Sunteți pe pagina 1din 11

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes HANG TUAH PEKANBARU


KEPERAWATAN KMB
LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Rinanda Aulia


NIM : 18091021
Tanggal Praktik : 28 Januari 2019 – 2 Febuari 2019
Ruang Rawat : Edelweis di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Diagnosa Keperawatan : Fraktur

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).

2. Etiologi
a. Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b. Fraktur Patologis Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya
proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.
c. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan. Tulang juga bisa mengalami otot-otot
yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau
kekuatan yang menimpanya.
d. Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
e. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki
dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
f. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki
yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran. (Apley, G.A. 1995 :
840)
3. Klasifikasi
a. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
1. Fraktur complete : tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau
lebih.
2. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :
‒ Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di
tempat, biasa terjadi di tulang pipih.
‒ Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius,
ulna, clavikula dan costae.
‒ Buckle Fracture, fraktur dimana korteksnya melipat ke dalam.
b. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang:
1. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu
tulang)
2. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari
sumbu tulang)
3. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang
4. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
5. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
c. Berdasarkan hubungan antar fragman fraktur :
1. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
2. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
‒ Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat
‒ Angulated, membentuk sudut tertentu
‒ Rotated, memutar
‒ Distracted, saling menjauh karena ada interposisi
‒ Overriding, garis fraktur tumpang tindih
‒ Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
d. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
2. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang
menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang, terbai atas :
a. Derajat I
‒ Luka kurang dari 1 cm
‒ Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
‒ Kraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
‒ Kontaminasi ringan.
b. Derajat II
‒ Laserasi lebih dari 1 cm
‒ Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
‒ Fraktur komuniti sedang.
c. Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
4. Manifestasi klinis
a. Deformitas
b. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : rotasi
pemendekan tulang, Penekanan tulang
c. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
d. Echumosis dan perdarahan subculaneus
e. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
f. Tendernes atau keempuka
g. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
h. Kehilangan sensasi (Mati rasa, munkin terjadi dari rusaknya
saraf atau perdarahan).
i. Pergerakan abnormal
j. Syock hipovolemik dari hilangnya hasil darah.
k. Krepitasi
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto Rontgen : Untuk mengetahui lokasi, tipe fraktur dan garis fraktur secara
langsung. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodik
b. Skor tulang tomography, skor C1, MRI : dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menrurun. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cedera hati.
6. Penatalaksanaan
a. Rekognasi adalah Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu
suplai neurovascular ekstremitas. Karena itu begitu diketahui kemungkinan
fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai
untuk melindunginya dari kerusakan.
b. Traksi adalah Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang
fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
1. Skin Traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit dan biasanya digunakan untuk
jangka pendek (48-72 jam).
2. Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang
cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan
memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang.
c. Reduksi
1. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
2. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
d. Imobilisasi Fraktur. Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna.
7. Perawatan Pre Operasi:
a. Persiapan Pre Operasi:
1. Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di operasi
sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)
2. Kateterisasi
3. Puasa mulai tengah malam sebelum operasi esok paginya (pada spinal
anestesi dianjurkan untuk makan terlebih dahulu)
4. Informed Consent
5. Pendidikan Kesehatan mengenai tindakan yang dilakukan di meja operasi
b. Perawatan intra Operasi:
1. Menerima Pasien dan memeriksa kembali persiapan pasien
2. Identitas pasien
3. Surat persetujuan operasi
4. Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
5. Mengganti baju pasien
6. Menilai KU dan TTV
7. Memberikan Pre Medikasi : Mengecek nama pasien sebelum memberikan
obat dan memberikan obat pre medikasi.
8. Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan
9. Perawatan dilakukan sejak memindahkan pasien ke meja operasi samapai
selesai
8. Komplikasi
a. Compartement syndrome : Merupakan komlikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Tekanan intracompartement dapat dibuka langsung dengan cara whitesides.
Penanganan: dalam waktu kurang 12 jam harus dilakukan fascioterapi.
b. Infeksi : Pada trauma orthopedic infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi juga bisa
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
c. Avaskuler nekrosis : Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah
ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia
d. Shock : karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
e. Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu lama.
Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak, hal ini dapat
diatasi dengan fisiotherapi .
B. KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN
1. Pengkajian
Identitas Pasien
a. Riwayat Penyakit Sekarang: Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik
yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan
nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002)
b. Riwayat Penyakit dahulu: Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang
akan mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat &
Wim Dejong)
c. Riwayat Penyakit Keluarga: Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan
akan tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan
karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi
Pola Kebiasan
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak
hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan
pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang
hebat dan dampak hospitali
d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur
sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri,
(Doenges, 2000)
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya,
namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan
pasien ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain
itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini
dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat
spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya
pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya
tidak berguna
i. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat
kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai
secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
3. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan
kulit.
4. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita
adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya
terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
5. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
6. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak.
Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan,
(Brunner & Suddarth, 2002)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pasca operasi ortopedi
adalah sebagai berikut.
a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan, dan
imobilisasi.
b. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.
c. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan
kemandirian.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,
prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive.
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri berhubungan Tujuan nyeri 1. Lakukan
dengan prosedur berkurang atau pengkajian nyeri
pembedahan, hilang dengan meliputi skala,
pembengkakan, Kriteria Hasil : intensitas, dan jenis
dan imobilisasi 1. Klien melaporkan nyeri.
nyeri berkurang 2. Kaji adanya edema,
atau hilang hematom, dan
2. Meninggikan spasme otot.
ekstremitas untuk 3. Tinggikan
mengontrol ekstremitas yang
pembengkakan sakit.
dan 4. Berikan kompres
ketidaknyamanan. dingin (es).
3. Bergerak dengan 5. Ajarkan klien
lebih nyaman teknik relaksasi,
seperti distraksi,
dan imajinasi
terpimpin.
2 Risiko perubahan Tujuan tidak terjadi 1. Kaji status
kerusakan /
perfusi jaringan neurovaskular
pembengkakan
perifer Kriteria hasil : (misal warna kulit,
1. Klien
berhubungan suhu, pengisian
memperlihatkan
dengan perfusi jaringan kapiler, denyut
yang adekuat:
pembengkakan, nadi, nyeri, edema,
2. Warna kulit
alat yang mengikat, normal dan hangat. parestesi, gerakan).
3. Respons pengisian
gangguan 2. Tinggikan
kapiler normal (crt
peredaran darah 3 detik). ekstremitas yang
sakit
3. Balutan yang ketat
harus dilonggarkan
4. Anjurkan klien
untuk melakukan
pengeseran otot,
latihan pergelangan
kaki, dan
"pemompaan" betis
setiap jam untuk
memperbaiki
peredaran darah
3 Perubahan Tujuan pasien mampu 1. Bantu klien untuk
pemeliharaan melaksanakan tugas merubah posisi
kesehatan secara mandiri setiap 2 jam
berhubungan Kriteria hasil : 2. Lakukan perawatan
dengan kehilangan 1. Klien kulit, lakukan
kemandirian memperlihatkan pemijatan dan
upaya minimalkan
memperbaiki tekanan pada
kesehatan. penonjolan tulang.
2. Mengubah posisi 3. Kolaborasi kepada
sendiri untuk tim gizi; pemberian
menghilangkan menu seimbang dan
tekanan pada kulit. pembatasan susu
3. Menjaga hidrasi
yang adekuat.
4 Kerusakan Tujuan pasien 1. Bantu klien
mobilitas fisik mampu melakukan menggerakkan
berhubungan mobilisasi sesuai bagian cedera
dengan nyeri, terapi yang diberikan dengan tetap
pembengkakan, Kriteria hasil : memberikan
prosedur 1. Klien sokongan yang
pembedahan, memaksimalkan adekuat
adanya alat mobilitas dalam 2. Ekstremitas
imobilisasi (misal batas terapeutik. ditinggikan dan
bidai, traksi, gips). 2. Menggunakan disokong dengan
alat imobilisasi bantal
sesuai petunjuk. 3. Nyeri dikontrol
3. Mematuhi dengan bidai dan
pembatasan memberikan obat
pembebanan anti-nyeri sebelum
sesuai anjuran digerakkan
4. Ajarkan klien
menggunakan alat
bantu gerak
(tongkat, walker,
kursi roda), dan
anjurkan klien
untuk latihan.

5 Resiko tinggi Tujuan tidak terjadi 1. Kaji respon pasien


infeksi infeksi. Kriteria hasil : terhadap pemberian
berhubungan Tidak terjadi Infeksi antibiotik
dengan adanya 2. Pantau tanda-tanda
prosedur invasive vital
3. Pantau luka operasi
dan cairan yang
keluar dari luka
4. Pantau adanya
infeksi pada saluran
kemih
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price. 2001. Pathofisiologi Konsep Klinisk Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius. FKUI.
Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskletal. Edisi 1.

S-ar putea să vă placă și