Sunteți pe pagina 1din 3

Analisis konsep kooperasi dan kompetisi pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015

Oleh Tika Annisa Lestari Koeswandi

tikakoeswandi@student.upi.edu

Bandung, 19 Oktober 2015

MEA merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi Asean yang merupakan sebuah
program yang di rancang oleh sepuluh negara di Asian tenggara yaitu Indonesia, Malaysia,
Brunei Darusalam, Singapore, Thailand, Laos, Filifina, Vietnam, Myamar dan Kamboja.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan asia tenggara dan
lebih jauh lagi di harapkan mampu menanggulangi masalah-masalah dibidang perekonomian
antar negara di asia tenggara. Asal mula dibentuknya MEA adalah hasil pemikiran dari
kesepuluh negara anggota yang memiliki harapan dan impian yang sama yaitu meningkatkan
kesejahteraan warga-warganya dan meningkatkan lapangan pekerjaan. Untuk itu kesepuluh
negara tersebut melakukan perundingan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada tahun 2003
di Malaysia dimana kesepuluh negara asia tenggara ini setuju merancang, membuat,
mengaplikasikan dan berpartisipasi dalam sebuah program Masyarakat Ekonomi Asean tahun
2015 atau dalam bahasa inggris disebut dengan Asean Free Trade Area (AFTA).

Konsep dan ide Masyarakat Ekonomi Asean ini memang mengahsilkan banyak
perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan Masyarakat Ekonomi Asean
nantinya mempersilahkan banyak investor dan tenaga kerja asing untuk bebas masuk ke
Indonesia akibatnya banyak pihak yang berpendapat bahwa hal ini malah akan memperkeruh
suasana pencarian kerja di Indonesia, mengingat masyarakat akan mengalami tingkat persaingan
yang lebih tinggi karena bukan hanya bersaing dengan masyarakat Indonesia senddiri tetapi
harus siap berkompetisi dengan masyarakat asing. Untuk itu, disadari atau tidak sebenarnya
program Masyarakat Ekonomi Asean menjadikan Indonesia sebagai pasar bebas di bidang
permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja.

Namun tak sedikit pihak-pihak yang berpendapat bahwa program Masyarakat Ekonomi
Asean ini merupakan peluang yang bagus bagi Indonesia dalam meningkatkan perekonomian.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa sumber daya manusia yang ada sampai detik ini sudah
berada dalam kondisi siap bersaing mengingat sudah banyak generasi muda yang melanjutkan
pendidikan sampai jenjang sarjana bahkan pascasarjana di luar negeri. Sehingga, dari segi
pendidikan, bahasa dan kesiapan, Indonesia sudah memiliki ‘amunisi’ yang jitu untuk
menghadapi MEA 2015.

Sayangnya, baik pihak yang menyambut dengan gembra kehadiran MEA ataupun pihak
yang mengkritik keras, fakta dilapangan rupanya bisa menjadi beberapa dasar-dasar pemikiran
saat pertanyaaan “Sudahkah Indonesia siap mengadapi MEA 2015?” diajukan. Pertama,
meskipun sudah banyak generasi muda yang melanjutkan studi sampai jenjang sarjana bahkan
pasca sarjana di luar negeri, jangan lupa bahwa samoai saat ini masih tercatat sebanyak 76,4 juta
orang pekerja yang hanya memiliki tingkat pendidikan sampai SMP saja. Jika dilihat persentasi
keseluruhanya adalah 64% dari total 118 juta pekerja di Indonesia, itu artinya hanya sebagaian
kecil pekerja yang mengeyam pendidikan sampai jenjang sarjana. Untuk itu, tidak heran jika
banyak para pakar yang berpendapat bahwa Indonesia masih belum siap untuk menghadapi
MEA 2015.

Kedua adalah cara pencegahan yang bisa dilakukan untuk menanggulangi resiko-resiko
terburuk yang dapat terjadi saat MEA 2015 adalah dengan memperketat syarat-syarat bagi calon
pekerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Syarat yang paling mendasar adalah kewajiban
calon pekerja untuk menguasai bahasa Indonesia dan memiliki sertfikat profesi sesuai bidang
pekerjaan yang diminati.

Melihat analisis Masyarakat Ekonomi Asean yang sebentar lagi akan berlangsung, rupaya
ini mengindikasikan bahwa program ‘pasar bebas’ ini bukan konsep yang cocok untuk di
aplikasikan di Indonesia. Maka, mari kita lihat dari sudut pandang Koprasi sebagai bangunan
usaha yang bahkan tercantum secara jelas di undang-undang dasar 1945. Koprasi merupakan
bangunan usaha yang memiliki anggota dan pengurus dan koprasi juga bekerja sama diantara
anggota dan para pengurus dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anggota dan masyarakat
serta membangun tatanan perekonomian nasional. Sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi
bukan hanya milik orang kaya melainkan juga milik oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa
terkecuali. Artinya system koprasi adalah system yang mengutamakan asas kekeluargan
ketimbang asas untung-rugi. Rupanya jika pengembangan dan prinsip-prinsip serta konsep
koprasi diterapkan di Indonesia mampu meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya,
dimana hal ini lah yang dapat menjadi jawaban terbaik bagi harapan-harapan yang diinginkan
para petinggi negara ketimbang kebjakan MEA yang hanya menguntungkan beberapa pihak saja.

Sebagai tambahanya, prinsip-prinsip yang dipegang teguh oleh koprasi sangat ramah
akan setiap kompetisi. Jika Negara memiliki cita-cita mensejahterakan perekonomian rakyatnya,
maka bukan kompetisi atau persaingan yang dibangun melainkan asas gotong royong. Jika
pronsip kompetisi di galangkan, maka akan terjadi tndakan saling menikam agar tercapai tujuan
perorongan saja.

Akhir kata, dilihat dari kaca mata konsep dan prinsip koprasi da kompetisi, dapat
disimpulkan bahwa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bukanlah bangun usaha yang cocok
untuk diaplikasikan di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan antara fakta di
lapangan dan konsep MEA yang hanya menguntungkan beberapa pihak saja. Hal yang paling
terburuk adalah jika kita tidak bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi MEA maka Indonesia
akan menjadi negara konsumtif dan kesejahteraan perekonomian yang di harapkan pun akan
pupus dan kandas tinggal harapan.

S-ar putea să vă placă și