Sunteți pe pagina 1din 14

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

TENTANG

KERAJAAN ISLAM
DI KALIMANTAN DAN SULAWESI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3
DOTAMI SYUHADA AKBAR
NOER ASHIQIN
RAHMA DINI WIDYA PUTRI
REZA RAHMANA PASYA
WIWI

KELAS X IPS 3

SMAN 1 TEMBILAHAN
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada waktu islam berkembang diseluruh kepulauan Indonesia, Kerajaan
majapahit yang beragama hindu diperintah oleh Brawija putera Angka Wijaya.
Kerajaan tersebut kemudian mengalami keruntuhan, dan raja yang merobohkan
kerajaan Majapahit ialah Raden Patah dengan delapan menterinya Yaitu sunan
Ampel, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati. Sunan Kudus, Ngundung
Dan Sunan Demak. Mulai itulah agama islam disebar diseluruh Indonesia dan salah
satunya ialah Kalimatan dan Sulawesi.
Di Kalimantan awalnya banyak berdiri kerajaan-kerajaan Hindu-Budha.
Namun, karena penyebaran agama Islam yang mulai pesat dan luas hingga
merambah ke daerah Kalimantan, maka banyak muncul Kerajaan-kerajaan Islam
yang mulai berdiri. Entah karena Kerajaan Hindu-Budha yang beralih memeluk
agama Islam, atau juga kerajaan-kerajaan yang telah berhasil ditaklukan dan
mendirikan Kerajaan Islam sendiri.
Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas dari
perdagangan yang berlangsung ketika itu. Penyebaran Islam di Nusantara selalu
dikaitkan dengan jalur perdagangan. Penyebaran Islam yang dilakukan para
pedagang bisa dimungkinkan karena mereka pergi ke berbagai penjuru bumi.
Dalam ajaran Islam setiap orang memiliki kewajiban yang sama untuk berdakwah.
Setiap Muslim, apapun kedudukan dan profesinya mereka dituntut untuk dapat
menyampaikan ajaran Islam walaupun hanya satu ayat al-Quran. Pada
perkembangannya memang ada kelompok-kelompok yang secara khusus menjadi
penyebar agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Kerajaan Islam di Kalimantan?
2. Apa saja Kerajaan Islam di Sulawesi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Kerajaan Islam di Kalimantan
2. Untuk mengetahui Kerajaan Islam di Sulawesi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Islam di Kalimantan


1. Kerajaan Pontianak

1) Kondisi Geografis
Kerajaan Pontianak didirikan di persimpangan antara Sungai Landak,
Kapuas Kecil, dan Kapuas Besar. Pusat pemerintahan Kerajaan Pontianak ditandai
dengan berdirinya Masjid Sultan Syarif Abdurrahman dan Istana Kadriah yang
sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Struktur
tanah di Pontianak termasuk jenis tanah liat. Jenis tanah ini merupakan bekas
endapan lumpur Sungai Kapuas. Keadaan tanah ini sangat labil dan daya
dukungnya bagi pertanian sangat indahan rendah.
2) Kehidupan Politik
Berdirinya Kerajaan Pontianak tidak lepas dari peranan rombongan dakwah
dari Tarim. Rombongan tersebut terdiri atas beberapa ulama yang bertujuan untuk
mengajarkan Alquran, ilmu fikih, dan ilmu hadis. Salah satu rombongan dakwah
tersebut adalah Syarif Idrus. Syarif Idrus bersama anak buahnya menyusuri Sungai
Kapuas sambil berdakwah hingga menetap di suatu tempat yang kemudian
berkembang menjadi pusat Kota Pontianak. Pada perkembangan selanjutnya Syarif
Idrus diangkat sebagai pemimpin masyarakat Pontianak dengan gelar Syarif Idrus
Abdurrahman al-Alydrus. Syarif Idrus kemudian membangun Istana Kadriah dan
benteng pertahanan dari kayu. Sejak saat itu, rakyat Pontianak menganggap Syarif

2
Idrus sebagai raja Pontianak. Penobatan Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus
sebagai raja Pontianak dilakukan oleh Sultan Raja Haji, penguasa Kesultanan Riau.
Penobatan tersebut dihadiri oleh para pemimpin dari sejumlah kerajaan, antara lain
Kerajaan Matan, Sukadana, Kubu, Simpang, Landak, Mempawah, Sambas, dan
Banjar. Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus memang memiliki kedekatan
hubungan dengan keluarga Kesultanan Riau. Syarief Idrus adalah menantu Opu
Daeng Manambon, sedangkan Sultan Raja haji adalah putra Daeng Celak, saudara
sekandung Opu Daeng Manambon. Syarif Idrus memerintah Kerajaan Pontianak
pada tahun 1771-1808.
3) Kehidupan Ekonomi
Perekonomian kerajaan Pontianak sangat bergantung pada kegiatan
perdagangan. Kegiatan perdagangan Kerajaan Pontianak berkembang pesat karena
letak Pontianak berada di persimpangan tiga sungai. Selain itu, kerajaan Pontianak
membuka pelabuhan sebagai tempat interaksi dengan pedagang dari luar.
Komoditas utama perdagangan Pontianak antara lain garam, berlian, emas,
lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra
lada, dan kelapa. Perdagangan garam menyebabkan banyak pedagang dari luar
Pontianak tertarik berdagang di Pontianak. Melalui perdagangan pula VOC dapat
menanamkan pengaruhnya di Pontianak. Selain dengan VOC, pedagang Pontianak
melakukan hubungan dagang dengan pedagang dari berbagai daerah. Pada masa
pemerintahan Sultan Syarif Muhammad Alqadrie banyak pemilik modal yang
berasal dari Riau, Palembang, Batavia, Malaka, dan India menanamkan modalnya
di bidang perkebunan. Bersama petani dari Bugis dan Melayu, para pemilik modal
membuka perkebunan karet, kelapa, dan kopra di Pontianak.
4) Kehidupan Agama
Islam merupakan agama yang mendominasi Kerajaan Pontianak.
Perkembangan agama Islam di Pontianak tidak dapat dilepaskan dari peranan
rombongan pendakwah dari Tarim. Salah satu ulama terkenal dan melakukan syair
Islam adalah Habib Husein al-Gadri. Dengan kesaktiannya, Habib Husein berhasil
menarik simpati rakyat Pontianak memeluk Islam. Habib Husein melaksanakan
kegiatan dakwahnya secara berpindah-pindah. Setelah berdakwah di matan. Habib

3
Husein memindahkan dakwahnya ke Mempawah hingga wafat. Setelah wafat,
peranan dakwah Habib Husein akan digantikan putranya yang bernama Pangeran
Sahid Abdurrahman Nurul Alam.
5) Kehidupan Sosial
Secara sosial masyarakat Pontianak dikelompokkan berdasarkan perbedaan
etnis. Pada saat itu masyarakat Pontianak terbagi atas tiga etnis, yaitu masyarakat
asli(Dayak), kelompok pedagang(Melayu, Bugis, dan Arab) dan imigran Cina.
Suku Dayak sebagai penduduk asli Kalimantan biasanya tinggal didaerah
pedalaman. Komunitas ini dikenal tertutup, lebih mengutamakan kesamaan dan
kesatuan sosio-kultural. Kelompok pedagang Melayu, Bugis, dan Arab dikenal
sebagai pengaruh Islam terbesar di Pontianak. Kelompok pedagang ini lebih
menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa. Adapun imigran dari
Cina lebih memilih tinggal di daerah pesisir yang dikenal sebagai satu kesatuan
sosio-ekonomi.

2. Kerajaan Banjar

1) Kondisi Geografis
Kerajaan Banjar terletak di Kalimantan Selatan. Pusat Kerajaan Banjar
diperkirakan terletak di Hulu Sungai Nagara, Banjarmasin. Sungai Nagara memiliki
peran penting bagi perkembangan Kerajaan Banjar dan kerajaan pendahulunya.
Sungai Nagara digunakan sebagai sumber kehidupan bagi hampir seluruh

4
masyarakat di Kalimantan baik di Banjarmasin maupun wilayah lainnya seperti
Balikpapan, Kandangan, dan Amuntai. Daerah sekitar Sungai Nagara merupakan
wilayah paling subur di Kalimantan. Faktor kesuburan inilah yang menyebabkan
wilayah Sungai Nagara berkembang menjadi pusat Kerajaan Banjar.
2) Kehidupan Politik
Raja pertama Kerajaan Banjar adalah Sultan Suryanullah. Selain sebagai
raja pertama, dalam Hikayat Banjar Diceritakan bahwa Sultan Suryanullah
merupakan pendiri Kerajaan Banjar. Nama asli Sultan suryanullah adalah Pangeran
Samudra. Sebelum masuk Islam, Pangeran Samudra adalah seorang bangsawan
Kerajaan Daha dalam memerintah Kerajaan Banjar Pangeran Samudra dibantu oleh
beberapa patih yaitu sejak masa pemerintahan Patih Masin, Muhur, Balit, dan
Kuwin.
Sejak masa pemerintahan Sultan Suryanullah Kerajaan Banjar meluaskan
wilayah kekuasaannya hingga Sambas, Bantanglawai Sukadana, Kotawaringin,
Sampit, Madani, dan Sambangan. Pada masa Sultan Mustain Billah, ibu kota
Kerajaan Banjar dipindahkan dari Hulu Sungai Nagara ke Martapura. Sultan
Mustain Billah dianggap raja terbesar Banjar karena memiliki kekuatan cukup besar
dengan 50.000 prajurit. Pada masa ini pula Kerajaan Banjar terlihat konfrontasi
dengan kerajaan Mataram yang saat itu dipimpin Sultan Agung. Akan tetapi, karena
Banjar memiliki pasukan yang kuat, usaha Mataram untuk menguasai Banjar
akhirnya gagal. Pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah, Kerajaan Banjar
berusaha meluaskan wilayah kekuasaan. Wilayah yang berhasil dikuasai Kerajaan
Banjar meliputi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Utara. Bahkan, Kesultanan Brunei pun tunduk kepada Kerajaan Banjar
dengan selalu mengirim upeti sebagai bentuk ketaatan.
3) Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Kerajaan Banjar bergantung pada kegiatan perdagangan dan
pertanian. Kegiatan perdagangan Banjar cukup berkembang karena letaknya berada
di tepi Sungai Nagara yang cukup lebar. Lada merupakan komoditas dagang utama
Kerajaan Banjar yang diperjualbelikan oleh banyak pedagang dari Demak dan
Gowa. Kegiatan pertanian Kerajaan Banjar berkembang karena Sungai Nagara

5
memiliki debit air cukup deras dan membawa endapan aluvial yang berguna bagi
kegiatan pertanian. Pada tahun 1967 terjadi migrasi perdagangan Mataram dari
Jawa akibat agresi yang dilakukan VOC terhadap Mataram. Kedatangan imigran
dari Jawa memiliki pengaruh cukup besar bagi Banjar. Pelabuhan Banten menjadi
pusat difusi kebudayaan Jawa. Perang Makassar yang terjadi antara Kerajaan Gowa
Tallo dan VOC juga menyebabkan banyak pedagang memilih memindahkan
kegiatan perdagangannya dari pelabuhan Sombaopu ke Banjar.
4) Kehidupan Agama
Kehidupan keagamaan Kerajaan Banjar tidak dapat dilepaskan dari peranan
raja dan ulama. Sultan Suryanullah adalah raja pertama yang memeluk agama islam
dan menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan. Perhatian sultan terhadap
agama Islam cukup besar yang dibuktikan dengan pembangunan masjid Kesultanan
Banjar sebagai pusat ibadah umat islam. Selain itu, sultan dan ulama merupakan
satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan syariat islam di Kerajaan Banjar. Hubungan baik antara ulama dan Sultan
Suryanullah terlihat jelas dalam kitab Sabilul Muhatadin dan Parukunan yang
ditulis atas permintaan Sultan Suryanullah. Kedua kitab tersebut kemudian
dijadikan pedoman hukum Kerajaan Banjar.
5) Kehidupan Sosial
Dalam masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang
berbentuk segitiga piramida. Lapisan teratas adalah golongan penguasa yang
merupakan golongan minoritas. Lapisan kedua adalah orang-orang Belanda.
Lapisan terbawah adalah petani, pedagang, dan nelayan yang merupakan golongan
mayoritas.

B. Kerajaan Islam di Sulawesi


1. Kerajaan Gowa Tallo

6
1) Kondisi Geografis
Kerajaan Gowa Tallo memiliki letak strategis karena berada di pantai Barat
Sulawesi Selatan, Kerajaan Gowa Tallo beribu kota di Makassar dibatasi oleh Selat
Makassar di sebelah barat, Laut Flores di sebelah selatan, dan Teluk Bone di
sebelah timur. Keadaan alam tersebut mendorong masyarakat Makassar menjadi
pelaut ulung. Selain itu, Makassar memiliki kondisi tanah relatif datar. Dengan
keberadaan dua sungai, yaitu Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang, tanah di sekitar
Kota Makassar dapat dikelola menjadi lahan pertanian. Kedua sungai tersebut
sering mengendapkan sedimen lumpur yang kemudian membentuk tanah aluvial.
Tanah ini bersifat subur dan cocok untuk pertanian. Dengan kondisi tanah yang
subur dan letak strategis, Kerajaan Gowa Tallo dapat berkembang sebagai kerajaan
besar di Indonesia Timur.
2) Kehidupan Politik
Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin (1593-1639), Kerajaan Gowa Tallo
berkembang menjadi kerajaan Islam. Sultan Alaudin berusaha untuk mengislamkan
berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan. Upaya ini mendapatkan perlawanan dari
Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng yang kemudian membentuk persekutuan
Tellum Pocco (tiga kekuasaan). Akan tetapi, satu persatu kerajaan tersebut dapat
ditaklukan oleh Sultan Alaudin. Selain menaklukkan kerajaan-kerajaan tetangga
Sulawesi Selatan, Sultan Alaudin memperluas pengaruh Gowa Tallo hingga ke
bagian timur kepulauan Nusa Tenggara. Berbagai penaklukan yang dilakukan oleh
Sultan Alaudin telah mendorong perkembangan pelayaran dan perdagangan Gowa

7
Tallo perkembangan pelayaran dan perdagangan menyebabkan kesejahteraan
masyarakat Gowa Tallo meningkat.
Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil membangun Gowa Tallo menjadi
kerajaan maritim yang menguasai jalur perdagangan di Indonesia Timur. Sultan
Hasanudin sangat menentang tindakan VOC untuk melakukan monopoli
perdagangan rempah-rempah di Indonesia Timur. Upaya Sultan Hasanudin tersebut
menimbulkan kemarahan VOC. Oleh karena itu, pada tahun 1666 VOC
mengirimkan armada perangnya ke Makassar. Selanjutnya pada tahun 1667 Sultan
Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya yang berisi kesepakatan
berikut.
a) VOC memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makasar.
b) VOC mendirikan benteng pertahanan di Makasar.
c) Gowa Tallo harus melepaskan daerah-daerah kekuasaannya.
d) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
3) Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Gowa Tallo memiliki letak strategis. Kedekatan geografis dengan
Maluku menyebabkan Kerajaan Gowa Tallo menjadi pintu gerbang perdagangan
rempah-rempah. Pelabuhan Sombaopu berkembang menjadi bandar transito yang
berperan sebagai penghubung jalur perdagangan antara Malaka, Jawa, dan Maluku.
Kondisi ini kemudian mendorong Gowa Tallo berkembang menjadi kerajaan
maritim yang menitikberatkan pada perekonomian perdagangan dan pelayaran.
Selain mengembangkan sektor perdagangan maritim, Kerajaan Gowa Tallo
merupakan negeri penghasil beras di Pulau Sulawesi. Wilayah pedalaman yang
subur di Gowa Tallo dikembangkan sebagai lahan pertanian padi. Selain itu
Kerajaan Gowa Tallo berusaha menaklukan Bone yang menjadi salah satu daerah
penghasil beras di Sulawesi Selatan. Dengan melimpahnya beras, penduduk Gowa
Tallo dapat mencapai swasembada pangan.
4) Kehidupan Agama
Perkembangan Islam di Gowa Tallo berkaitan erat dengan peran Datuk ri
Bandang dari Minangkabau. Bersama Datuk Patimang dan Datuk ri Tiro, Datuk ri

8
Bandang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan. Berkat usaha mereka,
pada tahun 1605 penguasa Gowa Tallo, Karaeng Matoaya memeluk agama Islam
dan bergelar Sultan Alaudin. Setelah Sultan Alaudin memeluk Islam, proses
Islamisasi di Sulawesi Selatan berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Sultan
Alaudin, Kerajaan Gowa Tallo menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam
di Sulawesi. Pada pertengahan abad XVII Masehi di Gowa Tallo berkembang
ajaran sulfisme dari tarekat khalwatiyah yang diajarkan oleh Syekh Yusuf al-
Makasari.
5) Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Gowa Tallo cenderung bersifat feodalisme.
Masyarakat Gowa Tallo dibedakan atas tiga kelas, yaitu karaeng (golongan
bangsawan), tumasaraq (rakyat biasa), dan ata (budak). Rakyat Gowa Tallo sangat
setiap pada rajanya. Kesetiaan ini terlihat saat Sultan Alaudin memeluk Islam,
rakyat Gowa Tallo kemudian mengikuti agama yang dianut oleh rajanya. Untuk
menghindari sistem feodalisme, banyak rakyat Gowa Tallo yang memiliki hidup
sebagai pelaut.

2. Kerajaan Wajo

Kerajaan Wajo adalah sebuah kerajaan yang didirikan sekitar tahun 1399,
di wilayah yang menjadi Kabupaten Wajo saat ini di Sulawesi Selatan.
Penguasanya disebut "Raja Wajo". Wajo adalah kelanjutan dari kerajaan
sebelumnya yaitu Cinnotabi.

9
Sejarah Wajo berbeda dengan sejarah kerajaan lain yang umumnya memulai
kerajaannya dengan kedatangan To Manurung. Sejarah awal Wajo menurut Lontara
Sukkuna Wajo dimulai dengan pembentukan komunitas dipinggir Danau
Lampulung. Disebutkan bahwa orang-orang dari berbagai daerah, utara, selatan,
timur dan barat, berkumpul dipinggir Danau Lampulung. Mereka dipimpin oleh
seseorang yang tidak diketahui namanya yang digelari dengan Puangnge Ri
Lampulung. Puang ri Lampulung dikenal sebagai orang yang bijak, mengetahui
tanda-tanda alam dan tatacara bertani yang baik. Adapun penamaan danau
Lampulung dari kata sipulung yang berarti berkumpul.
Komunitas Lampulung terus berkembang dan memperluas wilayahnya
hingga ke Saebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal, komunitas ini cair.
Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan sama dengannya, yaitu Puang ri
Timpengeng di Boli. Komunitas ini kemudian hijrah dan berkumpul di Boli.
Komunitas Boli terus berkembang hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng.
Setelah itu, putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan Mampu, yaitu La
Paukke datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi. Adapun urutan Arung
Cinnotabi yaitu, La Paukke Arung Cinnotabi I yang diganti oleh anaknya We
Panangngareng Arung Cinnotabi II. We Tenrisui, putrinya menjadi Arung
Cinnotabi III yang diganti oleh putranya La Patiroi sebagai Arung Cinnotabi IV.
Sepeninggal La Patiroi, Adat Cinnotabi mengangkat La Tenribali dan La Tenritippe
sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V. Setelah itu, Akkarungeng (kerajaan)
Cinnotabi bubar. Warga dan adatnya berkumpul di Boli dan membentuk komunitas
baru lagi yang disebut Lipu Tellu Kajuru.
La Tenritau menguasai wilayah majauleng, La Tenripekka menguasai
wilayah sabbamparu dan La Matareng menguasai wilayah takkalalla. Ketiganya
adalah sepupu satu kali La Tenribali. La Tenribali sendiri setelah kekosongan
Cinnotabi membentuk kerajaan baru disebut Akkarungeng ri Penrang dan menjadi
Arung Penrang pertama. Ketiga sepupunya kemudian meminta La Tenribali agar
bersedia menjadi raja mereka. Melalui perjanjian Assijancingeng ri Majauleng
maka dibentuklah kerajaan Wajo. La Tenribali diangkat sebagai raja pertama
bergelar Batara Wajo. Ketiga sepupunya bergelar Paddanreng yang menguasai

10
wilayah distrik yang disebut Limpo. La Tenritau menjadi Paddanreng ri Majauleng,
yang kemudian berubah menjadi Paddanreng Bettempola pertama. La Tenripekka
menjadi Paddanreng Sabbamparu yang kemudian menjadi Paddanreng
Talotenreng. Terakhir La Matareng menjadi Paddanreng ri Takkallala menjadi
Paddanreng Tuwa.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa awal mulanya
Kerajaan Islam di Kalimantan dan Sulawesi terjadi karena Kerajaan-Kerajaan
Hindu-Budha dapat ditaklukkan oleh kerajaan Islam sehingga agama Islam
menyebar hingga ke seluruh Nusantara, salah satunya Kalimantan. Di Kalimantan,
Kerajaan Islam juga menyebar akibat kekalah Kerajaan Hindu-Budha yang
kemudian digantikan oleh Kerajaan Islam.

B. Saran
Setelah beberapa paparan dan kesimpulan yang dijabarkan, saran yang dapat
penulis sampaikan yaitu semoga dengan mengetahui sejarah perkembangan Islam
di Kalimantan dan Sulawesi kita dapat menghormati dan menghargai hasil jerih
payah mereka dalam menegakkan Islam di daerah Kalimantan walaupun harus
berkorban nyawa dalam memerangi kerajaan Hindu-Budha yang pernah menguasai
daerah-daerah di Kalimantan dan Sulawesi.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://riskaprastiwi15.blogspot.com/2017/03/makalah-sejarah-masuknya-islam-
di.html
http://sugiartokevin.blogspot.com/2018/02/kerajaan-kerajaan-islam-di-
kalimantan.html
https://tugasanaksekolah2.blogspot.com/2018/02/makalah-sejarah-kerajaan-islam-
di.html

13

S-ar putea să vă placă și