Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
1. Air
a. Air bersih
Penggunaan sumber air bersih dimasyarakat sudah dapat dikatakan sudah
sangat baik, karena sebagian besar (85%) masyarakatnya menggunakan air
ledeng/PDAM. Sedangkan sisanya (15%) menggunakan sumur bor dan sumur
gali, namun kedua jenis sumur tersebut beresiko tercemar bakteri Eschercia coli
yang bersumber dari tangki septik yang berjarak kurang dari 10 meter sehingga
mempengaruhi kualitas air sumur tersebut dan dapat menimbulkan penyakit kulit
dan diare.
Faktor-faktor yang menyebabkan kualitas air sumur kurang baik yaitu jarak
septic tank dengan sumur yang kurang dari 11 meter dan Kondisi septic tank yang
tidak kedap air serta terletak pada tanah berpasir, sehingga air sumur gali tercemar
oleh tinja yang mengandung bakteri Eschercia coli serta dapat mengakibatkan
kualitas air sumur tidak sesuai lagi dengan standar peruntukannya sebagai sumber
air bersih. Salah satu penyakit yang di sebabkan karena kondisi air yang tidak
memenuhi syarat kesehatan adalah Diare (Purbowarsito, 2011).
b. Air minum
Untuk penggunaan air minum, sebagian besar masyarakat (72%) telah
menggunakan air isi ulang dan air kemasan. Air tersebut dapat dikatakan memiliki
kualitas yang baik, karena telah melewati uji laboratorium kelayakan air minum.
Selain itu, masih ada beberapa masyarakat yang memanfaatkan air
ledeng/PDAM sebagai air minum mereka. Tetapi sebelum air tersebut diminum,
air tersebut di masak terlebih dahulu hingga mendidih. Namun dilapangan kami
menemukan beberapa diantara air ledeng/PDAM yang dikonsumsi oleh
masyarakat tersebut memiliki kualitas fisik yang tidak memenuhi syarat kualitas
fisik air minum, yaitu keruh, berbau, berasa (chlor) dan terdapat endapan.
Sedangkan syarat kualitas fisik air minum yang baik (memenuhi syarat kualitas air
minum) adalah tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh, dan tidak berbau (PMK
RI 492/2010).
2. Jamban Sehat
Berdasarkan hasil pendataan yang telah dilakukan, seluruh masyarakat di
wilayah tersebut memiliki kebiasaan Buang Air Besar (BAB) di jamban. 99% jamban
tersebut adalah jamban pribadi (milik sendiri), tetapi ada 1 KK (1%) yang tidak
memiliki jamban pribadi atau menumpang BAB dirumah tetangga/kerabatnya.
Namun hal ini bukan lah merupakan suatu masalah, karena yang terpenting tidak ada
masyarakat yang BAB di sungai/kebun/sawah walapun mereka tinggal dekat dengan
sungai/kali merah.
Apabila dilihat dari jenis jamban yang digunakan, jamban leher angsa dengan
tangki septic merupakan jamban yang digunakan oleh seluruh masyarakat disana.
Namun 60% diantaranya tidak menggunakan tangki septik yang benar. Karena pada
tangki yang mereka gunakan tidak dilengkapi dengan pipa ventilasi, sehingga belum
dapat dikatakan tangki yang septik. Jadi hanya ada 40% jamban saja yang
menggunakan jamban leher angsa dengan tangki septik.
Adapun syarat tangki septik yang memenuhi persyaratan kesehatan adalah
sebagai berikut :
a. Pipa ventilasi
Pipa ventilasi secara fungsi dan teknis dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Mikroorganisme dapat terjamin kelangsungan hidupnya dengan adanya pipa
ventilasi ini, karena oksigen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya
dapat masuk ke dalam bak pembusuk, selain itu juga berguna untuk
mengalirkan gas yang terjadi karena adanya proses pembusukan. Untuk
menghindari bau gas dari septick tank maka sebaiknya pipa pelepas dipasang
lebih tinggi agar bau gas dapat langsung terlepas di udara bebas (Daryanto,
2005).
2) Panjang pipa ventilasi 2 meter dengan diameter pipa 175 mm dan pada lubang
hawanya diberi kawat kasa (Machfoedz, 2004).
b. Dinding tangki septik
1) Dinding dapat terbuat dari batu bata dengan plesteran semen
(Machfoedz,2004)
2) Dinding harus dibuat rapat air (Daryanto, 2005)
3) Pelapis terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang sama (Chandra, 2007).
c. Pipa penghubung
1) Tangki septik harus mempunyai pipa tempat masuk dan keluarnya air
(Chandra, 2007).
2) Pipa penghubung terbuat dari pipa PVC dengan diameter 10 atau 15 cm
(Daryanto, 2005)
d. Tutup tangki septik
1) Tepi atas dari tutup harus terletak paling sedikit 0,3 meter di bawah
permukaan tanah halaman, agar keadaan temperatur di dalam tangki septik
selalu hangat dan konstan sehingga kelangsungan hidup bakteri dapat lebih
terjamin (Daryanto,2005).
2) Tutup harus terbuat dari beton (kedap air).
3. Pengelolaan Sampah
Seluruh masyarakat telah sadar akan pentingnya untuk tidak membuang sampah
sembarangan. Hal ini terlihat dari hasil pendataan dan obeservasi langsung yang telah
kami lakukan, dimana seluruh masyarakatnya membuang sampah pada tempat
sampah yang ada di luar di depan rumah-rumah mereka. Masyarakat disana tidak
memiliki tempat sampah di dalam rumah mereka, sehingga untuk sampah yang ada
dikumpulkan terlebih dahulu kedalam kantong plastik sebelum sampah tersebut
diletakkan pada tempat sampah yang ada di depan rumah mereka. Adapun
mekanisme penanganan sampah di setiap rumah tangga adalah sebagai berikut :
a. Sampah yang ada dirumah dikumpulkan kedalam kantong plastik (tempat sampah
sementara).
b. Pada saat sore dan pagi hari, kantong plastik tersebut di keluarkan dan diletakkan
pada tempat-tempat sampah yang ada didepan rumah mereka.
c. Kemudian pada setiap paginya, petugas angkut sampah dengan menggunakan
gerobak, mengambil sampah-sampah di setiap rumah masyarakat.
Seluruh tempat sampah yang ada disana terbuat dari karet ban bekas yang
dibentuk menyerupai tempat sampah yang dilengkapi dengan tutup. Karena tempat
sampah tersebut dari karet/ban bekas, sehingga memiliki sifat yang kedap air, kuat,
dan tahan lama. Namun kondisi tempat sampah tersebut kurang terpelihara, hal ini
terlihat dari tempat sampah yang kotor (58%) dan ditemukan vektor (lalat) yang
berterbangan disekitar tempat sampah tersebut (55%). Menurut Kepmenkes RI No.
261 tahun 1998, tempat sampah yang baik adalah tempat sampah terbuat dari bahan
yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang
halus pada bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup.
Bagi beberapa orang (9%), sampah-sampah organik yang berasal dari rumah
mereka dijadikan kompos untuk memupuk tanaman hias mereka. Sedangkan untuk
sampah yang tidak dapat dimanfaatkan lagi, sampah tersebut akan dibakar (1%).
Namun masih belum ada kesadaran dari warga untuk melakukan pemisahan antara
sampah organik dan sampah an-organik.
4. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Keluarga
Seluruh masyarakat membuang air limbah rumah tangga mereka langsung ke
parit atau selokan yang ada didepan rumah mereka yang disalurkan melalui pipa. Hal
ini terjadi karena ketidak-tahuan masyarakat tentang tata cara pengelolaan limbah
rumah tangga, dan juga ketidak-tersediaan lahan yang cukup untuk membuat sumur
resapan dan sumur penampungan air limbah.
Adapun cara pembuangan air limbah rumah tangga yang baik yaitu : (Chandra,
2007)
a. Pembuangan umum yaitu melalui tempat penampungan air limbah yang terletak di
halaman.
b. Digunakan untuk menyiram tanaman kebun.
c. Dibuang ke lapangan peresapan
d. Dialirkan ke saluran terbuka
e. Dialirkan ke saluran tertutup atau selokan
Namun hal diatas tidak akan dapat dilakukan, karena keterbatasan lahan yang
dimiliki oleh masyarakat. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat
SPAL secara komunal, namun dibutuhkan biaya yang besar dalam pembuatannya.
5. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Sebagian besar masyarakat (57%) menyimpan bahan-bahan kimia di rumah
mereka. Bahan-bahan kimia tersebut adalah insektisida pembasmi/pengusir nyamuk
yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengusir nyamuk yang ada dirumah
mereka, seperti obat nyamuk bakar dan insektisida aerosol. Bahan-bahan kimia
tersebut bersifat beracun dan dapat meledak (insektisida aerosol) apabila berada pada
tempat dengan suhu/temperatur yang panas, sehingga dianggap bahan berbahaya dan
beracun (B3). Oleh karena itu, penyimpanan bahan kimia tersebut sangat perlu
berhati-hati, dan harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
6. Pengendalian Vektor
Guna mencegah perkembangbiakan nyamuk di sekitar rumah mereka, warga
secara rutin menguras bak-bak mandi dirumah mereka (84%), kemudian menutup
tempat penampungan air (53%), dan menaburkan bubuk larvasida pada tempat-tempat
penampungan air tersebut (56%), kecuali tempat penampungan air minum keluarga
dan tempat air minum hewan peliharaan (burung). mereka tidak ada yang melakukan
penguburan barang-barang bekas dikarenakan tidak tersedianya lahan untuk
menguburkannya.
Dari 84% masyarakat yang menguras bak mandi yang ada di rumah mereka,
sebagian besar (94%) masyarakat mengurasnya minimal satu kali setiap minggunya
dan separuh diantaranya (52%) menguras lebih dari satu kali. Namun masih ada
masyarakat (6%) yang tidak menguras bak mandinya secara rutin (minimal satu kali
dalam seminggu).
Untuk menjaga keluarga dari gigitan nyamuk, mereka biasa menggunakan
repelen, insektisida aerosol, dan memasang obat nyamuk bakar. Hanya sebagian
orang saja yang memakai kelambu dan memasang kawat kasa pada ventilasi
rumahnya. Selain cara-cara yang telah disebutkan sebelumnya, ternyata banyak
masyarakat yang menggunakan kipas angin untuk mengusir nyamuk, dan cara ini
dianggap lebih aman dan cukup efektif.
7. Hygiene sanitasi makanan dan minuman
Apabila dari segi hygiene sanitasi makanan dan minuman, makanan yang telah
masak apabila tidak habis dalam sekali makan, sebagian besar warga biasanya
menyimpannya diatas meja makan dengan ditutupi tudung saji (73%). Selain itu ada
yang menyimpannya dilemari tertutup (22%). Namun masih ada masyarakat yang
meletakkannya dibiarkan terbuka di atas meja makan (5%).
Makanan yang dibiarkan terbuka memiliki resiko terjadinya pencemaran
makanan oleh mikroorganisme yang dibawa oleh vektor (lalat, tikus, dan kecoa).
Sehingga apabila makanan tersebut telah tercemar, maka dapat menimbulkan
terjadinya penyakit gangguan sistem pencernaan.
Makanan yang telah dihinggapi mikroorganisme itu mengalami penguraian
sehingga dapat mengurangi nilai gizi dan kelezatannya, bahkan makan yang telah
mengalami penguraian dapat menyebabkan sakit bahkan kematian. Bakteri yang
tumbuh di dalam makanan mengubah makanan tersebut menjadi zat organik yang
berkurang energinya. Populasi mikroba pada berbagai jenis bahan pangan umumnya
sangat spesifik, tergantung dari jenis bahan pangannya, kondisi lingkungan dan cara
penyimpanannya dalam batas-batas tertentu kandungan mikroba pada bahan pangan
berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan tersebut. Beberapa jenis/spesies dari
bakteri saproba dan bakteri patogen dapat serta tumbuh dan berkembang biak dengan
baik jika makanan yang dihinggapi itu mempunyai pH, kelembaban dan temperatur
yang menguntungkan bagi kehidupan mereka, toksin yang dihasilkan ada dua (2)
pertama dapat berupa enterotoksin, yaitu toksin yang mengganggu alat-alat
pencernaan, kedua neurotoksin yaitu toksin yang mengganggu urat syaraf kita.
(Nurmaini, 2001)
Febriyanti Radjak, N. 2013. Pengaruh Jarak Septic tank dan Kondisi Fisik Sumur terhadap
Keberadaan Bakteri schercia coli pada Sumur Gali. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.
Nurmaini. 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Medan: Universitas
Sumatera Utara.