Sunteți pe pagina 1din 24

MAKALAH AYAT & HADITS EKONOMI ISLAM

AYAT-AYAT EKONOMI TENTANG TUKAR-MENUKAR


Dosen Pengampu : Junaidi, S.H.I., M.Hum.

Disusun oleh:

NISA US SOLEHA NIM. 601171010007


ERNA ASMARITA NIM. 601171010004

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI
TEMBILAHAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan Makalah ini.
Banyak hambatan yang kami rasakan, namun berkat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, akhirnya Makalah ini dapat diselesaikan.
Hanya do’a dan harapan semoga Alloh SWT yang akan membalas semua
amal baik tersebut. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif.
Akhir kata kami berharap semoga Makalah ini dapat memberikan banyak manfaat
bagi kita semua, khususnya bagi kami dan umumnya bagi semua pihak yang
memerlukan.

Tembilahan, Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1


A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 2


A. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Jual Beli .................................. 2
B. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Riba ........................................ 5
C. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Sewa Menyewa ...................... 9
D. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Hutang Pinjaman .................... 12

BAB III PENUTUP .................................................................................. 16


A. Kesimpulan ........................................................................... 16
B. Saran .................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia hidup di dunia ini tidak lepas dari saling membantu dan saling
memerlukan. Mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa
keterkaitan dengan di sekelilingnya. Misalnya, seorang pedang beras tidak bisa
mencari jika stok padi dari petani tidak memadai. Untuk itu diperlukannya tukar
menukar hak kepemilikan atas barang tertentu atas sesamanya. Salah satu cara
untuk tukar menukar hak kepemilikan atas barang tertentu dengan sesamanya.
Salah satu cara untuk tukar menukar yaitu adanya kegiatan jual beli.
Islam mensyaratkan jual beli dan menetapkan hukumnya boleh. Rasulullah
saw. Diutus dan masyarakat sama-sama memperjual belikan apa yang mereka
butuhkan. Rasulullah saw. Pun menyetujui sebagian dari jual beli itu dan
meralang sebgian yang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ayat-ayat ekonomi tentang jual beli?
2. Bagaimana ayat-ayat ekonomi tentang riba?
3. Bagaimana ayat-ayat ekonomi tentang sewa menyewa?
4. Bagaimana ayat-ayat ekonomi tentang hutang pinjaman?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ayat-ayat ekonomi tentang jual beli
2. Untuk mengetahui ayat-ayat ekonomi tentang riba
3. Untuk mengetahui ayat-ayat ekonomi tentang sewa menyewa
4. Untuk mengetahui ayat-ayat ekonomi tentang hutang pinjaman

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Jual Beli


Jual beli merupakan aktifitas transaksi yang dilakukan oleh kedua
belah pihak. Jual beli merupakan sebuah akad transaksi praktis yang dapat
dilakukan dengan mudah oleh siapapun. Karena pada intinya jual beli adalah
proses yang dilakukan antara penjual dan pembeli dengan tujuan untuk sama-
sama mendapatkan benefit (manfaat).1 Kegiatan jual beli terjadi setiap saat
tanpa mengenal batas dan waktu. Jual beli yang sesuai dengan syari‟ah-Nya;
agar jual beli yang dilakukan berdasarkan dengan aturan-aturan yang jelas dan
gamblang sesuai dengan Al-Qur‟an dan AsSunnah hukumnya sunnah sehingga
nantinya para penjual dan pembeli akan mendapatkan manfaat sesuai dengan
hak-haknya2
1. Surat An-Nisa’ ayat 29

ٍ‫ﻴٰﺎ َﻴُّﻬَﺎﺍﻠّﺬِْﻴﻦَ ﺍٰﻤَﻨُﻭﺍ ﻻَﺘﺄﻜُﻠﻭﺍ ﺍَﻤْﻮَﺍﻠَ ُﻜﻢْ ﺒَﻴْﻨَﻜُﻢ ﺒِﺎ ﻠْﺒَﺎ ِﻄﻞِ ﺍِﻻﱠ ﺃﻦْ ﺘَﻜُﻮﻦَ ِﺘﺠَﺎﺮَﺓً َﻋﻦْ َﺘﺮَﺍﺾ‬

‫ﻤِّﻧْﻜﻢْ ۚ َﻮﻻَﺘَﻘﺘﻠﻮﺍ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢۚ ﺇﻦﺍﷲ ﻜﺎﻦﺑﻜﻢ ﺮﺤﻴﻤﺎ۝‬

Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta


kamu di antara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan
yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri
kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu.”

2. Asbabun Nuzun
Menurut riwayat Ibnu Jarir ayat ini turun dikarenakan masyarakat muslim
Arab pada saat itu memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil, mencari

1
http://pengusahamuslim.com/hukum-jual-belidefinisi-klasifikasi-pembagian-dan-syarat/
2
http://www.masuk-islam.com/pembahasan-jualbeli-dalam-islam-lengkap-pengertian-
rukun-dalildan-syarat-jaul-beli.html

2
keuntungan dengan cara yang tidak sah dan melakukan bermacam-macam tipu
daya yang seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at. Misalnya sebagaimana
digambarkan oleh Ibnu Abbas. menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari
kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat
mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas harga pembeliannya.
Padahal seharusnya jual beli hendaklah dilakukan dengan rela dan suka sama suka
tanpa harus menipu sesama muslimnya.3

3. Tafsir Global
Allah SWT melarang hamba-hambaNya yang mukmin memakan harta
sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak
sah dan melanggar syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari
macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at,
tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat
dari si pelaku untuk menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh
syari’at Allah. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas s.r. menurut
riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila
ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di
atas harga pembeliannya.
Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan
perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak
yang bersangkutan.
Bersandar kepada ayat ini, Imam Syafi’ie berpendapat bahwa jual beli
tidak sah menurut syari’at melainkan jika disertai dengan kata-kata yang
menandakan persetujuan, sedang menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam
Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan.
Karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menandakan persetujuan dan
suka sama suka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Maimun bin Muhran bahwa
Rasulullah SAW bersabda : ”Jual beli hendaklah berlaku dengan rela dan suka

3
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. 2003. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid
II. Surabaya: PT Bina Ilmu. Hal. 88

3
sama suka dan pilihan sesudah tercapai persetujuan. Dan tidaklah halal bagi
seorang muslim menipu sesama muslimnya”. Dan bersabda Rasulullah SAW
menurut riwayat Bukhari dan Muslim: ”Bila berlaku jual beli antara dua orang,
maka masing-masing berhak membatalkan atau meneruskan transaksi selama
mereka belum berpisah”.
Allah SWT juga berfirman dalam ayat ini: ”Janganlah kamu membunuh
dirimu” dengan melanggar larangan Allah, berbuat maksiat-maksiat dan memakan
harta sesamamu dengan cara bathil dan curang. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang bagimu dalam apa yang diperintahkan dan dilarang bagimu.
Sehubungan dengan soal bunuh diri dalam ayat ini, diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dari Ibnu Jubair bahwa Amer Ibnul Assh bercerita tentang dirinya
tatkala diutus oleh Rasulullah ke suatu tempat, pada suatu malam yang sangat
dingin ia telah berihtilam (mengeluarkan mani ketika tidur) dan tanpa bermandi
jenabat, ia mengimami shalat shubuh bersama sahabat-sahabatnya. Dan tatkala hal
itu didengar oleh Rasulullah bertanyalah Beliau kepadanya: ”Hai Amer, engkau
telah melakukan shalat shubuh dengan sahabat-sahabatmu sedang engkau dalam
keadaan junub (belum bermandi jenabat)?”
Maka berkata Amer, ”Ya Rasulullah aku telah berihtilam pada malam
yang sangat dingin itu, dan aku khawatir bila aku mandi jenabat akan matilah aku,
maka teringat olehku firman Allah ”Janganlah kamu membunuh dirimu” lalu
bertayamumlah aku, kemudian bershalat bersama sahabat-sahabatku.” Mendengar
kata-kata Amer itu tertawalah Rasulullah tanpa mengucapkan sesuatu.
Dalam lanjutan ayat 29 ”Dan janganlah kamu bunuh diri-diri kamu.” Di
antara harta dengan diri atau dengan jiwa, tidaklah bercerai-tanggal. Orang
mencari harta untuk melanjutkan hidup. Maka selain kemakmuran harta benda
hendaklah pula terdapat kemakmuran atau keamanan jiwa. Sebab itu di samping
menjauhi memakan harta kamu dengan bathil, janganlah terjadi pembunuhan.
Tegasnya janganlah berbunuhan karena sesuap nasi. Jangan kamu bunuh diri-diri
kamu. Segala harta benda yang ada, pada hakikatnya ialah harta kamu. Segala

4
nyawa yang ada, pun adalah pada hakikatnya nyawa kamu. Diri orang itu pun diri
kamu.4

4. Pelajaran
a) Transaksi harta dibahas begitu rinci dalam Islam, karena 1) sebagaimana kita
ketahui, harta adalah ruh kehidupan bagi siapapun dan kapanpun. Kalau tidak
dibuat aturan main dengan benar, pasti akan timbul permusuhan, padahal
Islam tidak menginginkan pertumpahan darah hanya karena harta. Karena itu
dalam perdagangan ini Islam mengaturnya agar satu sama lain bisa hidup
berdampingan secara rukun. 2) hakekat harta ini pada dasarnya adalah hak
bersama. Sehingga setiap individu punya hak untuk mendapatkannya dan
mengelolanya. Asal dengan landasan adil dan kerelaan, jauh dari kedhaliman,
manipulasi, kebohongan, kecurangan dan paksaan.
b) Islam itu bukan liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang
sekarang ini dilaksanakan oleh barat, dimana mereka memberikan kekuasaan
mutlak kepada individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini
tanpa memperhatikan asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan. Lawannya
adalah komunis sosial, yang semua harta ini adalah milik negara, tidak ada
individu yang berhak menguasai. Dua sistem ini berusaha saling
menghancurkan dan mengambil pengaruh di ekonomi dunia. Walaupun diakui
atau tidak, kedua sistem ini sudah terbukti kegagalannya, dengan banyaknya
pegangguran, kemiskinan dan banyak negara-negara penganutnya yang
bangkrut.
c) Islam adalah sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap,
komprehensif, universal. Artinya Islam tidak hanya mengatur hubungan kita
dengan Allah (ibadah atau ritual) tapi juga mengatur hubungan antarmanusia
bahkan antara manusia dengan alam semesta ini, termasuk di dalamnya sistem
perekonomian Islam. Mungkin baru sekarang ini kita dapat melihat
munculnya banyak perbankan syariah. Itu adalah baru bagian kecil dari sistem
Islam dalam perekonomian.

4
http://yuwannda.blogspot.com/2017/12/an-nisa-29.html

5
d) Dalam Islam ada teori kepemilikan, yaitu manusia itu diberi oleh Allah hak
kepemilikan harta. Tapi di samping itu dia diberi kewajiban mengeluarkan
harta tatkala diperlukan, misalnya zakat untuk menolong kelompok
masayarakat yang dalam keadaan kekurangan. Atau seperti di zaman khalifah
Umar r.a, ketika terjadi paceklik, maka diambil-lah harta orang-orang kaya
untuk dibagikan kepada rakyat, karena dalam harta tersebut ada hak untuk
mereka. Dalilnya adalah karena muslimin itu bagaikan satu bangunan, saling
menguatkan. Karena itu umat islam adalah ummatan wasatha (umat moderat,
tidak kebarat atau ketimur, tidak ke kapitalis liberal juga tidak ke komunis
sosialis).
e) Sistem ekonomi Islam itu sungguh luar biasa. Sebuah sistem yang
mendasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebersamaan,
kejujuran, jauh dari kedhaliman dan riba. Karenanya, banyak pakar
perekonomian dunia mulai melirik sistem perekonomian Islam, karena
siapapun yang mempraktekkan sistem Islam dengan benar dan professional
insya Allah ia akan sukses.5

5. Kesimpulan
Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada
transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Sebelumnya telah diterangkan transaksi
muamalah yang berhubungan dengan harta, seperti harta anak yatim, mahar, dan
sebagainya. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan,
memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang
lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh
melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan
asas saling ridha, saling ikhlas. Dan dalam ayat ini Allah juga melarang untuk
bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah
menerangkan semua ini, sebagai wujud dari kasih sayang-Nya, karena Allah itu
Maha Kasih Sayang kepada kita

5
https://mkitasolo.blogspot.com/2011/12/tafsir-surat-nisa-4-ayat-29.html

6
B. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Riba
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :
1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari
sesuatu yang dihutangkan.
2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan
harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3. Berlebihan atau menggelembung.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali
yang artinya adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak
diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan
mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”.
Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad
yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut
aturan syara’ atau terlambat salah satunya. Syaik Muhammad Abduh berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang
diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam
hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari
waktu yang telah ditentukan.6
Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba,
demikian pula hadis-hadis yang menerangkan larangan riba dan yang
menerangkan siksa bagi pelaku riba.
Hukum riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “bahwasanya
jual-beli itu seperti riba, tetapi Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba”. (Q.S Al Baqarah, ayat 275).
Dalam hadis, tentang larangan riba dinyatakan :
Nabi Muhammad SAW. bersabda yang artinya :
Dari Jabir R.A ia berkata : Rasulullah SAW telah melaknati orang-orang yang
suka makan riba, orang yang jadi wakilnya, juru tulisnya, orang yang

6
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2002)
hal. 57

7
menyaksikan riba. Rasulullah selanjut bersabda : “mereka semuanya sama”.
(dalam berlaku maksiat dan dosa).7

1. Surat al-Baqarah ayat 278


Dalam hal mu’malah, Allah SWT telah menjelaskan batasan-batasannya
dalam Surat al-Baqarah ayat 278. Dengan tegas Allah SWT melarang perbuatan
riba ketika bertransaksi. Sebab, riba sejatinya merugikan salah satu pihak yang
melakukan transaksi. Islam sangat mengajurkan dalam transaksi harus ada
keridhaan antar semua pihak.

ِ ِ ‫اَّللا او اذ ُروا اما باِقي ِم ان‬ ِ َّ


‫الراَب إِ ْن ُك ْن تُ ْم ُم ْؤمنِ ا‬
‫ي‬ ‫ا‬ َّ ‫ين آ اامنُوا اتَّ ُقوا‬
‫اَي أايُّ اها الذ ا‬

“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
jika kamu orang-orang yang beriman”.

2. Asbabun Nuzun
Ayat ini diturunkan ialah berkenaan dengan diri paman Nabi SAW sendiri
ialah Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau di zaman jahiliyah mendirikan satu
perkongsian dengan seorang dari Bani al-Mughiroh, yang mata usaha mereka
ialah menternakkan uang (makan riba). Mereka pernah mamimjamkan uang
kepada seorang dari Bani Tsaqif di Thaif. Setelah islam datang, kedua orang ini
masih mempunyai sisa riba dalam jumlah besar. Begitulah lalu turun surat al
Baqarah ayat 278. Kemudian Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Ketahuilah, sesungguhnya tiap-tiap riba dari riba jahiliyah harus sudah
dihentikan, dan pertama kali riba yang kuhentikan ialah riba al Abbas”
Artinya orang yang berhutang di Thaif itu tidak perlu lagi memberikan bunga riba
itu, cukup diberikan seberapa banyak yang dihutangnya dahulu itu saja.8

7
Moh Rifai, Mutiara Fiqih, (Semarang : CV. Wicaksana, 1998) hal. 772-773
8
Prof. Dr. Hamka, tafsir Al Azhar juzu 3, (Jakarta: GEMA INSANI, 2000), hal. 72-73

8
3. Tafsir Global
Di bawah naungan kemakmuran yang penuh dengan keamanan yang
dijanjikan Allah kepada kaum muslimin yang membuang riba dari kehidupannya
dan notabene membuang kekufuran dan dosa-dosa, dan menegakkan kehidupan
ini di atas keimanan, amal sholeh, ibadah, dan zakat, terdenngarlah seruan terakhir
kepada orang-orang yang beriman agar menjauhkan kehidupan mereka dari sistem
riba yang kotor dan tercela.
Nash ini menghubungkan keimanan orang-orang yang beriman untuk
meninggalkan sisa riba. Mereka bukanlah orang-orang yang beriman kecuali jika
mereka bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan sisa-sisa riba. Mereka bukan
orang yang beriman walaupun mereka menyatakan sebagai orang-orang mukmin,
karena tidak ada iman tanpa ketaatan, ketundukan dan kepatuhan terhadap apa
yang diperintahkan oleh Allah. Nash Al qur’an tidak membiarkan mereka dalam
kesamaran terhadap sesuatu urusan, tidak membiarkan manusia berlindung di
balik kata “iman”, sementra dia tidak taat dan tidak ridho terhadap apa yang
disyariatkan Allah, dan tidak menerapkannya didalam kehidupannya. Orang-
orang yang didalam beragamanya memisahkan antara akidah muamalah bukanlah
orang mukmin, meskipun mereka mengaku beriman dan menyatakan dengan
mulutnya atau menampakkan dalam syiar-syiar ibadahnya yang lain bahwa
mereka mukmin.
“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa-sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”
Sesungguhnya, dibiarkan saja untuk mereka hasil riba yang telah lampau,
yang belum ditetapkan keharusan menarik kembali dari mereka seluruhnya atau
sebagiannya dikembalikan karena tercampur dengan hasil riba. Karena tidak ada
pengharaman tanpa nash dan tidak ada hukum tanpa pensyariatan, sedangkan
syariat itu baru berlaku dan menimbulkan pengaruh setelah lahir. Adapun
mengenai urusan yang telah lampau maka terserah kepada Allah, bukan kepada
hukum perundang-undangan.
Di samping itu, dimasukkan juga kedalam hati mereka perasaan takwa,
yaitu perasaan yang menghubungkan islam dengan pelaksanaan syariatnya, dan

9
menjadikannya sebagai jaminan yang tersembunyi di dalam jiwa itu melebihi
jaminan perundang-undangan itu sendiri. Karena itu ia merasa bertanggung
jawab untuk melaksanakannya, sementara hukum-hukum buatan manusia hanya
mengandalkan faktor luar. Alangkah mudahnya untuk melakukan manipulasi
terhadap faktor luar ini kalau di dalam hati tidak terdapat penjaga yang punya
kekuasaan yang takwa.9

4. Pelajaran
Dalam ayat ini Allah menganjurkan hambaNya yang beriman supaya
menjaga diri dalam taqwa dan melakukan semua yang diridhioNya dan menjauh
dari semua yang dilarang dan memurkakanNya.
Isyarat yang terkandung dalam ayat ini, menjelaskan bahwa siapa saja
yang tidak meninggalkan riba setelah adanya larangan Allah dan ancamanNya,
maka orang tersebut dikatakan tidak beriman. Meskipun ia beriman terhadap apa
yang dibawa oleh agama, tetapi ia mengingkari sebagian ajaranNya, bahkan tidak
mengamalkannya, maka orag seperti ini dinyatakan sebagai tidak beriman,
kendati melalui mulutnya menyatakan diri sebagai orang beriman.10

5. Kesimpulan
Riba benar-benar pemerasan manusia atas manusia. Segelintir manusia
hidup menggoyang-goyang kaki, dari tahun ketahun menerima kekayaan yang
melimpah-limpah padahal dia tidak bekerja dan berusaha. Sedang yang menerima
piutang memeras keringat mencarikan tambahan kekayaan buat oranag lain, dan
dia sendiri kadang-kadang hanya lepas makan saja, dia menjadi budak selama
dalam berhutang itu. Yang empunya uang hanya terima bersih saja, tidak mau
tahu dari mana keuntungan yang berlipat ganda terkulai itu ia dapat.11

9
Sayyid Quthb, tafsir Fi zhilalil Quran, (Surabaya: PT. Bina Ilmu , 1985), hal. 386-387
10
Ahmad Musthofa Al Maragi, Tafsir al Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
1993), hal. 115
11
Prof. Dr. Hamka, op cit, hal. 73

10
Akibat dari perbuatan riba adalah kerusakan dan kehancuran. Banyak kita
jumpai, bahwa harta seseorang ludes, rumah tangganya hancur, karena mereka
memakan riba.

C. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Sewa Menyewa


Menurut etimologi, ijarah adalah ‫(بيع المنفعة‬menjual manfa’at).12 Ada
beberapa istilah dan sebutan yang berkaitan dengan ijarah, yaitu mu’jir, musta’jir,
ma’jur dan ajru atau ijarah.ma’jir ialah pemilik benda yang menerima uang (sewa)
atas suatu manfaat. Musta’jir ialah orang yang memberikan uang atau pihak yang
menyewa. Ma’jur ialah pekerjaan yang diakadkan manfaatnya. Sedangkan ajr atau
ujrah ialah uang (sewa) yang diterima sebagai imbalan atas manfaat yang
diberikan.13
Dasar-dasar hukum atau rujukan iajarah adalah al-qur’an, al-sunnah dan
al-ijma’
Dasar hukum ijarah dalam alqur’an adalah

       

         

         

        


Artinya: tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu
sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu

12
Prof. DR.H. Rachmat Syafei,MA. FIQIH Muamalah. (Bandung:CV PUSTAKA
SETIA. 2001) hlm.121
13
Qomarul Huda.Fiqh muamalah(Yogyakarta:teras.2011) hlm.77

11
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan
lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Dasar hukum ijarah dari al-hadits adalah

‫اﻋﻄﻮ ااﻻجريا جﺮه قﺒﻞ ا ن جيف ﻋﺮ قه‬


“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum krtingatnya kering.” (Riwayat
Ibnu Majah)

Landasan Ijma’nya ialah semua umat sepakat, tidak ada seorang ulama
pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun ada beberapa orang
diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.14

1. Surat Al-Baqarah Ayat 233

ِ ِ ِ ِ َ‫ْي َك ِﺎمﻠ‬ ِ ِ
ُ‫ﺎﻋةَ ۚ َو َﻋﻠَى الْ َﻤ ْﻮلُﻮد لَه‬
َ‫ض‬ ْ ِ ْ َ‫ات يُْﺮض ْع َﻦ أ َْوَﻻ َد ُه ﱠﻦ َح ْﻮل‬
َ ‫ْي ۖ ل َﻤ ْﻦ أ ََر َاد أَ ْن يُﺘ ﱠﻢ الﱠﺮ‬ ُ ‫َوالْ َﻮال َد‬
‫ضﺎ ﱠر َوالِ َدةٌ ﺑَِﻮلَ ِد َهﺎ َوَﻻ‬
َ ُ‫س إِﱠﻻ ُو ْس َع َﻬﺎ ۚ َﻻ ت‬
ٌ ‫ﻔ‬
ْ ‫ﻧ‬
َ ‫ف‬
ُ
ِ ‫ِرْزقُﻬ ﱠﻦ وكِﺴﻮتُﻬ ﱠﻦ ِِبلْﻤعﺮ‬
‫وف ۚ َﻻ تُ َﻜﻠﱠ‬
ُْ َ ُ َ ْ َ ُ
ََ َ ‫اٍ ِمْﻨ ُﻬ َﻤﺎ َوتَ ََ ُﺎوٍر‬ ِ ِ ِ ‫ﻮد لَه ﺑِﻮلَ ِدهِ ۚ وﻋﻠَى الْﻮا ِر‬
ٍ ‫َ ًﺎﻻ َﻋ ْﻦ تَ َﺮ‬ َ ‫ث ِمثْ ُﻞ ٰذَل‬
َ َ ‫ك ۗ َِ ْن أ ََر َادا‬ َ َ َ َ ُ ٌ ُ‫َم ْﻮل‬
‫ﺎح َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ إِذَا َسﻠﱠ ْﻤﺘُ ْﻢ َمﺎ آتَ ْﻴ ﺘُ ْﻢ‬ ِ ِ ِ
َ َ‫ﺎح َﻋﻠَْﻴﻬ َﻤﺎ ۗ َوإ ْن أ ََرْد ُُْت أَ ْن تَ ْﺴﺘَ ْﺮضعُﻮا أ َْوَﻻ َد ُك ْﻢ َ ََ ُجﻨ‬
َ َ‫ُجﻨ‬
ِ ِ ‫اَّلل و ْاﻋﻠَﻤﻮا أَ ﱠن ﱠ‬ ِ ِ
ٌ‫اَّللَ َﺎ تَ ْع َﻤﻠُﻮ َن ﺑََري‬ ُ َ َ‫ِبلْ َﻤ ْع ُﺮوف ۗ َواتﱠ ُﻘﻮا ﱠ‬
Artinya :
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,
bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung
nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani
lebih dari kesanggupa nnya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya

14
Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si. FIQH MUAMALAH. hlm.116-117

12
dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun
(berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan
persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut.
Bertakwalah kepada allah dan ketahuilah bahwaallah maha melihat apa yang
kamu kerjakan.”

2. Asbabun Nuzun
Pada ayat ini (Al Baqarah :233) menjelaskan tentang hukum radha'ah,
yang mana mempunyai hubungan sangat erat dengan ayat sebelumnya, karena
ayat sebelumnya menjelaskan tentang nikah, thalaq serta hal lain yang berkaitan
dengan hukum keluarga (pernikahan). Sebagai akibat dari perilaku thalaq, maka
tidak sedikit seorang istri merasa sakit hati dan ingin melampiaskan dendam.
Pelampiasan ini mereka lakukan dengan cara bersikap acuh kepada anak mereka
yang masih kecil bahkan sampai tidak mau untuk memberikan Air Susu Ibu yang
sangat dibutuhkan oleh anak bayinya.
Oleh sebab itulah ayat ini diturunkan sebagai perempuan-perempuan yang
ditalak untuk tetap memberikan perhatian dan kasih sayang dengan sepenuh hati
dan kerelaan kepada anaknya.

3. Tafsir Global
Dan menjadi kewajiban pada ibu untuk menyusui anak-anak mereka
selama dua tahun penuh bagi ibu yang berniat menyempurnakan proses
penyusuan, dan menjadi kewajiban para ayah untuk menjamin kebutuhan pangan
dan sandang wanita-wanita menyusui yang telah dicerai dengan cara-cara yang
patut sesuai syariat dan kebiasaan setempat. Sesungguhnya Allah tidak
membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan kedua orang
tua tidak boleh menjadikan anak yang terlahir sebagai jalan untuk saling
menyakiti antara mereka berdua, dan menjadi kewajiban ahli waris setelah
kematian ayah seperti apa yang menjadi kewajiban sang ayah sebelum

13
kematiannya dalam hal pemenuhan kebutuhan nafkah dan sandang. Maka apabila
kedua orang tua berkeinginan menyapih bayi sebelum dua tahun maka tidak ada
dosa atas mereka berdua bila mereka telah saling menerima dan bermusyawarah
dalam urusan tersebut, agar mereka berdua dapat mencapai hal-hal yang menjadi
kemaslahatan si bayi. Dan apabila kedua orang tua sepakat untuk menyusukan
bayi yang terlahir kepada wanita lain yang menyusui selain ibunya, maka tidak
ada dosa atas keduanya, apabila ayah telah menyerahkan untuk Ibu apa yang
berhak dia dapatkan dan memberikan upah bagi perempuan yang menyusui
dengan kadar yang sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dikalangan orang-orang.
Dan takutlah kepada Allah dalam seluruh keadaan kalian dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan dan akan
memberikan balasan kepada kalian atas perbuatan tersebut.15

4. Pelajaran
a) (Para ibu menyusukan), maksudnya hendaklah menyusukan (anak-anak
mereka selama dua tahun penuh) sifat yang memperkuat, (yaitu bagi orang
yang ingin menyempurnakan penyusuan) dan tidak perlu ditambah lagi.
b) (Dan kewajiban yang diberi anak), maksudnya bapak (memberi mereka (para
ibu) sandang pangan) sebagai imbalan menyusukan itu, yakni jika mereka
diceraikan (secara makruf), artinya menurut kesanggupannya.
c) (Setiap diri itu tidak dibebani kecuali menurut kadar kemampuannya,
maksudnya kesanggupannya.
d) (Tidak boleh seorang ibu itu menderita kesengsaraan disebabkan anaknya)
misalnya dipaksa menyusukan padahal ia keberatan (dan tidak pula seorang
ayah karena anaknya), misalnya diberi beban di atas kemampuannya.

5. Kesimpulan
Dalam surat al-Baqarah ayat 233 dijelaskan bahwasannya, ketika orang tua
tidak mampu atau tidak bisa menyusui anaknya maka orang tua bisa mencari

15
https://tafsirweb.com/924-surat-al-baqarah-ayat-233.html

14
orang lain untuk menyusui anaknya. Selama memberikan bayaran atau upah yang
pantas terhadap orang yang menyusui anaknya.
Jadi, dalam hal ini Allah memberi kemudahan bagi umatnya yang benar-
benar dalam keadaan sulit, dengan mengizinkan seseorang meminta pertolongan
kepada sesamanya. Sehingga jika seseorang tersebut merasa kesulitan dalam hal
waktu, tenaga, atau materi, maka Allah mengizinkan seseorang tersebut menminta
manfaat dari tenaga orang lain yang dipekerjakan dan atau meminta manfaat dari
suatu barang yang disewanya. Dengan pemberian upah atau kompensasi terhadap
pemberi manfaat dari suatau jasa atau tenaga tersebut atas manfaat yang bisa
dirasakan. Adapun pemberian upah atau kompensasi tersebut disesuaikan dengan
sewajarnya/sepatutnya agar kekurangan dari masing-masing pihak (pemberi sewa
dengan penyewa) dapat sama sama terpenuhi. Hal seperti itupun tidak berdosa dan
tidak ada larangannya.

D. Ayat-Ayat Ekonomi tentang Hutang Pinjaman


Qardh atau hutang pinjaman adalah bentuk masdar yang berarti memutus.
Dikatakan qaradhtu asy-syai’a bil-miqradh, aku memutus sesuatu dengan
gunting. Al-Qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar.
Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang
yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.16
Menurut Firdaus at al., qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literature fikih, qardh dikategorikan
dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi
komersil.17
Hukum qardh (hutang piutang) mengikuti hukum taklifi: terkadang boleh,
terkadang makruh, terkadang wajib, dan terkadang haram. Semua itu sesuai
dengan cara mempraktekannya karena hukum wasilah itu mengikuti hukum
tujuan.

16
Abdullah bin Muhammad ath-Thayar, dkk. Ensiklopedi Fiqih Muamalah, terj. Miftahul
Khair, (Cet. 1; Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2009), hal. 153.
17
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), hal. 178.

15
Jika orang yang berhutang adalah orang yang mempunyai kebutuhan
sangat mendesak, sedangkan orang yang dihutangi orang kaya, maka orang yang
kaya itu wajib memberinya hutang.
Jika pemberi hutang mengetahui bahwa penghutang akan menggunakan
uangnya untuk berbuat maksiat atau perbuatan yang makruh, maka hukum
memberi hutang juga haram atau makruh sesuai dengan kondisinya.
Jika seorang yang berhutang bukan karena adanya kebutuhan yang
mendesak, tetapi untuk menambah modal perdagangannya karena berambisi
mendapat keuntungan yang besar, maka hukum memberi hutang kepadanya
adalah mubah.
Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar, seperti jika
ia mempunyai harta yang dapat diharapkan dan mempunyai niat menggunakannya
untuk membayar hutangnya. Jika hal ini tidak ada pada diri penghutang. Maka ia
tidak boleh berhutang. Seseorang wajib berhutang jika dalam kondisi terpaksa
dalam rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk membeli makanan
agar dirinya tertolong dari kelaparan.18
1. Surat al-Baqarah: 245

           

     

245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang
baik (yaitu menafkahkan hartanya di jalan Allah). Maka Allah akan melipat
gandakan pembayaran/pahala kepadanya dengan beberapa kali lipat yang
banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah
kamu dikembalikan.

18
Abdullah bin Muhammad ath-Thayar, op cit. hal 157-158

16
2. Asbabun Nuzun
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Kitab Shahih-nya, Ibnu Abi
Hatim, dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar.
Bahwa ketika turun ayat, matsalul ladziina yungfiquuna amwaalahum fi
sabiilillaahi ka matsali habbah…(perumpamaan [nafkah yang dikeluarkan oleh]
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 261), berdoalah Rasulullah ‫ﷺ‬: “Ya
Rabb. Semoga Engkau melipatgandakan untuk umatku.” Maka turunlah ayat ini
(al-Baqarah: 245) yang menjanjikan akan melipatgandakan tanpa batas.
3. Tafsir Global
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih
dari Ibnu Umar ketika turunnya ayat 261 surah Al-Baqarah yang menerangkan
bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah nafkahnya itu
adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan 7 tangkai, pada tiap-tiap tangkai
seratus biji, maka Rasulullah ‫ ﷺ‬memohon,”Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu
bagi umatku (lebih dari 700 kali).”
Setelah Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan tentang umat yang binasa
disebabkan karena ketakutan dan kelemahan keyakinan, maka dalam ayat ini
Allah menganjurkan supaya umat rela berkorban menafkahkan hartanya di jalan
Allah dan nafkah itu dinamakan pinjaman kepada-Nya.
Sebabnya Allah subhanahu wa ta’ala menamakannya pinjaman padahal
Allah subhanahu wa ta’ala sendiri maha kaya ialah karena Allah subhanahu wa
ta’ala mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi kemaslahatan
umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia.
Hal ini dapat dirasakan bahwa seorang hartawan kadang-kadang mudah
saja mengeluarkan kelebihan hartanya untuk menolong kawan-kawannya,
mungkin dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan atau untuk memelihara
kedudukan yang tinggi, terutama jika yang ditolong itu kerabatnya sendiri.
Akan tetapi jika pengeluaran harta itu untuk mempertahankan agama dan
memelihara keluhurannya, dan meninggikan kalimat Allah yang di dalamnya
tidak terdapat hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, maka tidak

17
mudah baginya untuk melepaskan harta yang dicintainya itu, kecuali jika secara
terang-terangan atau melalui saluran resmi.
Oleh karena itu ungkapan yang dipergunakan untuk menafkahkan harta
benda di jalan Allah itu sangat menarik, yaitu “siapakah yang mau memberi
pinjaman kepada Allah suatu pinjaman yang baik”.
Pinjaman yang baik itu yang sesuai dengan bidang dan kemanfaatannya
dan dikeluarkan dengan penuh keikhlasan semata-mata untuk mencapai keridaan
Allah subhanahu wa ta’ala Dan Allah menjanjikan akan memberi balasan yang
berlipat ganda.
Allah memberikan perumpamaan tentang balasan Allah yang berlipat
ganda itu, seperti sebutir benih padi yang ditanam dapat menghasilkan tujuh
tangkai padi.
Setiap tangkai berisi 100 butir sehingga menghasilkan 700 butir bahkan
Allah membalasi itu tanpa batas sesuai dengan yang dimohonkan Rasulullah bagi
umatnya dan sesuai dengan keikhlasan orang yang memberikan nafkah.
Allah subhanahu wa ta’ala menyempitkan rezeki kepada orang yang tidak
mengetahui sunnatullah dalam soal-soal pencarian harta benda dan karena mereka
tidak giat membangun di pelbagai bidang yang telah ditunjukkan Allah.
Dan Allah melapangkan rezeki kepada manusia yang lain yang pandai
menyesuaikan diri dengan sunnatullah dan menggarap berbagai bidang usaha
sehingga merasakan hasil manfaatnya.
Bila Allah menjadikan seorang miskin jadi kaya atau sebaliknya, maka
yang demikian itu adalah sepenuhnya di tangan kekuasaan Allah.
Maka anjuran Allah menafkahkan sebagian harta ke jalan Allah, semata-
mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan memberi petunjuk kepadanya
supaya mensyukuri nikmat pemberian itu karena dengan mensyukuri itu akan
bertambah banyaklah berkahnya.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa sekalian makhluk akan dikembalikan
kepada-Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan amalnya masing-masing.19

19
https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-245/

18
4. Pelajaran
Berjuang di jalan Allah memerlukan harta, maka korbankanlah harta
kalian. Siapa yang tidak ingin mengorbankan hartanya, sementara Allah telah
berjanji akan membalasnya dengan balasan berlipat ganda? Rezeki ada di tangan
Allah. Dia bisa mempersempit dan memperluas rezeki seseorang yang
dikehendaki sesuai dengan kemaslahatan. Hanya kepada-Nyalah kalian akan
dikembalikan, lalu dibuat perhitungan atas pengorbanan kalian. Meskipun rezeki
itu karunia Allah dan hanya Dialah yang bisa memberi atau menolak, seseorang
yang berinfak disebut sebagai ‘pemberi pinjaman’ kepada Allah. Hal itu berarti
sebuah dorongan untuk gemar berinfak dan penegasan atas balasan berlipat ganda
yang telah dijanjikan di dunia dan akhirat.

5. Kesimpulan
Siapa gerangan yang mau membelanjakan infak yang baik di jalan Allah
dan mengharapkan pahala, maka Dia melipatgandakan nya dengan penggandaan
yang banyak yang tidak terhitung yang berupa pahala dan balasan yang baik? Dan
Allah menyempitkan dan meluaskan rezeki, maka keluarkanlah infaq dan jangan
tanggung-tanggung, karena sesungguhnya Dia Maha Pemberi Rizki, Dia
menyempitkan bagi hamba-hamba Nya yang dikehendaki Nya dalam hal rezeki
dan melapangkan bagi orang lain. Bagi Nya hikmah yang tinggi dalam hal itu, dan
kepada Nya saja kalian akan dikembalikan setelah kematian, lalu Dia memberikan
balasan kepada kalian atas amal perbuatan kalian.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan
manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang
Pencipta.
Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak
dilandasi dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam
dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek
tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran
Islam, perilaku individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara
pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber
daya yang ada. Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam
sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan
ekonomi tradisional. Oleh sebab itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam
yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.

B. Saran
Demikianlah makalah ini yang dapat kami sajikan. Makalah ini memang
banyak kekurangan, namun cukuplah makalah ini sebagai pendukung jalannya
diskusi. Kurang lebihnya kami mohon maaf, untuk itu kepada para pembaca
dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah
ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/8330238/AYAT_DAN_HADIST_PRINT_-_Copy
Hamka. 1983. Tafsir Al Azhar Juzu ke 3. Jakarta: Pustaka Pajimas.
Hamidy, Mu’ammal & imron A. Manan. 1985. Tafsir Ayat AHKAM. ASH-
SHABUNI. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Quthb, sayyid. 2000. Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an. Jakarta: GEMA INSANI.
Mustafa, Ahmad Al Maragi. 1993. Tafsir Al Maragi juzu III. Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
https://mkitasolo.blogspot.com/2011/12/tafsir-surat-nisa-4-ayat-29.html
http://afinz.blogspot.com/2010/05/ayat-ayat-tentang-prinsip-berekonomi.html
https://tafsirweb.com/924-surat-al-baqarah-ayat-233.html
https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-245/
https://islamedia.web.id/quran/al-baqarah-ayat-245/
Syafei, Rachmat. FIQIH Muamalah. Bandung:CV PUSTAKA SETIA. 2001
Huda,Qomarul.Fiqh muamalah.Yogyakarta:teras.2011
Hendi, Suhendi. 2002 . FIQH MUAMALAH. Jakarta:PT RAJA GRAFINDO
PERSADA.
Abdullah bin Muhammad ath-Thayar, dkk. 2009. Ensiklopedi Fiqih Muamalah,
terj. Miftahul Khair, Cet. 1. Yogyakarta: Maktabah al-Hanif.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia.

21

S-ar putea să vă placă și