Sunteți pe pagina 1din 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini membahas
hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan.

Selama proses pengerjaan makalah ini, penulis terhambat akan data yang
sulit didapat karena data yang tersedia dalam bentuk excell dari BPS terbatas
hingga tahun 2016 saja. Sehingga perlu mencari ulang data dari hasil-hasil
publikasi BPS dan mencocokkan dengan data yang sudah didapatkan sebelumnya
dan membutuhkan waktu lama.

Harapan saya, semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca dan dapat menjadi landasan analisis kritis pembaca untuk melihat
keadaan ekonomi makro Kalimantan Barat dan menganalisis kebijakan apa yang
dapat dilakukan.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman. Saya selaku


penulis makalah ini memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan
ini, baik dari data yang tidak tersusun dengan baik maupun penggunaan kosakata
yang kurang tepat atau tata bahasa yang kurang baku.

Pontianak, Januari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1. 1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1. 2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
1. 3. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 6
BAB II ISI .............................................................................................................. 8
2.1 Kemiskinan ................................................................................................... 8
2.2 Pertumbuhan Ekonomi ................................................................................ 10
2. 3 Gini ratio .................................................................................................... 10
2. 4 Pembahasan ................................................................................................ 12
2. 5 Perbandingan dengan Wilayah Kalimantan yang Lain .............................. 17
2.6 Perbandingan Perkembangan Pertumbuhan dengan Kemiskinan dan
Ketimpangan ..................................................................................................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 21
3. 2 Saran ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi di dunia ketiga utamanya memperhatikan bukan
hanya pertumbuhan ekonomi namun juga kesejahteraan masyarakat. Terdapat
banyak variabel yang penting dalam menilai sukses tidaknya pembangunan dalam
suatu negara. Diantaranya ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan.

Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan bukan lagi masalah baru dalam


perekonomian terutama di negara –negara berkembang seperti Indonesia. Sejak
era kemerdekaan, Indonesia mengalami masalah ketimpangan dan kemiskinan
yang sangat besar. Hingga era pemerintahan berikutnya upaya mengurangi
kemiskinan dan ketimpangan merupakan fokus utama pembangunan Indonesia.
Kemiskinan berdampak buruk bagi perekonomian dan sosial. Masyarakat yang
miskin maka daya belinya rendah, sehingga konsumsi rendah, dan pada akhirnya
pendapatan nasional turun. Masyarakat yang miskin tidak mampu memperoleh
pendidikan yang tinggi dan orientasi mereka cenderung berpusat pada bagaimana
meningkatkan pendapatan daripada meningkatkan pendidikan, yang menyebabkan
IPM rendah. Jika IPM rendah, daya saingnya rendah sehingga pendapatan juga
rendah. Belum lagi dampak pada tingkat kriminalitas meningkat karena
kecenderungan orang untuk memiliki pendapatan secara “instan”. Adanya
pemukiman kumuh di perkotaan juga salah satu dampak kemiskinan.

Jika kemiskinan terus dibiarkan, maka kesenjangan distribusi pendapatan


semakin melebar dan pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan.
Kegiatan industri menurun akibat rendahnya daya beli masyarakat. Sehingga salah
satu upaya untuk mengentas kemiskinan adalah dengan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang mana dengan kata lain meningkatkan kegiatan

1
2

industri. Pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat memberikan trickle down effect


terhadap kesejahteraan yang terealisasi dengan turunnya angka kemiskinan.
namun, yang terjadi pada kenyataannya adalah bahwa pertumbuhan ekonomi
tidak benar-benar ampuh untuk mengentaskan kemiskinan. Jumlah penduduk
miskin tetap meningkat meskipun angkanya kecil. Kesenjangan distribusi
pendapatan antara yang kaya dan miskin semakin melebar.

Kalimantan Barat sendiri adalah salah satu wilayah Indonesia yang


memberikan kontribusi PDB yang tinggi namun, pembangunannya masih belum
merata. Penduduk miskin di Kalimantan Barat berada diperingkat 17 dari 33
Provinsi (tidak termasuk Kalimantan Utara)
3

Tabel 1. 1.

Jumlah Penduduk Miskin per Provinsi di Indonesia tahun 2011 – 2015 (Ribu
Jiwa)

Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015

Aceh 900,2 876,6 880,5 837,4 851,6

Sumut 1.421,40 1.378,30 1.400,40 1.360,60 1.463,70

Sumbar 441,8 397,9 401,5 354,7 379,6

Riau 472,5 481,3 476,5 498,3 531,4

Jambi 251,8 270,2 268,5 281,8 300,7

Sumsel 1.061,90 1.041,80 1.043,60 1.085,80 1.145,60

Bengkulu 303,4 310,6 313,7 316,5 334,1

Lampung 1.277,90 1.219 1230,2 1143,9 1163,5

Kep. Babel 65,6 70,1 69,4 67,2 74,1

Kep.Riau 122,50 131,3 124,2 124,2 122,4

DKI Jakarta 355,2 366,7 366,3 412,8 398,9

Jabar 4.650,80 4.421,30 4.430,20 4.239,00 4435,7

Jateng 5.256,00 4.863,50 4.952,10 4.561,80 4.577,00

DI Yogyakarta 564,30 562,1 565,7 532,8 550,2

Jatim 5.227,20 4.960,20 4.992,70 4.748,40 4.789,10

Banten 690,90 648,10 642,90 649,20 702,40

Bali 183,10 160,90 158,90 196,00 196,70


4

NTB 896,20 828,20 840,10 816,60 823,90

NTT 986,50 1.000,10 998,40 991,90 1.159,80

Kalbar 376,10 355,90 365,10 381,90 383,70

Kalteng 150,10 141,90 145,10 148,80 147,70

Kalsel 198,60 189,30 190,60 189,50 198,40

Kaltim 247,10 246,10 242,30 252,70 212,90

Sulut 194,70 177,40 178,70 197,60 208,50

Sulteng 432,10 409,50 411,00 387,10 421,60

Sulsel 835,50 805,80 812,3 806,30 797,70

Sultengg 334,30 304,30 307,90 314,10 321,90

Gorontalo 192,40 187,60 186,80 195,10 206,80

Sulbar 163,20 160,50 158,20 154,70 160,50

Maluku 356,40 338,90 333,60 307,00 328,40

Malut 107,00 88,20 88,40 84,80 79,90

Pabar 227,10 223,20 219,60 225,50 225,40

Papua 946,60 976,30 916,40 864,10 859,20

Indonesia 29890,4 28593,1 28711,8 27728,1 28553

Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota (2011-2015)/bps.go.id

Sementara jumlah penduduk miskin di Indonesia cenderung menururn


dari 2011 hingga 2015, penduduk miskin di Kalimantan Barat justru
meningkat/bertambah hingga 2016. Hingga 2017 penduduk miskin di Kalimantan
Barat terus mengalami peningkatan.
5

Paradigma pertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan pada penurunan


kemiskinan sudah lama diragukan oleh pengamat ekonomi dunia, yang mana
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta merta dapat menurunkan angka
kemiskinan. Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya membuat
yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Isu tentang pertumbuhan ekonomi, ketidakmerataan pendapatan dan


kemiskinan telah lama menjadi fokus utama pembangunan ekonomi baik di
tingkat global maupun nasional. Analisa hubungan segitiga antara ketiga hal
tersebut telah menjadi bahan perdebatan yang panjang dan sangat menarik
terutama pada pemilihan strategi pembangunan ekonomi dalam upaya
pengentasan kemiskinan. Pertama, apakah lebih mendahulukan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dengan mengesampingkan pembagian distribusi pendapatan.
Kedua, apakah lebih mengutamakan distribusi pendapatan yang lebih merata
tanpa harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Arsyad (1999) dalam Hajiji (2010) tingkat pertumbuhan ekonomi


yang tinggi hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan,
masih banyak penduduk yang memiliki pendapatan dibawah standar kebutuhan
hidupnya.Pertumbuhan ekonomi gagal untuk mengurangi bahkan menghilangkan
besarnya kemiskinan absolut.Jadi pertumbuhan PDB yang cepat tidak secara
otomatis meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Dengan kata lain bahwa apa
yang disebut dengan “Trickle Down Effects” atau efek cucuran kebawah dari
manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi seperti apa
yang diharapkan bahkan berjalan cenderung sangat lambat.

Sementara itu, Simon Kuznets mengungkapkan teorinya tentang


ketidakmerataan distribusi pendapatan yang mana memang sangat tinggi pada
awal – awal pembangunan. Hal ini dikarenakan pembangunan tiap daerah
berbeda. Karena pertumbuhan ekonomi yang rendah, seiring dengan pertumbuhan
ekonomi, kesenjangan akan semakin mengecil sehingga kurva kuznet seperti U
terbalik.
6

Maskin mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti


oleh kesenjangan yang semakin melebar. Hal ini karena kesenjangan terjadi
terutama karena adanya berbagai tingkat kemampuan manusia di mana pun.
Kemampuan manusia (skill) akan berhubungan dengan bagaimana seorang
manusia hidup, berinteraksi dengan sesama dan mencari nafkah. Kesenjangan
dalam jangka panjang menimbulkan berbagai masalah lain dalam kerangka sosial
ekonomi.

Kesenjangan atau ketimpangan distribusi pendapatan sering diwakilkan


dengan angka gini ratio atau indeks gini yang menggambarkan persentase
pendapatan dengan persentase penduduk yang menerima pendapatan.

Mengingat Kalimantan Barat merupakan provinsi yang menyumbang PDB


tertinggi namun, jumlah penduduknya masih tinggi serta pembangunannya kurang
merata terutama di daerah-daerah perbatasan yang berbanding terbalik dengan
perbatasan negara tetangga (Malaysia). Maka penulis menyusun makalah
“Paradigma Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan Barat: Dilihat dari
Aspek Kemiskinan dan Pemerataan”.

1. 2. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana perkembangan kemiskinan Kalimantan Barat dibandingkan


dengan Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat?
2. Apakah pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat berdampak pada
perkembangan kemiskinan Kalimantan Barat?
3. Bagaimana Distribusi Pendapatan di Kalimantan Barat?

1. 3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perkembangan kemiskinan Kalimantan Barat


dibandingkan dengan Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat.
7

2. Untuk mengetahui dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di


Kalimantan Barat.
3. Untuk mengetahui distribusi pendapatan di Kalimantan Barat
8

BAB II

ISI

2.1 Kemiskinan
Bank Dunia (1990) dalam laporannya di hadapan anggota PBB bertitel
"Poverty and Human Development' mengatakan bahwa: "The case for human
developemnt is not only or even primarily an economic one. Less hunger, fewer
child death, and better change of primary education are almost universally
accepted as important ends in themselves" (pembangunan manusia tidak hanya
diutamakan pada aspek ekonomi, tapi yang lebih penting ialah mengutamakan
aspek pendidikan secara universal bagi kepentingan diri orang miskin guna
meningkatkan kehidupan sosial ekonominya).

Booth dan Me Cawley (Dalam Moeljarto T., 1993) menyatakan bahwa "di
banyak negara memang terjadi kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang
diukur dari pendapatan perkapitanya, tetapi itu hanya dapat dinikmati oleh
sebagian kecil masyarakatnya, sedangkan sebagian besar masyarakat miskin
kurang memperoleh manfaat apa-apa, bahkan sangat dirugikan".

Untuk memecahkan masalah ini, perlu kebijaksanaan yang tepat dengan


mengidentifikasi golongan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan
berikut karakteristiknya lebih dulu. Umumnya, suatu keadaan disebut miskin bila
ditandai oleh kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat kebutuhan dasar
manusia.

Kemiskinan tersebut meliputi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang


mencakup aspek primer dan sekunder. Aspek primer berupa miskinnya aset
pengetahuan dan keterampilan, sedangkan aspek sekunder berupa miskinnya
jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informal, seperti kekurangan gizi,
air, perumahan, perawatan kesehatan yang kurang baik dan pendidikan yang
relatif rendah. Bank Dunia (1990) dalam laporannya di hadapan anggota PBB
9

bertitel "Poverty and Human Development' mengatakan bahwa: "The case for
human developemnt is not only or even primarily an economic one. Less hunger,
fewer child death, and better change of primary education are almost universally
accepted as important ends in themselves" (pembangunan manusia tidak hanya
diutamakan pada aspek ekonomi, tapi yang lebih penting ialah mengutamakan
aspek pendidikan secara universal bagi kepentingan diri orang miskin guna
meningkatkan kehidupan sosial ekonominya).

Booth dan Me Cawley (Dalam Moeljarto T., 1993) menyatakan bahwa "di
banyak negara memang terjadi kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang
diukur dari pendapatan perkapitanya, tetapi itu hanya dapat dinikmati oleh
sebagian kecil masyarakatnya, sedangkan sebagian besar masyarakat miskin
kurang memperoleh manfaat apa-apa, bahkan sangat dirugikan".

Untuk memecahkan masalah ini, perlu kebijaksanaan yang tepat dengan


mengidentifikasi golongan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan
berikut karakteristiknya lebih dulu. Umumnya, suatu keadaan disebut miskin bila
ditandai oleh kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat kebutuhan dasar
manusia.

Kemiskinan tersebut meliputi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang


mencakup aspek primer dan sekunder. Aspek primer berupa miskinnya aset
pengetahuan dan keterampilan, sedangkan aspek sekunder berupa miskinnya
jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informal, seperti kekurangan gizi,
air, perumahan, perawatan kesehatan yang kurang baik dan pendidikan yang
relatif rendah.

Penduduk negara tersebut miskin menurut Kuncoro (1997:131) karena


menggantungkan diri pada sektor pertanian yang subsistem, metode produksi
yang tradisional, yang seringkali dibarengi dengan sikap apatis terhadap
lingkungan.
10

2.2 Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Gross Domestik
Product tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari
tingkat pertumbuhan penduduk. Berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi tidak
terlepas dari pembangunan ekonomi itu sendiri sebab di dalam pertumbuhan
ekoomi juga disertai dengan peningkatan kegiatan pembangunan yang mana
tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan perkapita yang tinggi (Sukirno,
1985: 13).

Schumpeter mengartikan pertumbuhan ekonomi (growth) sebagai


peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah
factor produksi masyarakat tanpa adanya perubahan cara-cara atau teknologi
produksi itu sendiri. Menurut Karjoredjo, pembangunan ekonomi ataupun
pertumbuhan ekonomi, termaksud pembangunan daerah merupakan proses
kenaikan pendapatan masyarakat di suatu daerah dalam jangka panjang.
Pendapatan masyarakat di sini lebih ditekankan pada pendapatan riil dan
pendapatan masyarakat perkapita orang (Karjoredjo, 1999: 35)

Dalam analisa Neo Klasik pertumbuhan ekonomi tergantung pada


pertambahan dan penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan
teknologi sebab perekonomian akan tetap mengalami tingkat kesempatan kerja
penuh dan kapasitas alat-alat modal akan digunakan sepenuhnya dari waktu ke
waktu.

2. 3 Gini ratio
Koefisien Gini (Gini ratio) adalah ukuran ketidakmerataan atau
ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol
(pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Koefisien
Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis
diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva
Lorenz itu berada. Perhatikan gambar berikut:
11

Dari gambar di atas, sumbu horisontal menggambarkan prosentase


kumulatif penduduk, sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari total
pendapatan yang diterima oleh masing-masing prosentase penduduk tersebut.
Sedangkan garis diagonal di tengah disebut “garis kemerataan sempurna”. Karena
setiap titik pada garis diagonal merupakan tempat kedudukan presentase
penduduk yang sama dengan prosentase penerimaan pendapatan.

Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi
tingkat ketidakmerataannya. Sebaliknya semakin dekat jarak kurva Lorenz dari
garis diagonal, semakin tinggi tingkat pemerataan distribusi pendapatannya. Pada
gambar di atas, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah yang diarsir.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu distribusi pendapatan


makin merata jika nilai Koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu
distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai Koefisien Gininya
makin mendekati satu.
12

2. 4 Pembahasan
Gini Ratio

Gini ratio di Provinsi Kalimantan Barat berfluktuasi dari waktu ke waktu.


Gini ratio pada tahun 2010 tercatat 0,370 , naik menjadi 0,401 pada Maret 2011,
kemudian turun kembali pada September 2011 menjadi 0,363. Pada Maret 2012
naik kembali menjadi 0,381, dan naik lagi menjadi 0,395 September 2012. Maret
2013 tercatat sebesar 0,396 dan September 2013 turun lagi menjadi 0,384. Maret
2014 naik lagi menjadi 0,391. Gini ratio naik kembali menjadi 0,402 pada
September 2014. Pada Maret 2015 dan September 2015 beturut-turut mengalami
penurunan masing-masing menjadi 0,334 dan 0,330. Gini ratio Maret 2016
mengalami kenaikan lagi menjadi 0,341, dan bulan September 2016 turun menjadi
0,331. Pada Maret 2017 mengalami penurunan sebesar 0,004 poin yaitu tercatat
0,327 sementara bulan September 2017 naik lagi menjadi 0,329. Kondisi ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesenjangan pengeluaran di Indonesia
selama periode Maret 2017 - September 2017.

Gambar 2. 4a

Gini Ratio Kalimantan Barat 2010-2017


13

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret - September 2017,


Gini ratio di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 0,360 naik sebesar
0,004 poin dibanding Gini ratio Maret 2017 sebesar 0,356. Sementara Gini ratio
di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 0,285 mengalami kenaikan juga
sebesar 0,011 poin dibandingkan Maret 2017 sebesar 0,274.

Growth PDRB

Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat cenderung mengalami


percepatan. Meskipun pertumbuhannya menurun di tahun 2015. Namun, hal itu
tidak menunjukkan adanya perlambatan. Oleh karena itu, secara garis besar
pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat stabil dimana rata-rata pertumbuhannya
selama 5 tahun terakhir adalah 5 persen.

Gambar 2.4b
Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat 2012-2016 (persen)

6 6.05
5.91 6.05
5.22
5
4.86
4

3 KALBAR

0
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Hasil Olahan Data

Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan Barat sendiri, jika dilihat dari


pendekatan produksi maka sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah
sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. karena itu, pada 2017 pemerintah
Kalimantan Barat telah menyusun dan memperkenalkan rencana pertumbuhan
hijau untuk mempertahankan dan meningkatkan kapasitas produksi di sektor ini.
14

Sementara itu, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian


meningkat drastis pada 2016 dari 0,60 menjadi 21,56 (seri 2010). Hal ini
dikarenakan adanya PT. WHW yang mulai berdiri dan beroperasi pada tahun
tersebut. Namun, menurut Prof. Eddy Suratman meskipun pertumbuhan sektor ini
meningkat, tidak diikuti dengan meningkatnya lapangan usaha yang malah berada
pada angka minus 0,50.

KEMISKINAN

Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Barat terus mengalami


peningkatan hingga 2015. Namun pada tahun 2016 mengalami sedikit penurunan.
Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Barat selama 5 tahun terakhir berada di
angka 355.900 jiwa (2012) hingga 381.350 jiwa (2016).

Tabel 2.4c
Jumlah, Persentase, P1, P2, dan Garis Kemiskinan Kalimantan Barat

2012-2016

Jml Penduduk Persentase Garis Kemiskinan


Tahun P1 P2
Miskin (000) Penduduk Miskin (Rp/Kap/Bulan)
(persen)

2012 355,9 7,97 1,24 0,33 239.162

2013 365,1 7,96 1,24 0,33 239.162

2014 381,9 8,07 1,26 0,35 298.212

2015 383,7 8,03 1,29 0,32 323.615

2016 381,35 7,87 1,3 0,31 347.880

Sumber: Olahan Data


15

Persentase penduduk miskin di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Barat


selama 5 tahun terakhir (2012-2016) menunjukkan kisaran 7% sampai 8%.
Sedangkan kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin tertinggi adalah
Kabupaten Landak yaitu 12,41% (2012), 12,40% (2013), 13,71% (2014), 13,51%
(2015), 12,32% (2016). Disusul oleh Kabupaten Melawi yang berada diatas
angka 12% dari 2012 hingga 2016. Kabupaten Ketapang yang rata-rata diatas
11%hingga 10,99% (2016) dan cenderung turun.Terakhir ada Kabupaten Kayong
Utara yang memiliki angka persentase 2 digit sebesar 10,16% (2012) yang relatif
turun hingga 2014 (9,55%) dan mengalami kenaikan kembali ditahun berikutnya
hingga 2016 menyamai persentase di tahun 2012 bahkan sedikit lebih tinggi
(10,19%).

Persentase penduduk miskin terendah berasal dari Kabupaten Sanggau


dengan rata-rata diatas 4% namun masih dibawah 5%.Sembilan kabupaten/kota
lainnya, persentasenya berada diatas 5% dan dibawah 10%.

Rata-rata, persentase penduduk miskin Provinsi Kalimantan Barat menurut


kabupaten/kota menunjukkan angka yang cenderung naik selama 5 tahun terakhir.
Namun, ada satu kabupaten/kota yang cenderung turun, yaitu Kabupaten
Kuburaya sebesar 6,27% (2012), 6,27% (2013), 5,45% (2014), 5,22% (2015), dan
5,04% (2016).

Persentase penduduk miskin pada periode Maret 2017 ke September 2017


menunjukkan penurunan, dari 7,88 persen pada Maret 2017 menjadi 7,86 persen pada
September 2017 atau turun 0,02 poin. Sedangkan jika dibandingkam tahun
sebelumnya, persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan sebesar 0,01
dari 7,87 persen menjadi 7, 86 persen pada September 2017.

Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Barat meningkat


menjadi 388.810 jiwa pada September 2017 dari 381.350 jiwa artinya bahwa
penduduk miskin di Kalimantan Barat pada September 2017 bertambah sebanyak
7.460 orang.

Persentase penduduk miskin di Kalimantan Barat mengalami penurunan 0,02


poin pada periode Maret 2017 – September 2017. Apabila diamati lebih mendalam,
16

persentase penduduk miskin untuk daerah perdesaan mengalami penurunan dari 9,28
persen pada Maret 2017 menjadi 9,09 persen pada September 2017 (turun 0,19 poin).
Daerah perkotaan mengalami kenaikan dari 4,88 persen pada Maret 2017 menjadi
5,25 persen pada September 2017 atau mengalami kenaikan 0,37 poin.

Secara umum, garis kemiskinan di Kalimantan Barat cenderung naik.


Meskipun sama dengan P1 dan P2 dimana data yang tercatat pada 2012 dan 2013
nilainya sama, namun gerakannya berbeda. Dimana tiap kabupaten/kota di
Kalimantan Barat, nilai P1 dan P2 rata-rata berfluktuasi. Sedangkan untuk garis
kemiskinan justru meningkat terus menerus setelah tahun 2013. Kalimantan Barat
sendiri, garis kemiskinan selama 2012 dan 2013 adalah sebesar Rp239.162,
meningkat menjadi Rp298.212 naik 19,80% dari tahun sebelumnya. Kenaikan
yang paling besar dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada
kabupaten/kota. Kemudian pada tahun 2015 naik sebesar 7,85% menjadi
Rp323.615, dan terakhir pada tahun 2016 naik sebesar 6,98% menjadi Rp347.880.

Garis kemiskinan pada Maret 2017 sebesar Rp. 377.219,- perkapita/bulan,


kemudian pada September 2017 meningkat menjadi Rp. 396.842,- perkapita/bulan.
Jika dibedakan berdasarkan daerah perkotaan dan perdesaan, garis kemiskinan
perkotaan pada Maret 2017 sebesar Rp. 379.187,- naik menjadi Rp. 401.588,- pada
kondisi September 2017. Garis kemiskinan perdesaan pada Maret 2017 sebesar Rp.
375.621,- naik menjadi Rp. 394.313,- pada September 2017.

Indeks keparahan kemiskinan Provinsi Kalimantan Barat cenderung turun.


Selama periode 2012-2013, indeks keparahan kemiskinan tetap sama, kemudian
pada tahun 2014 mengalami kenaikan dan setelahnya turun kembali selama 2
tahun berturut-turut (2015-2016) dimana kenaikannya sebesar 0,02 (2013-2014),
turun sebesar 0,03 (2014-2015), kemudian turun lagi sebesar 0,01 (2015-2016).

Pada periode Maret 2017 – September 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan


(P1) menunjukkan adanya penurunan yaitu dari 1,232 pada keadaan Maret 2017
menjadi 1,022 pada September 2017 (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa rata-
rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati dari garis kemiskinan. Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) juga menunjukkan adanya penurunan yaitu dari 0,295
pada Maret 2017 menjadi 0,208 pada September 2017. Dengan demikian dapat
17

dikatakan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin relatif semakin


kecil selama Maret 2017 sampai September 2017.

2. 5 Perbandingan dengan Wilayah Kalimantan yang Lain


Garis Kemiskinan September 2017, Kalimantan Barat merupakan yang
terendah di regional Kalimantan yaitu sebesar Rp. 396.842,- Sedangkan yang
tertinggi di Kalimantan Utara sebesar Rp. 578.305,-. Jumlah dan persentase penduduk
miskin, Kalimantan Barat merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 388.810 orang
(7,86 persen). Namun demikian persentase penduduk miskin di Kalimantan Barat
masih berada dibawah nasional yang mencapai 10,12 persen. Jumlah penduduk
miskin yang terendah di Kalimantan Utara sebesar 48.560 orang dan persentase
penduduk miskin terkecil di Kalimantan Selatan sebesar 4.70 persen.

Sumber: Berita Resmi Statistik Kalimantan Barat 2017

2.6 Perbandingan Perkembangan Pertumbuhan dengan Kemiskinan dan


Ketimpangan
Grafik 2. 6a
Perbandingan Perkembangan Pertumbuhan dengan Kemiskinan dan
Ketimpangan

Sumber: Berita Resmi Statistik Kalimantan Barat


18

9
8.07
8 7.96 7.87
7.97 8.03
7

6 6.05 6.05
5.91
5 5.22 Persentase Penduduk Miskin
4.86
4 Growth

3 Gini Ratio

1
0.36 0.37 0.37 0.31
0.331
0
2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Hasil Olahan Data

Grafik 2.6b
Jumlah Penduduk Miskin Kalimantan Barat 2012-September 2017

400,000

390,000

380,000

370,000
Jlh Penduduk Miskin
360,000

350,000

340,000

330,000
2012 2013 2014 2015 2016 Sep-17

Sumber: Hasil Olahan Data


Dilihat dari grafik diatas, kita dapat menemukan fakta bahwa pertumbuhan
ekonomi tidak serta merta mampu menurunkan kemiskinan. Dimana Pertumbuhan
Ekonomi yang naik justru berbanding lurus dengan kemiskinan (penduduk miskin
dan persentasenya). Pertumbuhan ekonomi yang cenderung naik, diikuti naiknya
jumlah dan persentase penduduk miskin. Justru pada tahun 2015 dimana
pertumbuhan ekonomi jatuh pada angka 4,86% persentase penduduk miskin
19

Kalimantan Barat juga menurun dari 8,07 persen menjadi 8,03 persen. Sedangkan
pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin cenderung mengikuti paradigma
petumbuhan ekonomi klasik yang katanya pertumbuhan mampu mengatasi
kemiskinan. Namun, secara garis besar tidak dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi berdampak pada turunnya angka kemiskinan Kalimantan Barat. Hal ini
berarti pemerintah Kalimantan Barat tidak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan
ekonomi atau peningkatan produksi untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun,
juga melakukan kebijakan lain yang efeknya bisa langsung dirasakan masyarakat.

Menariknya, terbalik dengan jumlah penduduk miskin yang semakin


meningkat, angka ketimpangan distribusi pendapatan justru menunjukkan
penurununannya dari 0,36 pada 2012 hingga 0,329 September 2017 ini. Hal ini
berarti bahwa ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Kalimantan Barat
semakin rendah. Meski begitu, jika dibandingkan dengan pergerakan
pertumbuhan ekonomi, pergerakan gini ratio atau angka ketimpangan di
Kalimantan Barat justru sama. Pada tahun 2013 dan 2014, baik pertumbuhan
ekonomi maupun gini ratio sama-sama bertengger pada angka yang sama dan
juga sama-sama mengalami kenaikan dari 2012 ke 2013. Bahkan sama-sama
mengalami penurunan pada tahun 2015 dan sama-sama naik di tahun 2016. Jika
melihat pergerakan yang seperti ini, maka perkiraan yang kita buat adalah bahwa
naiknya pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada meningkatnya angka
ketimpangan di Kalimantan Barat. Begitu pula sebaliknya. Namun, jika memang
perkiraan ini benar, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi di masa depan dapat
membuat angka ketimpangan distribusi pendapatan di Kalimantan Barat juga
tinggi. Sehingga dapat berdampak buruk bagi pembangunan di Kalimantan Barat.

Kurva 2.6a

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan selama 5 tahun


terakhir (2012-2016) di Kalimantan Barat
20

0.4

0.35

0.3

0.25

0.2
Gini Ratio
0.15

0.1

0.05

0
0 1 2 3 4 5 6 7

Sumber: Olahan Data


Menurut Simon Kusnetz dimana meskipun pertumbuhan ekonomi yang
tinggi berdampak pada ketimpangan yang tinggi pada awal pembangunan dan
akan berbalik pada satu titik dimana pertumbuhan yang tinggi akan menurunkan
angka ketimpangan dan pada akhirnya distribusi pendapatan dapat merata. Jika
mengikuti teori ini, maka harapan kita adalah bahwasannya ketimpangan yang
searah pergerakannya dengan pertumbuhan ekonomi dapat bertolak belakang dan
turun secara perlahan sehingga membentuk kurva U terbalik meskipun dalam
waktu yang lama. Sehingga pemerataan distribusi pendapatan menunjukkan bukti
pembangunan yang sejatinya menjadi tujuan giatnya pemerintah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
21

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab 2, maka kita dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat cenderung mengalami


percepatan dari 2012 hingga 2016.
2. Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Barat cenderung mengalami
kenaikan dari 2012 hingga September 2017.
3. Persentase penduduk miskin di Kalimantan Barat cenderung fluktuatif
dengan kisaran 7 hingga 8 persen.
4. Angka gini ratio Kalimantan Barat menunjukkan bahwa ketimpangan
distribusi pendapatan juga fluktuatif.
5. Hubungan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk miskin dan
persentase penduduk miskin searah, artinya bahwa naiknya pertumbuhan
ekonomi diikuti meningkatnya jumlah penduduk miskin dan persentase
penduduk miskin di Kalimantan Barat selama 2012 hingga 2016.
6. Sedangkan hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di
Kalimantan Barat juga searah. Dan kurva yang menunjukkan hubungan
pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan tidak berbentuk U terbalik,
melainkan garis diagonal lurus yang membentang dari kiri bawah ke kanan
atas, yang menunjukkan keduanya memiliki hubungan yang searah.
7. Maka, baik kemiskinan dan ketimpangan di Kalimantan Barat tidak dapat
disembuhkan dengan hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

3. 2 Saran
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan, si empunya wewenang haruslah
memperhatikan secara detail apa sebenarnya yang dibutuhkan Kalimantan Barat
untuk maju sebagai wilayah yang pertumbuhan ekonominya paling tinggi di
banding wilayah Kalimantan yang lain, namun, justru penduduk miskinnya lebih
22

banyak daripada wilayah lain di Kalimantan. Tidak hanya memperdulikan aspek-


aspek politik yang menguntungkan sebagian kaum apalagi “kaum papa”. Karena
jika hal itu terus dilakukan, maka semakin melaratlah rakyat Kalimantan Barat di
tanahnya sendiri.
23

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincoln. (1992). Memahami Masalah Kemiskinan di Indonesia : Suatu


Pengantar, Yogyakarta: JEBI No. 1 Tahun VII Fakultas Ekonomi UGM.

Arsyad, Lincoln. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi


Daerah. Yogyakarta: BPFE.

Badan Pusat Statistik. (2011). Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota


2011.

Badan Pusat Statistik. (2012). Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota


2012.

Badan Pusat Statistik. (2013). Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota


2013.

Badan Pusat Statistik. (2014). Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota


2014.

Badan Pusat Statistik. (2015). Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota


2015.

Berita Resmi Statistik. (2017). Profil Kemiskinan Provinsi Kalimantan Barat


September 2017. BPS: KALBAR.

Berita Resmi Statistik. (2017). Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk


Provinsi Kalimantan Barat September 2017.BPS: KALBAR.

Moeljarto. (1995). Politik Pembanguan Sebuah Analisis Konsep, Arah dan


Strategi, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.

Karjoredjo, Sarji. (1999). Desentralisasi Pembangunan Daerah di Indonesia.


Salatiga: FEUKSW.

Kuncoro, Sri. (2014). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat


Pengangguran, dan Pendidikan Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi
Jawa Timur tahun 2009-2011. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sukirno, Sadono. (1985). Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LPEF-UI Bima


Grafika.

Todaro, Michael P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta:


Penerbit Erlangga.
24

Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C. (2004). Pembangunan Ekonomi di


Dunia Ketiga Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C. (2009). Pembangunan Ekonomi: edisi


kesebelas. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Website :

Bps.go.id

S-ar putea să vă placă și