) kontribusi bruto;
(b) bagian reasuransi atas kontribusi; (c) perubahan kontribusi yang belum menjadi hak; (d)
penerimaan kontribusi untuk periode berjalan; (e) pembayaran klaim bruto; (f) bagian
reasuransi dan pihak lain atas pembayaran klaim bruto; (g) perubahan klaim yang masih harus
dibayar; (h) perubahan bagian reasuransi atas klaim yang masih harus dibayar; (i) penyisihan
teknis; (j) beban pengelolaan asuransi; (k) pendapatan investasi; (l) surplus atau defisit
underwriting dana tabarru; (m) penyesuaian surplus atau defisit yang siap didistribusikan; dan
(n) surplus defisit yang siap didistribusikan.
3.Laporan laba rugi
Laporan laba rugi disusun dengan mengacu pada PSAK yang relevan. Entitas asuransi
syariah menyajikan laporan laba rugi yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada pos-pos
berikut: (a) pendapatan pengelolaan asuransi; (b) pendapatan pengelolaan investasi dana
peserta; (c) pendapatan pembagian surplus underwriting; (d) pendapatan investasi; (e) beban
usaha; (f) laba usaha; (g) beban pajak; dan (h) laba netto.
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan perubahan ekuitas sesuai dengan PSAK
yang relevan
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan perubahan dana tabarru yang mencakup,
tetapi tidak terbatas, pada pos-pos berikut: (a) surplus atau defisit periode berjalan; (b) bagian
surplus yang didistribusikan ke peserta dan atau pengelola; (c) surplus yang tersedia untuk dana
tabarru; (d) saldo awal; dan (e) saldo akhir.
Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 109,informasi arus
kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas
syariah dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan dalam menggunakan arus kas
tersebut.
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana zakat sesuai
PSAK 101 dan PSAK yang relevan (Sholihin, 2010:35). Menurut PSAK 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah par 112, komponen dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat
meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat
yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu.
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
sesuai PSAK 101 dan PSAK yang relevan (Sholihin, 2010:35).Menurut PSAK 101 tentang
penyajian laporan keuangan syariah par 116, komponen dasar laporan sumber dan penggunaan
dana kebajikan meliputi sumber dan penggunaan dana selama jangka waktu tertentu, serta
saldo dana kebajikan yang menunjukkan dana kebajikan yang belum disalurkan pada tanggal
tertentu.
9. Catatan atas laporan keuangan
Entitas asuransi syariah menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai PSAK 101
dan PSAK yang relevan. Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par
121, entitas syariah, sepanjang praktis, menyajikan catatan atas laporan keuangan secara
sistematis. Entitas syariah membuat referensi silang atas setiap pos dalam laporan posisi
keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan pengunaan dana kebijakan untuk
informasi yang berhubungan dalam catatan atas laporan keuangan.
C. Bisnis Model
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah
ketentuan umum mengenai undang-undang Pasar Modal. Berisi tentang definisi, pengertian,
serta aturan dan ketentuan mengenai aktivitas di pasar modal.
judul deskripsi
PJOK Nomor 30/PJOK.04/2016 PJOK tentang Dana Investasi Real Estate Syariah Berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif
PJOK Nomor 15/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal
PJOK Nomor 18/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan sukuk
PJOK Nomor 17/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa
Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah
PJOK Nomor 16/PJOK.04/2015 PJOK tentang Ahli Syariah Pasar Modal
PJOK Nomor 20/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset
Syariah
PJOK Nomor 19/PJOK.04/2015 PJOK tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah
PJOK Nomor 53/PJOK.04/2015 PJOK tentang Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek
Syariah di Pasar Modal
Kriteria dan Penerbitan Daftar Peraturan Nomor II.K.1: Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek
Efek Syariah Syariah
B. Laporan Keuangan
Menurut OJK (2017) pasar modal Indonesia memiliki 15 indeks pasar dan 10 indeks sektoral.
Terdapat 553 perusahaan yang terdaftar di BEI dengan kapitalisasi pasar mencapai $478 miliar
pada Juli 2017. Pasar saham di Indonesia perlu ditingkatkan dalam empat aspek pengukuran
perkembangan pasar saham termasuk ukuran, akses, efisiensi dan stabilitas. Dari perspektif
daya saing, sektor pasar saham Indonesia berada pada tingkat menengah, tertinggal
dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand yang berada pada tingkat daya saing tinggi.
Selain itu, partisipasi investor domestik di industri pasar saham baru mencapai 500,037
investor pada 2016. Dari total tersebut, investor ritel tercatat sebanyak 486.713 investor dan
12.324 untuk investor korporasi. Rasio investor pasar saham dibandingkan dengan jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 257 juta orang masih sangat rendah. Menurut
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), investor asing memiliki 50,05% saham tradable
yang tercatat di BEI pada bulan Desember 2016. Rendahnya minat investasi masyarakat
Indonesia di pasar modal juga disebabkan karena budaya masyarakat yang cenderung sebagai
bank minded daripada berbasis investasi di pasar modal
Sedangkan Pasar Modal Syariah Shariah adalah segala aktivitas yang tidak bertentangan
dengan kaidah islam seperti makan daging babi, melakukan riba, perjudian, asuransi
konvensional dan memproduksi serta menjual alkohol. Perkembangan aset keuangan berbasis
syariah mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Hal ini terlihat dari jumlah aset
sebesar $2 triliun di tahun 2015. Aset keuangan berbasis syariah terbukti tetap mengalami
perkembangan meskipun ekonomi dunia mengalami pelemahan yang disebabkan oleh
beberapa faktor seperti turunya harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan ekonomi di
beberap negara maju. Pasar modal shariah merupakan bagian dari industri keuangan syariah,
dimana perusahaan yang termasuk di dalamnya tidak melakukan aktivitas yang diharamkan
seperti perjudian (maysir), ketidakpastian (gharar), sistem bunga (riba), dan ketidakadilan.
Saham Syariah cenderung memiliki risiko yang lebih rendah karena menggunakan prinsip
muamalah sehinga dapat mengurangi probabilitas terjadinya risiko gagal bayar hutang. Pasar
modal syariah di Indonesia diatur oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) nomor 40/DSN-MUI/X2003. Berdasarkan fatwa DSN-MUI tersebut tentang
penerapan prisnsip Syariah di pasar modal mencakup beberapa hal, antara lain: Pertama, jenis
usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan emiten
atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip
- prinsip syariah. Kedua, pelaksanaan transaksi harus menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur
dharar, gharar, riba, maisir, riswah, maksiat dan kezhaliman. Pasar modal syariah di Indonesia
terus mengalami perkembangan yang signigikan. Pertumbuhan tersebut ditandai dengan
meningkatnya jumlah investor syariah menjadi 12.238 tahun 2016 atau tumbuh sebesar 150
persen dibandingkan investor syariah tahun 2015 sebesar 4.908 investor. Saat ini terdapat dua
indeks di pasar modal syariah Indonesia yaitu Jakarta Islamic
Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Hingga bulan Mei 2017, terdapat 333
saham syariah dengan nilai kapitalisasi pasar senilai Rp.3.385 triliun.
Indeks Sharpe, Treynor dan Jensen Ukuran kinerja yang digunakan dalam melihat performa
pasar modal syariah dan konvensional menggunakan indeks sharpe, indeks treynor, dan indeks
jensen. Indeks sharpe dikembangkan oleh Sharpe tahun 1966 guna mengukur kinerja pasar
dengan mempertimbangkan standar deviasi imbal hasil (return). Standar deviasi merupakan
suatu estimasi probabilitas perbedaan imbal hasil nyata dan imbal hasil yang diharapkan.
Indeks sharpe menggunakan deviasi standar imbal hasil yang tercerimin dari risiko total untuk
melihat risiko. Perhitungan indeks sharpe mengacu pada konsep garis pasar modal (capital
market line) sebagai patok duga (benchmark), yaitu membagi premi risiko portfolio dengan
standar deviasinya. Indeks treynor dijelaskan oleh Ashraf dan Sharma (2014) mengukur indeks
kinerja portofolio menggunakan rasio volatilitas berdasarkan risiko sistematis. Risiko
sistematis merupakan risiko yang tetap ada meskipun diversifikasi sudah dilakukan seoptimal
mungkin, seperti saat terjadi krisis menyebabkan harga saham mengalami penurunan.
Pendekatan ini berasumsi bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko
yang relevan adalah risiko sistematis (beta). Beta digunakan untuk mengukur risiko pasar atas
portofolio relatif terhadap risiko pasar. Perhitungan indeks treynor dilakukan dengan cara
imbal hasil portfolio dikurangi dengan imbal hasil bebas risiko dan dibagi dengan beta
portofolio. Kinerja pasar modal lain yang sering digunakan untuk mengukur performa pasar
modal adalah Jensen Alfa. Indeks jensen menggambarkan perbedaan tingkat imbal hasil yang
diperoleh atau aktual terhadap imbal hasil yang diharapkan. Dengan kata lain, indeks jensen
dapat diartikan sebagai pengukur berapa banyak portofolio bisa lebih baik dari portofolio pasar.
Indeks positif menunjukkan kinerja portofolio lebih baik dibandingkan kinerja portofolio pasar,
artinya portofolio tersebut memiliki imbal hasil yang relatif lebih tinggi untuk tingkat risiko
sistematisnya.
C. Bisnis model
b. Undang-undang no. 9 tahun 1969, pada pasal 6 tercantum bahwasannya sifat usaha
yang dilakukan pegadaian adalah menyediakan pelayanan maksimal bagi
kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolahan perushaan yang ada. Sedangkan pada pasal 7 disebutkan bahwasannya
ada beberapa tugas pegadaian yakni antara lain : ikut serta dalam meningkatkan
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah dengan
cara meneyediakan dana sesuai dengan dasar hukum gadai dan jasa di bidang
keuangan lainnya berdasarkan atas ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
kedua adalah menghindarkan nasabah ataupun masyarakat secara luas dari
penyelewengan dari dasar hukum yang berlaku seperti gadai gelap, praktek riba dan
pinjaman yang tidak wajar. (Baca Juga: Cara Mengatur Keuangan Pribadi , Prinsip
Kegiatan Usaha Perbankan)
c. Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan pasal 1160 yang berada di buku II KUH
Perdata. Dalam pasal ini semuanya berbicara tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan prinsip, kinerja dan lainnya dari pegadaian.
d. Artikel 1196 VV, yakni pada titel 19 dalam buku III NBW.
e. Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1969 yang berisi tentang Perusahaan Jawatan
Pegadaian. Yang dimaksud perusahaan jawatan pegadaian adalah lembaga-lembaga
yang menerapkan sistem dan konsep pegadaian yang ada. (Baca Juga: Sumber
Keuangan Perusahaan)
f. Peraturan pemerintah No. 10 tahun 1970 yang berbicara tentang perubahan peraturan
pemerintah No.7 tahun 1969 tentang perusahaan jawatan, hadirnya peraturan ini
melengkapi dan menyempurnakan peraturan sebelumnya.
g. Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2000 yang mengatur tentang Perusahaan umum
(Perum) Pegadaian. Berbeda dengan perusahaan jawatan yang hanya memiliki sistem
dan konsep pegadaian, namun untuk perusahaan umum ini dari mulai bentuk fisik,
dalamnya dan lainnya miliki mereka. (Baca Juga: Peran Pemerintah Sebagai Pelaku
Ekonomi , Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Tradisional)
Dalam ayat ini dijelaskan tentang diperbolehkannya atau diizinkannya muamalah yang
tidak dilakukan secara tunai atau cash. Hadis Bukhari Muslim
b. Dalam salah satu hadis riwayat Bukhari Muslim yakni dari Aisiyah binti Abu Bakar yang
menjelaskan bahwasannya Rasulullah pernah membeli makanan dari seorang Yahudi
dengan menjadikan baju besinya sebagai jaminan.
Tentu dua hukum itu berbicara tentang pegadaian dimana diperbolehkannya suatu jual beli
dengan menggunakan suatu jaminana atau tidak dilakukan secara langsung dengan uang. Hal
ini dikenal dengan sebutan rahn. Rahn dalam pegadaian merupakan sebuah amanat yang ada
pada murtahin tentunya harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, selain itu juga untuk
menjaga serta merawat barang gadai dalam kondisi yang baik. (Baca juga : prinsip ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari , Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah)
Menurut beberapa ulama ada beberapa rukun dalam melaksanakan rahn yakni terdiri dari
pihak yang menggadaikan barang (ar-rahn), barang-barang atau objek yang digadaikan
(marhun), orang yang menerima gadai (murtahin). Sedangkan untuk syarat sah dari rahn
antara lain berakal, baligh, barang yang dijadikan atau digadaikan harus ada pada saat
pegadaian dilaksanakan, serta barang tersebut merupakan kepemilikan yang syah dari
pemberi gadai.
B. Laporan Keuangan
C. Bisnis Model
5. Analisa Komparatif antara Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah
A. Regulasi Perundang-undangan
Konvensional
Syariah
Lembaga Keuangan Mikro Syariah ialah lembaga keuangan mikro yang menjalankan
aktivitasnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Lembaga ini diatur dalam :
- Neraca
- Laporan posisi keuangan pada aset terdapat Rahn dan Qard. Pada liabilitas
terdapat dana wadiah.
- laporanarus kas,
- Neraca,
C. Bisnis Model
6. Analisa Komparatif antara Fintech Konvensional dan Syariah
Regulasi Perundang-undangan
Syariah
Dewan Syariah Nasional Dewan Ulama Indonesia (DSN-MUI) menerbitkan fatwa terbaru
tentang Uang Elektronik Syariah dan Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi (TI)
Berdasarkan Prinsip Syariah.Dua fatwa ini merupakan bagian dari 13 Fatwa Terbaru Tahun
2018 yang disosialisasikan di Jakarta. Sebuah Fatwa ini tentang Uang Elektronik Syariah
(Fatwa No: 116 / DSN-MUI / IX / 2017) dan Fatwa tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah (Fatwa No.: 117 / DSN-MUI / II / 2018)
merupakan kelompok fatwa yang terkait dengan aktivitas dan produk lembaga keuangan
syariah (LKS) dan lembaga bisnis syariah (LBS). Fatwa tersebut dikelompokan menjadi dua:
1. Fatwa tentang Uang Elektronik Syariah (Fatwa No: 116 / DSN-MUI / IX / 2017); di antara
para pihak yang terlibat dalam transaksi uang elektronik dan prinsip umum yang harus dipatuhi
pada saat melakukan transaksi uang elektronik. Ditekankan dalam fatwa tentang penerbit
dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadi'ah atau akad qardh; Akad yang dapat
digunakan penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronik (prinsipal,
pengakuisisi, Pedagang [pedagang], pengurus kliring, dan pengurus penyelesai akhir) adalah
akad ijarah, akad ju'alah, dan akad wakalah bi al-ujrah; dan Akad antara penerbit dengan agen
layanan keuangan digital adalah akad ijarah, akad ju'alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
Kemudian diterbitkan, digunakan dan digunakan uang elektronik terhindar dari transaksi yang
ribawi, gharar, maysir, tadlis, risywah, dan israf; dan transaksi atas objek yang haram atau
maksiat.Lalu, jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit harus ditempatkan di
bank syariah; dan dalam hal kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang maka
jumlah uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang.
1. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 1, Pasal 17 dan Pasal 18 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
2. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 3 dan Pasal 4 tentang pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik
3. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 tentang Pihak yang
melakukan Transaksi Elektronik
4. UU RI No. 11 Tahun 2008 Pasal 40 dan Pasal 41 tentang Peran Pemerintah dan Masyarakat
mengenai Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
10. PBI No. 18/ 17 /PBI/2016 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
B. Laporan keuangan
C.Bisnis Model