Sunteți pe pagina 1din 15

UJI KLINIK BUTA GANDA PERBEDAAN PROFIL PERDARAHAN, OUTCOME

FUNGSIONAL DAN KLINIS PASIEN STROKE ISKEMIK DENGAN PEMBERIAN


ASPIRIN, CLOPIDOGREL DAN DLBS1033

Dr. dr. Ismail Setyopranoto, Sp.S(K)

Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada /


KSM Saraf RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Lumbrokinase is an enzyme protease fibrinolytic which works hydrolyze fibrin or of


fibrinogen and stimulate plasminogen to plasmin. In this study lumbrokinase used is DLBS1033.
DLBS1033 is a bioactive protein extract containing Lumbricus rubellus and has been known to have
antithrombotic/thrombolytic activity.
Objective: To determine differences in bleeding profile, functional outcome and clinical outcome of
ischemic stroke patients by administering aspirin, clopidogrel and DLBS1033.
Methods: The study used a cohort design with a double blind randomized clinical trial differences
bleeding profile, clinical outcome and functional outcome of ischemic stroke patients with therapy
aspirin 80 mg, clopidogrel 75 mg, and DLBS1033 490 mg, each with a number of subjects were 43, each
treatment there was 1 subject who discontinued the study so the total number of subjects were 126.
Subjects were patients with ischemic stroke who were admitted to Stroke Unit and Neurological Ward
RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Hemostasis examination used are PTT, APTT, and INR, while the
functional outcome with Barthel Index score and clinical outcome as measured by Gadjah Mada Stroke
Scale score. Statistical analysis using Chi-square with 95% Confident Interval.
Results: Changes in the value of PTT day 90 in the aspirin group (12.36); clopidogrel (12.53); and
DLBS1033 (12.67), all of them there was no statistically significant difference (p=0.788). Changes in the
value of APTT day 90 in the aspirin group (29.59); clopidogrel (29.96); and DLBS1033 (30.54), are all
statistically no significant difference (p=0.619). Changes in the value of INR day 90 in the aspirin group
(0.94); clopidogrel (0.96); and DLBS1033 (0.99), are all statistically no significant difference (p=0.154).
Barthel Index score changes in the aspirin group, the initial examination (81.43); 90th day (96.55); delta
(15.12). Clopidogrel group, the initial examination (73.57); 90 th day (91.55); delta (17.98). DLBS1033
group, the initial examination (71.55); 90 th day (94.64); delta (23.09). Changes in functional outcome
scores were not statistically significant (p=0.098).
Change scores SSGM changes in the aspirin group, the initial examination (32.05); 90th day (35.79);
delta (3.74). Clopidogrel group, the initial examination (29.64); 90 th day (33.90); delta (4.26). DLBS1033
group, the initial examination (28.52); 90 th day (35.50); delta (6.98). Changes in clinical outcome scores
were statistically significant (p=0.002).
Conclusion: The results of the examination of the PTT, APTT and INR were no significant differences
between the aspirin, clopidogrel and DLBS1033. On the 90th day of the examination for the aspirin,
clopidogrel and DLBS1033, all are statistically significant improvement of clinical outcomes, such as
increased scores SSGM. In group DLBS1033 increase higher than the other groups.
Keywords: differences of bleeding profile, DLBS1033, cohort design, double blind randomized clinical
trial.

Latar Belakang

Prinsip dasar stroke iskemik adalah terjadinya aterosklerotrombosis. Secara


histopatologis akan didapatkan tanda-tanda degenerasi pada tunika muskularis dinding arteri
juga pada tunika intima atau endotel tampak adanya proliferasi. Mekanisme terjadinya
aterosklerotrombosis dimulai dengan adanya ruptur plak arteri, aktivasi kaskade pembekuan
dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah otak mendadak berkurang. Hal ini terjadi
pada plak arteri yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque), fase ini
disebut sebagai fase plaque disruption.1,2

Trombus adalah bekuan darah yang menempel pada dinding vaskuler, hal ini terjadi
oleh karena endotel mengalami disfungsi maupun cedera (endothel injured). Adanya cedera ini
akan menyebabkan platelet melakukan adhesi dan selanjutnya dengan perantaraan faktor-faktor
koagulasi akan terjadi agregasi platelet sehingga terbentuklah bekuan darah dengan komponen
utamanya adalah platelet. Adanya trombus yang masih melekat pada dinding vasa ini akan
mengakibatkan gangguan aliran darah oleh karena trombus tersebut berpotensi untuk terus
membesar dan mempersempit lumen, dilain pihak trombus tersebut juga berpotensi untuk lepas
menjadi embolus platelet.3

Secara garis besar pembentukan trombus melalui tiga jalur, yaitu jalur faktor jaringan
(tissue factor pathway), jalur kolagen (Collagen pathway) dan aktivasi platelet. Dinding vasa
darah dengan lapisan dalamnya yaitu endotel, merupakan komponen yang terpenting untuk
pemeliharaan vaskulatur vasa darah. Pada endotel terdapat tiga tromboregulator, yaitu
nitrikoksida, prostasiklin, dan ectonucleotidase CD39, yang bersama-sama memberikan
perlindungan terhadap pembentukan trombus. Kolagen yang terdapat didalam matriks
subendotel dan jaringan memfasilitasi pemeliharaan sistem peredaran darah yang bersifat
tertutup. Jika dinding vasa cedera atau lapisan endotel terganggu, maka kolagen dan faktor
jaringan terpapar aliran darah, sehingga menginisiasi pembentukan trombus. Kolagen yang
terpapar tersebut memicu terjadinya akumulasi dan aktivasi trombosit, sedangkan faktor
jaringan yang terkena akan menginisiasi pembentukan trombin, yang tidak hanya mengubah
fibrinogen menjadi fibrin tetapi juga mengaktifkan platelet.3

Pembentukan trombus melalui tissue factor, yaitu bahwa dinding vasa darah
membutuhkan protein disulfida isomerase (PDI) untuk menghasilkan fibrin. Tissue factor akan
menghasilkan trombin melalui jalur pembekuan darah. Platelet diambil dari dinding vasa, dan
interaksi antara masing-masing platelet dan aktivasi platelet dengan pemutusan trombin dari
reseptor protease (Par4). Selanjutnya pada jalur kolagen, adanya kerusakan lapisan endotel,
maka kolagen akan terpengaruh dan menyebabkan platelet mengalami pengendapan, trombin
tidak diperlukan untuk aktivasi platelet dalam jalur ini. Selanjutnya aktivasi platelet dipantau
oleh mobilisasi kalsium.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada sel-sel endotel yang melapisi dinding vasa
darah akan mengubah sifat alamiah sel endotel yang semula antitrombotik menjadi bersifat
protrombotik. Dalam keadaan normal, trombosit tidak dapat menempel pada lapisan endotel
yang memiliki molekul anti-adhesi seperti prostasiklin, nitrikoksida (NO), dan asam 13-
hidroksioktadekanoat. Sel endotel memproduksi prostasiklin yang merupakan inhibitor
trombosit. NO selain menjaga irama vaskular juga mencegah terjadinya oksidasi lipoprotein,
juga aktivator plasminogen dan penghambat plasminogen juga diproduksi dan disekresi.4
Terdapat juga tempat pengikatan faktor-faktor koagulasi di lapisan endotel dan permukaannya
akan memicu terjadinya koagulasi. Proses pembekuan di jalur intrinsik mulai dari faktor XIa
sampai pembentukan fibrin dilakukan di permukaan sel endotel.5 Setelah plak mengalami
ruptur maka tissue factor dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa
complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi
trombin yang banyak. Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan
pembentukan trombus, fase ini disebut fase acute thrombosis.6

Fibrinolisis merupakan sistem pertahanan terhadap pembentukan trombus yang


disebabkan oleh deposit fibrin pada endotel pembuluh darah. Komponen fibrinolysis plasma
yang utama adalah Tissue-type Plasminogen Activator (t-PA) dan urokinase-type plasminogen

2
activator (u-PA). Pada proses fibrinolisis, plasminogen yang merupakan suatu proenzim
memegang peran penting. Plasminogen akan diaktifkan menjadi plasmin oleh t-PA dan u-PA,
bertanggung jawab dalam proses fibrinolisis. Plasmin adalah suatu enzim yang bertanggung
jawab terhadap degradasi fibrin, dibentuk pada saat plasminogen dipecah oleh t-PA atau u-PA
pada permukaan fibrin. Plasminogen maupun t-PA melekat pada fibrin, dimana proses ini akan
memfasilitasi aktivasi dari plasminogen maupun degradasi fibrin.7

Menurut Bansal et al.8 fibrinolitik terjadi oleh karena aktivator plasminogen


menyebabkan trombolisis dengan menghidrolisis ikatan peptida arginin-valin pada
plasminogen untuk membentuk enzim proteolitik aktif yaitu plasmin. Plasmin atau fibrinolisin
adalah suatu enzim proteolitik dengan spesifitas yang tinggi terhadap fibrin dan dapat memecah
fibrin, fibrinogen, faktor V dan faktor VIII, komplemen, hormon, serta protein lainnya. Plasmin
merupakan protease serin yang bertanggungjawab terhadap proses penguraian fibrin dan
fibrinogen, berada didalam sirkulasi darah dalam bentuk zymogen inaktif, yaitu plasminogen,
dan setiap plasmin dengan jumlah sedikit yang terbentuk dalam fase cair pada kondisi
fisiologik dengan cepat akan dihilangkan aktivitasnya oleh inhibitor plasmin yang bekerja
cepat, yaitu α2-antiplasmin (α2-plasmin inhibitor).

Terdapat bukti bahwa manusia menggunakan cacing tanah sebagai terapi sudah
dilakukan beberapa abad yang lalu, pada tahun 1980 peneliti dari Jepang melarutkan fibrin
dengan suatu enzim yang diekstraksi dari cacing Lumbricus rubellus, dan didapatkan bahwa
enzim tersebut terdiri dari enam-enzim proteolitik, dan secara kolektif dinamakan
lumbrokinase.9 Lumbrokinase merupakan kelompok enzim protease fibrinolitik yang bekerja
secara ganda dalam menghidrolisis fibrin atau fibrinogen dan sekaligus menstimulasi
plasminogen menjadi plasmin. Plasminogen activator (e-PA) pada lumbrokinase mirip dengan
tissue plasminogen activator (t-PA), sehingga memungkinkan adanya aktivitas trombolitik
terhadap keberadaan fibrin, dan lumbrokinase memiliki keunggulan tidak menyebabkan
perdarahan yang berlebihan.10

Mekanisme lumbrokinase adalah dengan memproteolisis fibrin dan fibrinogen, juga


menghidrolisis protein plasma termasuk plasminogen dan albumin. Enzim-enzim yang terdapat
didalam lumbrokinase memiliki aktivitas fibrinolitik yang sangat kuat, dan stabil pada kisaran
pH yang luas, dan menunjukkan stabilitas yang besar terhadap inaktivasi suhu dan degradasi.
Lumbrokinase terbukti secara signifikan dapat diangkut melalui epitel intestinal, bahkan pada
individu sehat.11 Lumbrokinase tidak mempengaruhi pemeriksaan profil perdarahan, misalnya
protrombin time (PT) atau activated partial thromboplastin time (APTT), sehingga tidak
mempengaruhi nilai International Normalized Ratio (INR). Namun demikian pemberian
lumbrokinase tetap harus selalu dimonitor profil perdarahannya.11

Pada penelitian ini lumbrokinase yang digunakan adalah DLBS1033. DLBS1033


adalah ekstrak protein bioaktif yang terdapat pada cacing Lumbricus rubellus dan telah dikenal
memiliki aktivitas antitrombotik/ trombolitik.12 Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan
hemostasis, yaitu PTT, APTT, dan INR. Jalur intrinsik dipicu oleh kontak antara faktor XII
dengan permukaan asing, dan pemeriksaan PTT dan APTT adalah yang terbaik untuk jalur ini.
Selanjutnya kedua jalur tersebut akhirnya bersama-sama mengaktifasi faktor X, dan disebut
sebagai jalur bersama.13 Hasil pemeriksaan PT, PTT atau APTT dapat membantu lokasi
kelainan dalam skema koagulasi untuk diagnosis kelainan koagulasi.14

Pemeriksaan APTT digunakan untuk monitoring pemberian antikoagulan terhadap


darah. APTT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika lebih
dari 7 detik dari nilai normal, pemanjangan ini dianggap abnormal. Nilai normal pemeriksaan
APTT adalah 20-35 detik. Pemeriksaan PTT dilakukan terutama untuk menentukan apakah

3
pemberian heparin sudah efektif, atau juga dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan
pembekuan setelah pemberian low molecular weight heparin, nilai normal PTT adalah 30
sampai 45 detik. Pemanjangan nilai PTT bisa terjadi pada pemberian antikoagulan, penyakit
hepar, lupus dan penyakit lain yang disebabkan kekurangan faktor-faktor koagulasi.14

Pemeriksaan INR digunakan untuk memastikan hasil pemeriksaan PT adalah sama


diantara laboratorium satu dengan yang lain, karena hasil pemeriksaan PT sering mempunyai
nilai yang berbeda dan PT diukur dalam detik. Pasien dalam terapi pemberian antikoagulan
diharapkan nilai INR nya adalah 2-3, bila terdapat risiko tinggi terbentuk bekuan, maka nilai
ideal INR adalah 2,5-3,5. Pasien dikatakan mengalami hiperkoagulasi, bila pada pemeriksaan
hemostasis didapatkan salah satu atau lebih kelainan hemostasis berikut ini, yaitu pemendekan
PT (<0,8 kali kontrol), peningkatan aktivitas protrombin (>130%), penurunan INR (<0,9),
pemendekan APTT (<0,8 kali kontrol), atau peningkatan D-dimer (>500 ng/dL).

Pasien stroke pasca serangan akut harus bisa melakukan aktivitas sehari-hari (Activity
Daily Living) secara mandiri tergantung dari tingkat kecacatannya, indeks Barthel merupakan
alat ukur outcome fungsional yang banyak dipakai dan mempunyai kualitas yang baik.15 Indeks
Barthel berupa daftar penilaian kemandirian yang terdiri dari 10 fungsi dalam kegiatan fisik
sehari-hari penderita cacat, termasuk kecacatan akibat stroke dan pelaksanaannya secara
anamnesis dan atau observasi. Nilai 100 berarti pasien mandiri, nilai <60 pasien mempunyai
ketergantungan berat, dan nilai <20 pasien mempunyai ketergantungan total.16,17

Pemeriksaan untuk outcome klinik neurologik adanya tanda dan gejala pada pasien
stroke dapat dirumuskan dalam skala pemeriksaan stroke. Pada penelitian ini skala stroke yang
digunakan adalah Skala Stroke Gadah Mada (SSGM).18 SSGM mempunyai rentang nilai antara
0 (nilai minimal) sampai dengan 38 (nilai maksimal). Batas nilai Skala Stroke Gadah Mada
adalah; jika >23 berarti mempunyai defisit neurologis ringan sampai sedang, dan jika nilai <23
berarti mempunyai defisit neurologik yang berat.18

Namun demikian terdapat beberapa prediktor yang dapat mempengaruhi outcome


stroke. Sejumlah prediktor telah diteliti pada berbagai studi sebelumnya mencakup usia, skor
NIHSS (National Institute Of Health Stroke Scale) awal, tipe stroke, riwayat stroke, diabetes,
disabilitas sebelumnya, penyakit jantung, demensia, status sosioekonomik, penanda derajad
keparahan stroke, demam, undernutrition, hiperglikemia, tempat dirawat (unit stroke atau
bangsal), dan hasil pemeriksaan pencitraan.19,20,21,22,23,24,25

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan profil perdarahan,
outcome fungsional dan klinis pasien stroke iskemik dengan pemberian aspirin, clopidogrel,
dan DLBS1033.

Metode Penelitian

Penelitian mempergunakan rancangan kohort dengan uji klinik acak buta ganda
perbedaan profil perdarahan, outcome fungsional dan klinis pasien stroke iskemik dengan
pemberian aspirin 80 mg, clopidogrel 75 mg, dan DLBS1033 490 mg. Subjek diambil dari
pasien stroke iskemik yang dirawat di Unit Stroke dan Bangsal Saraf RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta, dan diagnosis stroke iskemik ditegakkan dengan pemeriksaan CT Scan kepala.

Kriteria terpakai pada penelitian ini adalah; (1) semua pasien stroke, baik laki-laki
maupun perempuan yang dengan pemeriksaan CT Scan kepala dinyatakan sebagai stroke non
perdarahan, (2) onset serangan kurang atau sama dengan 24 jam, (3) bertempat tinggal pada

4
radius 100 km dari RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, dan (4) bersedia diikutkan dalam penelitian
dengan menandatangani informed consent.

Selanjutnya sebagai kriteria tidak terpakai adalah; (1) stroke ulang, (2) Transient
Ischemic Attack (TIA), (3) pasien dengan riwayat penggunaan secara rutin obat-obat
antiagregasi, (4) stroke perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid, (5) pasien
maupun keluarganya tidak mengetahui kapan muncul tanda dan gejala stroke tersebut mulai,
(6) pasien yang mempunyai riwayat gangguan hemostasis, (7) pasien dengan riwayat dilakukan
tindakan pembedahan dalam 6 bulan terakhir atau akan dilakukan tindakan pembedahan, (8)
pasien yang mengalami gagal ginjal, gangguan fungsi hepar, didapatkan tanda-tanda sepsis
maupun SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome), dan (9) pasien dengan penurunan
kesadaran atau perburukan pada fase akut.

Penelitian ini akan dihentikan apabila pada subjek didapatkan tanda-tanda; (1) pasien
yang dalam perjalanan kliniknya mengalami penurunan kesadaran atau defisit neurologis yang
lain, (2) pasien yang mempunyai riwayat efek samping obat yang diberikan selama penelitian,
misalnya adalah gatal, mual dan muntah, nyeri kepala berat, serta munculnya tanda-tanda
perdarahan, dan (3) pasien yang dalam rentang waktu mengikuti penelitian ternyata menderita
penyakit atau mengalami gangguan fisik (misalnya penyakit-penyakit didapat yang
mempengaruhi profil perdarahan atau mengalami kecelakaan sehingga pasien menderita luka
berat).

Formulasi perhitungan jumlah sampel yang dibutuhkan, karena outcome-nya berupa


hasil pengukuran profil perdarahan (PTT, APTT, INR) yang bersifat kontinyu, maka digunakan
rumus perhitungan besar sampel dari Sastroasmoro dan Ismael,26 dan didapatkan untuk masing-
masing perlakukan adalah 43 orang, sehingga jumlah sampel total adalah 129.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian aspirin, clopidogrel, dan
DLBS1033. Sedangkan variabel tergantung adalah nilai INR, PTT, APTT, nilai Indeks Barthel
dan nilai Skala Stroke Gadjah Mada. Variabel perancu adalah umur, status jender, tekanan
darah, kadar gula darah, jumlah lekosit, dan profil lipid, dan riwayat merokok.

Pasien stroke iskemik baru yang memenuhi kriteria penelitian dan bersedia
menandatangani inform consent, dimasukkan dalam penelitian dengan cara randomisasi.
Berdasarkan randomisasi tersebut selanjutnya dilakukan pengambilan darah puasa minimal 6
jam untuk pemeriksaan darah rutin dan kimia darah. Pemeriksaan darah rutin berupa
pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah lekosit, jumlah trombosit, INR, PTT dan APTT,
sedangkan pemeriksaan kimia darah meliputi kadar gula darah puasa, profil lipid, ureum,
kreatinin, asam urat.

Pada pasien tersebut tetap diberikan terapi standar manajemen stroke pada fase akut.
Terapi standar untuk menejemen stroke iskemik akut yang digunakan di Unit Stroke RSUP Dr
Sardjito adalah; (1) pasien dengan hipertensi diberikan valsartan 80/160 mg per hari dan/ atau
furosemid 40 mg per hari atau amlodipin 5/10 mg per hari, (2) pasien dengan Diabetes Melitus
diberikan insulin injeksi, (3) pasien dengan dislipidemia diberikan simvastatin 20 mg per hari,
dan (4) semua pasien stroke iskemik akut diberikan citicoline 2x1000 mg per hari sampai klinis
membaik. Sedangkan untuk subjek penelitian yang pulang, disamping diberikan obat-obat
untuk penelitian, juga diberikan obat-obat untuk mengendalikan faktor risiko, misalnya obat-
obat antihipertensi, insulin maupun obat antikolesterol.

Aspirin, clopidogrel dan DLBS1033 dengan sistem acak buta ganda diberikan langsung
kepada masing-masing subjek penelitian setelah masuk di Unit Stroke dan diberikan selama 90

5
hari (3 bulan). Masing-masing obat tersebut diberikan dengan dosis sebagai berikut; aspirin 1
kali 80 mg, clopidogrel diberikan satu kali 75 mg, dan DLBS1033 diberikan 3 kali 490 mg.
Sebelum pemberian obat-obat tersebut, dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data tentang
perjalanan klinik terjadinya serangan stroke iskemik berdasarkan formulir yang sudah
disediakan kemudian dilakukan penilaian Indeks Barthel dan skor SSGM.

Selanjutnya pada kontrol bulan ke-2, subjek diberi pengantar untuk pemeriksaan INR,
PTT dan APTT yang kedua, dan subjek diminta untuk pemeriksaan tersebut pada 2 hari
sebelum kontrol pada bulan ke-3. Pada hari ke-90 (3 bulan) setelah subjek penelitian
dipulangkan dari RSUP Dr Sardjito, subjek diminta untuk kontrol di Unit Stroke RSUP Dr
Sardjito dan dilakukan pemeriksaan seperti pada waktu pertama kali dilakukan, yaitu Indeks
Barthel dan SSGM. Semua hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis,
pemeriksaan INR, PTT dan APTT yang sudah dilakukan hasilnya dicatat dalam catatan
masing-masing subjek penelitian.

Untuk menjamin bahwa obat-obat penelitian telah diberikan, maka subjek diberi
catatan tentang kapan mulai diberikan dan dosis yang diberikan, yaitu aspirin diminum 1 kali
80 mg perhari, clopidogrel diminum 1 kali 75 mg, dan DLBS1033 diminum 3 kali 490 mg
perhari, waktu pemberian sesudah makan, serta siapa yang memberikan. Setelah 90 hari (3
bulan) ketiga obat tersebut dihentikan dan dilanjutkan dengan terapi standar untuk stroke
iskemik sesuai formularium KSM Saraf RSUP Dr Sardjito. Pada subjek juga dimonitor dan
dicatat adanya keluhan atau kejadian yang tidak diinginkan setelah pemberian obat-obat
penelitian tersebut.

Hasil guna pemberian obat-obat penelitian sebagai antiagregasi dan adanya perbaikan
perjalanan klinik stroke iskemik dengan menghitung perbedaan mean nilai INR, PTT, APTT,
nilai Indeks Barthel, dan nilai Skala Stroke Gadjah Mada pada masing-masing obat penelitian
(aspirin, clopidogrel, DLBS1033) dari saat masuk hingga hari ke-90.

Keluaran dalam penelitian ini adalah nilai INR, PTT, APTT, Indeks Barthel dan SSGM
berupa data kontinyu, sehingga analisis statistik yang digunakan adalah t-test (jika distribusi
data masing-masing kelompok normal), untuk karakteristik demografi baseline antara kedua
kelompok dianalisis dengan X2 (Chi-square), terutama untuk variabel kategorikal seperti jenis
kelamin. Tingkat kemaknaan yang dipergunakan 0,05 atau tingkat kepercayaan 95% (p<0,05),
dengan power 80%, analisis statistik digunakan program statistik SPSS for Window versi 10.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di Unit Stroke dan Bangsal Saraf RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta sejak bulan Juni 2011 sampai dengan September 2013. Besar sampel yang
terkumpul dalam penelitian ini sebanyak 129 subjek, yang terdiri dari 43 subjek adalah pasien
stroke iskemik yang diterapi dengan aspirin, 43 subjek diterapi dengan clopidogrel, dan 43
subjek diterapi dengan DLBS1033, namun demikian pada masing-masing perlakuan terdapat 1
subjek yang tidak melanjutkan penelitian, sehingga jumlah total subjek adalah 126.

Pemeriksaan standar untuk menegakkan diagnosis stroke dilakukan dengan CT Scan


kepala, selanjutnya untuk mengetahui profil perdarahan dilakukan pemeriksaan PTT, APTT
dan INR, untuk mengetahui outcome fungsional dilakukan pemeriksaan Indeks Barthel, dan
untuk outcome kliniknya dilakukan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada.

Selama kurun waktu penelitian, subjek yang memenuhi kriteria penelitian dikumpulkan
secara berurutan sesuai dengan waktu kedatangan pasien (concecutive). Karakteristik umum

6
subjek penelitian seperti demografi (umur dan status jender), tekanan darah (sistolik dan
diastolik), kimia darah (BUN, kreatinin, kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL, glukosa) dan
jendela terapi pada semua subjek dapat dilihat pada Tabel 1.

Karakteristik umum subjek penelitian diperoleh melalui analisis deskriptif terhadap 126
subjek. Jumlah subjek yang diterapi dengan aspirin, clopidogrel maupun DLBS1033 adalah
sama, masing-masing 42 subjek. Pada tabel 1 diperlihatkan bahwa pada kelompok aspirin
rerata umur adalah 58,81 (SD+9,40) tahun, kelompok clopidogrel adalah 62,45 (SD+10,54)
tahun dan pada kelompok DLBS1033 adalah 61,29 (SD+8,73) tahun, dengan p=0,210.

Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian

Variabel (rerata) Aspirin Clopidogrel DLBS1033 p


Umur (tahun): 58,81 + 9,40 62,45 + 10,54 61,29 + 8,73 0,210
Status Jender:
- Laki-laki 31 (73,8%) 29 (69,0%) 31 (73,8%) 0,854
- Perempuan 11 (26,2%) 13 (31,0%) 11 (26,2%)
Jendela terapi 25,26 + 32,85 23,24 + 26,75 33,52 + 47,41 0,399
Tekanan Darah Awal (mmHg):
- Sistolik 166,90 + 35,97 162,74 + 26,09 168,45 + 29,39 0,570
- Diastolik 98,69 + 18,45 93,93 + 11,77 95,60 + 13,58 0,356
Skor Indeks Barthel Awal 81,43 + 23,07 73,57 + 28,14 71,55 + 27,42 0,262
Skor SSGM Awal 32,05 + 5,66 29,64 + 7,37 28,52 + 6,67 0,030
Laboratorium:
- Glukosa Darah Puasa 143,36 + 68,44 144,36 + 80,23 141,74 + 69,03 0,927
- Hemoglobin 14,58 + 1,52 13,88 + 1,76 14,28 + 1,57 0,365
- Kolesterol Total 226,21 + 43,84 217,69 + 48,02 214,28 + 45,61 0,222
- HDL 42,81 + 9,36 43,71 + 11,96 44,41 + 9,99 0,876
- LDL 160,08 + 36,74 140,79 + 35,63 142,24 + 32,03 0,044
- Trigliserida 173,40 + 90,83 154,17 + 80,92 147,27 + 61,66 0,559
- BUN 13,10 + 3,93 12,55 + 3,18 12,80 + 3,07 0,908
- Kreatinin 1,23 + 0,70 1,17 + 0,41 1,09 + 0,51 0,766
- Asam Urat 6,48 + 1,42 6,20 + 1,72 6,50 + 1,50 0,748
- PTT 12,98 + 1,22 13,07 + 1,15 13,09 + 1,29 0,866
- APTT 29,66 + 1,22 29,39 + 3,39 29,65 + 4,73 0,978
- INR 0,94 + 0,16 0,93 + 0,13 0,97 + 0,15 0,545

Pada tabel 1 juga diperlihatkan bahwa pada semua kelompok jumlah laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan, yaitu pada kelompok aspirin jumlah laki-laki 31
(73,8%) dan perempuan 11 (26,2%), pada kelompok clopidogrel laki-laki 29 (69%) dan
perempuan 13 (31%), sedangkan pada kelompok DLBS1033 didapatkan laki-laki 31 (73,8%)
dan perempuan 11 (26,2%), dengan p=0,854.

Selanjutnya adalah jendela terapi, diperlihatkan bahwa pada kelompok aspirin 25,26
(SD+32,85) jam, kelompok clopidogrel 23,24 (SD+26,75) jam, dan pada kelompok DLBS1033
sebesar 33,52 (SD+47,41) jam, dengan p=0,399. Selanjutnya pada variabel tekanan darah
sistolik awal diperlihatkan bahwa pada kelompok aspirin didapatkan rerata 166,90 (SD+35,97)
mmHg, kelompok clopidogrel 162,74 (SD+26,09) mmHg, dan pada kelompok DLBS1033
didapatkan 168,45 (SD+29,39) mmHg, dengan p=0,570. Pada tekanan darah diastolik awal
didapatkan pada kelompok aspirin 98,69 (SD+18,45) mmHg, kelompok clopidogrel 93,93
(SD+11,77) mmHg, dan pada kelompok DLBS1033 didapatkan 95,60 (SD+13,58) mmHg,
dengan p=0,356.

7
Pada tabel 1 juga diperlihatkan hasil penilaian outcome fungsional stroke dengan
pemeriksaan Indeks Barthel awal, pada kelompok aspirin didapatkan 81,43 (SD+23,07),
kelompok clopidogrel 73,57 (SD+28,14), dan pada kelompok DLBS1033 didapatkan 71,55
(SD+27,42), dengan p=0,262. Sedangkan hasil dari pemeriksaan outcome klinis yaitu skor
SSGM awal, didapatkan pada kelompok aspirin 32,05 (SD+5,66), kelompok clopidogrel 29,64
(SD+7,37), dan pada kelompok DLBS1033 sebesar 28,52 (SD+6,67), dengan p=0,030.

Kemudian pada tabel 1 juga diperlihatkan hasil pemeriksaan PTT awal, yaitu pada
kelompok aspirin sebesar 12,98 (SD+1,22), selanjutnya pada kelompok clopidogrel 13,07
(SD+1,15) dan pada kelompok DLBS1033 adalah 13,09 (SD+1,29) dengan p=0,866. Hasil
pemeriksaan APTT awal didapatkan pada kelompok aspirin sebesar 29,66 (SD+1,22),
kemudian pada kelompok clopidogrel 29,39 (SD+3,39) dan pada kelompok DLBS1033 adalah
29,65 (SD+4,73) dengan p=0,978. Selanjutnya hasil pemeriksaan INR awal, pada kelompok
aspirin 0,94 (SD+0,16), kemudian pada kelompok clopidogrel 0,93 (SD+0,13) dan pada
kelompok DLBS1033 sebesar 0,97 (SD+0,15) dengan p=0,545.

Untuk mengurangi kerancuan yang mungkin terjadi, karakteristik dasar subjek antara
ketiga kelompok tersebut harus homogen. Pada penelitian ini, karakteristik dasar subjek dapat
dianggap homogen karena nilai p>0,05 dari semua karakteristik (Tabel 1), yaitu pada semua
variabel terdapat perbedaan yang tidak bermakna. Berarti pada ketiga kelompok tersebut
terdapat homogenitas, sehingga hasil pemeriksaan selanjutnya layak untuk diperbandingkan.

Tabel 2. Perbedaan retara profil perdarahan terhadap semua kelompok pada pemeriksaan awal
dan hari ke-90

Profil Rerata hasil pemeriksaan awal Rerata hasil pemeriksaan hari ke-90
P p
perdarahan Aspirin Clopidogrel DLBS1033 Aspirin Clopidogrel DLBS1033
- PTT 12,98 13,07 13,09 0,866 12,36 12,53 12,67 0,788
- APTT 29,66 29,39 29,65 0,978 29,59 29,96 30,54 0,619
- INR 0,94 0,93 0,97 0,545 0,94 0,96 0,99 0,154

Tabel 2 diperlihatkan hasil pemeriksaan PTT awal, yaitu pada kelompok aspirin
sebesar 12,98; clopidogrel 13,07; dan DLBS1033 sebesar 13,09; dan secara statistik
diperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna diantara ketiganya (p=0,866). Hasil pemeriksaan
APTT awal didapatkan pada kelompok aspirin sebesar 29,66; clopidogrel 29,39; dan
DLBS1033 sebesar 29,65; dan secara statistik juga diperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna
diantara ketiganya (p=0,978). Selanjutnya adalah hasil pemeriksaan INR awal, pada kelompok
aspirin 0,94; clopidogrel 0,93; dan DLBS1033 sebesar 0,97; dan secara statistik juga
diperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna diantara ketiganya (p=0,545).

Pada tabel 2 diperlihatkan juga perbedaan rerata profil perdarahan terhadap semua
kelompok pada pemeriksaan hari ke-90. Tampak bahwa perubahan nilai PTT terhadap
kelompok yang diberi aspirin sebesar 12,36; clopidogrel 12,53; dan DLBS1033 sebesar 12,67;
dan secara statistik diperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna diantara ketiganya (p=0,788).
Kemudian perubahan nilai APTT terhadap kelompok yang diberi aspirin 29,59; clopidogrel
29,96; dan DLBS1033 sebesar 30,54; secara statistik juga diperlihatkan tidak ada perbedaan
yang bermakna diantara ketiganya (p=0,619).

Selanjutnya perubahan nilai INR terhadap kelompok yang diberi aspirin adalah 0,94;
clopidogrel 0,96; dan DLBS1033 sebesar 0,99; secara statistik ketiganya juga diperlihatkan
tidak ada perbedaan yang bermakna (p=0,154). Pada gambar 1 memperlihatkan perbedaan
profil perdarahan terhadap semua kelompok pada pemeriksaan awal dan hari ke-90.

8
Gambar 1. Perbedaan profil perdarahan terhadap semua kelompok pada pemeriksaan awal dan
hari ke-90

Tabel 2 diperlihatkan hasil pemeriksaan PTT, APTT maupun INR awal secara statistik
diperlihatkan tidak ada perbedaan bermakna diantara kelompok aspirin, clopidogrel maupun
DLBS1033, demikian juga terhadap hasil pemeriksaan hari ke-90 bahwa secara statistik tidak
ada perbedaan bermakna diantara ketiganya. Hal tersebut membuktikan bahwa pemberian
aspirin, clopidogrel maupun DLBS1033 selama 90 hari aman dan tidak dijumpai adanya
pemanjangan nilai profil perdarahan.

Hasil dari penelitian ini berbeda dengan penelitian Tamura et al.,27 dilaporan bahwa
pemberian aspirin dikaitkan dengan komplikasi perdarahan, kecuali pada INR yang sebelumnya
sudah meningkat. Sedangkan pada pemberian clopidogrel, kecuali pada INR yang sebelumnya
sudah meningkat, didapatkan adanya pemanjangan waktu protrombin, INR yang abnormal dan
pemanjangan aktivasi waktu parsial tromboplastin (APTT) (data statistik tidak ditampilkan).

Selanjutnya terdapat laporan tentang pemberian clopidogrel pada pasien infark


serebelum yang dapat menyebabkan Acquired hemofilia A (AHA), dengan gambaran klinis
yang tidak diketahui. AHA adalah gangguan perdarahan langka yang disebabkan oleh
autoantibodi terhadap faktor VIII (FVIII), yaitu terjadinya pemanjangan aktivasi waktu parsial
tromboplastin (APTT).28

Pada tabel 3 diperlihatkan perbedaan rerata skor outcome fungsional dan klinis untuk
semua kelompok pada pemeriksaan awal dan hari ke-90. Perubahan rerata skor outcome
fungsional berupa Indeks Barthel pada kelompok yang diberi aspirin, yaitu pada pemeriksaan
awal sebesar 81,43; pada hari ke-90 meningkat menjadi 96,55 dengan selisih nilai (delta)
sebesar 15,12. Demikian juga pada kelompok yang diberi clopidogrel diperlihatkan pada

9
pemeriksaan awal sebesar 73,57; pada hari ke-90 meningkat menjadi 91,55 dengan delta
sebesar 17,98.

Tabel 3. Perubahan rerata skor outcome fungsional dan klinis pada semua kelompok pada
pemeriksaan awal dan hari ke-90

Outcome Klinis Awal Hari ke-90 Delta p


Skor Indeks Barthel:
- Aspirin 81,43 96,55 15,12
- Clopidogrel 73,57 91,55 17,98 0,098
- DLBS1033 71,55 94,64 23,09
Skor SSGM:
- Aspirin 32,05 35,79 3,74
- Clopidogrel 29,64 33,90 4,26 0,002
- DLBS1033 28,52 35,50 6,98

Selanjutnya untuk kelompok yang diberi DLBS1033, pada pemeriksaan awal


didapatkan sebesar 71,55; pada hari ke-90 meningkat menjadi 94,64 dengan delta sebesar
23,09. Namun demikian rerata perubahan skor outcome fungsional berdasarkan hasil
pemeriksaan Indeks Barthel secara statistik tidak bermakna dengan p=0,098. Walaupun secara
statistik tidak bermakna, delta (selisih nilai) diantara ketiga kelompok tersebut diperlihatkan
bahwa pada kelompok yang diberi DLBS1033 mempunyai angka yang lebih tinggi yaitu
sebesar 23,09.

Gambar 2. Perbedaan pengaruh pemberian aspirin, clopidogrel dan DLBS1033 terhadap


outcome fungsional berdasarkan pemeriksaan Indeks Barthel.

Gambar 2 diperlihatkan berdasarkan pemeriksaan Indeks Barthel pada hari ke-90 untuk
kelompok yang diberi aspirin, clopidogrel maupun DLBS1033, ketiganya terjadi peningkatan
skor Indeks Barthel, namun demikian peningkatan tersebut secara statistik tidak bermakna.
Walaupun tidak bermakna, diperlihatkan bahwa pada kelompok yang diberi DLBS1033
mempunyai kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang diberi aspirin
maupun clopidogrel.

Perbedaan rerata skor outcome fungsional berdasarkan hasil pemeriksaan Indeks


Barthel di awal dan hari ke-90 untuk semua kelompok secara statistik tidak bermakna. Terdapat
beberapa faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut, antara lain adalah; (1) variabilitas skor
indeks Barthel saat masuk, (2) peran keluarga terhadap motivasi aktivitas fisik maupun psikis

10
kepada subjek selama di rumah, dan (3) adanya perbedaan aktivitas kemandirian subjek selama
dirumah.

Ketidakmaknaan dari hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa penelitian
lainnya. Dilaporkan oleh De Keyser et al.,29 tentang hubungan antara tingkat keparahan stroke
yang diukur berdasarkan skala Mathew dan Indeks Barthel terhadap pasien yang diberi aspirin
dosis rendah (100 mg atau 200 mg perhari) sebelum stroke dengan yang tidak diberi aspirin,
dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat keparahan stroke awal,
kejadian kematian pada hari ke-21, maupun kecacatan pada kedua kelompok tersebut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan aspirin dosis rendah sebelum stroke iskemik
tidak mempengaruhi tingkat keparahan stroke maupun outcome awal stroke.

Demikian juga dilaporkan oleh Ricci et al.,30 bahwa tidak ditemukan bukti adanya
hubungan antara penggunaan aspirin sebelum stroke dengan tingkat keparahan stroke awal.
Selanjutnya menurut Rist et al.,31 bahwa pemberian aspirin 100 mg setiap hari pada subjek
sebelum stroke secara signifikan dapat mengurangi risiko kejadian stroke iskemik dan serangan
vaskuler lainnya, tetapi tidak mempunyai pengaruh yang berbeda pada outcome fungsional
pada kejadian stroke.

Selanjutnya Diener et al.,32 melakukan penelitian pada pasien stroke iskemik untuk
kejadian berulang secara acak yang dilakukan pemberian aspirin 25 mg dan dipyridamole 200
mg dua kali sehari atau clopidogrel 75 mg sekali sehari, dan kelompok lainnya dengan
telmisartan 80 mg atau plasebo sekali per hari. Pasien dinilai dengan skala modified Rankin
(mRS) dan indeks Barthel setelah 3 bulan, sedangkan untuk fungsi kognitifnya dinilai dengan
Mini-mental State Examination (MMSE) setelah 4 minggu. Hasilnya didapatkan, tidak ada
peningkatan outcome fungsional maupun fungsi kognitif dengan pemberian aspirin dan
dipyridamole vs clopidogrel atau telmisartan dibandingkan dengan plasebo, dan disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan outcome fungsional maupun gangguan fungsi kognitif pada pasien
stroke iskemik diantara kedua kelompok antiplatelet tersebut, dan juga tidak dipengaruhi
pemberian telmisartan untuk mencegah stroke ulang.

Pada tabel 3 juga diperlihatkan perubahan rerata skor outcome klinis berupa skor
SSGM pada kelompok yang diberi aspirin, yaitu pada pemeriksaan awal sebesar 32,05; pada
hari ke-90 meningkat menjadi 35,79 dengan delta sebesar 3,74. Demikian juga pada kelompok
yang diberi clopidogrel diperlihatkan pada pemeriksaan awal sebesar 29,64; pada hari ke-90
meningkat menjadi 33,90 dengan delta sebesar 4,26. Selanjutnya untuk kelompok yang diberi
DLBS1033, pada pemeriksaan awal didapatkan sebesar 28,52; pada hari ke-90 meningkat
menjadi 35,50 dengan delta sebesar 6,98. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa
perubahan skor outcome klinis Skala Stroke Gadjah Mada secara statistik bermakna dengan
p=0,002. Delta (selisih nilai) diantara ketiga kelompok tersebut diperlihatkan juga bahwa pada
kelompok yang diberi DLBS1033 mempunyai angka yang lebih tinggi yaitu 6,98.

Gambar 3 diperlihatkan pada hari ke-90 untuk kelompok yang diberi aspirin,
clopidogrel maupun DLBS1033 secara bermakna didapatkan adanya perbaikan outcome klinis
(p=0,002); yaitu pada ketiga kelompok tersebut terjadi peningkatan skor SSGM. Diperlihatkan
juga bahwa pada kelompok yang diberi DLBS1033 peningkatannya lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok yang diberi aspirin maupun clopidogrel.

11
Gambar 3. Perbedaan pengaruh pemberian aspirin, clopidogrel dan DLBS1033 terhadap
outcome klinik berdasarkan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM)

Hasil dari penelitian ini mendukung beberapa hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa pemberian antiplatelet pada pasien setelah serangan stroke iskemik akut
dapat mempengaruhi outcome klinik. Meskipun efikasi aspirin dalam mengurangi kejadian
stroke sudah jelas, akan tetapi perannya dalam hal mengurangi tingkat keparahan stroke masih
diperdebatkan. Wilterdink et al.,33 melakukan penelitian dengan membandingkan tingkat
keparahan stroke antara pasien yang diberi aspirin dengan yang tidak diberi aspirin pada 7
sebelum stroke dan terdaftar pada Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST).
Penilaian outcome kliniknya dengan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dan
Supplementary Motor Examination (SME). Dilaporkan bahwa terdapat perbedaan distribusi
data dasar skor NIHSS yang secara statistik signifikan antara kelompok aspirin dengan
kelompok non aspirin (p=0,006), dengan persentase lebih besar pada sub kelompok stroke
ringan pada kelompok aspirin. Juga didapatkan adanya perbedaan yang signifikan, yaitu rata-
rata skor NIHSS lebih rendah pada kelompok aspirin (8,2) dibandingkan dengan kelompok non
aspirin (9,3) (p=0,003). Distribusi data dasar skor SME maupun rata-rata skor SME juga
memperlihatkan tingkat keparahan yang lebih rendah pada kelompok aspirin dibandingkan non
aspirin (masing-masing dengan p=0,048 dan p=0,004).

Hasil penelitian Wilterdink et al.,33 menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi


keparahan stroke. Terdapat beberapa mekanisme yang dapat memberikan alasan pengaruh
pemberian aspirin pada perbaikan klinis pasien stroke iskemik. Platelet sangat berperan dalam
menginisiasi proses trombotik dan merupakan proporsi terbesar volume trombus, pemberian
aspirin dapat membatasi ukuran dan perkembangan trombosis, dan kejadian emboli
berikutnya.34 Menurut Joseph et al.,35 pemberian aspirin dapat mengurangi mikroagregasi
platelet dan juga produk platelet-derived vasokonstriksi, seperti tromboksan A2, hal ini
selanjutnya dapat meningkatkan aliran darah pada mikrosirkulasi otak pada daerah penumbra
iskemik, dengan demikian dapat mengurangi cedera iskemik.

Selanjutnya menurut Chen et al.,36 dilaporkan bahwa pemberian aspirin jangka panjang
pada pasien pasca serangan stroke akut secara signifikan memperbaiki outcome klinik, yaitu
mengurangi risiko stroke ulang dan kematian di rumah sakit. Hasil dari penelitian ini berbeda
dengan laporan dari Rödén-Jüllig et al.,37 yang menyatakan bahwa aspirin tidak mempengaruhi
progresivitas stroke selama periode pengobatan (RR=0,95; 95%CI: 0,62-1,45), pada saat
dipulangkan, atau tiga bulan yang diukur dengan Scandinavian Stroke Supervision Scale.

12
Kemudian Meyer et al.,38 melaporkan bahwa jika dibandingkan dengan subjek kontrol,
pasien yang diberi loading clopidogrel 375 mg dan aspirin 325 mg secara signifikan lebih kecil
kemungkinannya untuk mengalami perburukan neurologis berdasarkan skor NIHSS (OR=17,2
dan p<0,002).

Dilaporkan oleh Ding et al.,39 berdasarkan penelitian multi senter dan prospektif studi
terhadap 1951 pasien stroke iskemik yang diberi antiplatelet, dan dinilai outcome kliniknya
dengan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS), disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pemberian antiplatelet dengan penurunan risiko semua
penyebab kematian dan kejadian stroke berulang setelah stroke iskemik pada pasien China.

Pada penelitian ini juga dilaporkan bahwa DLBS1033 secara bermakna dapat
memperbaiki outcome klinis (p=0,002); dengan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok yang diberi aspirin maupun clopidogrel. Terdapat suatu penelitian yang dapat
menjelaskan tentang hasil dari penelitian ini, yaitu oleh Trisina et al.,40 yang melakukan
penelitian untuk mengetahui mekanisme kerja dan efek ekstrak Lumbricus rubellus standar
yang dinamakan DLBS1033. Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa DLBS1033
mempunyai aktivitas fibrinogenolitik pada fibrinogen rantai α, β, dan γ, serta dapat
menginduksi antiplatelet agregasi dan memperpanjang waktu pembekuan darah, yang berarti
juga mempunyai sifat antitrombotik. Selain itu, sifat trombolitik dari DLBS1033 ditunjukkan
juga dengan aktivitas fibrinolitik cepat dan jangka panjang, sehingga sangat efektif melisiskan
bekuan darah.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat beberapa prediktor yang dapat
mempengaruhi outcome stroke,19,20,21,22,23,24,25 dan pada penelitian ini hanya difokuskan pada
skor Indeks Barthel dan SSGM, tanpa memperhatikan variabel lain yang memungkinkan dapat
mempengaruhi outcome, misalnya usia, skor NIHSS awal, riwayat stroke, demensia, status
sosioekonomik, penanda derajad keparahan stroke, demam, undernutrition, maupun tempat
dirawat (di unit stroke atau bangsal).

Kesimpulan

1. Hasil pemeriksaan profil perdarahan yaitu PTT, APTT maupun INR tidak ada perbedaan
bermakna diantara kelompok aspirin, clopidogrel maupun DLBS1033.
2. Outcome fungsional berdasarkan pemeriksaan indeks Barthel hari ke-90 untuk kelompok
aspirin, clopidogrel maupun DLBS1033 ketiganya terjadi peningkatan, tetapi
peningkatannya tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, kelompok DLBS1033
mempunyai kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya.
3. Outcome klinis berdasarkan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM) hari ke-90
untuk kelompok aspirin, clopidogrel maupun DLBS1033, ketiganya secara bermakna
terjadi peningkatan. Pada kelompok DLBS1033 peningkatannya lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Daftar Pustaka

1. Schulman, S.P., Fessler, H.E. Management of Acute Coronary Syndromes. Am. J Respir
Crit Care Med., 2001; 164: 917-922.
2. Singh, V. Critical Care Assessment and Management of Acute Ischemic Stroke. J Vasc
Interv Radiol., 2004; 15: S21–S27.
3. Furie, K.L., Kasner, S.E., Adams, R.J., Albers, G.W., Bush, R.L., Fagan, S.C., Halperin,
J.L., Johnston, S.C., Katzan, I., Kernan, W.N., Mitchell, P.H., Ovbiagele, B., Palesch,
Y.Y., Sacco, R.L., Schwamm, L.H., Wassertheil-Smoller, S., and Turan, T.N. Guidelines

13
for the Prevention of Stroke in Patients with Stroke or Transient Ischemic Attack, a
Guideline for Healthcare Professionals from the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke, 2011; 42:00-00.
4. Moro, M.A., Cardenas, A., Hurtado, O., Leza, J.C., and Lizasoain, I. Role of Nitric Oxide
after brain ischemia. Cell Calcium, 2004: 1-11.
5. Hale, L.P. and Owen, J. Thrombotic and hemorrhagic disorders. In: Hazzard, W.R.,
Blass, J.P., Ettinger, W.H., Halter, J.B., and Ouslander, .JG., Principles of Geriatric
Medicine and Gerontology. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 1999. p.933-47.
6. Littrell, K.A., and Kern, K.B. Acute Ischemic Syndromes. Adjunctive Therapy.
Cardiology Clinics, 2002; Vol 20, No. 1.
7. Maus, G.C., and Hajjar, K.A. Molecular mechanisms of fibrinolysis. British Journal of
Haematology, 2005; 129: 307-321.
8. Bansal, S., Sangha, K.S., and Khatri, P. Drug Treatment of Acute Ischemic Stroke. Am J
Cardiovasc Drugs., 2003; 13(1): 1-22.
9. Mihara, H., Sumi, H., Yoneta, T., Mizumoto, H., Ikeda, R., Seiki, M., and Maruyama, M.
A novel fibrinolytic enzyme extracted from the earthworm, lumbricus rubellus. Jpn J
Physiol., 1991; 41: 461-472.
10. Cho, I.H., Choi, E.S., Lim, H.G., and Lee, H.H. Purification and Characterization of Six
Fibrinolytic Serine-Proteases from Earthworm Lumbricus rubellus. Journ of Biochem
and Molecul Biology, 2004; 37(2): 199-205.
11. Zhang, H.Y. Clinical evaluation of treating acute ischemic cerebrovascular disease with
lumbrokinase. Capital Medicine, 2000; 7(3): 45-46.
12. Sukandar, E.Y., Anggadireja, K., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., and Tjandrawinata, R.R.
Toxicity studies of a bioactive protein with antithrombotic - thrombolytic activity,
DLBS1033. Drug and Chemical Toxicology, 2014; 37(1): 8-16.
13. Goodnight, S.H., and Hathaway, W.E. Disorder of haemostatis and thrombosis a clinical
guide. 2nd ed. New York: McGraw-Hill, 2001; page 23.
14. Root, R.K., and Jacobs, R. Septicemia and septic shock, in Wilson, J.D., Braunwald, E.,
Isselbacker, K.J., et al. Eds. Harison’s Principles of internal medicine. 16th ed. New York:
McGraw-Hill, 2005; pg: 502-7.
15. Shah, S., Vanclay, F., and Cooper, B. Improving the sensitivity of the Barthel Index for
stroke rehabilitation. J Clin Epidemiol., 1989; 42 (8): 703-9.
16. Barer, D.H., and Murphy, J.J. Scaling the Barthel: a 10-point hierarchical version of the
activities of daily living index for use with stroke patients. Clin Rehab,1993; 7(4): 271-
277.
17. Trombly, C.A., 1989. Evaluation of occupational performance task, in Trombly, C.A.
(ed). Occupational therapy for physical dysfunction, 3th ed. Williams & Wilkins,
Baltimore, 1989. pp. 377.
18. Lamsudin, R. Reliabilitas Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM) Pada Penderita Stroke.
Buku Pertemuan Ilmiah Tahunan Perdossi 1998, Malang.
19. Johnston, K.C., Wagner, D.P., Haley, E.C. Jr, and Connors, A.F. Jr. Combined clinical
and imaging information as an early stroke outcome measure. Stroke 2002; 33: 466-472.
20. Davis, J.P., Wong, A.A., Schluter, P.J., Henderson, R.D., O'Sullivan, J.D., and Read, S.J.
Impact of Premorbid Undernutrition on Outcome in Stroke Patients. Stroke, 2004; 35:
1930-1934.
21. Rudd, A.G., Hoffman, A., Irwin, P., Lowe, D., and Pearson, M.G. Stroke unit care and
outcome: results from the 2001 National Sentinel Audit of Stroke (England, Wales, and
Northern Ireland). Stroke, 2005; 36(1): 103-6.
22. Paul, S.L., Sturm, J.W., Dewey, H.M., Donnan, G.A., Macdonell, R.A.L., and Thrift,
A.G. Long-Term Outcome in the North East Melbourne Stroke Incidence Study
Predictors of Quality of Life at 5 Years After Stroke, Am. Heart Assoc., 2005; 36(10):
2082-2086.

14
23. Greer, D.M., Funk, S.E., Reaven, N.L., Ouzounelli, M., and Uman, G.C. Impact of Fever
on Outcome in Patients With Stroke and Neurologic Injury: A Comprehensive Meta-
Analysis. Stroke, 2008; 39: 3029-3035.
24. Yong, M., and Kaste, M. Dynamic of hyperglycemia as a predictor of stroke outcome in
the ECASS-II trial. Stroke, 2008; 39: 2749-2755.
25. Appelros, P., Stegmayr, B., and Terént, A. A review on sex differences in stroke
treatment and outcome. Acta Neurol Scand., 2010; 121: 359-369.
26. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 2.
Jakarta: CV Sagung Seto, 2002; 146-54.
27. Tamura, T., Sakaeda, T., Kadoyama, K., and Okuno, Y. Aspirin- and Clopidogrel-
associated Bleeding Complications: Data Mining of the Public Version of the FDA
Adverse Event Reporting System, AERS. Int. J. Med. Sci., 2012; 9: 441-446.
28. Hwang, H.W., Kong, J.H., Yu, D.W., Kim, W.T., Kim, H.S., and Lee, C.I. A patient with
acquired hemophilia A induced by clopidogrel. Korean J Hematol., 2012; 47: 80-82.
29. De Keyser, J., Herroelen, L., and De Klippel, N., 1997. Early outcome in acute ischemic
stroke is not influenced by the prophylactic use of low-dose aspirin. J Neurol Sci.
1997;145(1): 93-6.
30. Ricci, S., Lewis, S., and Sandercock, P. Previous Use of Aspirin and Baseline Stroke
Severity. An Analysis of 17.850 Patients in the International Stroke Trial. Stroke, 2006;
37:1737-1740.
31. Rist, P.M., Burning, J.E., Kase, C.S., and Kurth, T. Effect of Low Dose Aspirin on
Functional Outcome from Cerebral Vascular Events in Women. Stroke, 2013; 44(2): 432-
436.
32. Diener, H.C., Sacco, R.L., and Yusuf, S. Effects of aspirin plus extended-release
dipyridamole versus clopidogrel and telmisartan on disability and cognitive function after
recurrent stroke in patients with ischaemic stroke in the Prevention Regimen for
Effectively Avoiding Second Strokes (PRoFESS) trial: a double-blind, active and
placebo-controlled study. Lancet Neurol., 2008; 7(10): 875-884.
33. Wilterdink, J.L., Bendixen, B., Adams Jr., H.P., Woolson, R.F., Clarke, W.R., and
Hansen, M.D. Effect of Prior Aspirin Use on Stroke Severity in the Trial of Org 10172 in
Acute Stroke Treatment (TOAST). Stroke, 2001; 32: 2836-2840.
34. Huang, Z.S., Teng, C.M., Lee, T.K., Shun, C.T., and Wang, C.Y. Combined use of
aspirin and heparin inhibits in vivo acute carotid thrombosis. Stroke, 1993; 24: 829-838.
35. Joseph, R., D’Andrea, G., Oster, S.B., and Welch, K.M.A. Whole blood platelet
functions in acute ischemic stroke: importance of dense body secretion and effects of
antithrombotic agents. Stroke, 1989; 20: 38-44.
36. Chen, Z.M., Sandercock, P., Pan, H.C., Counsell, C., Collins, R., Liu, L.S., Xie, J.X.,
Warlow, C., and Peto, R. Indications for Early Aspirin Use in Acute Ischemic Stroke. A
Combined Analysis of 40000 Randomized Patients From the Chinese Acute Stroke Trial
and the International Stroke Trial. Stroke, 2000; 31: 1240-49.
37. Rödén-Jüllig, A., Britton, M., Malmkvist, K., and Leijd, B. Aspirin in the prevention of
progressing stroke: a randomized controlled study. J Int Med., 2003; 254(6): 584-590.
38. Meyer, D.M., Albright, K.C., Allison, T.A., and Grotta, J.C. LOAD: a pilot study of the
safety of loading of aspirin and clopidogrel in acute ischemic stroke and transient
ischemic attack. J Stroke Cerebrovasc Dis., 2008; 17(1): 26-9.
39. Ding, D., Lu, C.Z., Fu, J.H., and Hong, Z. Association of antiplatelet therapy with lower
risk of death and recurrent cerebrovascular events after ischemic stroke -results from the
China Ischemic Stroke Registry Study. Circ J., 2009; 73(12):2342-7.
40. Trisina, J., Sunardi, F., Suhartono, M.T., and Tjandrawinata, R.R. DLBS1033, a protein
extract from Lumbricus rubellus, possesses antithrombotic and thrombolytic activities. J
Biomed Biotechnol.; Volume 2011, Article ID 519652, 7 pages.

15

S-ar putea să vă placă și