Sunteți pe pagina 1din 19

Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1, 2 (Maret 2017): 135-152

METODE DEWAN HISBAH PERSIS DALAM BER- ISTIDLÂL DENGAN HADIS:


STUDI FATWA TENTANG TAMBAHAN RAKA’AT MAKMUM YANG MASBUQ

Solehudin & Widiana Rismawati


Fakultas Ushuluddin UIN Gunung Djati Bandung
Jl. AH. Nasution No. 105, Cibiru, Bandung
E-Mail: Suryakancana1991@gmail.com

Abstract
Istidlal is asked for directions or look for clues (evidence) of the sources agreed that Al-Qur'an, Sunnah, ijma 'and
qiyas and still there is no contradiction in it. Hisbah Council is an institution that is in the body of the Islamic
Society organizations (Persis) in charge of examining the issues that require decisions. The institute is always to
give an answer to the arguments of the foundation, which in the view is always different with other organizations in
Indonesia. This research is descriptive qualitative data sources Thuruq book Al-istinbath hisbah Council of the
Islamic Society, as well as the data collected from various sources and processed. Based on the results of the study
authors, it can be concluded that the views of the Board hisbah the Hadith, is that the Hadith or Sunnah can be made
in the determination of a legal argument, and can serve as the Qur'an in determining clean and unclean, and
mandatory or sunnah. Council conclusions hisbah determine which methodology istinbath its air-Istidlâldengan
Hadisyang therein mentioned Qaeda-Qaeda received and not received by the Board in determining the quality of
Hadith hisbah for a decision. And Council hisbah not wear Hadith about masbūqīn congregation gets compassionate
priest in count one rak'ah, because it is considered Da'eef, and the congregation is left behind al-Fatihah not counted
raka'at, means must be added that the omission of the raka'at.

Keywords: Fatwa;Hadis; Istidlal; Masbuq.

Abstrak
Istidlâl adalah meminta petunjuk atau mencari petunjuk (dalil) dari sumber-sumber yang telah disepakati yaitu
Alquran, Sunnah, Ijma’ dan qiyas maupun yang masih ada pertentangan di dalamnya. Dewan Hisbah adalah
lembaga yang berada dalam tubuh organisasi Persatuan Islam (Persis) yang bertugas meneliti masalah yang
membutuhkan keputusan. Lembaga ini selalu memberi jawaban dengan dalil-dalil landasannya, yang di pandang
selalu berbeda dengan oraganisasi yang lainnya yang ada di Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptifkualitatif
dengan sumber data buku Thuruq Al-istinbath Dewan Hisbah Persatuan Islam, serta tehnik pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk kemudian diolah. Berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat diambil kesimpulan bahwa
Pandangan Dewan Hisbah terhadap hadis, adalah bahwa hadis atau sunnah dapat di jadikan hujjah dalam
menentukan suatu hukum, dan dapat berfungsi seperti Alquran dalam menentukan halal dan haram, dan wajib atau
sunnah. Dewan Hisbah menentukan rumusan metodologi istinbath-nya yaitu ber-Istidlâldengan Hadisyang di
dalamnya disebutkan qaidah-qaidah yang diterima dan yang tidak diterima oleh Dewan Hisbah dalam menentukan
kualitas hadis untuk sebuah keputusan. Dan Dewan Hisbah tidak memakai hadis tentang makmum masbuq
mendapat ruku’ imam di hitung satu raka’at, karena dinilai dha’if, dan makmum yang ketinggalan al-fatihah tidak
dihitung satu raka’at, artinya harus di tambah raka’at yang tertinggalnya tersebut.

Kata Kunci: Fatwa;Hadis; Istidlal; Masbuq.

A. PENDAHULUAN kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang


Hadis atau sunnah Rasulullah adalah dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.
merupakan dasar tasyri’ sesudah al-Quran dan bertakwalah kepada Allah.
dan merupakan sumber dari aneka Ilmu Sesungguhnya Allah Amat keras
Pengetahuan Islam. Semua amal yang hukumannya”.2
dikerjakan Muhammad Saw. dalam sifat dan Dalam kaitannya dengan sumber hukum
fungsi beliau sebagai Rasulullah Saw, Islam terdapat perbedaan yang sangat besar
menjadi hukum umum yang wajib kita ikuti.1 antara Al-Quran dan Hadis Nabi, seperti
Sebagaiman firman Allah dalam QS. Al-
Hasyr : 7 : “Apa yang diberikan Rasul
2
Kementrian Agama RI. Al-Quran Tajwid dan
1
Barmawie Umarie. Status Hadis Sebagai Dasar Terjemahnya. (Jakarta: PT. Sygma Examedia
Tasyri’. (Sala: Penerbit. AB. Sitti Sjamsiyyah. 1963). Arkanleema. 2007).
136 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

dikemukakan Syeikh Abdul Wahab Khalaf3, (Persis), dan Muhammadiyah. Dimana NU,
nash Al-Quran seluruhnya bersifat qath’i al- Persis, Muhammadiyah ini mempunyai
wurud, artinya kalau Al-Quran diyakini metode masing-masing dalam menetapkan
sepenuhnya oleh kaum muslimim, tanpa sebuah hukum, karena perbedaan dalam
kecuali sebagai wahyu yang datang dari memahami hadis Nabi dan metode yang
Allah. Sementara hadis yang bersifat qath’i diambil berbeda-beda maka hasil
al-wurud bagi hadis mutawatir yang tidak keputusannya pun berbeda pula. Misalnya
dapat di sangkal keshahihannya dan zhanni Nahdhatul Ulama (NU) mempunyai metode
al-wurud bagi hadis yang tidak berkualitas dengan pengambilan qaul (pendapat imam
mutawatir. Dan salah satu diantara madzhab) yang kemudian disebut dengan
petunjuknya (dilalah-nya) itu kadang qath’i metode qauly, merupakan metode utama
atau zhanni. Kalau tidaklah ada sunnah yang yang digunakan dalam menyelesaikan
dijadikan hujjah untuk kaum muslimin, maka masalah keagamaan oleh lembaga Lajnah
tidak akan ada peraturan-peraturan yang akan Bahtsul Masail, terutama yang menyangkut
dijalankan yaitu apa-apa yang diwajibkan hukum fikih, dengan merujuk pada kitab-
oleh Al-Quran itu. Sunah yang menerangkan kitab imam madzhab yang empat ( Hanafi,
wajib diikuti, karena bersumber dari Rasul. Maliki, Hanbali, dan Syafi’i), yang lebih
Dirawikan dari Rasul dengan jalan didominasi oleh Madzhab Syafi’i. 4
mempergunakan Qath’i atau Zhan yang kuat. Muhammadiyah yang mempunyai Lembaga
Oleh karena itu apabila seseorang meragukan Majlis Tarjihnya dalam menentukan sebuah
kebenaran Al-Quran sebagai wahyu dan hukum dan mempunyai metode tersendiri
sebagai sumber hukum yang pasti maka akan dengan merujuk langsung kepada Al-Quran
mengakibatkankan kekufuran, sedangkan dan As-Sunnah, dan dicari yang lebih kuat
jika meragukan suatu hadis sebagai sesuatu untuk menentukan sebuah hukum, begitu
yang betul-betul berasal dari ucapan Rasul, pula dengan Persis yang di kenal selalu
maka keraguannya tidak sampai pada akibat berbeda dengan ormas yang lainnya, bahkan
yang seperti itu. ada sebagian masyarakat yang memandang
Menghadapi realita diatas fakta perbedaan bahwa Persis cukup keras dalam
pemahaman terjadi pada masa sahabat saja, pemikirannya, namun Persis dikenal juga
bahkan membias sampai kepada tabi’in, dengan lembaga yang tidak canggung dengan
tabi’ut tabi’in, bahkan sampai sekarang. istilah ijtihad, karena menurut Persis pintu
Banyak diantara para ulama yang ijtihad masih terbuka. Jika NU dengan
mempelajari Al-Quran, dan Al-Hadis, tidak Lajnah Bahtsul Masail nya, dan
diragukan pula kebenaran al-Quran yang Muhammadiyah dengan Majlis Tarjih nya,
muthlaq, sehingga para ulama yang jujur maka Persis mempunyai lembaga yang
tidak berani sembarangan mengambil disebut dengan Dewan Hisbah yang tercatat
keputusan dalam menafsirkan Al-Quran, dalam Qanun Asasi-Qanun Dakhili Persis
akan tetapi selalu terdapat perbedaan dalam Bab V Pasal 59 yang berfungsi sebagai
memahami sunnah Rasul, terutama dalam dewan pertimbangan, pengkajian syara’ dan
menentukan hukum. fatwa dalam jam’iyyah, yang mempunyai
Peran ulama saat ini sangatlah penting metode dalam menetapkan sebuah hukum,
untuk membahas masalah problematika khususnya dalam menentukan metode
ummat saat ini , karena merekalah yang (manhaj) dalam ber-Istidlâl dengan Hadis.
mempunyai kapabilitas dalam pengetahuan Diantara perbedaan pandangan dalam
Islam. Ulama di Indonesia khususnya yang pemahaman hadis adalah tentang orang yang
tergolong dalam organisasi masyarakat masbuq.Salah satu hadis nya adalah “
(Ormas) yang dikenal masyhur seperti Apabila kamu datang untuk shalat padahal
Nahdatul Ulama (NU), Persatuan Islam
4
Imam Yahya. Dinamika Ijtihad NU. Semarang:
3
Syeikh Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih. Walisongo Press, cet. I, 2009. Hal 47. “Keputusan
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), 41. Muktamar NU ke-32”.
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 137

kamu sedang sujud, maka bersujudlah, dan dengan nama Persatuan Islam, ada juga yang
jangan kamu hitung sesuatu (satu raka’at) memberi nama Permufakatan Islam. Jadi
dan siapa yang mendapatkan ruku’, berarti sebelum Tahun 1923 nama Persatuan Islam
ia mendapatkan satu ruku’ (raka’at) dalam itu bukan nama sebuah organisasi melainkan
shalat (nya).” (HR. Abu Daud, 1:207)5 nama kelompok penelaah (study club) dan
Sebagian ulama ada yang berpendapat inilah sebagai cikal bakal atau embrio
bahwa makmun yang mendapatkan imam Lembaga Dewan Hisbah.
sedang ruku’, maka ia berarti mendapatkan Sebagaimana diungkap di atas bahwa
satu raka’at,6 ada pula yang tidak mendapat Persatuan Islam yang sejak awal didirikan
satu raka’at atau harus di tambah lagi satu merupakan sebuah kelompok tadarus atau
raka’at karena ketinggalan Al-Fatihah. kelompok kajian dari orang-orang yang
Kebanyakan masyarakat, di Indonesia prihatin terhadap kondisi aqidah, ibadah dan
khususnya, memakai hadis tersebut dan akhlak ummat, yang tenggelam dalam
apabila masbuq dan mendapatkan ruku’ berbagai perbuatan bid’ah, syirik dan
maka tidak di tambah satu raka’at, sedangkan munkarat lainnya,
masyarakat Persis paling berbeda dengan Dewan Hisbah merupakan lembaga
yang lainnya yaitu dengan menambah satu khusus yang ada dalam organisasi Persatuan
raka’at, karena ketinggalan membaca Al- Islam. Kedudukannya bersifat khusus dan
Fatihah. hampir sama dengan lembaga Dewan Tafkir,
Salah satu organisasi yang mencoba yang berfungsi membahas perkembangan
memberi pemahaman terkait hal diatas adlah pemikiran Islam. Hanya saja, Dewan Hisbah
Dewan Hisbah Persis. Diantara hasil ijtihad lebih terfokus pada perkembangan masalah-
Dewan Hisbah Persis hingga saat ini masih masalah hukum Islam.7
kuat berpegang pada dalil Alquran dan hadis- Produk hukum Dewan Hisbah ditetapkan
hadis shohih. Melihat bahwa Persis adalah dalam persidangan8 yang dihadiri oleh Ulama
salah satu organisasi yang selalu berbeda Dewan Hisbah. Sidang Dewan Hisbah terdiri
dengan organisasi yang lainnya, dan selalu dari:pertama, Sidang Lengkap yaitu yang
yakin dengan fatwa yang dikeluarkannya, diikuti oleh seluruh pimpinan dan anggota
maka hal yang menarik untuk dijadikan Dewan Hisbah, kedua, Sidang Terbatas yaitu
kajian adalah bagaimana metode (manhaj) yang diikuti oleh seluruh pimpinan dan
dalam ber-istidilâl bil hadis yang dijadikan sebagian anggota Dewan Hisbah, dan ketiga,
pedoman Dewan Hisbah Persatuan Islam. Sidang Komisi yang diikuti oleh seluruh
Untuk itulah penelusuran terhadap yang anggota komisi.9
digunakan Dewan Hisbah dalam menyelidiki Setelah melakukan persidangan, barulah
sebuah hukum melalui hadis, menjadi hal Dewan Hisbah mengeluarkan fatwa-fatwa
yang menarik untuk dibahas terkait tema yang berkaitan sesuai dengan hasil
“Tambahan Raka’at Makmum yang persidangan, kemudian disebarluaskan hasil
Masbuq”. dari keputusannya itu kepada anggotanya.

B. PEMBAHASAN 2. Metode Dewan Hisbah Persis dalam


1. Dewan Hisbah Persis dan Kajian Hadis Ber-Istidlâl dengan Hadis
Pada permulaan abad ke-20 bahwa Dewan Hisbah sebagai Majelis
sesungguhnya jauh sebelum tanggal 12 Ulamayang berkewajiban meneliti hukum
September 1923 (berdirinya PERSIS) telah
ada suatu kelompok kajian ajaran Islam dan 7
Dani Hidayat. Persatuan Islam Offline Versi 2.0.
ajaran yang berlaku secara faktual. Mereka 8
Sidang adalah musyawarah Dewan Hisbah untuk
menamakan kelompok penelaahnya itu mengkaji, mendiskusikan dan memecahkan persoalan
hukum Islam yang berkembang di tengah masyarakat
sehingga menghasilkan keputusan hukum yang
5
Lidwa Pusaka i-Software-Kitab 9 Imam Hadits disepakati bersama.
6
A. Zakaria. Alhidayah Edisi Kompilasi 1,2,3. 9
Rafid Abbas, Ijtihad Persatuan Islam. Tela’ah
(Garut: Ibn Azka Press), 138. atas Produk Ijtihad PERSIS tahun 1996-2009, 98-99
138 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

Islam, juga berkewajiban untuk melakukan 5). Menerima Hadis Ahad sebagai dasar
pengawasan dalam pelaksanaan dan teguran hukum selama hadis tersebut shahih,
atas pelanggaran terhadap suatu hukum, telah termasuk masalah-masalah yang
menentukan manhaj(metode) dalam menyangkut ‘aqidah.
memutuskan atau mengambil keputusan 6). Hadis Mursal Shahabi dan Mauquf bi
hukum, dari sejak 2001 dan di sahkan pada Hukmil Marfu’ dipakai sebagai hujjah
tahun 2006. Dalam thuruq al-istinbath ini selama sanadhadis tersebut shahih dan
Dewan Hisbah merumuskan tiga metodologi tidak bertentangan dengan hadis lain yang
utama, yaitu: 1) Ber-Istidlâldengan Al- shahih.
Quran, 2) Ber-Istidlâldengan Hadis, 3) 7). Hadis Mursal Tabi’iy dijadikan hujjah
Ijtihad atas masalah yang tidak ada nash. apabila hadis tersebut disertai qorinah
Dalam karya tulis ini penulis akan fokus pada yang menunjukkan ittishal-nya hadis
pembahasan Istidlâl Bil-Hadis-nya. Dasar tersebut.
utama yang digunakan Dewan Hisbah adalah 8). Menerima Qaidah
al-Quran dan hadis shahih. .‫َّم َعلَى الت َّْع ِديْ ِل‬
ٌ ‫اَ ْْلَْر ُح ُم َقد‬
Adapun rumusan metodologi Dewan
Hisbah dalam Ber-Istidlâl dengan Hadis, “Anggapan Jarh (cacat terhadap seorang
adalah sebagai berikut: 10 perawi) harus didahulukan daripada
1). Menggunakan Hadis Shahih dan Hasan anggapan ‘adil/tsiqot”.
dalam mengambil keputusan hukum. 9). Menerima kaidah tentang Shahabat:
2) Menerima Qaidah : ُ‫ث الضَّعِْي َفة‬ ِ
ُ ْ‫اَالَ َحادي‬ ‫احبَ ةُ ُكلُّ ُه ْم عُ ُد ْوٌل‬
َ ‫الص‬
َ
“Shahabat-shahabat Nabi itu semuanya
‫ضا‬ ُ ‫يُ َق ِِّوى بَ ْع‬
ً ‫ض َها بَ ْع‬ “Hadis-hadis dha’if dinilai adil (dalam periwayatan hadis)”.
satu sama lain adalah saling 10) Riwayat orang yang suka melakukan
menguatkan”. Dengan catatan apabila tadlis (menyamarkan cara menerima hadis
dha’if-nya hadis tersebut dari segi dhabth dari guru) diterima jika ia menerangkan
(hafalan) dan tidak bertentangan dengan bahwa apa yang ia riwayatkan itu jelas
al-Quran atau hadis lain yang shahih. Shigat Tahammul-nya (kata yang
Adapun jika dlaif-nya dari segi ‘Adalah digunakan dalam menerima hadis dari
seperti kadzab (pendusta), yadha’ul hadis guru) menunjukkan ittishal
(memalsukan hadis), fisqur-rowi atau (tersambung/menerima secara langsung),
tertuduh dusta, maka qaidah tersebut tidak seperti menggunakan kata haddatsanî
dipakai. (menceritakan hadis secara langsung tanpa
3). Tidak Menerima Qaidah perantara).
‫ضائِ ِل اْالَ ْع َم ِال‬ ِ ُ ‫اَ ْْل ِدي‬
َ َ‫ف يُ ْع َم ُل ِىف ف‬
ُ ‫ث الضَّعْي‬َْ 3. Aplikasi Dewan Hisbah dalam Ber-
“Hadis dha’if dapat diamalkan dalam hal Istidlâl dengan Hadis tentang Hadis
keutamaan.” Masbuq mendapat ruku’ Imam
Karena keutamaan amal juga termasuk
sendi-sendi agama yang harus berdasarkan Aplikasi Dewan Hisbah dalam ber-istidlâl
hadis shahih. Masih banyak hadis-hadis dengan hadis, salah satunya adalah tentang
shahih yang menunjukkan keutamaan menambah raka’at bagi seseorang yang
amal. masbuq dengan hadis yang menjadi rujukan
4). Menerima hadis shahih sebagai utamanya adalah hadis apabila masbuq
tasyri’(penetapan syari’at) yang mandiri, mendapatkan imam sedang ruku’.
sekalipun tidak merupakan bayan dari al- Pertama-tama Dewan Hisbah menyebut-
Quran, seperti dalam masalah ‘aqiqah dan kan perbedaan argumentasi yang terjadi
pengurusan jenazah. tentang makmum yang mendapat ruku’ di
hitung raka’at atau tidak. Sebagaimana
10
.Aceng, Zakaria. Thuruq Al-Istinbath. Dewan Aceng Zakaria menuturkan, dalam hal ini
Hisbah Persatuan Islam, 67-69
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 139

terjadi dua pendapat yang berbeda, menghitungnya satu rakaat (mendapatkan


diantaranya: 1) ada yang berpendapat bahwa rakaat). Dan barangsiapa mendapatkan
makmum yang mendapatkan imam sedang rakaat (ruku), maka dia mendapatkan
ruku’, sebelum imam menegakkan tulang salat’.” ( H.R. Abu Daud).13
punggungnya maka ia berarti mendapatkan Hadis ini mengandung makna bahwa jika
satu raka’at, artinya tidak ditambah raka’at makmum masbuq mendapatkan ruku’
dengan hadis-hadis yang menjadi bersama imam, sebelum imam bangkit dari
sandarannya, 2) ada juga yang berpendapat ruku’-nya, dia mendapatkan raka’at tersebut.
tidak termasuk satu raka’at, artinya perlu Makna ini sebagaimana disebutkan dalam
ditambah raka’atnya mengingat membaca riwayat Abu Daud lainnya dengan lafal:
Al-Fatihah adalah wajib, dengan hadis-hadis ‫الص ََلةِ فَ َق ْد أَ ْد َرَك َها قَ ْب َل أَ ْن يُِقْي َم‬
َّ ‫َم ْن أ َْد َرَك َرْك َعةً ِم َن‬
yang menjadi pijakannya.11
َِّ ‫ول‬
Diantara dalil-dalil yang dijadikan َّ ‫صلَّى‬
‫اَّلل‬ َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ ُ ‫ا ِإل َم ُام‬
َ َ‫ص ْلبَهُ َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة ق‬
‫َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
argumentasi oleh kelompok pertama, sebagai
berikut:
َّ ‫صلَّى‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫َع ِن‬
‫اَّلل‬ َ ‫َّب‬ِِّ ‫اْلَ َسن َع ْن أَِب بَكَْرَة أَنَّهُ انْتَ َهى إ َل الن‬
Dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata,
“Barang siapa menyusul satu rakaat dari
‫ف‬ِِّ ‫لص‬
َّ ‫ص َل إِ َل ا‬ ِ ‫علَي ِه وسلَّم وهو راكِع فَرَكع قَبل أَ ْن ي‬
َ َ ْ َ َ ٌ َ ََُ َ َ َ ْ َ salat maka ia telah menyusul rakaat itu
َ ‫اَّلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم فَ َق‬ ِ ِ َ ِ‫فَ َذ َكَر َذل‬
sebelum imam meluruskan punggungnya.”14
ُ‫اَّلل‬
َّ ‫ال َز َاد َك‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّب‬ِِّ ‫ك للن‬ Kemudian diperkuat pula oleh keterangan
( ‫صا َوَال تَ ُع ْد ) رواه اْلماعة‬ ِ
ً ‫ح ْر‬
Zaid bin Wahb: “Aku keluar bersama
Abdullah (Ibnu Mas’ud) dari rumahnya
Dari al-Hasan, dari Abu Bakrah, menuju masjid. Ketika kami sampai di
sesungguhnya ia sampai kepada Nabi saw. tengah masjid, imam ruku’. Lalu Abdullah
ketika sedang ruku’, lalu ia ruku’ sebelum bertakbir dan ruku’, dan aku ruku’
sampai ke shaf, kemudian ia menceritakan bersamanya. Kemudian dalam kedaan ruku’
hal itu kepada Nabi saw. Maka beliau kami berjalan sehingga sampai shaf, ketika
bersabda, “Semoga Allah menambahkan orang-orang mengangkat kepala mereka.
semangat terhadapmu dan janganlah engkau Setelah imam menyelesaikan salatnya, aku
ulangi”. HR. Al-Jama’ah12 berdiri, karena aku menganggap tidak
Pada hadis ini diterangkan dengan jelas mendapatkan rakaat. Namun Abdullah
bahwa Abu Bakrah menjadi makmum memegangi tanganku dan mendudukanku,
masbuq mendapatkan imam (Nabi saw.) kemudian berkata, ‘Sesungguhnya engkau
sedang ruku’, lalu dia ruku’ bersama imam, telah mendapatkan (raka’at)’.”15
dan Nabi tidak memerintahkannya Demikianlah Dewan Hisbah menyebutkan
menambah raka’at lagi. hadis-hadis yang menjadi argumentasi
‫اَّلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ َ َ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة ق‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ kelompok pertama. Kemudian Dewan Hisbah

‫ُّوها‬ ِ َّ ‫إِ َذا ِجْئ تم إِ َل‬ memaparkan dalil-dalil yang menjadi


َ ‫اس ُج ُدوا َوَال تَعُد‬ ْ َ‫ود ف‬
ٌ ‫الص ََلة َوََْن ُن ُس ُج‬ ُْ argumentasi kelompok kedua, diantaranya
yaitu:
‫الص ََل َة ) رواه أبو‬َّ ‫الرْك َع َة فَ َق ْد أَ ْد َرَك‬
َّ ‫َشْي ئًا َوَم ْن أ َْد َرَك‬ َِّ ‫ول‬
‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه‬
َ ‫اَّلل‬
ِ ‫الص ِام‬
َّ ‫ أ‬:‫ت‬
َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫َع ْن عُبَ َاد َة بْ ِن‬
(‫داود‬
(‫اب‬ِ َ‫ )الَ صَلََة لِمن َل ي ْقرأْ بَِف ِاتَ ِة ال ِكت‬:‫ال‬ َ َ‫َو َسلَّ َم ق‬
Dari Abu Hurairah, ia berkata, ََْ َْ َ
“Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika kamu
mendatangi salat, padahal kami sedang
sujud, maka sujudlah dan janganlah kamu 13
Aceng Zakaria, dengan mengutip Kitab Sunan
11
Abi Daud. Cet. I, (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi).
A. Zakaria. Al-Hidayah. Edisi Kompilasi, Garut: 14
Lihat, Majalah As-Sunnah, Edisi 03/Tahun
Ibnu Azka Press2006), 137. VII/2003
12
Amien Mukhtar. Syarh Makmum Masbuq 15
Juz’ul Qiraah Khalfal Imam, al-Muhalla 2/274-
Mendapat Ruku Imam. t.t. 278; Nailul Authar 2/511-514
140 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

Dari 'Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Qur'an kemudian rukuklah sampai benar-
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam benar rukuk dengan thuma'ninah (tenang),
bersabda: "Tidak ada shalat bagi yang tidak lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu
membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)." berdiri tegak, lalu sujudlah sampai hingga
HR. Al-Jama’ah.16 benar-benar thuma'ninah, lalu angkat
‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َد َخ َل‬ َِّ ‫ول‬ َّ ‫ أ‬:َ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرة‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬ (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar
duduk dengan thuma'ninah. Maka
‫صلَّى‬ َ ‫َّب‬ ِ َّ َّ َ َ‫ ف‬،‫امل ْس ِج َد فَ َد َخل َر ُجل‬
ِِّ ‫ فَ َسل َم َعلَى الن‬،‫صلى‬
lakukanlah dengan cara seperti itu dalam
ٌ َ َ
‫َّك َْل‬ ‫ن‬ ِ
‫إ‬ َ‫ف‬ ، ‫ل‬ِ ‫ص‬ ‫ف‬
َ ‫ع‬ ‫ج‬ ِ‫ «ار‬:‫ال‬ َ ‫ق‬
َ‫و‬ ‫د‬
َّ‫ر‬ َ‫ف‬ ، ‫م‬َّ
‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ِ
‫ه‬ ‫ي‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫هللا‬
seluruh shalat (rakaat) mu." H.r. al-Bukhari,
َ ِّ َ ْ ْ َ َ َ ََ َْ ُ Shahih al-Bukhari, I:263, No. 724; Muslim,
‫ فَ َسلَّ َم َعلَى‬،َ‫ ُثَّ َجاء‬،‫صلَّى‬ ِ ‫ فَرجع ي‬، »‫تُص ِل‬ Shahih Muslim, I:298, No. 397; Abu Daud,
َ ‫صلِّي َك َما‬ َ ُ َََ ِّ َ Sunan Abu Daud, I:226, No. 856; at-
ِ ِ
ْ‫َّك َل‬ َ ‫ فَِإن‬،‫ص ِِّل‬ َ َ‫ فَ َقا َل) ْارج ْع ف‬،‫صلَّى هللاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬ َ ‫َّب‬ ِ
ِِّ ‫الن‬
Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, II:103, No. 303;
an-Nasai, Sunan an-Nasai, II:124, No. 884.17
‫ُح ِس ُن‬ ِ
ْ ‫ك ِبْلَ ِِّق َما أ‬ َ َ‫ َوالَّذي بَ َعث‬:‫ال‬ َ ‫ فَ َق‬،‫ص ِِّل( ثََلَ ًًث‬ َ ُ‫ت‬ Kemudian dengan keterangan hadis

َّ‫ ُث‬،‫الصَلَةِ فَ َكِِّْب‬ َ ‫ فَ َق‬،‫ فَ َعلِِّ ْم ِِن‬،ُ‫َغ ْ َْيه‬


tersebut, Dewan Hisbah berpendapat bahwa
َّ ‫ت إِ َل‬ َ ‫ «إِذَا قُ ْم‬:‫ال‬ hadis tersebut bisa ditentukan tolak ukur
‫ ُثَّ ْارَك ْع َح ََّّت تَطْ َمئِ َّن‬،‫ك ِم َن ال ُق ْرآ ِن‬ َ ‫اقْ َرأْ َما تَيَ َّسَر َم َع‬
raka’at shalat, sebagiamana disebutkan
bahwa secara mantuq-nya (makna tersurat)
‫اس ُج ْد َح ََّّت تَطْ َمئِ َّن‬ ِ ِ ِ
ْ َّ‫ ُث‬،‫ ُثَّ ْارفَ ْع َح ََّّت تَ ْعد َل قَائ ًما‬،‫َراك ًعا‬
menetapkan bahwa raka’at itu terdiri atas
qiyam, baca al-Fatihah, ruku’, i’tidal ruku’,
ِ ِ ِ
‫ك ِِف‬ َ ‫ َوافْ َع ْل ذَل‬،‫ ُثَّ ْارفَ ْع َح ََّّت تَطْ َمئِ َّن َجال ًسا‬،‫َساج ًدا‬ sujud, duduk diantara dua sujud, dan sujud.
277 :2 ‫ فتح الباري‬،‫ك ُكلِِّ َها» رواه البخاري‬ َ ِ‫صَلَت‬
Setelah mengumpulkan hadis-hadis yang
َ menjadi rujukan kelompok pertama dan
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah kedua, Dewan Hisbah dalam makalahnya
shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke tentang MasbuqMendapat Ruku’Imam yang
masjid, lalu ada juga seorang laki-laki ditulis oleh Tim SekretariatDewan Hisbah
masuk Masjid dan langsung shalat kemudian pada bulan April 2006, menanggapi dari
memberi salam kepada Nabi shallallahu hadis-hadis tersebut di atas, dengan meneliti
'alaihi wasallam. Beliau menjawab dan hadisnya, baik dari segi sanad maupun matan
berkata kepadanya, "Kembalilah dan ulangi dengan merujuk berbagai kitabHadis, kitab
shalatmu karena kamu belum shalat!" Maka Syarh al-Hadis, kitab Jarh dan Ta’dil, kitab
orang itu mengulangi shalatnya seperti yang Rijal al-Hadis, dan Kitab yang lainnya,
dilakukannya pertama tadi kemudian datang sebagai sumber rujukan Dewan Hisbah
menghadap kepada Nabi shallallahu 'alaihi dalam mencari dalil yang akan diterapkan di
wasallam dan memberi salam. Namun Beliau masyarakat Persis khususnya dan masyarakat
kembali berkata: "Kembalilah dan ulangi luas pada umumnya.
shalatmu karena kamu belum shalat!" Beliau Tanggapan Dewan Hisbah mengenai hadis
memerintahkan orang ini sampai tiga kali tentang peristiwa Abu Bakrah, dengan
hingga akhirnya laki-laki tersebut berkata, merujuk Kitab ‘Aunul Ma’bud jilid III
"Demi Dzat yang mengutus Tuan dengan halaman 103, dinyatakan:
hak, aku tidak bisa melakukan yang lebih Pada hadis Abu Bakrah, tidak ada
baik dari itu. Maka ajarkkanlah aku!" Beliau keterangan bahwa, pertama ia dipandang
lantas berkata: "Jika kamu berdiri untuk telah mendapatkan raka’at itu, kedua ia tidak
shalat maka mulailah dengan takbir, lalu diperintah pula untuk mengulanginya.
bacalah apa yang mudah buatmu dari Al Dengan demikian, hadis tersebut (sampai
kata wala ta’ud) tidak ada hubungannya
16
Wawan Shofwan dkk.Makmum Masbuq
Mendapat ruku’ Imam.Tim sekretariat Dewan Hisbah 17
Amien Mukhtar. Syarh Makmum Masbuk
Persatuan Islam. Bandung. 2006. Dengan mengutip
Mendapat Ruku’ Imam. Dengan mengutip Kitab
Kitab Nailul Author II, 229.
Fathul Bari, II, 227.
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 141

dengan masalah makmum masbuq “Apabila kalian mendatangi salat,


mendapatkan raka’at atau tidak. Karena itu hendaklah tenang. Apa yang dapat kalian
Imam as-Syaukani berkata, “Pada hadis itu susul maka lakukanlah dan apa yang
tidak ada keterangan yang dapat dijadikan tertinggal maka sempurnakanlah”.19
dalil pendapat kelompok pertama, karena Apabila pemaknaan hadis Abu Bakrah itu
sebagaimana ia tidak diperintah mengulangi tidak demikian, maka hadis tersebut akan
shalat tidak ada keterangan pula bahwa Nabi menyalahi keumuman perintah tersebut.
menganggap ia mendapatkan raka’at itu. Sehubungan dengan masalah tersebut dengan
Sedangkan du’a Nabi ‘semoga Allah mengutip dari Kitab Bukhori Juz Al-Qir’atu
menambah semangat” tidak berarti ia Khalafal Imam, Abu Hurairah menyatakan:
mendapatkan rakaat itu.” ‫الرْك َع ِة‬
َّ ‫ك‬َ ‫ت الْ َق ْوَم ُرُك ْو ًعا َلْ يُ ْعتَ َّد بِتِْل‬
َ ‫إِ َذا أ َْد َرْك‬
Namun pada riwayat Al-Bukhari dalam
kitabnya Juz al-Qiraah Khalfal Imam, “Apabila kamu menyusul jama’ah shalat
terdapat perintah dari Nabi kepada Abu sedang ruku’, maka raka’at itu jangan
Bakrah untuk menambah raka’at yang dihitung”.
terlewat itu dengan kalimat: Pernyataan tersebut semakin mempertegas
‫ك‬ ِ ْ‫ت َواق‬
َ ‫ض َما َسبَ َق‬ َ ‫ص ِِّل َما أ َْد َرْك‬
َ
sikap shahabat terhadap masalah makmum
masbuq mendapati imam sedang ruku’.
“Lakukanlah apa yang kamu dapati dan Adapun penilaian matruk terhadap Ma’qil
sempurnakanlah apa yang terlewat”.18 dari al-Azdi pada pernyataan Abu Hurairah,
Perintah Nabi kepada Abu Bakrah ini tidak akan mempengaruhi sikap para sahabat
menunjukkan bahwa: tersebut, karena penilaian al-Azdi itulah yang
a. makmum yang masbuq mendapatkan matruk (ditinggalkan). Ibnu Hajar
imam (Nabi saw.) sedang ruku’, lalu dia menyatakan: “Sangkaan al-Azdi bahwa
ruku’ bersama imam, maka dipandang Ma’qil matruk adalah keliru”.20
ketinggalan rakaat Menurut argumentasi kelompok
b. yang menjadi tolok ukur makmum pertama, makna hadis Abu Bakrah sejalan
mendapatkan satu raka’at bukan ruku’nya dengan riwayat Abu Daud, dengan lafal:
imam. ‫الص ََلةِ فَ َق ْد أَ ْد َرَك َها قَ ْب َل أَ ْن يُِقْي َم‬
َّ ‫َم ْن أ َْد َرَك َرْك َعةً ِم َن‬
Tanggapan kedua masih tentang riwayat
Abu Bakrah, bahwa riwayat Abu Bakrah ini
sesuai dengan keumumuman perintah yang
ُ ‫ا ِإل َم ُام‬
ُ‫ص ْلبَه‬
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
senantiasa dikemukakan oleh Nabi kepada
“Barangsiapa menyusul satu rakaat dari
orang (makmum) yang masbuq.
salat maka ia telah menyusul rakaat itu
ِ ‫َح ُد ُك ْم َولَ ِك ْن لِيَ ْم‬
‫ش‬ ِ ِ َّ ‫إِذَا ثُ ِوب ِب‬
َ ‫لص ََلة فَ ََل يَ ْس َع إلَْي َها أ‬ َ ِّ sebelum imam meluruskan punggungnya.”21
ِ ْ‫ت َواق‬ ِ َّ ‫وعلَي ِه‬ Kemudian denganmengutip dari Kitab
‫ك‬
َ ‫ض َما َسبَ َق‬ َ ‫ص ِِّل َما أَ ْد َرْك‬
َ ‫السكينَةُ َوالْ َوقَ ُار‬ ََْ Sunan Abu Daud, ini tanggapan dari Dewan
“Apabila shalat telah dilaksanakan, Hisbah:“hadis Abu Daud sebagaimana
janganlah seseorang berjalan dengan disebutkan dalam majalah di atas tidak kami
tergesa-gesa mendatangi salat itu, tetapi temukan dalam riwayat Abu Daud kecuali
hendaklah ia tenang. Lakukanlah apa yang menggunakan redaksi”:
kamu dapati dan sempurnakanlah apa yang
terlewat”. H.R. Muslim, dan pada riwayat
Al-Bukhari dengan redaksi:
ِ ِ َّ ‫إِ َذا أَتَْي تُ ُم‬
َ َ‫الص ََل َة فَ َعلَْي ُك ْم ِبل َّسكينَة فَ َما أ َْد َرْكتُ ْم ف‬
‫صلُّوا‬
‫َوَما فَاتَ ُك ْم فَأَِِتُّوا‬ 19
Wawan, Shofwan dkk. Makmum Masbuq
Mendapat ruku’ Imam. tim sekretariat dewan hisbah
persatuan islam. bandung. 2006.
20
Ibnu Hajar Al-Asqolany. Taqribut Tahdzib,
18
Wawan, Shofwan dkk. Makmum Masbuq 1:540
Mendapat ruku’ Imam. 2006 21
Majalah As-Sunnah, Edisi 03/Tahun VII/2003
142 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

22
َّ ‫الص ََل ِة فَ َق ْد أ َْد َرَك‬
‫الص ََل َة‬ َّ ‫َم ْن أ َْد َرَك َرْك َعةً ِم َن‬ Selajutnya, Aceng Zakaria menyebutkan
bahwa pada hadis di atas terdapat rawi yang
Kemudian Dewan Hisbah menyebutkan bernama Yahya bin Abi Sulaiman al-Madani.
bahwa, redaksi seperti itu justru kami Menurut Amir Al-Mu’minin di dalam hadis
temukan pada riwayat Ad-Daraquthni (Lihat, ialah: Muhammad bin Ismail al-Bukhori
Sunan ad-Daraquthni, Dar al-Fikr, 1994, juz dalam (kitab) “Al-Qira’at Khalfal Imam”
1, hal. 272, pada kitabus shalahbab man disebutkan bahwa Yahya bin Abi Sulaiman
adrakal imam qabla iqamati shulbihi faqad yang ini derajatnya Munkar Hadis. Menurut
adrakas shalah, hadis No. 1298) Namun yang lainnya hadis tersebut telah
hadisnya dha’if dilihat dari aspek sanad dan diriwayatkan sendirian oleh Yahya bin Abi
matan. Pada sanad-nya terdapat rawi sulaiman, sedang dia itu tidak kuat
bernama Qurrah bin Abdurrahman. Abu hafalannya. Dengan kata lain bahwa hadis
Zur’ah berkata, “Hadis-hadis yang tersebut susunan sanad-nya itu Mursal.25
diriwayatkannya munkar” Ad-Daraquthni Tidak dapat dijadikan dalil bahwa
berkata, “Tidak kuat dalam periwayatan makmum masbuq jika dapat melakukan
hadis” (Lihat, Tahdzibul Kamal, XXIII:583- ruku’ bersama imam, ia telah mendapatkan
584). Kemudian dilihat dari segi matan, raka’at itu walaupun tidak membaca al-
hadis ini dikategorikan mudraj fil matan Fatihah. Karena kata rak’ah pada riwayat-
(terdapat tambahan kalimat pada matannya), riwayat di atas maknanya adalah raka’at
yakni kalimat qabla an yuqimal imamu secara keseluruhan yang di dalamnya
shulbahu. Karena pada riwayat Ma’mar, terdapat qiyam (berdiri), qiraah (bacaan Al-
Malik, Yunus, Ibnu Juraij, Sufyan bin Fatihah), ruku’, i’tidal (berdiri) setelah ruku’,
Uyainah, dan al-Auza’i tidak ada kalimat itu. dan sujud, bukan makna ruku’ secara khusus
Semuanya hanya meriwayatkan sampai (posisi ruku’). Adapun makna rak’ah untuk
kalimat faqad adrakaha.23 menunjukkan posisi ruku’ di dalam shalat itu
Mengenai hadis riwayat Abu Daud, sudah merupakan makna majazi (kiasan) dan
sebagai berikut: bukan makna sebenarnya. Oleh karena itu,
‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ َ َ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرةَ ق‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ untuk mengartikan rak’ah dengan arti posisi
ruku’ memerlukan qarinah (keterangan lain).
‫ُّوها‬ ِ َّ ‫إِذَا ِجْئ تم إِ َل‬
َ ‫اس ُج ُدوا َوَال تَ ُعد‬ ْ َ‫ود ف‬
ٌ ‫الص ََلة َوََْن ُن ُس ُج‬ ُْ Seperti pada hadis riwayat Muslim dari Al-
Barra bin Azib yang dikutip dari Kitab ‘Aunu
‫)رواه ابو‬.َ‫الص ََلة‬ َّ ‫الرْك َعةَ فَ َق ْد أَ ْد َرَك‬
َّ ‫َشْي ئًا َوَم ْن أ َْد َرَك‬ Al-Ma’bud, 3:148 berikut ini:
.1:207.(‫داود‬ ‫ص ََل َة َم َع ُُمَ َّم ٍد‬
َّ ‫ت ال‬ُ ‫ « َرَم ْق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ِن الََْب ِاء بْ ِن َعا ِز ٍب‬
ِ ْ َ‫ ف‬،‫ فَوج ْدت قِيامه فَرْكعتَه‬،‫صلَّى هللا علَي ِه وسلَّم‬
ُ‫اعت َدالَه‬
Dari Abu Hurairah dia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ُ َ َ َُ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ
،‫ي‬ ِ ْ َ‫الس ْج َدت‬
َّ ‫ي‬ ِِ
bersabda: "Jika kalian datang untuk
menunaikan shalat, sedangkan kami dalam
َ َْ‫ فَ َج ْل َستَهُ ب‬،ُ‫ فَ َس ْج َدتَه‬،‫بَ ْع َد ُرُكوعه‬
‫ قَ ِريبًا‬،‫اف‬ ِ ‫صر‬ ِ ِ ِِ
keadaan sujud, maka ikutlah bersujud, dan َ ْ‫ي التَّ ْسليم َواالن‬ َ َْ‫ فَ َج ْل َستَهُ َما ب‬،ُ‫فَ َس ْج َدتَه‬
janganlah kalian menghitungnya satu ِ ‫السو‬
»‫اء‬ ِ
raka'at, dan barangsiapa mendapatkan َ َّ ‫م َن‬
ruku', berarti dia telah mendapatkan satu Dari al-Bara' bin 'Azib dia berkata, "Aku
ruku’ (raka’at) dalam shalat (nya)."24 memperhatikan shalat bersama Muhammad
Shallallahu'alaihiwasallam, lalu aku
22
Sunan Abu Daud, (Beirut:Dar al-Fikr, 1990), mendapatkan berdirinya, rukuknya,
jilid I, 251, pada kitabus shalah bab man adraka i'tidalnya setelah rukuk, sujudnya, duduknya
minal jum’ah rak’atan, hadits No. 1121 antara dua sujud, sujudnya, dan duduknya
23
Wawan, Shofwan, dkk. Makmum Masbuq
antara dua salam, dan keluarnya (dari
Mendapat Ruku’ Imam, tim sekretariat dewan hisbah shalat) semuanya adalah mendekati sama."
persatuan islam. bandung. 2006.
24
Aceng Zakaria, dengan mengutip Kitab Sunan
25
Abi Daud. Cet. I, Mesir, Musthafa al-babi al-halabi A. Zakaria. Al-Hidayah,140.
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 143

‫س فِ ِيه‬ ِ َّ ‫ف عن ح ِقي َق ِة‬


َ ‫الرْك َعة فَلَْي‬ َ ْ َ ُ ‫ص ِر‬ ْ َ‫ت قَ ِرينَةٌ ت‬
ْ ‫ها هنا لَْي َس‬ ‫ إِذَا َرَك َع أَ َح ُد ُك ْم‬:‫ال‬ َ َ‫َْحََر َعن ابْ ِن َم ْس ُع ْوٍد ق‬ ْ ‫َع ْن َزيْ ِد بْ ِن أ‬
‫ك ا َّلرْك َع ِة‬ ِ ِ ‫ف قَ ْب َل أَ ْن يَ ْرفَعُ ْوا ُرُؤْو َس ُه ْم فَِإنَّهُ يُ ْعتَ ُّد ِِبَا‬
َ ‫اإل َم ِام َراكِ ًعا ُم ْد ِرٌك لتِْل‬
ِْ ‫َن ُم ْد ِرَك‬َّ ‫يل َعلَى أ‬
ٌ ‫َدل‬
ِ ‫الص‬
َّ ‫فَ َم َشى إِ َل‬
Disini tidak terdapat qarinah (alasan) ‫ف فََلَ يُ ْعتَ ُّد‬ ِ ‫لص‬َّ ‫ص َل إِ َل ا‬ ِ ‫وإِ ْن رفَعوا رُؤوسهم قَبل أَ ْن ي‬
apapun yang memalingkan arti hakiki raka’at َ َ ْ ْ ُ َ ْ ُ ُْ َ َ
(kepada arti lain, yakni ruku’), maka hadis ‫ِِبَا‬
tersebut bukan dalil, bahwa yang
Dari Zaid bin Ahmar, dari Ibnu Mas’ud, ia
mendapatkan imam dalam keadaan ruku’
berkata, “Apabila seseorang di antara kamu
berarti mendapat satu raka’at.
ruku’, lalu berjalan (sambil ruku’) menuju
Hadis di atas berbeda dengan hadis yang
shaf sebelum jama’ah mengangkat kepala
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu
mereka, maka ia mendapatkan raka’at itu.
Hurairah:
Dan jika mereka mengangkat kepala sebelum
‫وعا َلْ تَ ْعتَ َّد‬ َ ‫)إِذَا أ َْد َرْك‬:‫ال‬
ً ‫ت الْ َق ْوَم ُرُك‬ َ َ‫ ق‬،َ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرة‬ ia masuk ke shaf, maka raka’at itu jangan
(‫الرْك َع ِة‬ َ ‫بِتِْل‬
dihitung. “HR. At-Thabarani, al-Mu’jamul
َّ ‫ك‬ Kabir, IX:270
Dari Abu Hurairah r.a bahwasannya ia Kedua riwayat ini secara tegas
berkata: “Jika engkau mendapatkan suatu menerangkan pendapat Ibnu Mas’ud bahwa
kaum sedang ruku’, maka tidak terhitung jika makmum masbuq mendapatkan ruku’
raka’at. HR. Bukhori Juz Al-Qira’tu Khalfal bersama imam walaupun di luar shaf,
Imam (Lihat, ‘Aunul Ma’bud, 3:146) sebelum imam bangkit dari ruku’nya, dia
Dengan ini, lanjut Aceng Zakaria, jelaslah mendapatkan raka’at tersebut. Pendapatnya
kelemahan alasan-alasan pendapat jumhur ini secara konsisten diamalkan ketika beliau
yang menyatakan bahwa siapa saja yang masbuq bersama Zaid bin Wahab, bahkan
mendapatkan imam dalam keadaan ruku’, beliau mencegah Zaid bin Wahab ketika akan
termasuk raka’at bersamanya (imam) dan menambah raka’at yang terlewat. Hal itu
bisa dihitung satu raka’at sekalipun tidak sebagaimana diterangkan dalam riwayat
mendapat bacaan (Fatihah) sedikitpun.26 sebagai berikut:
ِ ‫ال خرجت مع عب ِد‬
‫هللا يَ ْع ِ ِْن بْ َن‬ ٍ ‫َع ْن َزيْ ِد بْ ِن وْه‬
َْ َ َ ُ ْ َ َ َ َ‫ب ق‬
Selanjutnya, mengenai hadis shahabat
Ibnu Mas’ud, Dewan Hisbah menyatakan: Di َ
dalam beberapa riwayat, baik berupa qaul ‫َم ْسعُ ْوٍد ِم ْن َدا ِرِه إِ َل الْ َم ْس ِج ِد فَلَ َّما تَ َو َّسطْنَا الْ َم ْس ِج َد‬
(perkataan) maupun amal (perbuatan)
ِ
diterangkan bahwa di antara sahabat Rasul ‫ت َم َعهُ ُثَّ َم َشْي نَا‬ ُ ‫َرَك َع ا ِإل َم ُام فَ َك ََّب َعْب ُد هللا َوَرَك َع َوَرَك ْع‬
ِ ِ ‫الص‬ ِ ْ ‫راكِ َع‬
ِّ َّ ‫ي َح ََّّت انْتَ َهْي نَا إِ َل‬
ada yang berpendapat bahwa makmum yang
masbuq jika mendapatkan ruku’ bersama ‫ي َرفَ َع الْ َق ْوُم ُرُؤْو َس ُه ْم‬
َ ْ‫ف ح‬ َ
imam walaupun di luar shaf, maka dia ‫َّن َلْ أ ُْد ِرْك‬ ِِّ‫ت َوأ ََن أ ََرى أ‬ َّ ‫ضى ا ِإل َم ُام‬
ُ ‫الصَلََة قُ ْم‬ َ َ‫فَلَ َّما ق‬
mendapatkan raka’at tersebut. Adapun
ِ ِ
riwayat-riwayat yang dimaksud adalah ‫ت‬َ ‫َّك قَ ْد أ َْد َرْك‬ ْ ‫َخ َذ َعْب ُد هللا بِيَد ْي َوأ‬
َ ‫َجلَ َس ِ ِْن ُثَّ قَا َل إِن‬ َ ‫فَأ‬
sebagai berikut: Dari Zaid bin Wahab, ia berkata, “Aku
Riwayat Ibnu Mas’ud keluar bersama Abdullah bin Mas’ud dari
ِ ِ َ َ‫َع ْن َعْب ِد هللاِ بْ ِن َم ْسعُ ْوٍد ق‬
ْ‫ال َم ْن َلْ يُ ْد ِرك ا ِإل َم َام َراك ًعا َل‬ rumahnya menuju ke masjid. Tatkala kami

َ ‫يُ ْد ِرْك تِْل‬


berada di tengah masjid itu, imam telah
َ‫الرْك َعة‬
َّ ‫ك‬ ruku, maka Ibnu Mas’ud bertakbir dan ruku
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, dan aku pun ruku bersamanya, kemudian
“Siapa yang tidak dapat menyusul imam kami berjalan dalam keadaan ruku hingga
ketika ruku’, ia tidak mendapatkan rakaat sampai di shaf ketika jamaah mengangkat
itu” H.R. Al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, kepala mereka. Ketika imam selesai dari
II:90. salatnya, aku berdiri dan aku berpendapat
tidak mendapatkan rakaat itu. Lalu Ibnu
26
A. Zakaria. Al-Hidayah. Hal. 142-145 dengan Mas’ud memegang tanganku dan
mengutip Kitab ‘Aunul Ma’bud, jilid 3, 147. mendudukkanku, kemudian berkata,
144 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

‘Sesungguhnya kamu sudah mendapatkan Imam Ahmad, VI:179, No. hadis


rakaat’.” HR. Al-Baihaqi, as-Sunanul 3.664;VI:415-416, No. hadis 3.870
Kubra, II:90;At-Thabarani, al-Mu’jamul Seandainya qaul dan amal ini benar-benar
Kabir, IX:270.27 bersumber dari Ibnu Mas’ud, maka besar
Selanjutnya pada riwayat at-Thabrani kemungkinan peristiwa itu terjadi setelah 10
lainnya dengan redaksi: hingga 12 tahun Rasul meninggal, yakni
‫الصَلََة‬
َّ ‫ت‬َ ‫قَ ْد أَِْتَ ْم‬
ketika Ibnu Mas’ud menetap di Kufah
selama 3 tahun, sejak tahun 21 H/641 M
“Sungguh kamu telah menyempurnakan hingga 23 H/643 M tatkala diutus oleh Umar
salat itu” bin Khatab sebagai mu’allim (pengajar) dan
Demikian pula ketika beliau masbuq wazir (pengatur) baitul mal mendampingi
bersama kawan-kawannya (satu orang Ammar bin Yasar sebagai ‘Amir (Gubernur)
shahabat Rasul bernama Thariq bin Syihab di sana. Sepeninggal Umar (23 H/643 M), ia
dan sembilan orang tabi’in), sebagai berikut: diangkat sebagai ‘Amir oleh Usman, hanya
‫وسا‬ َِّ ‫ال ُكنَّا ِعْن َد عب ِد‬ ٍ ‫َعن طَا ِرِق بْ ِن ِشه‬
ً ُ‫اَّلل ُجل‬ َْ َ َ‫اب ق‬ َ ْ tidak lama kemudian Usman memintanya
untuk kembali ke Madinah.28
ِ ‫ال قَ ْد أُقِيم‬
ُ‫الص ََلةُ فَ َق َام َوقُ ْمنَا َم َعه‬َّ ‫ت‬ َ َ ‫فَ َجاءَ َر ُج ٌل فَ َق‬ Namun ternyata, lanjut Dewan Hisbah,
‫وعا ِِف ُم َق َّدِم‬ ِ qaul dan amal ini disangsikan kebenarannya,
ً ‫اس ُرُك‬ َ َّ‫فَلَ َّما َد َخ ْلنَا الْ َم ْسج َد َرأَيْنَا الن‬ karena menurut penelitian kami, riwayat-
‫صنَ ْعنَا ِمثْ َل الَّ ِذي‬ ِِ
َ ‫الْ َم ْسجد فَ َك ََّب َوَرَك َع َوَرَك ْعنَا ُثَّ َم َشْي نَا َو‬
riwayat tersebut tidak selamat dari ke-dha’if-
an. Dengan argumentasi sebagai berikut:
‫لس ََل ُم ََي أ ََب َعْب ِد‬ َّ ‫ك ا‬ َ ‫ال َعلَْي‬ َ ‫صنَ َع فَ َمَّر َر ُج ٌل يُ ْس ِرعُ فَ َق‬ َ
Ke-dha’if-an Riwayat Ibnu Mas’ud
‫صلَّْي نَا َوَر َج ْعنَا‬
َ ‫اَّللُ َوَر ُسولُهُ فَلَ َّما‬ َّ ‫ص َد َق‬ َ ‫ال‬ َ ‫الر ْْحَ ِن فَ َق‬
َّ Riwayat- riwayat di atas menyatakan
‫ض أ ََما َِس ْعتُ ْم‬ ٍ ‫ضنَا لِبَ ْع‬
ُ ‫ال بَ ْع‬ َ ‫َد َخ َل إِ َل أ َْهلِ ِه َجلَ ْسنَا فَ َق‬
secara tegas bahwa:
- Ibnu Mas’ud ruku’ di belakang
...ُ‫اَّلل‬
َّ ‫ص َد َق‬ َ ‫الر ُج ِل‬ َّ ‫َرَّدهُ َعلَى‬ shaf, lalu berjalan sambil ruku’ menuju
shaf. Hal itu dipertegas oleh Qatadah
Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, yang menyatakan:
“Kami sedang berkumpul di rumah Ibnu
‫لصف‬
َّ ‫ْس أَ ْن تَ ْرَك َع ُد ْو َن ا‬ َ َ‫َن ابْ َن َم ْس ُع ْو ٍد ق‬
َ ‫ال الَ ََب‬ َّ ‫أ‬
Mas’ud, Maka datang seseorang, lalu
berkata, ‘Iqamah telah dikumandangkan’ Sesungguhnya Ibnu Mas’ud berkata,
Kemudian Ibnu Mas’ud berdiri dan kami pun “Tidak mengapa anda ruku (sendirian) di
berdiri bersamanya. Ketika kami masuk belakang shaf” HR. at-Thabrani, Al-
mesjid, kami lihat orang-orang sedang ruku Mu’jamul Kabir, IX:271, No. hadis 9.356)
di bagian depan masjid, maka Ibnu Mas’ud - Ibnu Mas’ud menetapkan ukuran
ruku dan kami pun ruku, lalu kami berjalan makmum mendapatkan raka’at itu adalah
dan melalukan seperti yang dilakukannya ruku’-nya imam.
(berjalan sambil ruku). Maka seseorang Selain meneliti syarh dari hadis-hadis
lewat dengan cepat, lalu berkata, ‘’Alaikas tersebut,kemudian Dewan Hisbah mentakhrij
salam wahai Abu Abdurrahman’ Ibnu susunan sanad-nya, ternyata pada riwayat-
Mas’ud menjawab (waktu ruku), riwayat tersebut terdapat beberapa ke-dha’if-
‘Shadaqallah wa rasuluhu’. Ketika kami an, yaitu:
selesai salat dan kembali (ke rumah Ibnu
Mas’ud), ia menemui keluarganya, kami Riwayat Qauli
menunggu. Maka sebagian di antara kami a. Pada riwayat al-Baihaqi terdapat dua ke-
bertanya, ‘Apakah kalian mendengar dha’if-an, yakni (1) pada sanad itu
jawaban (salam) beliau kepada orang itu disebutkan bahwa Ali bin Ashim berkata,
‘Shadaqallah’.” HR. Ahmad, Musnad al- “Telah menceritakan kepada kami Khalid

27 28
Wawan, Shofwan, dkk. Makmum Masbuq Lihat, al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah, jilid II,
Mendapat Ruku’ Imam. 37.
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 145

al-Hadzdza (ia menerima), dari Ali bin al- sedangkan Qatadah bin Di’amah lahir 30
Aqmar, dari Abul Ahwash.” Menurut tahun setelah Ibnu Mas’ud wafat, yakni
penelitian kami sanad ini munqathi’ tahun 61 H/680 M. (Lihat, Tahdzibul
(terputus), karena Khalid al-Hadzdza Kamal, XXIII:517
tercatat mempunyai 40 orang guru, namun
tidak ada satu pun yang bernama Ali bin Riwayat Amali
al-Aqmar (lihat, Tahdzibul Kamal, Melalui Zaid bin Wahab.
VIII:178-179). Demikian pula halnya a. Kejadian Ibnu Mas’ud masbuq beserta
dengan Ali bin al-Aqmar tercatat Zaid diriwayatkan oleh at-Thabrani
mempunyai 17 orang murid, namun tidak melalui beberapa jalur periwayatan,
ada satu pun yang bernama Khalid al- namun semuanya tidak terlepas dari
Hadzdza (lihat, Tahdzibul Kamal, kedaifan, yaitu (1) Dari Muhamad bin an-
XX:324). (2) pada sanad itu terdapat rawi Nadhr al-Azdi, dari Mu’awiyah bin Amr,
bernama Ali bin ‘Ashim bin Shuhaib. dari Zaidah bin Qudamah, dari Manshur.
Kata Yazid bin Zurai’, “Ali telah Dalam sanad lain, Zaidah, dari Mughirah,
menceritakan kepada kami dari Khalid dari Ibrahim an-Nakha’i tanpa menyebut
sebanyak 10 hadis lebih, lalu kami nama orang yang masbuk bersama Ibnu
menanyakan hadis itu kepada Khalid satu Mas’ud itu, tetapi hanya disebut shahib
demi satu’ Maka Khalid berkata, “Dia Abdullah (kawan Ibnu Mas’ud). Menurut
pendusta, hati-hatilah terhadapnya’.” penelitian kami sanad ini tidak pasti
(Lihat, At-Tarikhul Kabir, VI:290) muttasil- (bersambung) nya, karena di
Sehubungan dengan itu Ibnu Hajar dalam kitab-kitab rijal ada tiga rawi
berkata, “Shaduqun yukhtiu (dia keliru)” bernama Muhamad bin an-Nadhr; (a) bin
Lihat, Taqribut Tahdzib, I:403. Salamah al-‘Amiri al-Jarudi, (b) bin
b. Pada riwayat at-Thabrani terdapat ke- Abdul Wahhab an-Naisaburi, (c) bin
dha’if-an, yakni pada sanad itu disebutkan Musawir al-Marwuzi, namun tidak ada
bahwa Abdullah bin Yazid an-Nakha’i satu pun yang disebut al-Azdi. Di samping
menerima dari Zaid bin Ahmar, dari Ibnu itu, ketiganya tidak tercatat sebagai guru
Mas’ud. Menurut penelitian kami sanad at-Thabrani. (Lihat, Tahdzibul Kamal,
ini munqathi (terputus), karena an- XXVI:553-556, No. rawi 5.656, 5.5657,
Nakha’i tercatat mempunyai 4 orang guru, 5.658); (2) Dari Ishaq bin Ibrahim, dari
namun tidak ada satu pun yang bernama Abdur Razaq, dari Sufyan at-Tsauri, dari
Zaid bin Ahmar. Di samping itu, rawi Manshur. Menurut penelitian kami di
dengan nama Zaid bin Ahmar tidak dalam kitab-kitab rijal terdapat 15 orang
tercatat pada kitab-kitab rijal. Namun bernama Ishaq bin Ibrahim, namun yang
yang tercatat bernama Yazid bin al-Ahmar tercatat sebagai periwayat dari Abdur
(lihat, Tahdzibul Kamal, XVI:310). Razaq hanya 3 orang, yaitu (a) bin
Seandainya yang dimaksud dengan Zaid Rahawaih, (b) bin Nashr, (c) bin Abbad
bin Ahmar itu adalah Yazid, tetap saja ad-Dabari (Lihat, Tahdzibul Kamal,
hadis itu munqathi’, karena ia tidak II:361-396; XVIII:54; al-Kamil fi
pernah menerima hadis dari Ibnu Mas’ud. Dhu’afair Rijal, I:344). Pada sanad ini
Bahkan ia hanya menerima hadis dari tidak dijelaskan Ishaq yang dimaksud.
Hudzaifah bin al-Yaman. (Lihat, Ats- Tetapi bila digunakan dalam periwayatan
Tsiqat, V:535). at-Thabrani, maka yang termasyhur
c. Pada riwayat at-Thabarni dari Qatadah, adalah Ishaq bin Ibrahim bin Abbad ad-
dari Ibnu Mas’ud terjadi inqitha (terputus) Dabari. Sedangkan periwayatan Ishaq ad-
sanadnya, yakni ghair mu’asharah (tidak Dabari dari Abdur Razaq terdapat
sezaman) antara Qatadah bin Di’amah masalah, yakni (1) ia tidak pernah
dengan Ibnu Mas’ud, sebab Ibnu Mas’ud menerima hadis secara langsung dari
wafat tahun 32 H/652 M (Lihat, Abdur Razaq, tetapi melalui ayahnya
Tadzkirratul Huffazh, juz I, hal. 14), Ibrahim (lihat, Lisanul Mizan, I:349). (2)
146 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

Ia menerima beberapa hadis secara


langsung dari Abdurrazaq, namun Abdur Melalui Thariq bin Syihab.
Razaq telah ikhtilath (buta matanya). Kejadian Ibnu Mas’ud masbuq beserta
Karena itu, Imam Ahmad berkata, “Siapa kawan-kawannya diriwayatkan oleh Imam
yang menerima hadis dari Abdur Razaq Ahmad melalui dua jalur periwayatan; (a)
setelah buta matanya, maka penerimaan Thariq bin Syihab, (b) al-Aswad bin Zaid.
itu dha’if” (Lihat, Tahdzibul Kamal, Namun kedua sanad itu tidak terlepas dari
XVIII:58). Menurut Ibnu Hajar, “Hadis- ke-dha’if-an, yaitu (1) pada sanad Thariq
hadis Ishaq ad-Dabari dari Abdur Razaq terdapat rawi bernama Sayyar. Para ahli
yang tidak dimuat pada kitab-kitabnya, hadis bersilang pendapat tentang Sayyar yang
maka hadisnya munkar, karena ia dimaksud pada sanad ini, antara Abul Hakam
menerima darinya setelah ikhtilath” atau Abu Hamzah. Basyir bin Sulaiman,
(Lihat, Lisanul Mizan, I:350). Karena Makhlad bin Yazid, Waki’, Yahya bin Adam,
hadis ini tidak dimuat pada kitab Abdur Abdullah bin Daud, Abu Ahmad az-Zubairi
Razaq, maka hadis ini munkar (tertolak), (para periwayat hadis itu dari Sayyar),
yakni diriwayatkan olehnya setelah Abdur semuanya mengatakan, “Dari Sayyar Abul
Razaq ikhtilath. (3) Dari Ali bin Abdul Hakam” (Lihat, ‘Ilal ad-Daraquthni, V:115).
Aziz, dari Hajjaj bin Minhal, dari Abu Namun Ahmad, Abu Daud, Yahya bin
‘Awanah, dari Manshur. Menurut Ma’in, dan ad-Daraquthni menyatakan
penelitian kami sanad ini tidak pasti bahwa dia Yahya Abu Hamzah. Menurut
muttasil-nya, karena Abu ‘Awanah tidak mereka, “Sungguh keliru yang mengatakan
menyebutkan secara pasti bentuk bahwa dia Sayyar Abul Hakam”. (Lihat, Dr.
penerimaan hadis itu dari Manshur, ia Syu’aib al-Arnauth, dkk. pada Ta’liq ‘ala
hanya menyebut ‘an (dari). Sedangkan Musnad al-Imam Ahmad, VI:416). Dengan
menurut para ahli hadis periwayatan Abu demikian, selama tidak dapat ditetapkan
‘Awanah dapat ditetapkan muttashil kebenaran di antara nama itu, maka sanad
(bersambung) bila ia meriwayatkan dari tersebut dapat dikategorikan idhtirrab
catatannya, namun jika melalui (kacau); (2) pada sanad al-Aswad bin Zaid
hapalannya, maka hadis itu tidak selamat terdapat rawi bernama Mujalid bin Sa’id bin
dari kesalahan. (lihat, Tahdzibul Kamal, Umair. Imam Ahmad, sebagai periwayat
XXX:447). hadis itu menyatakan, “Laisa bisyain (sama
b. Riwayat al-Baihaqi diterima dari Abu sekali tidak bernilai/berkualitas)” (lihat,
Nashr bin Qatadah, dari Abul Fadhl bin Tahdzibul Kamal, XXVII:221). Ibnu Hajar
Humairuwaih, dari Ahmad bin Najdah, berkata, “Laisa bil Qawwi (tidak kuat),
dari Sa’id bin Manshur, dari Abul benar-benar pikun di akhir hayatnya” (Lihat,
Ahwash, dari Manshur. Menurut Taqribut Tahdzib, I:520)
penelitian kami sanad ini munqathi’ Setelah karena sebabke-dha’if-an di atas
(terputus), karena Ahmad bin Najdah maka tidak benar kalau riwayat itu
tidak menerima hadis ini dari Sa’id bin dinyatakan sebagai amal dan pendapat Ibnu
Manshur. Dan ia hanya sebagai periwayat Mas'ud.29
kitab as-Sunan dari Sa’id bin Manshur,
bukan sebagai periwayat hadisnya. Ke-dha’if-an Riwayat Ibnu Mas’ud Versi
Sedangkan hadis ini tidak tercatat dalam Ibnu Abu Syaibah
kitab Sunan tersebut. (lihat, Tahdzibul Kejadian Ibnu Mas’ud masbuq beserta
Kamal, XI:79). Zaid diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu
c. Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh Syaibah, dari Abul Ahwash Salam bin
Ibnu Abu Syaibah, dari Abul Ahwash Sulaim, dari Manshur, dari Zaid bin Wahab
Salam bin Sulaim, dari Manshur, dari Zaid
bin Wahab (Lihat, al-Mushannaf, I:229).
29
Menurut penelitian kami hanya riwayat Wawan, Shofwan, dkk. Makmum Masbuq
Mendapat Ruku’ Imam. tim sekretariat dewan hisbah
inilah yang dapat dipastikan muttashil. persatuan islam. Bandung. 2006.
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 147

(Lihat, al-Mushannaf, I:229). Riwayat ini Demikian pula dengan keumuman


mukhalafah (menyalahi/bertentangan) perintah yang senantiasa dikemukakan oleh
dengan beberapa riwayat shahih tentang Nabi kepada orang (makmum) yang masbuq,
aturan salat berjama’ah yang ditetapkan sebagai berikut:
‫َح ُد ُك ْم َولَ ِك ْن‬ ِ ِ َّ ‫إِ َذا ثُ ِوب ِب‬
َ ‫لص ََلة فَ ََل يَ ْس َع إلَْي َها أ‬
Rasulullah, sebagai berikut:
Pada riwayat tersebut diterangkan bahwa َ ِّ
Ibnu Mas’ud dan Zaid ruku di luar shaf. ‫ض َما‬ ِ ْ‫ت َواق‬ َ ‫ص ِِّل َما أ َْد َرْك‬
ِ
َ ‫السكينَةُ َوالْ َوقَ ُار‬
ِ
َّ ‫ش َو َعلَْيه‬ِ ‫لِيَ ْم‬
Padahal Rasul melarangnya. Hal ini
sebagaimana diterangkan oleh Abu Hurairah ‫ك‬َ ‫َسبَ َق‬
ِ ُّ ِ‫ال الن‬
َ‫الصَلَة‬ َ ‫َّب صلى هللا عليه وسلم إذَا أَتَى أ‬
َّ ‫َح ُد ُك ُم‬ َ َ‫ق‬ “Apabila salat telah dilaksanakan,
janganlah seseorang berjalan dengan
‫ف‬ َّ ‫ف َح ََّّت َيْ ُخ َذ َم َكانَهُ ِم َن‬
ِِّ ‫الص‬ ِِّ ‫الص‬
َّ ‫فََلَ يَ ْرَك ْع ُد ْو َن‬ tergesa-gesa mendatangi salat itu, tetapi
Nabi saw. bersabda, “Apabila seseorang hendaklah ia tenang. Lakukanlah apa yang
di antara kamu mendatangi salat kamu dapati dan sempurnakanlah apa yang
(berjama’ah), maka jangan ruku di luar shaf, terlewat”. H.r. Muslim, dan pada riwayat Al-
hingga menempati tempatnya pada shaf Bukhari dengan redaksi:
itu.”30HR. At-Thahawi, Syarh Ma’anil Atsar, ‫الص ََل َة فَ َعلَْي ُك ْم ِبل َّس ِكينَ ِة فَ َما أَ ْد َرْكتُ ْم‬ َّ ‫إِ َذا أَتَْي تُ ُم‬
‫صلُّوا َوَما فَاتَ ُك ْم فَأَِِتُّوا‬
I:396.
Pada riwayat tersebut diterangkan bahwa َ َ‫ف‬
Ibnu Mas’ud dan Zaid ruku sambil berjalan “Apabila kalian mendatangi salat,
menuju shaf. Padahal amal seperti ini jelas hendaklah tenang. Apa yang dapat kalian
dilarang oleh Rasul berdasarkan hadis Abu susul maka lakukanlah dan apa yang
Bakrah sebagai berikut: tertinggal maka sempurnakanlah”.
َّ ‫اَّلل َراكِ ٌع فَ َرَك َع ُدو َن ا‬ َِّ ‫ول‬
َّ‫ف ُث‬ ِِّ ‫لص‬ ُ ‫َن أ ََب بَكَْرَة َجاءَ َوَر ُس‬ َّ ‫أ‬ Pada riwayat tersebut diterangkan
bahwa Ibnu Mas’ud menetapkan ukuran
‫صلَّى ا ََّّلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ب‬ ُّ َِّ‫ضى الن‬ َ َ‫ف فَلَ َّما ق‬ِِّ ‫الص‬
َّ ‫َم َشى إِ َل‬ makmum mendapatkan raka’at itu adalah
‫ف ُثَّ َم َشى إِ َل‬ ِِّ ‫ص‬َّ ‫ال أَيُّ ُك ِم الَّ ِذي َرَك َع ُدو َن ال‬
rukunya imam. Padahal Nabi menyuruh
َ َ‫ص ََلتَهُ ق‬
َ Abu Bakrah yang dapat menyusul ruku
ِ‫اَّلل علَيه‬
ْ َ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫َّب‬ ُّ ِ‫ال الن‬َ ‫ال أَبُو بَكَْرَة أ ََن فَ َق‬ ِِّ ‫الص‬
َ ‫ف فَ َق‬ َّ imam untuk menambah rakaat yang
terlewat itu dengan kalimat
( ‫صا َوالَ تَعُ ْد ) رواه اْلماعة‬ ِ َّ ‫وسلَّم زاد َك‬
ً ‫اَّللُ ح ْر‬ ََ َ ََ ‫ك‬ ِ ْ‫ت َواق‬
َ ‫ض َما َسبَ َق‬ َ ‫ص ِِّل َما أ َْد َرْك‬
َ
“Sesungguhnya Abu Bakrah datang ketika “Lakukanlah apa yang kamu dapati dan
Rasul sedang ruku, lalu ia ruku di luar shaf sempurnakanlah apa yang terlewat” H.r. Al-
kemudian berjalan (dalam keadaan ruku) Bukhari dalam al-Qiraah Khalfal Imam.
menuju shaf. Ketika Nabi selesai salatnya, Perintah Nabi kepada Abu Bakrah ini
beliau bersabda, ‘Siapa di antara kalian menunjukkan bahwa yang menjadi tolok
yang ruku di luar shaf kemudian berjalan ukur makmum mendapatkan satu rakaat
(dalam keadaan ruku) menuju shaf?’ Maka bukan ruku’nya imam. Hal ini dipertegas
Abu Bakrah berkata, “Saya”. Kemudian pula oleh Abu Hurairah
‫الرْك َع ِة‬ َ ‫ت الْ َق ْوَم ُرُك ْو ًعا َلْ يُ ْعتَ َّد بِتِْل‬
Nabi bersabda, “Semoga Allah menambah
semangatmu, dan janganlah kamu َّ ‫ك‬ َ ‫إِذَا أ َْد َرْك‬
mengulangi (amal seperti itu)” HR. Al- “Apabila kamu menyusul jama’ah salat
Jama’ah, dan redaksi ini riwayat Abu Daud.31 sedang ruku, maka rakaat itu jangan
dihitung” (Lihat, Talkhishul Habir, II:545,
No. 595).
30
Wawan, Shofwan, dkk. Makmum Masbuq Pernyataan Abu Hurairah tersebut
Mendapat Ruku’ Imam. tim sekretariat dewan semakin mempertegas sikap para sahabat
hisbah persatuan islam. bandung. 2006. terhadap masalah makmum masbuk
31
Abu al-Fadl Ahmad bin 'Ali bin Hajr al-'Asqalani,
mendapati imam sedang ruku’ tidak dihitung
Fath al-Bari Syarh Sahallahh al-Bukhari. Juz I.
(Beirut: Darr al-Ma'rifah, 1379 H), 270. satu raka’at.
148 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

Dengan ketiga faktor mukhalafah di atas Riwayat Abdurrazaq dan Ibnu Abu
tampak jelas ke-dha’if-an riwayat Ibnu Abu Syaibah.
Syaibah yang disandarkan kepada Ibnu Kedua riwayat ini diterima melalui Ibnu
Mas'ud tersebut, karena tidak mungkin Juraij, dari Nafi dengan menggunakan dua
sahabat menyalahi sunnah Rasul.32 bentuk periwayatan. Pada riwayat Ibnu Abu
Syaibah menggunakan lafal ‫( عن‬dari),
Riwayat Ibnu Umar sedangkan pada riwayat Abdurrazaq
ِ
‫ت قَ ْب َل‬ َ ‫ال إِذَا أ َْد َرْك‬
َ ‫ت ا ِإل َم َام َراك ًعا فَ َرَك ْع‬ َ َ‫َع ِن ابْ ِن عُ َمَر ق‬ menggunakan kalimat ‫ّن‬ ِ
ْ ‫َخ ََب‬
ْ ‫ال أ‬
َ َ‫ق‬. Kedua bentuk
‫ت َوإِ ْن َرفَ َع قَ ْب َل أَ ْن تَ ْرَك َع فَ َق ْد‬ َ ‫أَ ْن يَ ْرفَ َع فَ َق ْد أ َْد َرْك‬
periwayatan tersebut menunjukkan bahwa
pada sanad ini terjadi tadlis isnad
‫ رواه عبد الرزاق‬.‫ك‬ َ ‫فَاتَْت‬ (penyamaran sanad), yakni ketidakpastian
Ibnu Juraij dalam menerima riwayat tersebut
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Apabila dari Nafi’, karena Ibnu Juraij dikenal
kamu dapat menyusul imam sedang ruku, mudallis isnad (menyamarkan sanad karena
lalu kamu ruku’ sebelum ia (imam) bangkit, ragu-ragu), sebagaimana dinyatakan oleh
maka kamu telah mendapatkan (raka’at). ِ
‫س َويُْرِس ُل‬ ِ ِ ِ
Dan jika ia bangkit sebelum kamu ruku, Ibnu Hajar:
ُ ِّ‫ث َقةٌ فَقْيهٌ فَاض ٌل َوَكا َن يُ َدل‬
maka kamu terlewat (rakaat) itu.”HR. Abdur “Dia tsiqat (terpercaya), ahli fiqih,
Razaq, al-Mushannaf, II:279. Dalam riwayat terkemuka, dan ia melakukan tadlis dan irsal
al-Baihaqi dengan redaksi: (meriwayatkan hadis Nabi tanpa menyebut
ِ
ُ‫َم ْن أ َْد َرَك ا ِإل َم ُام َراك ًعا فَ َرَك َع قَ ْب َل أَ ْن يَ ْرفَ َع ا ِإل َم ُام َرأْ َسه‬
sahabat)” Taqribut Tahdzib, I:363
Sehubungan dengan itu Imam Ahmad
.َ‫الرْك َعة‬
َّ ‫ك‬ َ ‫فَ َق ْد أ َْد َرَك تِْل‬ berkata:
َ َ‫س بِلَ ْف ِظ ِه َع ْن َوق‬
‫ال‬ ِ ِ ٌ ِ‫ثَِقةٌ حاف‬
“Siapa yang dapat menyusul imam
sedang ruku’, lalu kamu ruku sebelum imam
ُ ِّ‫ظ لكنَّهُ يُ َدل‬ َ
“Dia tsiqat, hafizh, tetapi melakukan
bangkit, maka kamu telah mendapatkan tadlis dengan lafal ‘an danqala”. Siyaru
raka’at itu” As-Sunanul Kubra, II:90. A’lamin Nubala, VI:332.
Sedangkan dalam riwayat Ibnu Abu Syaibah Dengan demikian hadis ini dha’if, karena
dengan redaksi: rawinya seorang mudallis isnad.
ِ ِ
‫ك‬
َ ‫ك َعلَى ُرْكبَ تَ ْي‬
َ ْ‫ت يَ َدي‬ َ ‫ت َوا ِإل َم ُام َراك ٌع فَ َو‬
َ ‫ض ْع‬ َ ‫إِذَا جْئ‬
Riwayat Al-Baihaqi
‫ت‬َ ‫قَ ْب َل أَ ْن يَ ْرفَ َع َرأْ َسهُ فَ َق ْد أ َْد َرْك‬ Riwayat ini dha’ifkarena pada sanad-nya
“Apabila kamu datang ketika imam terdapat rawi bernama al-Walid bin Muslim.
sedang ruku, lalu kamu ruku sebelum imam Abu Hatim mengatakan, ’Sering waham
bangkit, maka kamu telah mendapatkan (ragu-ragu dalam periwayatan)”Dan pada
(rakaat itu)” Al-Mushannaf, I:219 riwayat lainnya beliau berkata, ’Sering
Ketiga riwayat ini secara tegas keliru”. Tahqiq ‘ala Tahdzibil Kamal,
menerangkan pendapat Ibnu Umar bahwa XXXI:94. Sehubungan dengan ke-dha’if-an
jika makmum masbuq mendapatkan ruku’ riwayat Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar di atas,
bersama imam berarti dia mendapatkan maka kami tetap berpegang pada kesimpulan
raka’at tersebut. Namun setelah diteliti oleh semula bahwa yang menjadi tolok ukur
Dewan Hisbah, ternyata pada ketiga riwayat makmum mendapatkan satu raka’at bukan
tersebut terdapat beberapa ke-dha’if-an, rukunya imam, melainkan bacaan surat al-
yaitu: Fatihah.
Demikian tanggapan dari Dewan Hisbah
tentang hadis yang dijadikan argumentasi
kelompok pertama.Sedangkan tanggapan
32
Wawan Shofwan. Masbuq Mendapatkan Ruku’ untuk hadisyang dijadikan argumentasi
Imam. Tim sekretariat Dewan Hisbah Persatuan kelompok kedua, adalah:
Islam. Bandung. 2006.
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 149

ِ َ‫َال ص ََلةَ لِمن َل ي ْقرأْ بَِف ِاتَ ِة الْ ِكت‬


( ‫اب )رواه البخاري‬ ma’mum yang hanya mendapatkan ruku’
ََْ َْ َ saja, ia dianggap tidak mendapatkan
“Tidak ada salat bagi yang tidak raka’at sampai ia sempat membaca al-
membaca al-Fatihah.” HR.. Al-Bukhari Fatihah.
Kalimat laa shalata (tidak ada salat) 4. Hadis-hadis yang menyatakan asal keburu
merupakan bentuk nafi (peniadaan) namun ruku’ dihitung satu raka’at, tidak ada yang
bermaknanahyi (larangan). Jadi hadis itu kuat (dla’îf).33
mengandung pengertian “jangan shalat tanpa Dengan demikian, dari analisis penulis di
membaca Al-Fatihah”. Pengertian ini atas, penulis berkesimpulan bahwa Dewan
mengacu pada riwayat Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hisbah tidak menggunakan hadis yang
Hiban, dan mukharij lainnya dengan lafal: dipakai oleh kelompok pertama sebagai dalil
ِ ‫ئ صَلَةٌ لِمن َل ي ْقرأْ بَِفاِت ِة ا‬
‫لكتَاب‬ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ ‫الَ ُُْت ِز‬ untuk ketentuan orang yang masbuq
mendapatkan ruku’ imam, dapat dihitung
Tidaklah cukup salat bagi yang tidak
raka’atnya dan tidak perlu ditambah lagi
membaca Al-Fatihah.Bahkan di dalam
raka’atnya, karena derajat hadis-hadis
riwayat Ahmad dengan kalimat yang lebih
tersebut dla’îf dari segi sanad dan matan,
tegas:
ِ ‫الَ تُ ْقبل صَلَةٌ الَ ي ْقرأُ فِي ها ِبُِم االْ ُقر‬
‫آن‬
dari segi sanad yaitu dengan adanya rawi
ْ ِّ َ ْ َ ُ َ َُ yang derajatnya munkar, pendusta, dan
Tidak diterima salat apapun yang sanadnya munqathi’. Pada hadis riwayat Abu
padanya tidak dibaca al-Fatihah. Daud “jika makmum mendapatkan ruku’
Dengan keterangan-keterangan ini jelaslah imam, termasuk satu raka’at”, hadisnya tidak
bahwa makna tidak ada shalat bagi yang ditemukan dalam riwayat Abu Daud, namun
tidak membaca al-Fatihah adalah tidak sah di temukannya di dalam riwayat Daruquthny,
setiap raka’at tanpa al-Fatihah. Dan hadis ini serta tidak ada muttabi’ yang menguatkan
bersifat ‘am, yakni meliputi shalat munfarid hadis tersebut, dan terdapat tambahan
dan berjamaah, serta berlaku untuk imam kalimat pada matan-nya(mudraj fil matan),
maupun makmum. Karena itu, apabila dan pada riwayat Ibnu Mas’ud, terdapat rawi
makmum ber-takbiratul ihram tidak dari yang telah iktilath (buta matanya), Selain itu
awal Fatihah pada satu raka’at, maka ia tidak terdapat pula seorang rawi yang mudallis
mendapatkan raka’at itu. isnad, hadisnya pun mursal dengan tidak
Setelah mempelajari argumentasi dari disertai qarinah yang menunjukkan ittishal-
kedua belah pihak, kami (Dewan Hisbah) nya hadis tersebut. Sebagaimana diterangkan
cenderung kepada pendapat kelompok kedua dalam metode Istidlâl bil-Hadis-nya bahwa
bahwa apabila seorang makmum yang Dewan Hisbah tidak menerima hadis
menyusul imam dalam posisi apa pun dan ia dla’îfdengan sebab ada kecacatan dari segi
tertinggal al-Fatihah sejak awal, maka wajib ‘adalah (keadilan seorang rawi) seperti
mengulangi raka’at yang tertinggal itu, dan pendusta (kadzdzab) dimana syarat tersebut
baru dihitung satu raka’at jika makmum merupakan syarat yang utama yang harus
sempat membaca atau mendengarkan al- dihindari, yang dihindari pula oleh ahli hadis,
Fatihah dengan sempurna, mengingat: dan tidak menerima hadis yang rawinya
1. Membaca atau mendengarkan al-Fatihah melakukan tadlis, kecuali jika menerangkan
itu wajib dalam setiap raka’at. Berarti bahwa apa yang ia riwayatkan itu jelas Shigat
tidak membaca atau tidak Tahammul-nya (kata yang digunakan dalam
mendengarkannya, tidak terhitung satu menerima hadis dari guru) menunjukkan
raka’at. ittishal-nya hadis tersebut, seperti
2. Terdapat perintah kepada ma’mum untuk menggunakan kata “haddatsni”
menyempurnakan yang ketinggalan.
Berarti ketinggalan al-Fatihah hendaklah
disempurnakan.
3. Imam Bukhori sendiri sebagai orang yang
terkenal ahli hadis berpendapat bahwa 33
A. Zakaria. Al-Hidayah. 146.
150 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

4. Analisis Terhadap Hasil Fatwa Dewan b. Hadis yang dijadikan argumentasi


Hisbah Melalui Metode Takhrij kelompok kedua
‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه‬ َِّ ‫ول‬ ِ ‫الص ِام‬
َّ ‫ أ‬:‫ت‬ َّ ‫َع ْن عُبَ َاد َة بْ ِن‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬
Atas apa yang telah dilakukan oleh Dewan
Hisbah, penulis dapat memberikan analisa
(‫اب‬ ِ ‫)الَ صَلََة لِمن َل ي ْقرأْ بَِف ِات ِة‬:‫ال‬
ِ َ‫الكت‬ َ َ‫َو َسلَّ َم ق‬
ringkas sebagai berikut: َ ََْ َْ َ
a. Hadis-hadis yang dijadikan argumentasi
Dari 'Ubadah bin Ash Shamit, bahwa
kelompok pertama:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
َّ ‫صلَّى‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫َع ِن‬
‫اَّلل‬ َ ‫َّب‬ِِّ ‫اْلَ َسن َع ْن أَِب بَكَْرةَ أَنَّهُ انْتَ َهى إ َل الن‬ bersabda: "Tidak ada shalat bagi yang tidak
‫ف‬ِِّ ‫لص‬
َّ ‫ص َل إِ َل ا‬ ِ ‫علَي ِه وسلَّم وهو راكِع فَرَكع قَبل أَ ْن ي‬ membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)."
َ َ ْ َ َ ٌ َ ََُ َ َ َ ْ َ HR. Al-Jama’ah

ُ‫اَّلل‬
َّ ‫ال َز َاد َك‬َ ‫اَّلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم فَ َق‬
َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّب‬ ِ ِ َ ِ‫فَ َذ َكَر ذَل‬ ‫َح ُد ُك ْم َولَ ِك ْن‬ ِ ِ َّ ‫إِذَا ثُ ِوب ِب‬
ِِّ ‫ك للن‬ َ ‫لص ََلة فَ ََل يَ ْس َع إلَْي َها أ‬ َ ِّ
ِ ِ َّ ‫ش وعلَي ِه‬ ِ
( ‫صا َوَال تَ ُع ْد)رواه اْلماعة‬
ً ‫ح ْر‬ ‫ت‬َ ‫ص ِِّل َما أ َْد َرْك‬
َ ‫السكينَةُ َوالْ َوقَ ُار‬ ْ َ َ ِ ‫ليَ ْم‬
Dari al-Hasan, dari Abu Bakrah, ‫ك‬َ ‫ض َما َسبَ َق‬ِ ْ‫َواق‬
sesungguhnya ia sampai kepada Nabi saw.
ketika sedang ruku’, lalu ia ruku’ sebelum “Apabila shalat telah dilaksanakan,
sampai ke shaf, kemudian ia menceritakan janganlah seseorang berjalan dengan
hal itu kepada Nabi saw. Maka beliau tergesa-gesa mendatangi shalat itu, tetapi
bersabda, “Semoga Allah menambahkan hendaklah ia tenang. Lakukanlah apa yang
semangat terhadapmu dan janganlah engkau kamu dapati dan sempurnakanlah apa yang
ulangi”.( HR. Al-Jama’ah) terlewat”. (H.R. Muslim).
‫اَّلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ َ َ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة ق‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ Pada hadis-hadis riwayat di atas, semua
‫ُّوها‬ ِ َّ ‫إِ َذا ِجْئ تم إِ َل‬
َ ‫اس ُج ُدوا َوَال تَ ُعد‬ ْ َ‫الص ََلة َوََْن ُن ُس ُجوٌد ف‬
hadis terdapat rawi yang bernama Yahya bin
ُْ Abi Sulaiman beliau banyak yang menilai
‫الص ََل َة ) رواه أبو‬ َّ ‫الرْك َعةَ فَ َق ْد أَ ْد َرَك‬
َّ ‫َشْي ئًا َوَم ْن أ َْد َرَك‬ seorang yang lemah (dha’if), dan Munkar
Hadis, dalam kitab Ma’rifat as-Sunan wal
( ‫داود‬ Atsar beliau seorang yang menyendiri, tidak
Dari Abu Hurairah, ia berkata, ada yang men-jarh, kata Abu Hatim al-Razi
“Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika kamu Majhul, Mudtharib Hadis. Bahkan dalam
mendatangi shalat, padahal kami sedang riwayat Bayhaqi ada seseorang yang tidak
sujud, maka sujudlah dan janganlah kamu disebutkan identitasnya (Mubham). Jiak
menghitungnya satu raka’at (mendapatkan dilihat dari ketersambungannya antara satu
raka’at). Dan barangsiapa mendapatkan rawi dengan rawi yang lain muttashil, akan
raka’at (ruku’), maka dia mendapatkan tetapi hadisnya menjadi dha’if , namun Al-
shalat’.” HR. Abu Daud. Sunan Abi Daud, 1: Albani menghasankan hadis-hadis tersebut di
207 atas.
‫الص ََلةِ فَ َق ْد أَ ْد َرَك َها قَ ْب َل أَ ْن يُِقْي َم‬
َّ ‫َم ْن أ َْد َرَك َرْك َعةً ِم َن‬ C. SIMPULAN
َِّ ‫ول‬
َّ ‫صلَّى‬
‫اَّلل‬ َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ ُ ‫ا ِإل َم ُام‬
َ َ‫ص ْلبَهُ َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة ق‬ Setelah melakukan analisis seperti di
uraikan pada bab sebelumnya, maka penulis
‫َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ dapat menarik kesimpulan terhadap Metode
Dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata, Dewan Hisbah Persis dalam Ber-Istidlal
“Barangsiapa menyusul satu raka’at dari dengan Hadis Studi terhadap Fatwa Dewan
shalat maka ia telah menyusul raka’at itu Hisbah tentang Makmum yang Masbuq
sebelum imam meluruskan punggungnya.” sebagai berikut.
1. Dewan Hisbah dalam sejarahnya
merupakan cikal bakal berdirinya
Persatuan Islam (Persis) karena jauh
sebelum lahir Persis telah ada kelompok
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 151

penela’ah seputar agama Islam, dari b. Yang menjadi tolak ukur makmum
sanalah cikal bakal Dewan Hisbah mendapatkan satu raka’at bukan
muncul, berbarengan dengan berdirinya ruku’nya imam.
Persis sebagai Organisasi Masyarakat Apabila seorang makmum yang menyusul
yang bergerak di bidangdakwah. Dan imam dalam posisi apa pun dan ia tertinggal
lahirlah secara resmi Dewan Hisbah yang al-Fatihah sejak awal, maka wajib
asalnya bernama Majelis Ulama, karena mengulangi raka’at yang tertinggal itu, dan
tugas dari Majelis Ulama (DewanHisbah) baru dihitung satu raka’at jika makmum
adalah melakukan pengkajian fatwa dalam sempat membaca atau mendengarkan al-
jam’iyyah, serta memutuskan persoalan- Fatihah dengan sempurna.
persoalan yang berkembang.
2. Pandangan Dewan Hisbah persis terhadap DAFTAR PUSTAKA
hadis, adalah bahwa Al-Sunnah dapat ‘Itr, Nuruddin. Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum
dijadikan hujjah dalam menentukan Al-Hadits. terjemah Mujiyo. Bandung:
hukum, Sunnah dapat berfungsi seperti PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Al-Quran dalam menentukan hukum halal Abbas, Rafid. Ijtihad Persatuan Islam.
dan haram, wajib atau sunah, selama tidak Tela’ah atas Produk Ijtihad PERSIS tahun
bertentangan dengan Al-Quran dan hadis- 1996-2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
hadis yang lebih shahih. 2013.
3. Metode Dewan Hisbah persis dalam ber- 'Asqalani, Abu al-Fadl Ahmad bin 'Ali bin
istidlal dengan hadis, bahwa Dewan Hajr al-. Fath al-Bari Syarh Sahallahh al-
Hisbah menentukkan metode(manhaj) Bukhari. Juz II. Beirut: Dar al-Ma'rifah,
dalam memutuskan atau mengambil 1379 H.
keputusan hukum, dengan rumusan- Abdurrahman. Perbandingan Madzhab.
rumusan sebagai berikut: Dasar utama Bandung: CV. Sinar Baru, 1991.
adalah al-Quran dan hadis shahih: a) Di Amien, Shiddiq. Panduan Hidup Berjama’ah
dalam ber-istidlal dengan al-Quran b) dalam Jam’iyyah Persis. Persis Pers.
Ber-istidlal dengan Hadis c) Dalam Bandung, 2007.
masalah-masalah yang tidak diketemukan Amin, Phil. H. Kamaruddin. Metode Kritik
nash-nya yang shahih dalam al-Quran dan Hadits. Jakarta: Hikmah, 2009.
Hadis, ditempuh dengan ijtihad jama’i. Aplikasi Lidwa-i-Software-Kitab 9 Imam,
4. Aplikasi dalam ber-Istidlal dengan hadis Maktabah Syameelah, dan Jawami’ Al-
tentang makmum yang masbuq Kalim.
menambah raka’at, dengan merujuk hadis- Ariyani, Wiwik. Skripsi Konsep Jihad dalam
hadis yang menjelaskan tentang makmum Menyikapi Kebijakan Politik luar Negeri
masbuq mendapat ruku’ imam. Bahwa Amerika Serikat terhadap Islam ( Studi
dalam hal ini, Dewan Hisbah tidak Kasus Pandangan Persis jl. Viaduct ).
menerima hadis, kalau makmum masbuq 2009
mendapat ruku’ imam di hitung raka’at, Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta:
karena hadisnya dha’if, dengan beberapa Amzah. 2011.
faktor, diantaranya rawi yang munkar, Bachtiar, Tiar Anwar. Sejarah Pesantren
kadzdzab, mudallisisnad, sanad yang Persis 1936-1983. Jakarta: Pembela Islam
terputus (mursal), matan-nya yang terjadi Media. 2012.
mudraj (kacau). Dan perintah Nabi kepada Dani Hidayat. Persatuan Islam Offline Versi
Abu Bakrah menunjukan bahwa 2.0. Pustaka Hidayah. t.t.
a. Makmum yang masbuq mendapatkan Darmalaksana, Wahyudin. Hadits dimata
imam (Nabi saw), sedang ruku’, lalu Orientalis. Telaah atas Pandangan Ignaz
dia ruku bersama imam, maka Goldziher dan Joseph Schacht. Bandung:
dipandang ketinggalan raka’at. Benang Merah Press. 2004
Fatarib, Husnul. Istidlal dalam Fikih dan
Ushul Fikih (Kajian Terhadap Metode
152 Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152

Legitimasi Hukum dalam Fikih Islam). Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas


Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro. Ushuluddin UIN SGD Bandung. 2012
2014. Persatuan Islam. QA-QD Penjelasan QA-QD
http//.natsirritsfirdaus.blogspot.com diakses Pedoman Kerja Rencana Jihad 2010-
pada tanggal 12-12-2014 pkl. 11.10. 2015. Bandung 2010.
Penerapan Hadits Ahkam Dewan Hisbah Qaradawi, Yusuf al-. Pengantar Studi
Persis. Hadits. Penerj. Agus Suyadi Raharusun
Idri. Studi Hadits. Jakarta: Kencana Prenada dan Dede Rodin. CV. Pustaka Setia.
Media Group. 2013. Bandung. 2007.
Ismail, Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual ______________. Bagaimana Memahami
dan Kontekstual. Bulan Bintang. Jakarta Hadits Nabi Saw. penj: Muhammad Al-
1994 Baqir, Bandung: Karisma. 1999
Izzan, Ahmad dan Saifudin Nur. Ulumul Saefuddin, Encang. Fiqhud Da’wah. Mujahid
Hadits. Bandung: Tafakur. 2011. Press. Bandung. 2014
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. Shofwan, Wawan dkk. Makmum Masbuq
Kamus Ilmu Ushul Fikih. Amzah. Jakarta. Mendapat ruku’ Imam. Tim sekretariat
2009 Dewan Hisbah Persatuan Islam. Bandung.
Kamiluddin, Uyun. Menyoroti Ijtihad 2006.
Persis. Fungsi dan Peranannya dalam Sholehuddin, Wawan Shofwan. Kumpulan
Pembinaan Hukum Islam di Indonesia. Keputusan Sidang Dewan Hisbah Persis
Bandung: Tafakur. 2006. tentang Akidah dan Ibadah, Bandung:
Khaeruman, Badri. Persatuan Islam. Sejarah Persis Pers, 2008.
Pembaruan Pemikiran “Kembali kepada Sudrajat, Enang dkk. Kementrian Agama RI.
Al-Quran dan Al-Sunnah”. FAPPI dan Al-Quran Tajwid dan Terjemahnya. PT.
IRIS Press. Bandung. 2010 Sygma Examedia Arkanleema.2007
Khaeruman, Badri. Ulum Al-Hadis. Suparta, Munzier, dan Utang Ranuwijaya.
Bandung: Pustaka Setia, 2010. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fikih. Persada, 1996.
Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2005. Syarief, Nashruddin. Al-Istidlal bi Al-Hadits,
Khalaf, Syeikh Abdul Wahab.Ilmu Ushul Dewan Hisbah Persatuan Islam. 2014
Fikih. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995. Umar, Atho’illah. Budaya Kritik Ulama
M. Abdurrahman dan Elan Sumarna. Metode Hadits. Analisa Historis dan Praktis.
Kritik Hadits. Bandung : Rosda Karya, Jurnal Mutawatir No. 1. Vol. 1. Jan-Juni.
2011. 2011. IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Mughal, Munir Ahmad. What Is Istidlal. Umarie, Barmawie. Status Hadis Sebagai
Lahore: Punjab University Law College, Dasar Tasyri’. Sala: Penerbit. AB. Siti
2012 Sjamsiyyah, 1963.
Mughits, Abdul. Kritik Nalar Fiqih Usman, Iskandar. Istihsan dan Pembaharuan
Pesantren. Jakarta: Kencana Prenada Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Media Group, 2008. Persada, 1994.
Mujiyo, Dkk. Buku Daras Ilmu Syarah Wildan, Dadan. Sejarah Perjuangan Persis.
Hadits (Sari Kuliah). Fakultas Ushuluddin 1923-1983. Bandung: Gema Syahida.
IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. 2005 Bandung. 1995.
Mukhtar, Amien. Syarh Makmum Masbuq Zakaria, Aceng. Thuruq Al-Istinbath Dewan
Mendapat Ruku Imam. t.t. Hisbah Persatuan Islam, Bandung : Persis
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Pers. 2007
Ghalia Indonesia, 2011. Zakaria, A. Al-Hidayah. Edisi Kompilasi.
Nur, Saifudin. Ilmu Fiqh. Suatu Pengantar Garut: Ibn Azka Press, 2006.
Komprehensif kepada Hukum Islam.
Bandung:Tafakur, 2007.
Solehudin & Widiana Rismawati/ Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1,2 (Maret 2017): 135-152 153

S-ar putea să vă placă și