Sunteți pe pagina 1din 16

APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP

SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?


Emik Suyani
Politeknik Keuangan Negara STAN
emik.suyani2017@gmail.com

INFORMASI ARTIKEL ABSTRACT

Diterima Pertama The aim of this study is to analyse the appropriateness of


20-11-2017 imposing income tax on the revaluation of fixed assets by firstly
confirming to the concept of income according to both
Dinyatakan Diterima accounting and tax purposes. This study also will analyse the
22-11-2017 principle of income and the commitment to support the IFRS
convergence dealing with the issue of the income tax
imposition of fixed assets revaluation. This study conducts
KATA KUNCI: income tax, revaluation of fixed assets, explanatory and descriptive research by specifically collecting
convergence, IFRS and analysing the data in forms of the Basis of Preparation and
Presentation of Financial Statements, Statement of Financial
Accounting Standard 1 and 16, tax regulations relating to fixed
asset revaluation, as well as textbooks and journals. From this
study, it is concluded that for accounting purpose, the excess
of fixed asset revaluation will be recognized as income in the
form of unrealized gain, while for tax purpose, this excess will
not be treated as income because it breaks the principle of
realized transaction in terms of imposing income tax (there is
no transaction with external party). Tax regulation of imposing
income tax on the excess of the revaluation of fixed asset is
required to be reviewed providing that it is not appropriate
with the principle of income recognition as well as it is unfitted
with the commitment of Indonesia to support the IFRS
convergence.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis selisih lebih
revaluasi aset tetap berdasarkan konsep penghasilan menurut
akuntansi dan pajak serta pengenaan Pajak Penghasilan atas
selisih lebih revaluasi aset tetap tersebut dikaitkan dengan
prinsip penghasilan dan komitmen untuk melakukan
konvergensi IFRS. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif
dan eksplanatori. Analisis dilakukan terhadap data
penelitian yang mencakup Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 1, PSAK 16, peraturan
perpajakan yang terkait dengan revaluasi aset tetap, serta
buku teks dan jurnal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari sisi akuntansi, selisih lebih revaluasi aset tetap merupakan
penghasilan yang berupa keuntungan yang belum direalisasi.
Sedangkan dari sisi pajak, selisih lebih revaluasi bukan
penghasilan karena belum direalisasi (tidak ada transaksi
eksternal). Peraturan perpajakan mengenai pengenaan pajak
atas selisih lebih revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan
yang berlaku saat ini perlu dikaji ulang karena tidak sesuai
dengan prinsip penghasilan serta tidak selaras dengan
komitmen Indonesia untuk melakukan konvergensi IFRS.

Halaman 1
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 2

2011): Aset Tetap, [4] PSAK 22 (Revisi 2010): Kombinasi


1. PENDAHULUAN Bisnis, [5] PSAK 25 (Revisi 2009): Kebijakan Akuntansi,
Perkembangan kegiatan ekonomi dan Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan, dan [6]
globalisasi menuntut adanya suatu standar akuntansi PSAK 30 (Revisi 2011): Sewa.
internasional yang dapat diterima dan dapat dipahami Salah satu perbedaan yang mendasar antara
secara internasional. Oleh karena itu, muncullah suatu PSAK konvergen IFRS dengan peraturan perpajakan
standar internasional, yaitu International Financial adalah PSAK konvergen IFRS mengizinkan entitas untuk
Reporting Standards (IFRS) yang kemudian dijadikan memilih model biaya atau model revaluasi untuk
sebagai pedoman penyajian laporan keuangan di penilaian aset tetapnya sedangkan peraturan
berbagai negara (Juanda, 2012). perpajakan hanya memperkenankan model biaya.
Indonesia, sebagai bagian dari bisnis global Penggunaan model revaluasi untuk tujuan perpajakan
telah berkomitmen melakukan konvergensi IFRS berdampak pada dikenakannya Pajak Penghasilan atas
terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan selisih lebih revaluasi aset tetap. Ketentuan ini diatur
(PSAK). Budi (2012) menyatakan bahwa perkembangan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
konvergensi IFRS di Indonesia dimulai dari kesepakatan 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aset Tetap
G-20 di Pittsburg pada tanggal 24-25 September 2009. Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Peraturan ini
Isi kesepakatan itu di antaranya menyatakan bahwa disinyalir dapat menghambat penerapan model
otoritas yang mengawasi peraturan akuntansi revaluasi sesuai PSAK konvergen IFRS. Purwanti et.al
internasional harus meningkatkan standar global pada (2017) telah melakukan penelitian tentang motivasi
Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan peraturan di penggunaan model revaluasi oleh perusahaan yang
antara negara-negara anggota G-20. terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama rentang waktu
Penerapan konvergensi IFRS sangat 2008-2016. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya 76
berpengaruh pada iklim dunia bisnis di Indonesia. dari total 531 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama Indonesia yang menggunakan model revaluasi dalam
dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin penilaian aset tetapnya. Menariknya, salah satu faktor
mendorong investor untuk masuk dalam pasar modal yang mempengaruhi dilakukannya revaluasi aset tetap
seluruh dunia. Hal ini dikarenakan mutu laporan adalah insentif pajak. Ini tercermin dari meningkatnya
keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, jumlah perusahaan yang melakukan revaluasi aset
pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan tetap selama tahun 2015-2016. Selama 2008-2014
yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan perusahaan yang melakukan revaluasi aset tetap ada
dan satu lagi yang terpenting adalah dapat diterima 24 perusahaan sedangkan selama 2015-2016
secara internasional dan mudah untuk dipahami meningkat menjadi 52 perusahaan. Pada tahun 2015-
(Juanda, 2012). Lebih lanjut, Juanda (2012) 2016 terjadi penurunan tarif pajak penghasilan atas
menyatakan bahwa tujuan konvergensi IFRS adalah selisih lebih revaluasi aset tetap dari semula 10%
agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak menjadi 3%,4%, atau 6%. Penelitian Purwanti et.al.
memerlukan rekonsiliasi lagi dengan laporan keuangan (2017) membuktikan bahwa peraturan perpajakan
berdasarkan IFRS. Dengan demikian diharapkan dapat dapat mempengaruhi motivasi perusahaan untuk
meningkatkan kegiatan investasi secara global, melakukan penilaian aset tetap sesuai PSAK konvergen
memperkecil biaya modal (cost of capital), serta lebih IFRS.
meningkatkan transparansi perusahaan dalam Selain disinyalir dapat menghambat penerapan
penyusunan laporan keuangan. PSAK konvergen IFRS, pengenaan Pajak Penghasilan
Namun, pelaksanaan konvergensi PSAK tidaklah atas selisih lebih revaluasi aset tetap juga menjadi topik
mudah. Saputra dan Hermawan (2012) menyatakan yang menarik jika dilihat dari sisi konsep penghasilan.
bahwa salah satu alasan yang cukup menghambat Di Indonesia, pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih
konvergensi IFRS adalah kurang cepatnya respon lebih revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan
regulator perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak) dalam disebabkan peraturan perpajakan mengakui penilaian
menanggapi masa transisi ini. PSAK saat ini sudah aset tetap berdasarkan model biaya sehingga jika
mengalami peningkatan yang sangat pesat, sementara entitas sebagai Wajib Pajak menggunakan model
itu peraturan perpajakan sangat tertinggal jauh dalam revaluasi untuk tujuan perpajakan dan terdapat
hal penggunaan dasar akuntansinya. Penyesuaian kenaikan nilai aset tetap maka entitas sebagai Wajib
antara konvergensi PSAK dengan peraturan perpajakan Pajak dianggap memperoleh penghasilan sehingga
merupakan hal yang penting mengingat bahwa layak untuk dikenai Pajak Penghasilan. Terdapat
konvergensi PSAK akan berdampak pada perpajakan. beberapa pendapat mengenai pengenaan Pajak
Budi (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh Penghasilan terhadap selisih lebih revaluasi aset tetap.
konvergensi IFRS terhadap perpajakan di Indonesia. Kwall (2010) berpendapat bahwa Pajak Penghasilan
Hasilnya menunjukkan bahwa ada enam PSAK yang sudah seharusnya dikenakan pada saat terjadi selisih
diadopsi dari IFRS dan memberikan pengaruh terhadap lebih nilai aset (asset appreciation) dengan
perpajakan. PSAK tersebut adalah [1] PSAK 10 (Revisi mempertimbangkan kenaikan nilai ekuitas serta
2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, [2] PSAK masalah efisiensi pengenaan pajak tanpa harus
13 (Revisi 2011): Properti Investasi, [3] PSAK 16 (Revisi menunggu sampai dengan terjadi realisasi penjualan.
Sementara itu, Organisasi untuk Kerja Sama dan
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 3

Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for penilaian pada nilai perolehan pertama (historical
Economic Co-operation and Development) menyatakan cost). Banyak pengakuan akuntansi saat ini yang
bahwa pada dasarnya pajak penghasilan dikenakan dasar penilaiannya masih menggunakan historical
atas realisasi penghasilan bersih oleh Wajib Pajak cost. IFRS membuka peluang penggunaan nilai
dalam satu periode penghasilan. wajar yang lebih luas dan untuk beberapa item
Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah seperti aset tetap dan aset tidak berwujud, dibuka
dalam penelitian ini adalah: opsi penggunaan nilai wajar selain nilai perolehan.
a. Apakah terdapat perbedaan penilaian aset tetap c. Pengungkapan
menurut PSAK konvergen IFRS dengan peraturan Mengharuskan lebih banyak pengungkapan
perpajakan Indonesia? (disclosure) dalam laporan keuangan.
b. Apakah terdapat perbedaan pengakuan Pengungkapan diperlukan agar pengguna laporan
penghasilan menurut PSAK konvergen IFRS dengan keuangan dapat mempertimbangkan informasi
Indonesia? yang relevan dan perlu diketahui terkait dengan
c. Apakah pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih apa yang dicantumkan dalam laporan keuangan
lebih revaluasi aset tetap telah sesuai dengan dan kejadian penting yang terkait dengan item
konsep penghasilan menurut peraturan perpajakan tersebut.
Indonesia? 2.2. Konsep Penghasilan Menurut Akuntansi
d. Apakah pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan
lebih revaluasi aset tetap telah selaras dengan Penyajian Laporan Keuangan (Penyesuaian 2014),
konvergensi IFRS? definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis lebih (revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan
lanjut mengenai: timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang
a. perlakuan penilaian aset tetap menurut PSAK biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda
konvergen IFRS dan peraturan perpajakan seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga,
Indonesia; dividen, royalti, dan sewa. Keuntungan mencerminkan
b. konsep pengakuan penghasilan menurut PSAK pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan
konvergen IFRS dan peraturan perpajakan; mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam
c. pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih lebih pelaksanaan aktivitas entitas yang biasa. Keuntungan
revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan meliputi, sebagai contoh pos yang timbul dalam
berdasarkan konsep penghasilan; dan pengalihan aset tidak lancar. Definisi penghasilan juga
d. pengenaan Pajak Penghasilan dalam perspektif mencakup keuntungan yang belum direalisasi, sebagai
konvergensi IFRS. contoh yang timbul dari revaluasi sekuritas yang dapat
dipasarkan (marketable) dan dari kenaikan jumlah aset
2. LANDASAN TEORI jangka panjang.
2.1. PSAK Konvergen IFRS Lebih lanjut, dalam paragraf 92 Kerangka Dasar
Sejak Indonesia memutuskan melakukan Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
konvergensi IFRS maka PSAK mengacu pada IFRS. Tiga (Penyesuaian 2014) disebukan bahwa penghasilan
ciri utama IFRS sebagai standar internasional menurut diakui dalam laporan laba rugi ketika kenaikan manfaat
Martani et.al (2014) sebagai berikut: ekonomik di masa depan yang berkaitan dengan
a. Principle-Based kenaikan aset atau penurunan liabilitas telah terjadi
Standar yang menggunakan principles-based hanya dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan
mengatur hal-hal yang pokok dalam standar penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan
sedangkan prosedur dan kebijakan detail kenaikan aset atau penurunan liabilitas (sebagai
diserahkan kepada pemakai. Standar mengatur contoh kenaikan bersih aset yang timbul dari
prinsip pengakuan sesuai substansi ekonomi, tidak penjualan barang atau jasa atau penurunan liabilitas
didasarkan pada ketentuan detail dalam atribut yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih
kontrak perjanjian. Sedangkan standar yang rule- harus dibayar).
based memuat ketentuan pengakuan akuntansi Sebelum Indonesia melakukan konvergensi
secara detail. Keunggulan pendekatan ini akan IFRS, PSAK menggunakan prinsip laba rugi yang
menghindari dibuatnya perjanjian atau transaksi konservatif. Setelah melakukan konvergensi IFRS, PSAK
mengikuti peraturan dalam konsep pengakuan. menggunakan prinsip laba rugi yang komprehensif
b. Nilai Wajar (Fair Value) (Martani et.al, 2014). Prinsip konservatisme (kehati-
Standar akuntansi banyak menggunakan konsep hatian) mengakui segera kerugian dan menangguhkan
nilai wajar (fair value). Penggunaan nilai wajar laba sampai benar-benar terealisasi. Pada awalnya
untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi konsep dasar konservatisme diperkenalkan dan
untuk pengambilan keputusan. Informasi nilai dijadikan sebagai salah satu kerangka konseptual
wajar lebih relevan karena menunjukkan nilai (conseptual framework) dalam penyusunan laporan
terkini. Hal ini sangat bertolak belakang dengan keuangan sebagai bagian dari usaha untuk
konsep harga perolehan yang mendasarkan mengimbangi adanya konsep optimisme yang
berlebihan dalam membaca laporan keuangan. Hal ini
dijadikan kesepakatan mengingat bahwa konsekuensi
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 4

dari konsep optimisme (menyajikan kelebihan laba) 2.3. PSAK dalam Peraturan Perpajakan
lebih membahayakan keberlangsungan usaha (going Penjelasan Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang
concern) dibandingkan jika menyajikan secara Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas
konservatif, yaitu menyajikan kurang laba. Konsekuensi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
tersebut antara lain risiko pembayaran serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang
pembagian dividen yang lebih tinggi. Namun demikian, selanjutnya disebut UU KUP 2007 menyatakan bahwa:
dalam perjalannya penerapan konsep ini semakin “... Dengan demikian, pembukuan harus
mempersulit untuk menilai perusahaan secara benar. diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
Lebih jauh, penyajian laporan keuangan dengan dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar
konsep konservatisme justru menciptakan keraguan Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-
dalam kualitas pelaporan, sehingga kurang dapat undangan perpapajakan menentukan lain.”
mendukung dalam pengambilan keputusan dan dapat Pengaturan dalam ketentuan di atas
menyesatkan pihak pengguna laporan keuangan (Basu, dimaksudkan agar berdasarkan pembukuan tersebut
2009). Demikian juga dengan perkembangan ekonomi, dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
bermunculannya perusahaan perusahaan Ketentuan di atas juga menjadi pedoman bagi semua
multinasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan Wajib Pajak untuk mengacu pembukuannya ke PSAK
teknologi, membuat prinsip-prinsip dalam US GAAP yang diterbitkan oleh IAI. Acuan metode pembukuan
terlalu konservatif untuk mengevaluasi suatu operasi dimungkinkan tidak merujuk ke PSAK, tetapi ke
perusahaan dan biaya historis sudah tidak dapat peraturan perpajakan sepanjang ketentuan peraturan
menggambarkan keadaan aset suatu perusahaan perpajakan mengatur secara tersendiri (Budi, 2012).
sebenarnya (Martani et.al, 2014). Satu ilustrasi
2.4. Akuntansi Aset Tetap Menurut PSAK dan
sederhana, seringkali kita mendapati kenaikan secara
Peraturan Perpajakan
drastis nilai aset tetap tanah dan bangunan di kota-
Perlakuan akuntansi aset tetap diatur dalam
kota besar di Indonesia. Misalnya, PT ABC membeli
PSAK 16 (Penyesuaian 2014): Aset Tetap. Di sisi lain,
tanah dan melakukan pembangunan sepuluh tahun
peraturan perpajakan mengatur secara tersendiri
yang lalu senilai Rp500 juta dan harga pasar sekarang
untuk akuntansi aset tetap dalam Pasal 11 Undang-
nilai tanah di wilayah tersebut melonjak drastis
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
menjadi senilai Rp5 miliar. Jika perusahaan tetap
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
menggunakan konsep konservatisme, penyajian
tentang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut
laporan keuangannya tersebut sudah tidak relevan
UU Pajak Penghasilan.
dengan kondisi yang sesungguhnya.
Budi (2012) membuat perbandingan perbedaan
Oleh karena itu muncul solusi baru untuk
perlakuan akuntansi dan pajak aset tetap sebagaimana
mengikuti perkembangan berbagai hal yang menuntut
dalam Tabel 1 (lihat Lampiran).
arus informasi yang berkualitas berupa konsep laba
rugi komprehensif yang dapat menjawab semua 2.5. Pengenaan Pajak atas Selisih Lebih Revaluasi
pertanyaan tersebut (Martani et.al, 2014). Total laba Aset Tetap
rugi komprehensif terdiri dari komponen laba rugi dan Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa salah
penghasilan komprehensif lain. Penghasilan satu perbedaan perlakuan akuntansi aset tetap adalah
komprehensif lain menurut PSAK 1 (Penyesuaian 2014) saat pengukuran setelah pengakuan awal. PSAK
berisi pos-pos penghasilan dan beban (termasuk mengizinkan diterapkan model biaya atau model
penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba revaluasi. Sedangkan peraturan perpajakan
rugi sebagaimana disyaratkan atau diizinkan oleh SAK. menggunakan model biaya. Model revaluasi diizinkan
Komponen penghasilan komprehensif lain mencakup: sepanjang diajukan kepada Dirjen Pajak dan Dirjen
(a) perubahan dalam surplus revaluasi aset tetap dan Pajak berwenang menerbitkan surat keputusan.
aset tidak berwujud, (b) pengukuran kembali program Dalam hal entitas sebagai Wajib Pajak
imbalan pasti, (c) keuntungan dan kerugian yang timbul menggunakan model revaluasi aset tetap untuk tujuan
dari penjabaran laporan keuangan dari kegiatan usaha perpajakan, Wajib Pajak akan dikenakan Pajak
luar negeri (d) keuntungan dan kerugian dari Penghasilan atas selisih lebih revaluasi. Pasal 19 UU
pengukuran kembali aset keuangan sebagai tersedia Pajak Penghasilan mengatur bahwa Menteri Keuangan
untuk dijual, dan (e) bagian efektif dari keuntungan dan berwenang menetapkan peraturan tentang revaluasi
kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung aset tetap dan mengenakan pajak dengan tarif
nilai arus kas. Sebagian komponen penghasilan tersendiri yang diatur dengan Peraturan Menteri
komprehensif lainnya merupakan konsekuensi Keuangan.
diterapkannya prinsip fair value. Penerapan prinsip fair Ketentuan lebih lanjut tentang revaluasi aset
value mengharuskan entitas melakukan penilaian aset tetap untuk tujuan perpajakan diatur dalam Peraturan
sesuai harga pasar pada saat pelaporan. Selisih lebih Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008, yang
antara harga pasar dengan nilai terbawa (nilai sisa dapat diringkas dalam Tabel 2 (lihat Lampiran).
buku) merupakan keuntungan yang belum direalisasi Khusus untuk revaluasi aset tetap untuk tujuan
yang disajikan sebagai penghasilan komprehensif perpajakan yang diajukan selama tahun 2015-2016
lainnya. terjadi penurunan tarif menjadi sebesar 3% (untuk
pengajuan sampai dengan 31 Desember 2015), 4%
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 5

store of property rights between the beginning and end


(untuk pengajuan 1 Januari sampai dengan 30 Juni of the period in question (penghasilan adalah jumlah
2016), dan 6% (untuk pengajuan 1 Juli sampai dengan aljabar dari (1) nilai pasar dari hak-hak yang dikonsumsi
31 Desember 2016) sesuai Peraturan Menteri dan (2) perubahan nilai dari hak atas kekayaan yang
Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015. dimiliki yang terjadi antara awal dan akhir periode.”
Definisi penghasilan menurut Accretion Concept
2.6. Pengenaan Pajak atas Pengalihan Hak atas
menimbulkan dua kesulitan utama, yaitu kesulitan
Tanah dan/atau Bangunan
mengukur nilai uang dan kesulitan menentukan tingkat
Dalam hal Wajib Pajak mengalihkan aset tetap
harga. Oleh karena itu, Mansury mendefinisikan
berupa tanah dan/atau bangunan, Wajib Pajak
penghasilan untuk kepentingan perpajakan Indonesia
dikenakan Pajak Penghasilan Final sebagaimana diatur
sebagai berikut: “penghasilan adalah tambahan
dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pajak Penghasilan. Peraturan
kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 mengatur lebih
ekonomisnya dalam suatu periode tertentu, sepanjang
lanjut pengenaan pajak atas transaksi pengalihan hak
tambahan kemampuan itu berupa uang atau dapat
atas tanah dan/atau bangunan, yang diringkas dalam
dinilai dengan uang (Markus dan Yujana, 2004).
Tabel 3 (lihat Lampiran).
Apabila definisi penghasilan menurut Accretion
2.7. Konsep Penghasilan sebagai Objek Pajak Concept diambil sepenuhnya, akan terdapat kesulitan
Di Indonesia, Wajib Pajak dikenai pajak atas dalam pelaksanaan pengenaan pajak karena definisi
transaksi yang menimbulkan penghasilan baginya. penghasilan tersebut mencakup pengertian
Dengan demikian, yang dijadikan objek pajak adalah penghasilan yang belum direalisasikan. Accretion
penghasilan Wajib Pajak, bukan kekayaan atau Concept menganggap bahwa kenaikan nilai harta yang
pengeluaran konsumsinya (Markus dan Yujana, 2004). kita miliki, walaupun harta tersebut masih kita pegang
Definisi penghasilan menurut Pasal 4 ayat (1) dan tidak dialihkan kepemilikannya kepada orang lain
UU Pajak Penghasilan adalah: (capital appreciation) juga merupakan penghasilan
“setiap tambahan kemampuan ekonomis yang (Markus dan Yujana, 2004).
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang Oleh karena itu, UU Pajak Penghasilan
berasal dari Indonesia maupun dari luar membatasi pengertian “tambahan kemampuan
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi ekonomis” menurut Accretion Concept dengan
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak menambahkan frasa “yang diterima atau diperoleh
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam Wajib Pajak” (Markus dan Yujana, 2004).
bentuk apa pun...”
2.7.2. Konsep realisasi dalam pengakuan penghasilan
Definisi penghasilan menurut Pasal 4 ayat (1)
Menurut Markus dan Yujana (2004),
UU Pajak Penghasilan mengandung lima unsur pokok
penambahan frasa “yang diterima atau diperoleh
(Markus dan Yujana , 2004), yaitu:
Wajib Pajak” pada pengertian “tambahan kemampuan
a. setiap tambahan kemampuan ekonomis;
ekonomis” menyatakan dua hal, yaitu:
b. yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak;
a. Tambahan kemampuan ekonomis itu baru dikenai
c. baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
pajak apabila telah direalisasi. Dengan demikian,
Indonesia;
menurut UU Pajak Penghasilan, tambahan
d. yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
kemampuan ekonomis yang masih dalam bentuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang
capital appreciation belum merupakan penghasilan
bersangkutan; dan
karena belum direalisasikan.
e. dengan nama dan dalam bentuk apapun.
b. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
2.7.1. Pengertian penghasilan sebagai setiap atau diperoleh itu baru dikenai pajak atau baru
tambahan kemampuan ekonomis menjadi penghasilan apabila telah dapat dicatat
Pengertian penghasilan sebagai setiap berdasarkan basis akuntansi yang dipakai oleh
tambahan kemampuan ekonomis diambil UU Pajak Wajib Pajak yang bersangkutan.
Penghasilan dari S-H-S Concept atau Accretion Concept, Yang menjadi permasalahan, apakah konsep
yaitu definisi ilmu ekonomi perpajakan (fiscal realisasi menurut akuntansi sama atau berbeda dengan
economics) yang diusulkan oleh tiga ekonom, yaitu konsep realisasi menurut UU Pajak Penghasilan. Markus
George Schanz, Robert Murray Haig, dan Henry C. dan Yujana (2004) membandingkan konsep realisasi
Simons (Markus dan Yujana, 2004). Haig (1921) dalam menurut akuntansi dan UU Pajak Penghasilan
Markus dan Yujana (2004) mengusulkan pengertian sebagaimana dalam Tabel 4 (lihat Lampiran).
penghasilan untuk keperluan perpajakan sebagai Di Amerika Serikat, realisasi merupakan salah
berikut: “income is the money value of net accretion to satu prinsip dalam penentuan penghasilan. Dalam kasus
one’s economic power between two points of time Commissioner v Glenshaw Glass Co, Mahkamah Agung
(penghasilan adalah nilai berupa uang dari tambahan (Supreme Court) Amerika Serikat menentukan bahwa
kemampuan ekonomis neto seseorang antar dua titik penghasilan pada umumnya adalah tambahan kekayaan
waktu).” Simons (1921) dalam Markus dan Yujana yang tidak dapat disangkal, secara jelas sudah
(2004) mendefinisikan penghasilan sebagai berikut: direalisasi, dan Wajib Pajak telah memiliki penguasaan
”personal income may be defined as the algebraic sum penuh. Selanjutnya, dalam kasus Helvering v Bruun
of (1) the market value of rights exercised in Mahkamah Agung menyatakan empat kejadian yang
consumption and (2) the change in the value of the menjadi pemicu realisasi keuntungan atau kerugian,
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 6

yaitu pertukaran properti, pembebasan kewajiban


hukum kepada pihak ketiga, pembebasan kewajiban 3.4.2. Tinjauan literatur
hukum kepada pihak yang menerima properti, dan Berdasarkan gagasan dan rumusan masalah
transaksi menguntungkan lainnya (Kratzke, 2016). yang sudah ada, proses penelitian dilanjutkan dengan
tinjauan literatur. Rincian literatur yang menjadi
3. METODE PENELITIAN rujukan dalam penelitian ini telah diuraikan dalam
3.1. Sifat Penelitian subbagian 3.2.
Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dan 3.4.3. Desain penelitian
eksplanatori. Maanen (1979) dalam Cooper & Dalam proses ini, perhatian pertama difokuskan
Schindler (2008) mendefinisikan penelitian kualitatif pada pemahaman Kerangka Dasar Penyusunan
sebagai: Penyajian Laporan Keuangan (Penyesuaian 2014) dan
“Qualitative research include an array of PSAK 16 (Penyesuaian 2014) untuk mengetahui konsep
interpretive techniques which seek to describe, decode, penghasilan dan penilaian aset tetap menurut
translate, and otherwise come to terms with the akuntansi. Tahap pertama diilustrasikan dalam Gambar
remaining, not the frequency of certain more or less 1 (lihat Lampiran).
naturally occuring phenomena in the social world.” Tahapan kedua, perhatian difokuskan pada
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang pemahaman konsep penghasilan dan perlakuan
bersifat deskriptif dan eksplanatori. Penelitian ini penilaian aset tetap menurut peraturan perpajakan.
mendeskripsikan data-data yang ada untuk kemudian Tahap kedua diilustrasikan dalam Gambar 2 (lihat
dijelaskan lebih detail berdasarkan teori yang relevan. Lampiran).
3.2. Materi Penelitian 3.4.4. Pengumpulan data
Berdasarkan penjelasan sifat penelitian di atas, Data berupa literatur PSAK, ketentuan
materi penelitian ini berupa literatur-literatur sebagai perpajakan, buku teks, dan jurnal dikumpulkan melalui
berikut: beberapa cara, yaitu:
a. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan a. meminjam buku PSAK dari perpustakaan;
Keuangan (Penyesuaian 2014). b. mengunduh peraturan perpajakan dari taxbase;
b. PSAK 1 (Penyesuaian 2014): Penyajian Laporan dan
Keuangan. c. mengunduh e-book buku teks atau jurnal yang
c. PSAK 16 (Penyesuaian 2014): Aset Tetap. terkait dengan tema penelitian.
d. Peraturan perpajakan, yang terkait dengan
ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Pajak 3.4.5. Analisis dan temuan
Penghasilan, Pajak Penghasilan atas selisih lebih Setelah diperoleh pemahaman pengakuan
revaluasi aset tetap dan pengalihan aset tetap. penghasilan dan kenaikan atau penurunan nilai aset
e. Buku teks dan jurnal. tetap menurut akuntansi maupun peraturan
perpajakan, langkah selanjutnya adalah
3.3. Alat/instrumen Penelitian mengidentifikasi:
Dalam penelitian kualitatif, mutu alat penelitian a. apakah ada perbedaan perlakuan penilaian aset
terkait erat dengan validitas dan reliabilitas instrumen tetap menurut akuntansi dan peraturan
penelitian. Untuk penelitian kualitatif, instrumen perpajakan?
penelitiannya adalah penulis itu sendiri sehingga b. apakah ada perbedaan konsep penghasilan
validasi dilakukan oleh penulis sendiri dengan menurut akuntansi dan peraturan perpajakan?
memperhatikan di antaranya hal-hal sebagai berikut c. apakah ada perbedaan perlakuan kenaikan atau
(Budi, 2012): penurunan nilai aset tetap menurut akuntansi dan
a. pemahaman penulis terhadap metode penelitian peraturan perpajakan?
kualitatif d. apakah pengenaan Pajak Penghasilan telah sesuai
b. penguasaan wawasan penulis terhadap bidang dengan konsep penghasilan menurut peraturan
yang diteliti perpajakan?
c. kesiapan penulis untuk memasuki objek penelitian. Proses identifikasi dapat diilustrasikan dalam
3.4. Tahapan Penelitian Gambar 3 (lihat Lampiran).
Tahapan penelitian ini menggunakan susunan
tahapan yang digunakan oleh Budi (2012), yaitu: 4. PEMBAHASAN
3.4.1. Pembuatan gagasan/ide 4.1. Perlakuan Penilaian Aset Tetap Menurut PSAK
Ide penelitian terinspirasi dari latar belakang dan Peraturan Perpajakan
penulis sebagai pendidik matakuliah Akuntansi Sesuai PSAK 16 (Penyesuaian 2014), entitas
Keuangan dan Pajak Penghasilan. Uraian detail latar dapat memilih model biaya atau model revaluasi untuk
belakang munculnya ide penulisan ini telah dijabarkan pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal. Dalam
pada Bagian 1 tentang Pendahuluan. Sebagai tenaga model biaya, setelah pengakuan sebagai aset, aset
pendidik di bidang perpajakan, penulis merasa perlu tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi
untuk memberikan kontribusi bagi otoritas perpajakan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan
yang memiliki kewenangan untuk membuat peraturan nilai. Dalam model revaluasi, setelah pengakuan
perpajakan. sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 7

diukur secara andal dicatat pada jumlah revaluasian, Berbeda dengan perlakuan akuntansi di mana terdapat
yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi dua kemungkinan saat perusahaan melakukan
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan revaluasi, yaitu terjadi kenaikan nilai aset tetap (selisih
nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. lebih revaluasi) atau penurunan nilai aset tetap, maka
Ketika entitas memilih menggunakan model untuk tujuan perpajakan yang diperbolehkan adalah
revaluasi, entitas akan membandingkan antara nilai ketika terjadi kenaikan nilai aset tetap (selisih lebih
tercatat aset tetap dengan nilai wajar aset tetap revaluasi) sedangkan penurunan nilai aset tetap tidak
tersebut. Terdapat dua kemungkinan pada saat diperbolehkan. Dalam hal terjadi selisih lebih revaluasi,
revaluasi, yaitu mendapatkan keuntungan atau entitas dikenai Pajak Penghasilan Final sebesar 10%
kerugian (Weygandt et.al, 2015) dari selisih lebih revaluasi. Selisih lebih revaluasi
a. Keuntungan (gain) merupakan selisih lebih antara harga wajar/harga
Yaitu nilai tercatat lebih rendah dibandingkan nilai pasar aset tetap dengan nilai sisa buku secara fiskal.
wajar. Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat Dalam hal terjadi rugi penurunan nilai, kerugian
revaluasi maka kenaikan tersebut diakui dalam tersebut tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan
penghasilan komprehensif lain dan terakumulasi dalam Penghasilan Kena Pajak.
ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Contoh 3:
Contoh 1: PT ZZZ membeli Peralatan pada tanggal 1 Januari 2016
PT ABC membeli Peralatan pada tanggal 1 Januari 2016 sebesar Rp300.000.000,00. Aset mempunyai umur
sebesar Rp300.000.000,00. Aset mempunyai umur ekonomis lima tahun dan tidak ada nilai residu. Untuk
ekonomis lima tahun dan tidak ada nilai residu. kepentingan pajak, Peralatan masuk kelompok 1. PT
Penyusutan menggunakan metode garis lurus. PT ABC ZZZ menggunakan metode garis lurus untuk melakukan
memilih model revaluasi untuk pengukuran aset tetap penyusutan secara komersial maupun fiskal. Tarif
setelah pengakuan awal. Nilai terbawa Peralatan pada penyusutan garis lurus secara fiskal sesuai Pasal 11 ayat
tanggal 31 Desember 2016 sebesar Rp240.000.000,00 (6) UU Pajak Penghasilan untuk aset tetap kelompok 1
(harga perolehan sebesar Rp300.000.000,00 dan adalah sebesar 25%. PT ZZZ memilih model revaluasi
akumulasi penyusutan sebesar Rp60.000.000,00) dan untuk pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal.
nilai wajarnya sebesar Rp280.000.000,00 maka jurnal Pada tanggal 31 Desember 2016, nilai wajar Peralatan
yang dibuat pada tanggal 31 Desember 2016 sebagai sebesar Rp275.000.000,00, nilai sisa buku fiskal
berikut: sebesar Rp225.000.000,00 (harga perolehan sebesar
Rp300.000.000,00 dikurangi akumulasi penyusutan
sebesar Rp75.000.000,00), dan nilai sisa buku
Nilai selisih lebih revaluasi sebesar Rp40.000.000,00 komersial sebesar Rp240.000.000,00 (harga perolehan
dilaporkan sebagai Penghasilan Komprehensif Lain sebesar Rp300.000.000,00 dikurangi akumulasi
dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif dan dilaporkan penyusutan sebesar Rp60.000.000,00). Jika PT ZZZ
sebagai bagian Ekuitas dalam Laporan Posisi Keuangan. mengajukan permohonan revaluasi aset tetap untuk
b. Kerugian (loss) tujuan perpajakan maka jurnal yang dibuat pada
Yaitu nilai tercatat lebih tinggi dibandingkan nilai wajar. tanggal 31 Desember 2016 sebagai berikut:
Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi maka
penurunan tersebut diakui dalam laba rugi.
Contoh 2:
PT XYZ membeli Peralatan pada tanggal 1 Januari 2016 Nilai selisih lebih revaluasi sebesar Rp30.000.000,00
sebesar Rp300.000.000,00. Aset mempunyai umur dilaporkan sebagai bagian Ekuitas dalam Laporan Posisi
ekonomis lima tahun dan tidak ada nilai residu. Keuangan.
Penyusutan menggunakan metode garis lurus. PT XYZ Contoh 4:
memilih model revaluasi untuk pengukuran aset tetap
PT AAA membeli Peralatan pada tanggal 1 Januari 2016
setelah pengakuan awal. Nilai terbawa Peralatan pada
sebesar Rp300.000.000,00. Aset mempunyai umur
tanggal 31 Desember 2016 sebesar Rp240.000.000,00
ekonomis lima tahun dan tidak ada nilai residu. Untuk
(harga perolehan sebesar Rp300.000.000,00 dan
kepentingan pajak, Peralatan masuk kelompok 1. PT
akumulasi penyusutan sebesar Rp60.000.000,00) dan
AAA menggunakan metode garis lurus untuk
nilai wajarnya sebesar Rp220.000.000,00 maka jurnal
melakukan penyusutan secara komersial maupun
yang dibuat pada tanggal 31 Desember 2016 sebagai
fiskal. Tarif penyusutan garis lurus secara fiskal sesuai
berikut:
Pasal 11 ayat (6) UU Pajak Penghasilan untuk aset tetap
kelompok 1 adalah sebesar 25%. PT AAA memilih
model revaluasi untuk pengukuran aset tetap setelah
Nilai selisih kurang revaluasi sebesar Rp20.000.000,00 pengakuan awal. Pada tanggal 31 Desember 2016, nilai
dilaporkan sebagai kerugian dalam Laporan Laba Rugi. wajar Peralatan sebesar Rp200.000.000,00, nilai sisa
Untuk tujuan perpajakan, pengukuran aset buku fiskal sebesar Rp225.000.000,00 (harga
tetap setelah pengakuan awal yang diizinkan adalah perolehan sebesar Rp300.000.000,00 dikurangi
model biaya. Entitas sebagai Wajib Pajak badan dalam akumulasi penyusutan sebesar Rp75.000.000,00), dan
negeri dan BUT dapat menggunakan model revaluasi nilai sisa buku komersial sebesar Rp240.000.000,00
untuk tujuan perpajakan dengan syarat entitas harus (harga perolehan sebesar Rp300.000.000,00 dikurangi
mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak. akumulasi penyusutan sebesar Rp60.000.000,00). PT
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 8

AAA tidak diperkenankan mengajukan permohonan penghasilan diakui dalam laporan laba rugi ketika
revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan kenaikan manfaat ekonomik di masa depan yang
disebabkan terjadi penurunan nilai aset tetap secara berkaitan dengan kenaikan aset atau penurunan
fiskal sebesar Rp25.000.000,00 (harga pasar aset liabilitas telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
sebesar Rp200.000.000,00 dikurangi nilai sisa buku Dalam contoh 1, telah terjadi kenaikan aset Peralatan
fiskal sebesar Rp225.000.000,00). Demikian juga, yang nilainya dapat diukur dengan andal yaitu
penurunan nilai ini tidak boleh dikurangkan dalam berdasarkan harga pasarnya. Dengan demikian, PT ABC
penghitungan Penghasilan Kena Pajak. mengakui keuntungan yang belum direalisasi dari
selisih lebih revaluasi aset tetap sebagai penghasilan
4.2. Analisis Selisih Lebih Revaluasi Aset Tetap
bersamaan dengan pengakuan kenaikan aset
Berdasarkan Konsep Penghasilan Menurut PSAK
Peralatan.
dan Peraturan Perpajakan
Konsep penghasilan menurut UU Pajak
Konsep penghasilan menurut akuntansi diatur
Penghasilan adalah “setiap tambahan kemampuan
dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
Laporan Keuangan (Penyesuaian 2014). Menurut
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
akuntansi, penghasilan (income) meliputi baik
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains).
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan
pun...”. Menurut Markus dan Yujana (2004),
yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa
penggunaan frasa “yang diterima atau diperoleh Wajib
(fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa. Keuntungan
Pajak” menunjukkan bahwa untuk dapat diakui sebagai
mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi
penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis
penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak
tersebut harus sudah direalisasikan oleh Wajib Pajak.
timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang biasa.
Hal ini berarti bahwa setiap tambahan kemampuan
Keuntungan meliputi, sebagai contoh pos yang timbul
ekonomis yang belum direalisasikan belum dianggap
dalam pengalihan aset tidak lancar. Definisi
sebagai penghasilan. Mansury dalam Markus dan
penghasilan juga mencakup keuntungan yang belum
Yujana (2004) menyatakan bahwa UU Pajak
direalisasi, sebagai contoh yang timbul dari revaluasi
Penghasilan menggunakan realization criterion yang
sekuritas yang dapat dipasarkan (marketable) dan dari
dikenal dalam akuntansi sehingga tambahan
kenaikan jumlah aset jangka panjang. Lebih lanjut,
kemampuan ekonomis itu baru dapat dikenai pajak
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
apabila diterima secara tunai (basis kas) atau apabila
Keuangan (Penyesuaian 2014) memberikan pedoman
hak untuk meminta pemenuhan pembayaran telah
kapan entitas mengakui pengakuan. Menurut
dapat dicatat dalam akuntansi Wajib Pajak (basis
akuntansi, penghasilan diakui dalam laporan laba rugi
akrual). Lebih lanjut Markus dan Yujana (2004)
ketika kenaikan manfaat ekonomik di masa depan yang
menyatakan kriteria konsep realisasi menurut UU Pajak
berkaitan dengan kenaikan aset atau penurunan
Penghasilan yaitu:
liabilitas telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
a. Realisasi merupakan faktor determinan dalam
Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan
penghasilan. Artinya, begitu terjadi realisasi maka
dengan pengakuan kenaikan aset atau penurunan
timbul penghasilan.
liabilitas (sebagai contoh kenaikan bersih aset yang
b. Realisasi diartikan secara sempit sebagai
timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan
perubahan hak atau kepemilikan atau penguasaan
liabilitas yang timbul dari pembebasan pinjaman yang
atas aset dan/atau kewajiban, baik aset atau
masih harus dibayar).
kewajiban yang sama maupun aset atau kewajiban
Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan
yang telah berubah bentuk atau substansi.
Penyajian Laporan Keuangan (Penyesuaian 2014) jelas
c. Perubahan bentuk menuntut adanya transaksi
disebutkan bahwa penghasilan juga mencakup
eksternal. Transaksi internal tidak akan
keuntungan yang belum direalisasi. Pada saat entitas
menimbulkan hak atau kewajiban baru bagi
melakukan revaluasi aset tetap, terdapat dua
perusahaan.
kemungkinan yang terjadi, yaitu keuntungan (gain)
d. Pengertian transaksi eksternal atau transaksi
atau kerugian (loss). Keuntungan terjadi apabila
dengan pihak luar entitas menurut UU Pajak
terdapat selisih lebih revaluasi, yaitu harga pasar aset
Penghasilan diartikan sebagai transaksi dengan
tetap lebih tinggi dibandingkan nilai terbawa.
pihak Subjek Pajak lain. Dalam akuntansi, pihak luar
Sedangkan kerugian terjadi apabila harga pasar aset
entitas bisa pihak Subjek Pajak yang berbeda atau
tetap lebih rendah dibandingkan nilai terbawa. Pada
pihak Subjek Pajak yang sama.
contoh 1, entitas mendapatkan keuntungan sebesar
e. UU Pajak Penghasilan tidak menentukan bahwa
Rp40.000.000,00, yaitu harga pasar sebesar
perubahan hak atas aset atau kewajiban baru
Rp280.000.000,00 dikurangi nilai terbawa sebesar
dapat dicatat dalam pembukuan jika aset atau
Rp240.000.000,00. Keuntungan ini bagi PT ABC
kewajiban itu sudah bisa diukur dan sudah dapat
merupakan keuntungan yang belum direalisasi tetapi
diuangkan.
berdasarkan konsep penghasilan menurut akuntansi
Pada contoh 3, entitas sebagai Wajib Pajak
sudah dapat diakui sebagai penghasilan sepanjang
mendapatkan keuntungan berupa selisih lebih
memenuhi kriteria pengakuan penghasilan. Pedoman
revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan sebelum
pengakuan penghasilan menurut akuntansi yaitu
dikenai pajak sebesar Rp50.000.000,00, yaitu harga
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 9

penurunan aset tetap, selain kerusakan karena


pasar aset tetap sebesar Rp275.000.000,00 dikurangi bencana alam atau keusangan, tidak diperkenankan
nilai sisa buku fiskal sebesar Rp225.000.000,00. untuk tujuan pajak (KPMG Tax Corporation, 2016).
Berdasarkan konsep penghasilan menurut UU Pajak Di Indonesia, objek Pajak Penghasilan menurut
Penghasilan, keuntungan selisih lebih revaluasi aset Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan adalah
tetap untuk tujuan perpajakan ini adalah bukan penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
penghasilan karena tidak memenuhi kriteria sudah ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
direalisasi oleh entitas sebagai Wajib Pajak. Pertama, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
saat PT ZZZ melakukan revaluasi aset tetap tidak ada Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
perubahan hak atau kepemilikan atau penguasaan untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
atas aset tetap tersebut. Aset tetap yang direvaluasi bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
tetap dikuasai atau dimiliki oleh PT ZZZ. Aset tetap pun. Salah satu jenis penghasilan menurut Pasal 4 ayat
yang direvaluasi tidak dialihkan kepada pihak lain. (1) huruf m UU Pajak Penghasilan adalah selisih lebih
Kedua, tidak ada transaksi eksternal terkait revaluasi revaluasi aset tetap. Lebih lanjut, pengenaan Pajak
aset tetap. Revaluasi aset tetap merupakan transaksi Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset tetap diatur
internal PT ZZZ sebagai Wajib Pajak dan tidak dalam Pasal 19 UU Pajak Penghasilan dan Peraturan
melibatkan entitas lain sebagai Wajib Pajak. Oleh Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008. Menurut
karena itu, apabila timbul selisih lebih akibat revaluasi ketentuan dalam peraturan ini, atas selisih lebih
aset tetap tersebut, selisih lebih tersebut menurut revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan dikenai
prinsip pajak belum diakui sebagai penghasilan karena Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%.
belum direalisasi. Khusus untuk revaluasi aset tetap untuk tujuan
perpajakan yang diajukan selama tahun 2015-2016
4.3. Analisis Pengenaan Pajak Penghasilan atas
terjadi penurunan tarif menjadi sebesar 3% (untuk
Selisih Lebih Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan
pengajuan sampai dengan 31 Desember 2015), 4%
Konsep Penghasilan
(untuk pengajuan 1 Januari sampai dengan 30 Juni
Terkait dengan kelaziman pengenaan Pajak
2016), dan 6% (untuk pengajuan 1 Juli sampai dengan
Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset tetap, mau
31 Desember 2016) sesuai Peraturan Menteri
tidak mau kita akan kembali ke prinsip dan konsep
Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 jo Peraturan
pengenaan Pajak Penghasilan yang lazim diterima dan
Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.03/2015 jo
diterapkan. Sejauh ini, konsep penghasilan serta
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2016.
pengakuannya untuk kepentingan perpajakan sendiri
Berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku di
menuai banyak perdebatan. Organisasi untuk Kerja
Indonesia, tambahan kemampuan ekonomis dalam
Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD -
bentuk selisih lebih revaluasi aset tetap dikenai pajak
Organisation for Economic Co-operation and
pada saat terjadi revaluasi. Ini berarti bahwa selisih
Development), misalnya, dalam literatur yang
lebih revaluasi aset tetap dikenai pajak pada saat
diterbitkan tahun 2014, menyatakan bahwa pada
penghasilan belum direalisasi. Sesuai dengan prinsip
dasarnya pajak penghasilan dikenakan atas realisasi
pengakuan penghasilan sebagai objek pajak
penghasilan bersih oleh Wajib Pajak dalam satu
seharusnya pada saat terjadi revaluasi belum dikenai
periode penghasilan. Pendapat lain disampaikan oleh
Pajak Penghasilan karena belum ada realisasi
Simon (1938) yang lebih menekankan konsep
penghasilan. Tetapi, jika selisih lebih akibat revaluasi
penghasilan sebagai objek pajak haruslah bisa
aset tetap – yang dalam Laporan Posisi Keuangan
dikuantifikasikan, jadi harus dapat diukur dan
dicatat dalam kelompok ekuitas berupa Surplus
mengandung konsep perolehan (acquisitive concept).
Revaluasi – dialihkan atau dicatat sebagai saham bonus
Acquisitive concept memandang bahwa konsep
atau penambahan saham tanpa setoran maka pada
penghasilan diejawantahkan dalam bentuk
waktu itulah terjadi realisasi karena pada saat itu
kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang
terjadi transaksi ekternal antara perusahaan dengan
dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan.
pemegang sahamnya (Markus dan Yujana, 2004).
Simon menekankan pada pengukuran berkenaan
Seharusnya, pada saat pengalihan selisih lebih
dengan apa yang diperoleh itu. Sementara Kwall (2010)
revaluasi aset tetap menjadi saham bonus kepada
membuat argumentasi mengenai perlakuan
pemegang saham inilah dikenai Pajak Penghasilan.
perpajakan yang berlaku di Amerika Serikat yang
Namun, peraturan perpajakan yang berlaku di
menekankan prinsip realisasi dalam pengenaan
Indonesia mengatur sebaliknya. Pasal 2 huruf b
pajaknya. Kwall berpendapat bahwa pajak penghasilan
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
sudah seharusnya dikenakan pada saat terjadi selisih
mengatur bahwa objek pajak berupa dividen
lebih nilai aset (asset appreciation) dengan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g
mempertimbangkan kenaikan nilai ekuitas serta
UU Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian
masalah efisiensi pengenaan pajak, tanpa harus
saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang
menunggu sampai dengan terjadi realisasi penjualan.
berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali
Di Jepang, keuntungan karena revaluasi aset tidak
aset tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
dikenai pajak kecuali untuk kasus khusus tertentu
(1) UU Pajak Penghasilan. Demikian juga Pasal 9 ayat
seperti revaluasi yang dilakukan berdasarkan undang-
(2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
undang reorganisasi korporasi (Corporation
79/PMK.03/2008 mengatur bahwa pemberian saham
Reorganization Law). Demikian juga, kerugian
bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 10

penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset tetap


tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih mempunyai implikasi penyematan semangat yang
lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan, sampai berseberangan dengan komitmen untuk meningkatkan
dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara kualitas pelaporan keuangan entitas sebagai Wajib
fiskal bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal Pajak. Penelitian Purwanti et.al (2017) memberikan
4 ayat (1) huruf g UU Pajak Penghasilan. Berdasarkan bukti bahwa penurunan tarif Pajak Penghasilan atas
peraturan perpajakan yang berlaku dapat ditarik selisih lebih revaluasi aset tetap pada tahun 2015-2016
kesimpulan bahwa selisih lebih revaluasi aset tetap berpengaruh terhadap peningkatan jumlah entitas
dikenakan pada saat penghasilan belum direalisasi, yang melaporkan penilaian asetnya dengan model
yaitu pada saat terjadi revaluasi, dengan pembebanan revaluasi. Jika selisih lebih revaluasi aset tetap untuk
pembayaran pajak ada pada perusahaan. Pada saat tujuan perpajakan tidak dikenai Pajak Penghasilan
terjadi realisasi penghasilan, yaitu pemberian saham diharapkan akan mendorong entitas melaporkan aset
bonus yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih tetapnya berdasarkan model revaluasi.
revaluasi aset tetap kepada pemegang saham, tidak Entitas sebagai Wajib Pajak dapat saja
dikenai pajak. Artinya, pemegang saham tidak dibebani melaporkan nilai aset tetapnya berdasarkan fair value
pembayaran pajak atas selisih lebih revaluasi aset untuk laporan keuangan komersial dan melaporkan
tetap. nilai aset tetapnya berdasarkan historical cost untuk
Aset tetap yang telah mendapatkan persetujuan tujuan fiskal. Namun, penyusunan dua laporan yang
revaluasi aset tetap tidak boleh dialihkan sebelum berbeda tentunya akan menambah beban bagi entitas
berakhirnya masa manfaat yang baru (untuk aset tetap sebagai Wajib Pajak.
kelompok 1 dan kelompok 2) atau sebelum lewat Penyusunan dua laporan yang berbeda untuk
jangka waktu 10 tahun (untuk aset tetap kelompok 3, tujuan komersial dan fiskal bukan tidak menimbulkan
kelompok 4, bangunan, dan tanah). Jika entitas sebagai masalah. Entitas sebagai Wajib Pajak harus
Wajib Pajak mengalihkannya sebelum lewat jangka melampirkan laporan keuangan komersial dalam SPT
tersebut maka atas selisih lebih revaluasi aset tetap Tahunan. Dalam hal laporan keuangan telah diaudit
semula dikenai tambahan Pajak Penghasilan Final Akuntan Publik maka laporan keuangan auditan
sebesar tarif tertinggi Pajak Penghasilan Wajib Pajak tersebut harus dilampirkan dalam SPT Tahunan. Jika
badan dalam negeri yang berlaku pada saat revaluasi tidak dilampirkan, SPT Tahunan dianggap tidak
dikurangi 10%. Jika pengalihan aset tetap melewati disampaikan sesuai Pasal 4 ayat (4b) UU KUP. Jadi, yang
jangka waktu yang ditetapkan maka akan berlaku disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak adalah laporan
ketentuan umum. Untuk aset tetap selain bangunan keuangan komersial yang memuat revaluasi aset tetap.
dan tanah, keuntungan pengalihan merupakan objek Ketika entitas menerapkan model revaluasi tetapi tidak
pajak sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU Pajak mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak
Penghasilan yang dikenai tarif umum Pajak Penghasilan pertanyaan yang muncul adalah apakah selisih lebih
Pasal 17. Sebaliknya, kerugian pengalihan merupakan revaluasi aset tetap tersebut dikenai Pajak Penghasilan
beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Final. Hasil penelitian Budi (2012) menyatakan bahwa
untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak terdapat perbedaan pendapat mengenai hal tersebut.
sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf d UU Pajak Penghasilan. Di satu sisi, penambahan nilai aset dapat dikategorikan
Khusus untuk pengalihan aset tetap berupa bangunan sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang
dan tanah dikenai pajak penghasilan atas pengalihan merupakan objek pajak penghasilan sesuai Pasal 4 UU
tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Pajak Penghasilan. Akan tetapi, di sisi lain, Pasal 19 UU
Pasal 4 ayat (2) huruf d UU Pajak Penghasilan jo Pajak Penghasilan juga mengamanatkan ada Peraturan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Saat Menteri Keuangan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan
entitas sebagai Wajib Pajak mengalihkan aset tetap Nomor 79/PMK.03/2008 terkait dengan penilaian
yang direvaluasi, pada saat itulah terjadi realisasi kembali aset tetap untuk tujuan perpajakan. Peraturan
penghasilan karena ada transaksi eksternal dengan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 mengatur
entitas lain sebagai Wajib Pajak. Pengenaan pajak pada bahwa penilaian kembali aset tetap untuk tujuan
saat pengalihan aset tetap yang telah direvaluasi ini perpajakan harus mendapat persetujuan Dirjen Pajak
telah sesuai dengan konsep penghasilan sebagai objek sehingga selisih lebih revaluasi karena penerapan
pajak. model revaluasi tidak otomatis mengakibatkan adanya
Berdasarkan pembahasan di atas, perbandingan tambahan kemampuan ekonomis sehingga muncul
pengenaan pajak atas selisih lebih revaluasi aset tetap objek pajak penghasilan atas selisih lebih tersebut.
menurut peraturan perpajakan yang berlaku dengan Namun demikian, sangat mungkin terjadi bahwa
menurut konsep penghasilan dapat diilustrasikan petugas pajak dalam praktik di lapangan lebih
dalam Gambar 4 dan Gambar 5 (lihat Lampiran). cenderung mengacu pada Pasal 4 UU Pajak
Penghasilan. Akibatnya, entitas sebagai Wajib Pajak
4.4. Pengenaan Pajak Penghasilan atas Selisih Lebih
badan dapat dirugikan karena penerapan model
Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Perspektif
revaluasi tersebut. Terlebih lagi, ketentuan perpajakan
Konvergensi IFRS
tidak memperkenankan adanya penurunan nilai aset.
Pelaporan nilai aset tetap berdasarkan fair value
merupakan suatu keniscayaan yang dilakukan oleh
setiap entitas sejak dicanangkannya komitmen
konvergensi IFRS. Sebaliknya, pengenaan pajak
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 11

5. PENUTUP penerapan model revaluasi dalam pelaporan aset


5.1. Simpulan tetap entitas sebagai Wajib Pajak berseberangan
a. Terdapat perbedaan perlakuan penilaian aset tetap dengan komitmen konvergensi IFRS.
menurut akuntansi (PSAK 16) dengan menurut b. Direktorat Jenderal Pajak perlu mengkaji ulang
peraturan perpajakan. Akuntansi ketentuan tentang pengenaan pajak penghasilan
memperkenankan bagi entitas untuk memilih atas selisih lebih revaluasi aset tetap untuk tujuan
model biaya atau model revaluasi, sedangkan perpajakan dengan pertimbangan bahwa
peraturan perpajakan hanya memperkenankan tambahan kemampuan ekonomis berupa selisih
penggunaan model biaya. Penggunaan model lebih revaluasi aset tetap tersebut belum direalisasi
revaluasi diperkenankan dengan syarat entitas oleh entitas sebagai Wajib Pajak. Pengenaan pajak
sebagai Wajib Pajak harus mengajukan akan lebih tepat dikenakan pada saat realisasi, yaitu
permohonan kepada Dirjen Pajak, selisih lebih pada saat selisih lebih revaluasi aset tetap dialihkan
revaluasi dikenai pajak, dan tidak diperkenankan kepada pemegang saham dalam bentuk pemberian
adanya penurunan nilai aset tetap. saham bonus.
b. Terdapat perbedaan pengakuan penghasilan
menurut akuntansi dan konsep penghasilan 6. KETERBATASAN
menurut peraturan perpajakan. Penghasilan dalam Penelitian ini hanya didasarkan pada studi
akuntansi mencakup pendapatan dan keuntungan literatur. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan
baik yang sudah direalisasi maupun yang belum data kuantitatif perusahaan yang terdaftar di Bursa
direalisasi. Sedangkan menurut konsep penghasilan Efek Indonesia dan data Wajib Pajak dari Kantor
sesuai peraturan perpajakan, penghasilan diakui Pelayanan Pajak yang menggunakan model revaluasi
ketika sudah direalisasi, yaitu ada transaksi untuk tujuan komersial dan tujuan fiskal. Rentang
eksternal. waktu penelitian mencakup periode adanya perubahan
c. Pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih lebih tarif Pajak Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset
revaluasi aset tetap berdasarkan konsep tetap untuk tujuan perpajakan.
penghasilan adalah kurang tepat karena tambahan
kemampuan ekonomis berupa kenaikan nilai aset DAFTAR PUSTAKA
tetap tersebut belum direalisasi oleh entitas
sebagai Wajib Pajak karena tidak terjadi transaksi I. Peraturan
eksternal. Sebaliknya, pada saat terjadi realisasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
penghasilan, yaitu pemberian saham bonus yang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor
berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aset 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
tetap kepada pemegang saham (terjadi transaksi Tata Cara Perpajakan.
eksternal), tidak dikenai pajak. Sedangkan
pengenaan pajak pada saat pengalihan aset tetap Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
yang telah direvaluasi telah sesuai dengan konsep Perubahan Keempat atas Undang-Undang
penghasilan. Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
d. Pengenaan pajak penghasilan atas selisih lebih Penghasilan.
revaluasi aset tetap berdasarkan perspektif Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang
konvergensi IFRS dapat berimplikasi penyematan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari
semangat yang berseberangan dengan komitmen Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan,
untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah
entitas sebagai Wajib Pajak. Dengan kata lain, DJP dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.
belum mengakomodasi entitas sebagai Wajib Pajak
untuk melaporkan aset tetapnya dalam laporan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008
keuangan untuk kepentingan perpajakan sesuai tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap
prinsip konvergensi IFRS. Dalam hal entitas sebagai Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.
Wajib Pajak menerapkan konvergensi IFRS tersebut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
maka sesuai ketentuan akan mempunyai implikasi 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali
terhadap dikenakannya pajak penghasilan atas Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi
selisih lebih nilai aset tetap tersebut (harga pasar Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015
dikurangi nilai sisa buku fiskal). dan Tahun 2016.
5.2. Saran II. Buku
a. Selaras dengan komitmen Indonesia untuk
melakukan konvergensi IFRS maka otoritas pajak, Budi, Prianto. 2012. Konvergensi IFRS dan Pengaruhnya
dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak, perlu Terhadap Perpajakan. Edisi Pertama. Jakarta,
untuk menyeimbangkan dan menyelaraskan setiap Indonesia: PT Pratama Indomitra Konsultan.
peraturannya dengan spirit perkembangan dunia Cooper, D.R., dan Schindler, P.S. 2008. Business
usaha sehingga tidak terjadi ketimpangan yang Research Method. 10th Edition. International
terlalu lebar antara peraturan pajak dengan praktik Edition. New York: McGraw Hill Companies Inc.
bisnis yang lazim. Pengenaan Pajak Penghasilan
atas selisih lebih revaluasi aset tetap sebagai
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 12

Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. Kerangka Dasar Purwanti, Dyah., Iin Indrawati, and Benny Setiawan.
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan 2017. “Revaluation Model, Tax Incentives, Debt
(Penyesuaian 2014). Jakarta, Indonesia: Ikatan Contract Motivation and Corporate
Akuntan Indonesia. Governance: Evidence in Indonesia.” Paper
presented at International Accounting
Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. PSAK No. 1
Conference, Universitas Indonesia, Yogyakarta.
(Penyesuaian 2014) Penyajian Laporan
Keuangan. Jakarta, Indonesia: Ikatan Akuntan Saputra, Bobby Wiryawan., dan Agus Hermawan. 2012.
Indonesia. “Perkembangan International Financial
Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. PSAK No. 16 Reporting Standard (IFRS) dan Penerapannya di
(Penyesuaian 2014) Aset Tetap. Jakarta, Indonesia.” Accessed Oktober 10, 2017.
Indonesia: Ikatan Akuntan Indonesia. https://www.researchgate.net/publication/266
105718.
KPMG Tax Corporation. 2015. Taxation in Japan 2016.
Osaka. Simons, H. C. 1938. Personal Income Taxation: The
https://assets.kpmg.com/content/dam/kpmg/j Definition of Income as a Problem of Fiscal
p/pdf/jp-en-taxation-in-japan-201612.pdf. Policy. Chicago: University of Chicago Press.
Accessed October 10, 2017.
Kratzke, William. 2016. Basic Income Tax 2016-2017.
Fourth Edition.
https://www.cali.org/sites/default/files/July2
92016_FINAL_4thEdition_KratzkeNOcover_Lu
lu.pdf. Accessed November 13, 2017.
Markus, Muda., dan Lalu Hendry Yujana. 2004. Pajak
Penghasilan. Edisi Revisi. Jakarta, Indonesia: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Martani, Dwi., Sylvia Veronica, Ratna Wardhani, Aria
Farahmita, dan Edward Tanujaya. 2014.
Akuntansi Keuangan Menengah. Buku 1.
Jakarta, Indonesia: Salemba Empat.
Weygandt, Jerry., Paul Kimmel, and Don Kieso. 2015.
Financial Accounting. 3rd Edition. IFRS Edition.
USA: John Wiley & Sons Inc.
III. Jurnal dan Makalah

Basu, Sudipta. 2009. “Conservatism Research:


Historical Development and Future Prospects.”
China Journal Of Accounting Research. Vol. 2 (1).
https://www.cb.cityu.edu.hk /research
/cjar/doc/200906/01-Basu.pdf. Accessed
October 10, 2017.
Juanda, Ahmad. 2012. “Kandungan Prinsip
Konservatisme dalam Standar Akuntansi
Keuangan Berbasis IFRS (International Financial
Reporting Standard).” Jurnal Humanity. Volume
7 Nomor 2: 24-34.
Kwall, Jeffrey L. 2010. “When Should Asset
Appreciation Be Taxed?: The Case for a
Disposition Standard of Realization”. Indiana
Law Journal. Vol. 86:77-117.
http://ilj.law.indiana.edu/articles/86/86_1_Kw
all.pdf. Accessed October 10, 2017.

OECD. 2014. Fundamental Principles of Taxation.


http://www.oecd-
ilibrary.org/docserver/download/2314251ec00
5.pdf?expires=1459787159&id=id&accname=g
uest&checksum=B6C8F5E6DB71F9F34B6E5000
B4CD36F5. Accessed October 10, 2017.
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 13

LAMPIRAN TABEL

Tabel 1
Ringkasan Perbedaan Perlakuan Akuntansi dan Pajak untuk Aset Tetap
No Perihal Akuntansi Perpajakan
1. Pengakuan Aset tetap diakui jika ada manfaat Aset tetap diakui jika biaya perolehan
ekonomis masa depan dan biaya tersebut dapat diukur secara andal dan
perolehan tersebut dapat diukur secara jenis aset tetap tersebut tercakup di dalam
andal kelompok harta berwujud sesuai
PerMenkeu No 96/PMK.03/2009
2. Pengukuran Saat pengakuan awal, aset dicatat Saat pengakuan awal, aset diakui
berdasarkan biaya perolehan. berdasarkan biaya perolehan.
Pengukuran setelah pengakuan awal Pengukuran setelah pengakuan awal
dilakukan dengan model biaya atau dilakukan dengan model biaya.
model revaluasi.
Pengukuran setelah pengakuan awal bisa
Dalam model revaluasi, nilai tercatat aset dilakukan dengan model revaluasi
disesuaikan dengan harga pasar sehingga sepanjang diajukan permohonan kepada
bisa mengalami peningkatan atau pun Dirjen Pajak dan Dirjen Pajak berwenang
penurunan. menerbitkan surat keputusan.
3. Penyusutan Metode penyusutan tidak diatur secara Metode penyusutan diatur secara spesifik
spesifik. di dalam Pasal 11 UU Pajak Penghasilan.
Masa manfaat ditentukan oleh entitas Penyusutan yang diakui secara fiskal hanya
dan perubahan masa manfaat diizinkan. atas aset yang digunakan dalam operasi
perusahaan dalam hal mendapatkan,
Nilai residu diperbolehkan.
menagih, dan memelihara penghasilan.
Masa manfaat diatur secara spesifik dalam
Pasal 11 UU Pajak Penghasilan.
Pada akhir masa manfaat tidak
diperkenankan adanya nilai residu.
4. Penurunan nilai Penurunan nilai aset diperbolehkan. Penurunan nilai aset tidak diperkenankan.
Sumber: PSAK 16: Aset Tetap dan Pasal 11 UU Pajak Penghasilan

Tabel 2
Ringkasan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008
No Perihal Uraian
1. Wajib Pajak Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk
yang dapat perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
melakukan Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat
revaluasi
2. Aset tetap yang a. seluruh aset tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak
dapat dilakukan guna bangunan; atau
revaluasi b. seluruh aset tetap berwujud tidak termasuk tanah
yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
3. Pengenaan Atas selisih lebih revaluasi aset tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula
pajak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen).
4. Penyusutan Dasar penyusutan fiskal adalah nilai pada saat penilaian kembali.
pasca revaluasi Masa manfaat disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh.
Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aset tetap
perusahaan.
5. Penyajian dalam Selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi
laporan dengan Pajak Penghasilan revaluasi harus dibukukan dalam neraca komersial pada
keuangan perkiraan modal dengan nama "Selisih Lebih Penilaian Kembali Aset Tetap
komersial Perusahaan Tanggal ........................"
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 14

6. Pemberian a. Bukan objek pajak sampai dengan jumlah selisih lebih revaluasi secara fiskal.
saham bonus b. Bukan objek pajak sampai dengan jumlah selisih lebih revaluasi secara komersial,
dari selisih lebih dalam hal selisih lebih revaluasi secara fiskal lebih besar dibandingkan selisih lebih
revaluasi revaluasi secara komersial.

Tabel 3
Ringkasan Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016
No Perihal Uraian
1. Objek pajak Penghasilan yang diperoleh atau diterima dari:
a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta
perubahannya
2. Bentuk penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau
pengalihan cara lain yang disepakati antara para pihak
3. Pengenaan a. 2,5% dikalikan nilai pengalihan
pajak b. 1% dikalikan nilai pengalihan Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan
c. 0% atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, BUMN,
BUMD yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah/kepala daerah
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum

Tabel 4
Perbedaan Konsep Realisasi Menurut Akuntansi dan UU Pajak Penghasilan
Konsep Realisasi Menurut Akuntansi Konsep Realisasi Menurut UU Pajak Penghasilan
a. Realisasi bukan faktor determinan dalam konsep a. Realisasi merupakan faktor determinan dalam
penghasilan, melainkan hanya berfungsi sebagai penghasilan. Artinya, begitu terjadi realisasi maka
pedoman dalam memutuskan kapan kejadiannya timbul penghasilan.
untuk dicatat dalam pembukuan. b. Realisasi diartikan secara sempit sebagai
b. Realisasi diartikan secara luas sebagai perubahan perubahan hak atau kepemilikan atau penguasaan
bentuk atau substansi yang signifikan dari aset atas aset dan/atau kewajiban, baik aset atau
dan/atau kewajiban. kewajiban yang sama maupun aset atau kewajiban
c. Perubahan bentuk menuntut adanya transaksi, baik yang telah berubah bentuk atau substansi.
internal maupun eksternal. c. Perubahan bentuk menuntut adanya transaksi
d. Perubahan bentuk baru dapat dicatat dalam eksternal. Transaksi internal tidak akan
pembukuan jika tingkat ketidakpastiannya sudah menimbulkan hak atau kewajiban baru bagi
berkurang sampai pada tingkat yang dapat perusahaan.
diterima/sepanjang sudah dapat diukur dengan d. Pengertian transaksi eksternal atau transaksi
uang. dengan pihak luar entitas menurut UU Pajak
Penghasilan diartikan sebagai transaksi dengan
pihak Subjek Pajak lain. Dalam akuntansi, pihak luar
entitas bisa pihak Subjek Pajak yang berbeda atau
pihak Subjek Pajak yang sama.
e. UU Pajak Penghasilan tidak menentukan bahwa
perubahan hak atas aset atau kewajiban baru dapat
dicatat dalam pembukuan jika aset atau kewajiban
baru dapat dicatat dalam pembukuan jika aset atau
kewajiban itu sudah bisa diukur dan sudah dapat
diuangkan.
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 15

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1
Proses untuk Memahami Ketentuan dalam PSAK

Kerangka Dasar Penyusunan Pemahaman konsep penghasilan


Penyajian Laporan Keuangan menurut akuntansi

Pemahaman perlakuan akuntansi


PSAK 16 : Aset Tetap kenaikan atau penurunan nilai aset
tetap
.

Gambar 2
Proses untuk Memahami Ketentuan dalam Peraturan Perpajakan

Pemahaman kedudukan PSAK dalam


UU KUP peraturan perpajakan

Pemahaman perlakuan perpajakan


UU Pajak Penghasilan atas kenaikan atau penurunan nilai
Peraturan Pemerintah aset tetap
Peraturan Menteri Keuangan Pemahaman konsep penghasilan
Buku teks dan jurnal menurut peraturan perpajakan

Gambar 3
Proses Analisis Komparatif Perlakuan Akuntansi dan Perpajakan

Pemahaman perlakuan Ditandingkan dan Pemahaman perlakuan


akuntansi dianalisis perpajakan

 Analisis selisih lebih revaluasi aset tetap berdasarkan konsep penghasilan menurut akuntansi dan
perpajakan
 Analisis ketepatan pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset tetap berdasarkan
konsep penghasilan menurut peraturan perpajakan
 Analisis pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset tetap dalam perspektif
konvergensi IFRS

.
APAKAH KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP Jurnal Pajak Indonesia Vol.1, No.1, (2017), Hal.76-91
SEJALAN DENGAN KONVERGENSI IFRS?
Emik Suyani Halaman 16

S-ar putea să vă placă și