Sunteți pe pagina 1din 11

Surveilans

Surveilans adalah observasi kejadian yang sedang berlangsung, aktif, dan sistematik terhadap

kejadian dan distribusi penyakit dalam suatu populasi, dan kejadian atau kondisi yang dapat

meningkatkan atau menurunkan risiko kejadian suatu penyakit. System surveilans dapat

digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai macam peristiwa. Meskipun para

pengendali infeksi professional menggunakan surveilans yang terfokus pada infeksi nosocomial

dan infeksi yang didapat dari komunitas, suatu system surveilans juga dapat digunakan untuk

mendeteksi kesalahan medis, pada para pekerja pelayanan kesehatan yang tertusuk jarum suntik

serta serangkaian masalah kesehatan lainnya. Tujuan utama program surveilans dalam fasilitas

pelayanan kesehatan adalah:

1. Memperbaiki kualitas pelayanan pasien

2. Mengidentifikasi, mengimplementasikan, dan mengevaluasi strategi untuk mencegah dan

mengendalikan infeksi nosocomial dan kejadian tidak diinginkan lainnya

Untuk mencapai tujuan tersebut maka surveilans harus dideskripsikan bagaimana data akan

dikumpulkan, dikonsolidasi, dan dianalisis untuk surveilans yang akan digunakan mencegah dan

mengendalikan penyakit. Selain tujuan yang harus jelas, beberapa karakteristik kritis dari

surveilans yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Timelines, karakteristik waktu sangat penting dalam kegiatan surveilans. Waktu harus

ditetapkan sehingga surveilans dapat dilakukan secara efektif

2. Representataion, surveilans seharusnya merepresentasikan keadaan atau kondisi

masalah kesehatan atau penyakit yang menjadi focus surveilans, sehingga surveilans

memberikan gambaran yang akurat tentang kecederungan sementara dari penyakit


3. Sensitivity, sensitivitas sangat penting dalam surveilans. Hal ini dapat mengidentifikasi

individu yang memiliki penyakit dapat difasilitasi untuk dilakukan treatment,

karantina, atau tindakan pengendalian lainya

4. Specificity, hal ini penting dilakukan untuk mengeluarkan (exclude) orang-orang yang

memang tidak memiliki penyakit.1,2

Jenis surveilans

Pelaksanaan surveilans dilakukan dengan dua cara yaitu suveilans pasif dan aktif. Surveilans pasif

atau disebut juga pengumpulan keterangan tentang kejadian penyakit dalam masyarakat dilakukan

oleh unit surveilans mulai dari tingkat puskesmas sampai ke tingkat nasional. Dalam hal ini

sejumlah penyakit tertentu secara teratur dilaporkan baik melalui rumah sakit maupun mealui

puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan lainnya. Data yang terkumpul dari program ini

dianalisis dan disebarluaskan serta dilakukan pengamatan khusus bila ada kejadia yang bersifat

luar biasa. Surveilans akrif merupakan pengumpulan data terhadap satu atau lebih penyakit tertentu

pada suatu masa waktu tertentu yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan yang telah

ditugaskan untuk hal tersebut. Secara teratur petugas kesehatan tertentu yang telah ditunjuk , dalam

masa interval tertentu mengumpulkan keterangan tentang ada atau tidak adanya kasus baru

penyakit tersebut serta mecatat data yang telah ditemukan serta data tambahan lainnya yang

dianggap perlu.3

Identifikasi masalah kesehatan untuk surveilans

Masalah kesehatan di masyarakat sangat banyak, beragan dan mulai dari yang sederhana

hingga masalah yang kompleks. Beberapa masalah ada yang harus segera ditangani dan ada pula

yang dapat ditunda tindakannya, bahkan ada juga yang memerlukan penanganan jangka Panjang.
Berikut ini beberapa kriteria yang digunakan untuk menyeleksi dan memprioritaskan masalah

kesehatan untuk surveilans

1. Pentingnya masalah kesehatan masyarakat yang mencakup:

a. Angka insiden dan prevalensi

b. Keparahan, gejala sisa, kecatatan

c. Kematian yang disebabkan oleh masalah tersebut

d. Dampak sosial ekonomi

e. Penularannya

f. Potensi terjadinya wabah

g. Persepsi dan focus dari masyarakat

h. Kebutuhan internasional

2. Kemampuan pencegahan, pengendalian atau penanganan masalah kesehatan, yang terdiri

dari:

a. Kemampuan mencegah

b. Pengukuran pengendalian dan tindakan

3. Sedangkan kapasitas system kesehatan untuk mengimplementasikan pengendalian

masalah kesehatan, diantaranya adalah:

a. Kecepatan merespons

b. Ekonomi

c. Ketersediaan sumber daya.2


Kegiatan surveilans kesehatan

Kegiatan Surveilans Kesehatan meliputi:

1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data

Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko.

Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas

Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan

data dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan

terhadap sasaran. Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen

sebagai alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan

dan memuat semua variabel data yang diperlukan.

2. Pengolahan data Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang,

selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk

(transform) dan pengelompokan berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil

pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis

kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut

disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi).

Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau

masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang

informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan

yang disajikan.

3. Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi

deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan

surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif dilakukan


untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang. Sedangkan analisis

dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variable

yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk

mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi analitik dapat

menggunakan alat bantu statistik. www.djpp.kemenkumham.go.id 2014, No.1113 18 Hasil

analisis akan memberikan arah dalam menentukan besaran masalah, kecenderungan suatu

keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan

hasil analisis harus didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada.

4. Diseminasi informasi. Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat

edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi

informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah

diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif

terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan,

dengan menyampaikan hasil analisis.4

Kegiatan surveilans pertussis di tingkat puskesmas

1. Penemuan kasus

a. Setiap penderita dengan batuk lebih dari 2 minggu yang dating ke puskesmas harus

dicari gejala tambahan dan ditentukan apakah memenuhi kriteria klinis pertussis

b. Bila kasus memenuhi kritera klinis pertussis, catat dalam format laporan pertussis

dan lakukan penyelidikan epidemiologi untuk mencari kasus tambahan

c. Bila memenuhi kriteria KLB maka dilakukan penyelidikan KLB

2. Pengambilan specimen
Kasus pertussis dapat juga didiagnosa secara laboratoris dengan mengambil sampel

berupa hapus tenggorok

3. Pencatatan dan pelaporan

Puskesmas mencatat setiap kasus ke dalam format lst pertussis dan dilaporkan ke

dinas kesehatan kab/kota setiap bulan

4. Pengolahan dan Analisa data

Puskesmas melakukan analysis data pertussis yang meliputi antara lain:

I. Jumlah kasus berdasarkan kelompok umur (<1 tahun, 104 tahun, 5-9 tahun,

>10 tahun)

II. Status imunisasi DPT-HB HiB atau DPT-HB

III. Angka CFR total dan menurut kelompok umur

IV. Angka insiden menurut kelompok umur dan jenis kelamin berdasarkan

bulan dan tahun.5

Kejadian luar biasa (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau

kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu,

dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Disamping penyakit

menular, penyakit yang juga dapat menimbulkan KLB adalah penyakit tidak menular, dan

keracunan. Keadaan tertentu yang rentan terjadinya KLB adalah keadaan bencana dan keadaan

kedaruratan. Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu

kriteria sebagai berikut:

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang

sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.


b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,

hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode

sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua

kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan

kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per

bulan pada tahun sebelumnya.

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu

tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan

angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun

waktu yang sama.6

Pertussis

Pertussis atau Whooping Cough (dalam bahasa Inggris), di Indonesia lebih dikenal sebagai

batuk rejan adalah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan. Di dunia terjadi

sekitar 30 sampai 50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (data

dari WHO). Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. 90 persen kasus ini

terjadi di negara berkembang. Serangan pertusis yang pertama tidak selalu memberikan kekebalan
penuh. Jika terjadi serangan pertusis kedua, biasanya bersifat ringan dan tidak selalu dikenali

sebagai pertusis.6

Gambaran Klinis

Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan,

trakea dan saluran pernapasan sehingga pembentukan lendir semakin banyak. Pada awalnya lendir

encer, tetapi kemudian menjadi kental dan lengket. Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan

berkembang melalui 3 tahapan:

a. Tahap kataral (mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi)

gejalanya menyerupai flu ringan; bersin-bersin, mata berair, nafsu makan berkurang, lesu,

batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang hari).

b. Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala

awal). Batuk 5-15 kali diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi. Setelah

beberapa kali bernafas normal, batuk kembali terjadi diakhiri dengan menghirup nafas

bernada tinggi. Batuk bisa disertai pengeluaran sejumlah besar lendir yang biasanya ditelan

oleh bayi/anak-anak atau tampak sebagai gelembung udara di hidungnya). Batuk atau

lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah. Serangan batuk bisa diakhiri oleh

penurunan kesadaran yang bersifat sementara. Pada bayi, apneu (henti nafas) dan tersedak

lebih sering terjadi dibandingkan dengan tarikan nafas yang bernada tinggi.

c. Tahap konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal). Batuk

semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lebih baik. Kadang batuk

terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran pernafasan.6


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut :

1. Pembiakan lendir hidung dan mulut

2. Pembiakan apus tenggorokan

3. Pemeriksaan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai

dengan sejumlah besar limfosit)

4. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis

5. ELISA.6

Kejadian Luar Biasa pertusis

Kriteria KLB Pertusis sesuai dengan kriteria penetapan KLB pada Permenkes 1501 tahun

2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya

Penanggulangan. Penyelidikan Epidemiologi dilakukan untuk mengetahui gambaran kelompok

rentan dan penyebaran kasus agar mendapatkan arah upaya penanggulangan. Petugas membuat

kurva epidemi dibuat dalam harian dan mingguan kasus dan atau kematian, sampai KLB

dinyatakan selesai. Tabel dan grafik dapat menjelaskan gambaran epidemiologi angka serangan

(attack rate) dan case fatality rate menurut umur, jenis kelamin dan wilayah tertentu. Area map

dan spot map dapat menggambarkan penyebaran kasus dan kematian dari waktu ke waktu.

Tindakan promotif, prefentif, dan kuratif KLB pertusis

a. Lakukan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya kepada orang tua bayi, tentang

bahaya pertusis dan manfaat memberikan imunisasi mulai usia 2 bulan dan mengikuti

jadwal pemberian imunisasi yang dianjurkan.


b. Pada kejadian luar biasa, dipertimbangkan untuk memberikan perlindungan kepada

petugas kesehatan yang terpajan dengan kasus pertusis yaitu dengan memberikan

erythromycin selama 14 hari.

c. Lakukan pencarian kasus yang tidak terdeteksi dan yang tidak dilaporkan untuk

melindungi anak-anak usia prasekolah dari paparan dan agar dapat diberikan perlindungan

yang adekuat bagi anak-anak usia di bawah 7 tahun yang terpapar. Akselerasi pemberian

imunisasi dengan dosis pertama diberikan pada umur 4-6 minggu, dan dosis kedua dan

ketiga diberikan dengan interval 4 minggu, mungkin diperlukan; bagi anak-anak yang

imunisasinya belum lengkap, sebaiknya dilengkapi.

d. Pemberian vaksin DPT diberikan pada anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun

e. Pemberian Antibiotik yang efektif terhadap pertusis (seperti azithro-Mycin, eritromisin

atau trimetoprim-sulfametoksazol) harus diberikan ke semua kontak dekat orang dengan

pertusis, tanpa memandang usia dan status vaksinasi. 6

Daftar pustaka
1. https://books.google.co.id/books?id=PGeUDORSAEQC&pg=PA75&dq=pertusis&hl=id&sa=X

&ved=0ahUKEwjmipG6vqrjAhWbeisKHeW8BOEQ6AEIMjAC#v=onepage&q=surveilan&f=fals

2. https://books.google.co.id/books?id=fMQzDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=surveilans

+kesehatan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiMpcOoyKrjAhW073MBHbaAB684FBDoAQgsMAE#v

=onepage&q=surveilans%20&f=false

3. https://books.google.co.id/books?id=UkZHDwAAQBAJ&pg=PA35&dq=surveilans+pasif+dan+

aktif&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjs_5bz3qrjAhWTXSsKHTCnDvkQ6AEINzAD#v=onepage&q=s

urveilans%20pasif%20dan%20aktif&f=false

4. https://www.persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk452014.pdf

5. https://www.slideshare.net/arumprasetyaning1/petunjuk-teknis-surveilans-pertusis

6. Buku pedoman klb epid penyakit

S-ar putea să vă placă și