Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
ABSTRACK
This study aimed to analyze the factors that influence the decision of fixed asset
revaluation. In particular, this research examines the effect of firm size, fixed asset intensity,
level of indebtedness, liquidity, and declining cash flow from operation of the decision fixed
asset revaluation. The sample was all manufacturing companies listed in Indonesia Stock
Exchange and Singapore Exchange in 2013-2015. Samples were selected by purposive
sampling technique. The method of analysis in this study using logistic regression analysis
because the dependent variable is dummy variables. The results showed that the variable
fixed assets intensity is significantly positive and liquidity significantly negative effect on the
decision revaluation of fixed assets in Indonesia. While variable firm size, level of
indebtedness, and declining cash flow from operations are not shown to affect the decision of
fixed assets revaluation in Indonesia. In contrast to what happened in Singapore, the results
showed the only variable fixed asset intensity is significantly positive influence on the
decision fixed assets revaluation in Singapore. While variable firm size, level of indebtness,
liquidity, and declining cash flow from operations are not shown to affect the decision of
fixed assets revaluation in Singapore.
Keywords: fixed assets revaluation, firm size, fixed asset intensity, level of indebtedness,
liquidity, declining cash flow from operation
1. PENDAHULUAN
Standar akuntansi keuangan Indonesia yang berbasis IFRS dianggap lebih bisa
meningkatkan kualitas standar laporan keuangan dan daya banding laporan keuangan
(Bank Indonesia, 2011 dalam Yulistia, dkk., 2015). Menurut Wondabio (2001)
No. 16 tentang aset tetap. Menurut Yulistia, dkk. (2015), ada perbedaan pengukuran aset
tetap setelah pengakuan awal yang sebelumnya pada PSAK 16 (Revisi 1994) aset tetap
dan tidak memperbolehkan adanya revaluasi aktiva tetap (IAI, 2002 dalam Yulistia, dkk.,
2015). Namun selanjutnya pengukuran setelah pengakuan menurut PSAK No. 16 entitas
dapat memilih antara model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansinya
dan mengaplikasikan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok
yang sama. Penelitian Kurniawati (2013) mengatakan bahwa entitas yang memutuskan
merevaluasi asetnya, setelah pengakuan awal aset tetap dicatat sebesar jumlah
revaluasian yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi rugi penurunan
Penelitian Seng dan Su (2010) menemukan bahwa faktor politis yang diproksi
merevaluasi asetnya. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Tay (2009) dan Barac dan
Sodan (2011) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan (firm size) secara signifikan
berkontribusi pada keputusan revaluasi. Lain halnya dengan penelitian Nurjanah (2013)
yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap revaluasi. Selain
itu, penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015) dan Yulistia, dkk (2015) menemukan
revaluasi pada pencatatan aset tetap mereka. Pada penelitian Seng dan Su (2010) dan Tay
(2009) intensitas aset tetap (fixed asset intensity) yang mewakili information asymmetri
factor ditemukan signifikan dalam pengujian univariate tetapi secara statistik tidak
signifikan dalam metode regresi logistik. Sedangkan penelitian Manihuruk dan
Farahmita (2015) menemukan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh secara positif
terhadap revaluasi aset tetap dan hasil ini berlawanan dengan penelitian Yulistia, dkk.,
(2015) dan Barac dan Sodan (2011). Penelitian yang dilakukan Barac dan Sodan (2011)
menaik, sedangkan perusahaan dengan rasio likuiditas rendah lebih mungkin untuk
melakukan revaluasi menaik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Black, Sellers dan
Manly (1998) dalam Manihuruk dan Farahmita (2015) yang menemukan bahwa
aset. Sedangkan penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015) dan Andison (2015) tidak
aset tetap. Declining cash flow from operation yang mewakili contracting factor pada
penelitian Seng dan Su (2010) tidak ditemukan signifikan terhadap revaluasi aset tetap
yang artinya declining cash flow from operation tidak berpengaruh terhadap revaluasi
menaik. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yulistia, dkk. (2015) yang menemukan bahwa
penurunan arus kas operasi tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset
tetap.
Sedikitnya jumlah perusahaan yang memilih model revaluasi aset tetap membuat
topik ini menjadi menarik diteliti kembali untuk mengetahui faktor-faktor apa yang dapat
penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
menambahkan satu variabel yaitu declining cash flow from operation dalam penelitian
ini.
Singapura dipilih karena sudah termasuk dalam negara maju. Peneliti berpikir
mungkin terjadi perbedaan hasil antara negara maju dan negara berkembang. Singapura
juga dipilih karena memiliki persamaan dengan Indonesia, yaitu mulai efektif melakukan
konvergensi IFRS pada 1 Januari 2012 dan cara pengadopsian IFRS dilakukan secara
gradual system (sistem bertahap). Adanya perbedaan hasil penelitian pada variabel firm
size (ukuran perusahaan), fixed asset intensity (intensitas aset tetap), liquidity (likuiditas)
pada penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015), Yulistia, dkk (2015), Seng dan Su
(2010) membuat variabel ini menjadi menarik diuji kembali untuk mengetahui apakah
tetap. Sedangkan variabel declining cash flow from operation dan variabel level
bertujuan untuk menguji secara empiris terkait pengaruh firm size, fixed asset intensity,
level of indetbtedness, liquidity, dan declining cash flow from operation terhadap
2. TINJAUAN PUSTAKA
(1978) dalam Farahmita dan Siregar (2014) dapat menjelaskan mengapa suatu
dan Jarboui (2012) riset tentang revaluasi aset merupakan bagian dari penelitian
yang erat kaitannya dengan political cost hypothesis, dimana tujuan perusahaan
visibilitas politis dan biaya politis yang mungkin terjadi; (3) Information
informasi yang berusaha mempengaruhi penilaian atau harga dari suatu aset.
Revaluasi aset tetap adalah peninjauan kembali nilai dari suatu aset tetap.
Revaluasi sering dimaknai penilaian ulang yang menyebabkan nilai aset menjadi
lebih tinggi, padahal revaluasi dapat menghasilkan nilai yang lebih rendah
maupun lebih tinggi dari aset tercatat (Tay, 2009). PSAK No. 16 (Penyesuaian
2015) menyatakan bahwa ketika suatu aset tetap direvaluasi, maka jumlah tercatat
dari aset tetap tersebut disesuaikan pada jumlah revaluasiannya. Pada tanggal
revaluasi, aset diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini: (a) jumlah tercatat
bruto disesuaikan secara konsisten dengan revaluasi jumlah tercatat aset. Sebagai
contoh, jumlah tercatat bruto dapat disajikan kembali dengan mengacu pada data
pasar yang dapat diobservasi atau dapat disajikan kembali secara proporsional
atau (b) akumulasi penyusutan dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto aset.
ditemukan bahwa variabel liquidity, debt growth, return on equity, dan size secara
aset tetap. Sedangkan fixed assets intensity, operating income to income costs,
level of indebtedness, dan cash return on equity ditemukan tidak signifikan pada
tingkat 5%. Cash flow ratios secara statistik signifikan tetapi tidak memiliki arah
yang sesuai dengan hipotesis. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan
pertumbuhan arus kas operasi lebih mungkin untuk merevaluasi aset mereka, yang
mana bertentangan dengan hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya. Hal ini
dapat dijelaskan dengan fakta bahwa pertumbuhan arus kas operasi tidak
mengindikasian likuiditas perusahaan baik. Yakni, arus kas bersih bisa menjadi
negatif karena perusahaan dapat memiliki arus kas negatif yang besar dari
Sedangkan variabel leverage level, declining cash flow from operation, prior
revaluation, growth options, takeover offer, dan bonus issue tidak berpengaruh
terhadap revaluasi aset tetap. Hanya fixed asset intensity yang ditemukan
signifikan dalam pengujian univariate tetapi tidak signifikan dalam model regresi
logistik.
bahwa variabel intensitas aset tetap dan leverage berpengaruh positif terhadap
revaluasi aset tetap. Artinya perusahaan dengan intensitas aset tetap yang lebih
pada pencatatan aset tetap mereka dan perusahaan dengan tingkat hutang yang
leverage, arus kas operasi, firm size, dan fixed asset intensity tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap menaik. Penelitian ini hanya
biaya dan model revaluasi membuat perusahaan cenderung memilih model biaya.
Hal ini disebabkan karena walaupun model revaluasi dianggap lebih relevan,
tetapi dalam praktiknya masih sulit untuk diterapkan dan membutuhkan biaya
yang mahal misalnya saja untuk penggunaan tenaga penilai serta peningkatan
biaya audit.
2.4 Penurunan Hipotesis
Firm Size (ukuran perusahaan) sering menjadi proksi dari political factor. Hal
ini sesuai dengan political cost hypothesis dimana perusahaan besar berusaha
meningkatnya biaya politik dan peraturan yang lebih ketat. Revaluasi aset dapat
revaluasi untuk mengurangi return on equity, aset, dan potensi keuntungan modal
yang diperoleh dari penjualan sehingga akan mengurangi biaya politik (Lin dan
Peasnell, 2000; Tay, 2009; Seng dan Su, 2010; Barac dan Sodan, 2011). Penelitian
serikat buruh, perusahaan besar akan cenderung melakukan revaluasi aset tetap.
H1a: Firm Size berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di
Indonesia.
H1b: Firm Size berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di
Singapura.
porsi terbesar dari total aset adalah aset tetap yang dapat meningkatkan nilai suatu
perusahaan dan karena itu memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan basis
aset. Tidak hanya itu, revaluasi juga diterapkan untuk mengurangi pelaporan
profitabilitas perusahaan, baik melalui depresiasi yang lebih besar, maupun
dengan peningkatan basis aset yang digunakan untuk mengukur return on equity.
Perusahaan yang memiliki intensitas aset tetap yang lebih besar cenderung
aset tetap mereka (Manihuruk dan Farahmita, 2015). Penelitian Lin dan Peasnell
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Tay (2009), Seng dan Su (2010),
H2a: Fixed Asset Intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset
tetap di Indonesia.
H2b: Fixed Asset Intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset
tetap di Singapura.
(Manihuruk dan Farahmita, 2015). Barac dan Sodan (2011) mengatakan bahwa
perusahaan dengan rasio utang tinggi lebih mungkin untuk merevaluasi aset
mereka karena revaluasi dapat menurunkan nilai rasio utang. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Lin dan Peasnell (2000), Manihuruk dan Farahmita
tetap di Indonesia.
H3b: Level of Indebtedness berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset
tetap di Singapura.
nilai aset tetap mereka yang sebenarnya dapat dikonversi dalam bentuk kas
revaluasi aset akan berdampak positif pada posisi keuangan, hal ini tentu
memberikan informasi secara lebih aktual mengenai jumlah kas yang diperoleh
perusahaan serta mengurangi biaya pinjaman. Black, Sellers dan Manly (1998)
Indonesia.
Singapura.
Cotter & Zimmer (1995) dalam Seng & Su (2010) berpendapat revaluasi dapat
memberikan sinyal nilai yang lebih tinggi dari aset jaminan perusahaan, yang akan
lebih mungkin merevaluasi asetnya. Penelitian Cotter dan Zimmer (1995) dalam
Barac dan Sodan (2011) menemukan bahwa rasio arus kas yang rendah lebih
3. METODE PENELITIAN
Obyek penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dan Singapore Exchange tahun 2013-2015. Dari seluruh populasi yang
ada, hanya diambil sampel perusahaan yang memenuhi kriteria sesuai dengan
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Singapore Exchange periode tahun 2013
sampai dengan tahun 2015, (2) memiliki aset tetap antara tahun 2013-2015, (3)
keuangan yang dipublikasikan dan dapat diunduh dari website resmi Bursa Efek
data yang digunakan dalam variabel penelitian ini diperoleh dari laporan
declining cash flow from operation. Sedangkan keputusan revaluasi aset tetap
analisis yang digunakan adalah metode regresi logistik (logistic regression) dalam
pemilihan model revaluasi aset tetap menggunakan model regresi logistik sebagai
berikut:
Keterangan:
α = Konstanta
LIQ = Liquidity
4. HASIL PENELITIAN
Indonesia dan Singapura. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa 458 dari total
489 perusahaan manufaktur di Indonesia lebih memilih model biaya dan hanya 31
dari total 489 perusahaan yang memilih model revaluasi. Sedangkan 224 dari
total 262 perusahaan manufaktur di Singapura lebih memilih model biaya dan
dan tabel 3 menunjukkan statistik deskriptif dari perusahaan Singapura. Pada tabel
2 tersebut menunjukkan hasil uji statistik secara keseluruhan, khusus variabel firm
size dinyatakan dalam jutaan rupiah. Firm size memiliki nilai rata-rata sebesar
rata-rata sebesar 2,7875285, dan declining cash flow from operation memiliki
nilai rata-rata sebesar -0,0025583. Sedangkan pada tabel 3 dapat kita lihat, firm
size memiliki nilai rata-rata sebesar 3.760.263,55, fixed asset intensity memiliki
dengan logaritma natural dari total aset memiliki nilai koefisien -0,213
dengan nilai sig 0,138 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai
dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H1a ditolak, hal ini
nilai koefisien -0,221 dengan nilai sig 0,133 > alpha 0,05 dan arah koefisien
H1b ditolak, hal ini menunjukkan bahwa firm size tidak berpengaruh positif
Hal ini berarti mungkin saja terjadi, dimana revaluasi yang dilakukan
yang artinya selisih dari nilai buku dan nilai revaluasi akan berakibat pada
mereka.
4.2.2 Hubungan Fixed Asset Intensity Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap
diukur dengan nilai buku dari total aset tetap dibagi total aset memiliki nilai
koefisien 4,481 dengan nilai sig 0,000 < alpha 0,05 dan arah koefisien
semakin banyak aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin besar
nilai koefisien 4,721 dengan nilai sig 0,000 < alpha 0,05 dan arah koefisien
semakin banyak aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin besar
revaluasi aset tetap. Sesuai dengan penelitian Tay (2009) yang berpendapat
aset perusahaan adalah aset tetap yang dapat mengakibatkan nilai suatu
perusahaan meningkat dan karena itu menjadi besar potensinya untuk
meningkatkan basis aset. Tidak hanya itu, revaluasi juga diterapkan agar
atau dengan basis aset yang meningkat untuk mengukur return on equity.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Tay (2009), Seng dan Su (2010),
perusahaan.
diukur dengan total kewajiban dibagi total aset memiliki nilai koefisien -
0,245 dengan nilai sig 0,712 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak
sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H3a ditolak, hal
dengan nilai sig 0,016 < alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai
dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H3b ditolak, hal ini
contracting di masa depan (Cotter, 1999 dalam Seng dan Su, 2010). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Barac dan Sodan (2011) yang
revaluasi.
dengan acid test ratio memiliki nilai koefisien -1,044 dengan nilai sig 0,023
< alpha 0,05 dan arah koefisien negatif sesuai dengan hipotesis. Sehingga
koefisien -0,016 dengan nilai sig 0,242 > alpha 0,05 dan arah koefisien
aset tetapnya.
revaluasi aset akan berdampak positif pada posisi keuangan, hal ini tentu
ini sesuai dengan hasil penelitian Black, Sellers dan Manly (1998) dalam
tinggi lebih bebas untuk memilih kebijakan lain karena mereka tidak
dan Farahmita (2015), Andison (2015), dan Tay (2009) yang tidak berhasil
operation yang diukur dengan perubahaan arus kas operasi selama 2 tahun
dibagi total aset tetap memiliki nilai koefisien -0,276 dengan nilai sig 0,443
> alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa H5a ditolak, hal ini menunjukkan bahwa
koefisien -0,001 dengan nilai sig 0,834 > alpha 0,05 dan arah koefisien
H5b ditolak, hal ini menunjukkan bahwa declining cash flow from operation
Hal ini mungkin disebabkan karena menurut Seng dan Su (2010), arus
kas operasi merupakan bagian dari arus kas perusahaan. Oleh karena itu
penurunan arus kas dari aktivitas operasi dapat diimbangi oleh aktivitas
lain, yaitu seperti aktivitas pendanaan dan aktivitas investasi. Hal ini yang
mengakibatkan kreditur tidak hanya melihat arus kas operasi saja melainkan
juga arus kas perusahaan secara keseluruhan. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Seng dan Su (2010) dan Yulistia, dkk. (2015) yang tidak
5.1 Simpulan
keputusan revaluasi aset tetap. Analisis keputusan revaluasi aset tetap tersebut
diuji dengan melihat pengaruh firm size, fixed asset intensity, level of
keputusan revaluasi aset tetap. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan
yang telah diuraikan di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu, secara
statistik firm size tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap
aset tetap di Indonesia dan Singapura. Artinya, semakin banyak aset tetap yang
merevaluasi aset tetapnya. Secara statistik, declining cash flow from tidak
Singapura. Artinya, semakin tinggi penurunan arus kas operasi perusahaan maka
5.2 Saran
lain yang sudah mengadopsi IAS 16, misalnya seperti Malaysia dan Filiphina.
Gunakan proksi yang berbeda untuk mewakili masing-masing faktor yang diteliti
agar dapat dibandingkan apakah hasil yang diperoleh sama atau tidak.
revaluasi aset tetap, misalnya seperti bonus dan profitabilitas. Perpanjang periode
penelitian agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. Coba ganti variabel
penurunan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan menjadi penurunan arus kas
dari seluruh aktivitas perusahaan, untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh
Daftar Pustaka
Andison, 2015, Fixed Asset Revaluation: Market Reaction, Simposium Nasional Akuntansi,
Universitas Trisakti.
Azouzi, Mohamed Ali dan Anis Jarboul, 2012, The Evidence of Management Motivation to
Revalue Property Plant and Equipment in Tunisia, Journal of Accounting and
Taxation, Vol. 4(2).
Barać, Ž. A., dan Šodan, Slavko., 2011, Motives For Asset Revaluation Policy Choice In
Croatia, Croatian Operational Research Review (Crorr), Vol. 2.
Farahmita, Aria, dan Siregar, S. V., 2014, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perusahaan
Memilih Metode Nilai Wajar untuk Properti Investasi, Simposium Nasional
Akuntansi, Universitas Indonesia.
Ghozali, Imam, 2011, Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 19, Edisi 5,
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghozali, Imam, 2016, Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 23, Edisi 8,
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Kurniawati, Heni, 2013, Analisis dan Tren Penggunaan Accounting Choice yang Dilakukan
Perusahaan di Indonesia Pasca Adopsi IFRS, Binus Business Review, Vol. 4 No. 2,
Binus University.
Lin, Y. C., and Peasnell, K. V., 2000, Fixed Asset Revaluation and Equity Depletion in UK,
Journal of Business Finance and Accounting, 27.
Manihuruk, Tunggul Natalius H., dan Farahmita, Aria, 2015, Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pemilihan Metode Revaluasi Aset Tetap pada Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Saham Beberapa Negara ASEAN, Simposium Nasional Akuntansi,
Universitas Indonesia.
Nurjanah, Ai. 2013. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Keputusan Revaluasi Aset
Tetap pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2011, Skripsi
Universitas Pendidikan Indonesia.
Pelatihan Dampak Penerapan PSAK Terbaru Berbasis IFRS terhadap Dunia Pendidikan dan
Industri, Padang.
Seng, Dyna dan Jiahua Su, 2010. Managerial Incentives Behind Fixed Asset Revaluation:
Evidence from New Zealand Firms, International Journal of Business Research,
Department of Accountancy and Business Law, Working paper series, No 3.
Tay, Ink. 2009. Fixed Asset Revaluation: Management Incentives dan Market Reaction.
Lincoln University, Canterbury, New Zealand.
Wondabio, Ludovicus Sensi, 2011. Konvergensi IFRS dan Pemahaman PSAK terkini,
Pelatihan Dampak Penerapan PSAK Terbaru Berbasis IFRS terhadap Dunia
Pendidikan dan Industri, Padang.
Yulistia R. M., Fauziati P., Minovia A. F., Khairati A, 2015. Pengaruh Leverage, Arus Kas
Operasi, Ukuran Perusahaan dan Fixed Asset Intensity Terhadap Revaluasi Aset
Tetap, Universitas Bung Hatta Padang.
LAMPIRAN
Tabel 1
Prosedur Pemilihan Sampel Perusahaan Indonesia dan Singapura
Tabel 2
Statistik Deskriptif Indonesia
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
FIRM_SIZE 489 45208 93491227 7782419,34 14797833,442
(jutaan rupiah)
FAI 489 0,00007 0,91741 0,3656343 0,20116723
DR 489 0,00025 4,98033 0,5286159 0,41019859
LIQ 489 -0,31023 372,86767 2,7875285 19,59192123
CFFO 489 -7,11133 3,28169 -0,0025583 0,57507467
Valid N 489
(listwise)
Tabel 4
Hasil Uji Hipotesis Indonesia
Tabel 5
Hasil Uji Hipotesis Singapura