Sunteți pe pagina 1din 8

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES

(GMP) DAN ANALISIS EFISIENSI BIAYA DI PUSAT PENGOLAHAN


KAKAO RAKYAT JEMBRANA BALI

Tidar Aden Hawa


Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam Jember
Email: tidaraden29@gmail.com

ABSTRACT

Although the amount of Indonesian cocoa production is quite high, but the volume of cocoa grind-
ing is still relatively low compared to the potential that should be obtained. Therefore, Indonesia
should improve the cocoa processing industry sector. This research was intended to: analyze the
implementation of each component of Good Manufacturing Practices (GMP) at Smallholder Cocoa
Processing Center (PPKR) of Jembrana in accordance with Agriculture Minister’s Regulation No.
35/Permentan/OT.140/7/2008; analyze the efficiency level of the use of costs at PPKR Jembrana.
The research results showed that the level of GMP implementation based on Agriculture Minister’s
Regulation No.35/Permentan/OT.140/7/2008 at PPKR Jembrana was still partial (47%). In the one
year production, the use of costs at PPKR Jembrana was efficient indicated by the value of R/C>1,
but the value was resulted by subsidized cost structure (cost of raw materials/cocoa seeds, employee
salaries, depreciation of equipment, machinery depreciation, building depreciation, property and
building taxes, electricity cost, and water cost). If subsidies were removed, the value of efficiency
would drop even become inefficient. By the whole implementation of GMP, the inefficient costs in
form of process failure cost and product return cost can be reduced, so the efficiency of the costs use
will increase.

Keywords: Cocoa, GMP, R/C ratio, Smallholder Cocoa Processing Center (PPKR) of Jembrana

PENDAHULUAN Meskipun jumlah produksi kakao Indo-


Kakao merupakan salah satu komoditas nesia cukup tinggi, akan tetapi volume grinding
andalan perkebunan yang peranannya cukup (pengolahan/konsumsi) kakaonya masih relatif
penting bagi perekonomian nasional. Dalam rendah dibanding potensi yang seharusnya di-
kancah pasar dunia, keberadaan Indonesia se- peroleh. Volume grinding menunjukkan volume
bagai produsen kakao utama di dunia cukup biji kakao yang diolah oleh industri menjadi pro-
diperhitungkan dan berpeluang untuk mengua- duk olahan kakao (pasta, lemak, bungkil, dan
sai pasar global. Berdasarkan data ICCO (Inter- bubuk kakao).
national Cocoa Organization) tahun 2014/2015, Perkembangan industri pengolahan ka-
Indonesia memiliki kontribusi sebagai pemasok kao cenderung lebih lambat jika dibandingkan
utama kakao dunia. Produksi kakao Indonesia dengan perkembangan usahatani kakao yang
menempati urutan terbesar ke-3 dunia (7,64% mengindikasikan bahwa industri hilir kakao be-
dari 4.251.000 ton produksi kakao dunia) setelah lum berkembang dengan baik (Hasibuan, 2012).
Pantai Gading (42,25%) dan Ghana (17,41%) Hal ini dikarenakan selama ini Indonesia lebih
(ICCO, 2016). Permintaan pasar terhadap pro- banyak mengekspor kakao dalam bentuk bean
duk kakao tidak hanya dalam bentuk biji fer- sedangkan peluang industri pengolahan kakao
mentasi, namun juga permintaan dalam bentuk kurang optimal dimanfaatkan, padahal industri
olahan. Setiap tahun permintaan hasil kakao ola- produk olahan kakao memiliki nilai tambah dan
han Indonesia mengalami trend yang meningkat penyerapan tenaga kerja yang cukup besar (Ash-
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi industri eri, 2014).
makanan dan minuman di pasar domestik mau- Produksi kakao yang terus meningkat, po-
pun pasar internasional (Rahmanu, 2009). tensi pasar yang besar, dan melimpahnya bahan
baku serta ketersediaan tenaga kerja yang relatif

JSEP Vol 10 No. 2 Juli 2017 27


banyak jumlahnya merupakan modal besar bagi Pelaksanaaan GMP dibagi dalam 5 kategori skor.
pengembangan industri berbasis kakao di Indo- Pelaksanaan GMP dikatakan rendah jika persen-
nesia. Dengan demikian seharusnya Indonesia tase pelaksanaan antara 0% hingga 20%; agak
memperbaiki sektor industri pengolahan kakao, rendah jika persentase 20,01% hingga 40,00%;
utamanya yang berbasis kerakyatan. sebagian jika persentase 40,01%-60,00%; agak
Kabupaten Jembrana merupakan salah tinggi jika persentase 60,01% hingga 80,00%;
satu daerah pusat pengolahan kakao rakyat di dan pelaksanaan GMP dikategorikan tinggi jika
Bali. Didirikannya Pusat Pengolahan Kakao persentase pelaksanaan GMP 80,01%-100,00%.
Rakyat Jembrana (PPKR Jembrana) merupa- Efisiensi biaya produksi di PPKR Jembra-
kan dukungan kuat pemerintah daerah terhadap na menggunakan pendekatan R/C ratio (Soekar-
lingkungan agribisnis kakao. Namun saat ini tawi, 1995). R/C ratiodiformulasikan sebagai
pemasaran produk skunder kakao yang dihasil- berikut:
kan oleh PPKR Jembrana masih terbatas pada
pasar lokal dengan mutu dan harga yang relatif
kurang bersaing. Industri pengolahan kakao ini
perlu lebih berorientasi pada pelanggan dengan Kriteria:
mutu dan harga yang sesuai, karena pada dasarn- a. R/C ratio > 1, maka penggunaan biaya
ya PPKR Jembrana berpotensi untuk memper- produksi di PPKR Jembrana efisien.
luas skala usahanya hingga nasional. Menurut b. R/C ratio ≤ 1, maka penggunaan biaya di
Burhanuddin (2002), untuk mengantisipasi per- PPKR Jembrana tidak efisien.
saingan, aspek mutu perlu selalu dievaluasi dan
direncanakan perbaikannya melalui penerapan HASIL DAN PEMBAHASAN
manajemen mutu. Diperlukan jaminan bahwa Jaminan mutu dan keamanan pangan mer-
produk yang memasuki proses produksi be- upakan salah satu faktor penentu daya saing pro-
nar-benar akan memuaskan kebutuhan para kon- duk pangan baik di pasar domestik maupun di
sumen, sehingga produsen dapat menggunakan pasar internasional. Dukungan berupa kebijakan
biaya secara lebih efisien. tentang jaminan mutu dan keamanan pangan tel-
Berkaitan dengan penerapan manaje- ah terbentuk seperti Permentan No.58/Permen-
men mutu proses, diperlukan analisis tingkat tan/OT.140/8/2007 tentang Sistem Standardisasi
pelaksanaan komponen-komponen Good Man- Nasional di Bidang Pertanian, ditindaklanjuti
ufacturing Practices (GMP) menurut ketentuan dengan peraturan untuk Persyaratan Dasar (Pre
yang ditetapkan (Peraturan Menteri Pertanian Requisite) Sistem Jaminan Mutu dan Keaman-
Nomor : 35/Permentan/Ot.140/7/2008 tentang an Pangan seperti Permentan No.35/Permentan/
persyaratan dan penerapan Cara Pengolahan OT.140/7/2008 tentang Persyaratan Penerapan
Hasil Pertanian Asal Tumbuhan Yang Baik). Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbu-
Analisis efisiensi diperlukan untuk mengevalua- han Yang Baik. Regulasi teknis tersebut mer-
si pelaksanaan GMP di PPKR Jembrana agar di upakan Persyaratan Dasar (Pre Requisite) Jam-
kemudian hari penggunaan biaya menjadi lebih inan Mutu dan Keamanan Pangan berdasarkan
efisien. Sistem HACCP. Oleh karena itu diperlukan pe-
doman-pedoman yang akan digunakan sebagai
METODE PENELITIAN acuan dalam rangka mengimplementasikan
Teknik pengumpulan data dilakukan den- semua regulasi yang telah ditetapkan.
gan cara pengamatan (observasi) langsung di Bagi pelaku usaha skala kecil, Sistem
lapang dan wawancara. Metode analisis yang di- Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan dapat
gunakan adalah deskriptif analitik. Data observa- dilakukan secara bertahap yaitu dengan mener-
si pelaksanaan GMP di PPKR Jembrana diband- apkan persyaratan dasar (Pre Requisite) saja ter-
ingkan dengan Persyaratan dan Penerapan GMP lebih dahulu, seperti penerapan Cara Pengolahan
Permentan No. 35/Permentan/OT.140-/7/2008, yang Baik (CPB) atau GMP kemudian dilanjut-
untuk kemudian dipersentase dan diskorkan. kan dengan Sistem Mutu Keamanan Pangan ber-
Rumus untuk menghitung tingkat pelaksanaan dasarkan sistem HACCP, yang akhirnya dapat
GMP di setiap komponen adalah: menghasilkan produk yang aman dan bermutu.
% pelaksanaan = rerata pelaksanaan sub kom-
ponen dalam satu komponen

28 JSEP Vol 10 No. 2 Juli 2017


Tabel 1. Tingkat Pelaksanaan Komponen GMP PPKR Jembrana
Persyaratan dan Penerapan GMP % Pelaksanaan Skor Kriteria
1. Prasarana dan Sarana
a. Lokasi (100%)
b. Bangunan (76,7%)
c. Fasilitas Sanitasi (42,4%) 59,9 3 Sebagian
d. Gudang (50%)
e. Mesin dan Peralatan (38,9%)
f. Pemeliharaan Bangunan dan Sarana
Kerja (51,7%)
2. Proses Produksi
a. Penyiapan Bahan (88,3%) 58,1 4 Agak tinggi
b. Proses Pengolahan (56%)
c. Pengemasan (31,3%)
d. Pelabelan (56,7%)
3. Penyimpanan 45,5 3 Sebagian
4. Keamanan dan Keselamatan Kerja serta Pen- 22,2
gelolaan Lingkungan Agak rendah
2
a. Keamanan dan Keselamatan Kerja (33,3%)
b. Pengelolaan Lingkungan (11,1%)
5. Kesehatan dan Kebersihan Pekerja 34,5 2 Agak rendah
a. Kesehatan Pekerja (25%)
b. Kebersihan Pekerja (44%)
6. Pemeliharaan 28,6 2 Agak rendah
7. Pengawasan, Pencatatan, dan Penelusuran
Balik Tinggi
80 5
a. Sistem Pengawasan dan Pencatatan
b. Penelusuran Balik

Hasil Evaluasi Pelaksanaan GMP komponen Keamanan dan Keselamatan Ker-


Tingkat pelaksanaan GMP di PPKR Jem- ja (22,2%), Kesehatan dan Kebersihan Pekerja
brana secara keseluruhan adalah sebesar 47,0% (34,5%), serta komponen Pemeliharaan (28,6%).
(kategori 3) atau dengan kata lain tingkat pelak-
sanaan komponen GMP di PPKR Jembrana ma- Prasarana dan Sarana
sih sebagian. Tingkat pelaksanaan komponen Komponen prasarana dan sarana yang ha-
GMP di PPKR Jembrana tersaji di Tabel 1. rus segera diperbaiki adalah fasilitas sanitasi dan
Tabel tersebut menunjukkan persen dan mesin dan peralatan, sebab kedua sub komponen
skor tingkat pelaksanaan GMP di PPKR Jem- ini nilai persentasenya paling rendah dibanding-
brana berdasarkan tiap komponennya. Tingkat kan sub komponen lain. Permentan No.35/Per-
pelaksanaan komponen GMP yang sudah ter- mentan/OT.140-/7/2008 mensyaratkan fasilitas
golong kategori tinggi adalah komponen Pen- sanitasi melalui 6 parameter, diantaranya sarana
gawasan, Pencatatan, dan Penelusuran Balik air bersih, fasilitas pencucian, sarana pembuan-
yaitu sebesar 80%. Nilai pelaksanaan komponen gan, sarana toilet, peringatan-peringatan kebersi-
yang tinggi dapat memudahkan PPKR Jembrana han/saniter, dan tersedianya sarana lain.
untuk mengajukan sertifikasi GMP kepada Pe- Meskipun tersedia fasilitas pencucian di
jabat Fungsional Pengawas Mutu Hasil Pertani- ruang pengolahan, namun fasilitas pencucian
an (PMHP) pada Lembaga Pengawas Mutu dan yang ada tidak memenuhi persyaratan GMP bah-
Keamanan Pangan Hasil Pertanian yang disebut wa fasilitas pencucian bahan baku dan peralatan
sebagai Otoritas Kompeten Keamanan Pangan harus dilengkapi dengan air panas (khususnya
Pusat ataupun Daerah (OKKP-P/OKKP-D). untuk pencucian dan sanitasi peralatan) dengan
Disisi lain, 3 komponen GMP masih tergolong daya semprot yang memadai (tekanan 15psi = 1,2
tingkat pelaksanaan agak rendah, diantaranya kg/cm2). Untuk parameter saluran pembuangan,

JSEP Vol 10 No. 2 Juli 2017 29


PPKR Jembrana belum memenuhi persyaratan pengemasan, yaitu sebesar 31,3%. Pemilihan je-
pengolahan pembuangan dan saluran pembuan- nis pengemas belum mempertimbangkan daya
gan untuk buangan terolah. Tempat cuci tangan lindung terhadap uap air dan gas barrier serta
perlu dilengkapi dengan deterjen dan handuk. daya lindung terhadap sinar matahari, ini perlu
Selain itu diperlukan peringatan-peringatan ke- diperbaiki sebab sangat menentukan mutu pro-
bersihan/saniter. duk. Hal lain yang perlu diperbaiki adalah pemi-
Pada sub komponen mesin dan peralatan, lihan pengemas perlu disesuaikan dengan harga.
PPKR Jembrana hanya memenuhi persyaratan Jika harga pengemas terlalu tinggi, maka akan
GMP 38,9%. Tata letak mesin seharusnya dia- semakin meningkatkan harga jual produk. Jika
tur sesuai dengan proses yang mengalir dengan harga jual terlalu tinggi meskipun kualitas pro-
lancar, sejak bahan masuk, proses, pengema- duk sama dengan produk-produk yang ada di-
san, pengepakan, penyimpanan sampai produk pasaran, daya saingnya akan lebih rendah.
siap didistribusikan/dipasarkan, sehingga dapat
meminimalkan terjadinya cross contamina- Penyimpanan
tion. Selain itu beberapa alat masih berpeluang Prosedur penyimpanan yang tidak baik
menimbulkan kontaminasi pada produk sebab dapat mengakibatkan kontaminasi produk hing-
beberapa alat tidak dibersihkan (Gambar 2). ga kerusakan dan tidak aman untuk dikonsumsi.
Sisa-sisa bahan yang menempel tersebut bisa Ruang penyimpanan bahan baku, bahan tambah-
terkontaminasi jamur dan khamir dan akan an, dan bahan penolong PPKR Jembrana terletak
mengkontaminasi bahan baru yang diproses. di Bangunan Pengolahan II. Dalam prakteknya
PPKR Jembrana sebaiknya lebih memper- ruang penyimpanan merupakan ruangan multi
hatikan upaya pembersihan dan sanitasi pabrik fungsi, selain digunakan sebagai tempat penyim-
secara menyeluruh. Proses pembersihan dan panan, ruang ini juga berfungsi sebagai tempat
sanitasi terkait erat dengan kualitas keamanan dilakukannya proses tempering coklat dan pros-
pangan yang dihasilkan. Dalam hal keamanan es pengemasan. Bahkan ruangan tersebut digu-
pangan OKKP-D sangat ketat terhadap kemun- nakan sebagai ruang display produk-produk jadi
gkinan terjadinya bahaya-bahaya kontaminasi yang ditunjukkan kepada para tamu dan calon
yang berpengaruh terhadap keamanan pangan, pembeli. Dalam persyaratan GMP harusnya
baik berupa penyimpangan minor, mayor, serius, pemakaian ruang multi proses ini dihindarkan,
maupun kritis. karena berpeluang terjadinya kontaminasi silang
Pasta dan lemak kakao bisa dikategorikan yang berasal dari calon pembeli/para tamu yang
sebagai produk yang memiliki high water ac- tidak steril seperti yang terlihat pada.
tivities (aw tinggi) sehingga sangat rentan terh- Produk jadi yang belum dikemas sebaikn-
adap serangan mikroorganisme, apalagi dengan ya ditempatkan terpisah di tempat lain. Meski-
kehadiran susu sangat rentan terhadap serangan pun penyimpanan dilakukan menggunakan
bakteri Salmonella. Dikarenakan agresivitasnya, prinsip FIFO (first in first out), namun pada
Salmonella termasuk bakteri yang sangat ber- prakteknya sulit dilakukan mengingat tidak ada
bahaya dalam dosis infeksi yang sangat rendah. pemisahan antara produk baru dan produk lama.
Standar keberadaan Salmonella dalam produk Hal ini dikarenakan belum ada kode produksi
kakao adalah tidak terdeteksi dalam 25 g sam- yang tercantum pada pengemas mengenai kapan
pel. Sementara itu, bakteri enteropatogenik produksi dilakukan.
mengkontaminasi dan mampu bertahan hidup
sejak proses pasca panen. Tangan pekerja, alat Keamanan dan Keselamatan Kerja serta Penge-
dan tanah yang tercemar adalah sumber utama lolaan Lingkungan
penyebaran bakteri ini di produk kakao (Rahma- Komponen ini terdiri dari dua sub kom-
di, 2009). ponen, yaitu keamanan dan keselamatan kerja,
dan yang ke dua adalah pengelolaan lingkungan.
Proses Produksi Sub komponen keamanan dan keselamatan kerja
PPKR Jembrana telah melaksanakan hanya dilaksanakan 22,2%. PPKR Jembrana se-
komponen proses produksi sebesar 58,1% terdi- harusnya melengkapi pekerjanya dengan masker
ri dari 4 sub komponen yaitu penyiapan bahan, dan penutup kepala. Masker dan penutup kepa-
proses pengolahan, pengemasan, dan pelabelan. la dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi
Nilai sub komponen yang paling rendah adalah produk oleh pekerja. Pemakaian masker dan pe-

30 JSEP Vol 10 No. 2 Juli 2017


nutup kepala merupakan tindakan sanitasi yang periodik. Misalnya kalibrasi alat moisture test
wajib dipenuhi oleh unit pengolahan. (alat pengukur kadar air) sangat penting untuk
Sub komponen ke dua adalah pengelolaan mengetahui kadar air bahan baku berupa biji ka-
lingkungan. Pada sub komponen ini PPKR Jem- kao, yang kemudian akan menentukan besarn-
brana selain tidak melakukan pengelolaan terha- ya suhu sangrai yang akan digunakan. Jika alat
dap limbah padat, cair, gas, asap, ataupun debu, tersebut eror atau tidak akurat, mutu coklat yang
PPKR Jembrana juga tidak melakukan pengen- dihasilkan akan berkurang.
dalian gangguan bunyi lalu lintas transporta-
si (bangunan tidak dilengkapi peredam bunyi Pengawasan Pencatatan dan Penelusuran Balik
meskipun terletak di jalan provinsi), uap panas, Komponen terakhir dari GMP adalah pen-
pencemaran udara, dan gangguan lainnya. gawasan, pencatatan, dan penelusuran balik.
Tindakan-tindakan ini berkaitan erat dengan
Kesehatan dan Kebersihan Pekerja meminimalkan kegiatan/prosedur yang tidak
Komponen GMP kesehatan dan kebersi- efisien yang akan menimbulkan biaya yang juga
han pekerja kurang diperhatikan oleh PPKR tidak efisien. Persyaratan GMP pada komponen
Jembrana, hal ini terlihat masih rendahnya ini yang belum dipenuhi oleh PPKR Jembrana
tingkat pelaksanaan persyaratan GMP pada adalah hasil pengawasan tidak didokumenta-
komponen ini, yaitu sebesar 34,5%. Sebagai sikan, dicatat, dan disimpan dengan baik untuk
persyaratan GMP, seharusnya dilakukan pe- menunjukkan bukti bahwa aktifitas produksi
meriksaan kesehatan karyawan secara berkala sudah sesuai dengan ketentuan. Catatan menge-
setiap 1 (satu) tahun sekali. Peraturan menge- nai kegiatan /upaya-upaya rutin yang dilakukan
nai hygiene karyawan seharusnya tertulis, seh- dalam rangka pengendalian lingkungan dan up-
ingga akan mempermudah proses pengawasan aya-upaya lain yang bersifat kasus seharusnya
hygiene karyawan. Karyawan yang melakukan juga didokumentasikan. Hal ini diperlukan agar
penanganan makanan seharusnya diwajibkan PPKR Jembrana tidak mengulang kesalahan
mengenakan pakaian kerja khusus yang bersih, yang sama di kemudian hari, sebab jika demiki-
memakai penutup rambut yang efektif diseluruh an akan meningkatkan penggunaan biaya, dan
areal pengolahan, mengenakan masker penutup tidak efisien.
mulut dan hidung yang efektif di seluruh areal
pengolahan dan tidak memakai perhiasan tan- Hasil Analisis Efisiensi
gan. PPKR Jembrana sebaiknya melakukan tin- Efisiensi biaya produksi di PPKR Jem-
dakan koreksi untuk peryaratan GMP pada kom- brana menggunakan pendekatan R/C ratio atau
ponen kesehatan dan kebersihan pekerja sebab dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara
akan mempengaruhi mutu dan keamanan pangan penerimaan dan biaya. Upaya yang bisa dilaku-
yang dihasilkan kan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
biaya adalah dengan meningkatkan penerimaan
Pemeliharaan dan menekan penggunaan biaya yang dikeluar-
Pemeliharaan segala fasilitas produksi kan. Efisiensi penggunaan biaya produksi PPKR
akan menghasilkan mutu produk yang baik. Pe- Jembrana dapat dilihat pada Tabel 2.
meliharaan juga akan meminimalkan penggu- Tabel 2. Efisiensi Penggunaan Biaya Produksi
naan biaya akibat kerusakan yang lebih parah. PPKR Jembrana
Pemeliharaan bangunan dapat dilakukan dengan Uraian Nilai
jalan pembersihan dan disinfeksi. Pemeliharaan Total Penerimaan (TR) Rp 23.867.650
bangunan akan kurang efektif jika tidak dilaku-
Total Biaya Produksi (TC) Rp 19.580.400
kan secara periodik dan terjadwal.
R/C Ratio 1,22
Pemeliharaan juga terkait dengan pemeli-
haraan terhadap alat dan perlengkapan. Alat per-
Penerimaan PPKR Jembrana berasal dari
lengkapan yang ada seharusnya selalu dibersi-
penjualan produk-produk yang dihasilkan, an-
hkan dan didisenfeksi dengan baik sedemikian
tara lain permen coklat kemasan kotak, permen
rupa sehingga tingkat kontaminasi rendah atau coklat batang kecil, permen coklat batang besar,
sama sekali tidak ada, sehingga kualitas keaman- permen coklat, cookies, coklat 3in1, bubuk, le-
an pangan terjamin. Hal yang perlu diperhatikan mak, dan biji kakao. Biaya produksi PPKR Jem-
adalah perlunya melakukan kalibrasi alat secara brana meliputi beberapa komponen, diantaranya

JSEP Vol 10 No. 2 Juli 2017 31


biaya produksi, biaya pemasaran, biaya admin- Tabel 3. Nilai R/C Simulasi
istrasi dan umum, serta biaya lain. Penggunaan Simulasi R/C Nilai R/C
biaya terbesar adalah pada biaya produksi, yaitu 1. Bersubsidi Bk,Gj,Pa,Pm,Pb,PB- 1,22
sebesar 98,9%. B,L,A
Tabel 3. disajikan struktur biaya PPKR Jembra- 2. Bersubsidi + tanpa retur dan gagal 1,43
na selama 1 tahun produksi. produksi
Komponen Biaya Total Biaya Persen 3. Non Subsidi Biji Kakao 0,66
1. Biaya Produksi Rp. 273.157.168 98,9% 4. Non Subsidi Gaji 0,46
a. Biaya Bahan Rp. 19.928.525 5. Non Subsidi Penyusutan Alat 1,20
Baku Langsung 6. Non Subsidi Penyusutan Mesin 0,18
b. Biaya Tenaga Rp. 32.400.000 7. Non Subsidi Penyusutan Bangunan 0,25
Kerja Langsung 8. Non Subsidi PBB 1,21
c. Biaya Overhead Rp. 220.828.643 9. Non Subsidi Listrik 0,62
Pabrik 10. Non Subsidi Air 1,14
2. Biaya Pemasa- Rp. 1.586.800 0,6% 11. Real (Tanpa Subsidi) 0,09
ran
3. Biaya Adminis- Rp. 36.200 0,3% Simulasi peniadaan subsidi biaya dapat
trasi dan Umum dilihat pada tabel 3. Jika dilakukan simulasi di-
4. Biaya Lain Rp. 82.600 0,2% mana subsidi bahan baku biji kakao dihapuskan,
Total Biaya Rp. 276.162.768 100,0% maka R/C ratio menjadi 0,66 atau berkurang se-
besar 46,18% dari nilai R/C ketika biaya terse-
Dari perhitungan R/C yang telah dilaku- but disubsidi. Nilai penurunan efisiensi terbesar
kan dalam 1 tahun produksi, dapat diketahui adalah saat subsidi penyusutan mesin dilaku-
bahwa nilai perbandingan antara penerimaan kan, yaitu berkurang hingga 85,13% dari nilai
dan biaya adalah sebesar 1,22. Secara teoritis R/C 1,22 menjadi hanya 0,18. Tingginya nilai
dengan nilai R/C lebih dari 1, PPKR Jembrana investasi alat menyebabkan juga tingginya bi-
bisa dikatakan telah efisien dalam penggunaan aya penyusutan tiap tahunnya, sehingga hal ini
biaya. Nilai R/C sebesar 1,22 dapat diartikan berpengaruh pada nilai efisiensi yang semakin
bahwa dengan penggunaan biaya produksi se- menurun. Dengan adanya simulasi di atas dapat
besar Rp. 1.000,00 PPKR Jembrana akan mem- dikatakan bahwa peniadaan subsidi penyusutan
peroleh penerimaan sebesar Rp. 1.220,00. Hal alat, subsidi biaya air atau pajak bumi bangunan
ini menunjukkan bahwa PPKR Jembrana telah masih dapat diimbangi oleh besarnya nilai pener-
mampu mengalokasikan biaya produksinya se- imaan PPKR Jembrana, sehingga nilai efisiensi
cara efisien. masih lebih besar dari 1, atau dengan kata lain
Yang perlu dijadikan catatan adalah bah- penggunaan biaya produksi masih efisien. Na-
wa nilai tersebut dihasilkan dengan struktur bi- mun demikian ternyata, jika subsidi atas biji
aya bersubsidi. Beberapa biaya disubsidi oleh kakao/gaji/ penyusutan mesin/penyusutan ban-
Pemerintah Kabupaten Jembrana. Biaya-biaya gunan/PBB/biaya listrik, nilai efisiensi menjadi
yang dimaksud antara lain biaya bahan baku uta- turun hingga dibawah nilai 1, artinya penggu-
ma (biji kakao), gaji karyawan, penyusutan alat, naan biaya tidak lagi efisien. Apalagi jika kes-
penyusutan mesin, penyusutan bangunan, pajak eluruhan subsidi tersebut dihapuskan, maka nilai
bumi dan bangunan, biaya listrik, dan biaya air. efisiensi menjadi hanya 0,09. Ini berarti sebetul-
Beberapa simulasi dapat dilakukan dengan me- nya penggunaan biaya di PPKR Jembrana tidak
niadakan subsidi biaya. efisien bahkan rugi. Sebab besarnya penggunaan
biaya lebih tinggi dibandingkan penerimaan.
Dalam kajian peneliti, PPKR Jembrana
belum melaksanakan manajemen mutu proses
(GMP) secara menyeluruh. Sebagai contoh, sub
komponen yang belum dilakukan sesuai standar
GMP adalah prosedur pengolahan yang belum
memperhatikan suhu dan waktu pengovenan
sehingga dihasilkan produk gosong (cacat pro-
duk). Dengan munculnya cacat produk berarti
memunculkan tambahan quality costs berupa

32 JSEP Vol 10 No.2 Juli2017


process failure costs (Rp112.750,00) yang se- Jembrana masih sebagian. Pelaksanaan GMP
mestinya bisa dihindari jika PPKR Jembrana tersebut disusun oleh komponen (1) Prasarana
menerapkan GMP. Selain itu adanya retur juga dan Sarana 59,9%, (2) Proses Produksi 58,1%,
memunculkan quality cost tambahan berupa (3) Penyimpanan 45,5%, (4) Keamanan dan Ke-
product return cost (sebesar Rp 2.733.500,00). selamatan Kerja serta Pengelolaan Lingkungan
Retur tersebut disebabkan tidak laku jual karena 22,2%, (5) Kesehatan dan Kebersihan Peker-
produk mengalami cacat selama penjualan. Ini ja 34,5%, (6) Pemeliharaan 28,6%, (7) Penga-
berarti mutu produk yang dihasilkan tidak kon- wasan, Pencatatan, dan Penelusuran Balik 80%.
sisten (inkonsistensi mutu). Inkonsistensi mutu Dalam 1 tahun produksi, penggunaan bi-
menunjukkan bahwa GMP belum dilaksanakan aya PPKR Jembrana efisien ditunjukkan dengan
nilai R/C>1, namun nilai tersebut dihasilkan
dengan baik. Tidak adanya manajemen yang se-
dengan struktur biaya bersubsidi (biaya bahan
cara khusus menangani GMP merupakan salah
baku/biji kakao, gaji karyawan, penyusutan alat,
satu faktor adanya inkonsistensi mutu. atau juga
penyusutan mesin, penyusutan bangunan, pa-
dikarenakan produk yang dijual tersebut tidak jak bumi dan bangunan, biaya listrik, dan biaya
sesuai spesifikasi konsumen dari segi rasa, este- air). Jika subsidi dihapuskan, maka nilai efisien-
tika, dan harga. si menjadi turun, bahkan menjadi tidak efisien.
Quality costs tambahan dinilai tidak PPKR Jembrana sebaiknya menerapkan GMP
efisien sebab berasal dari prosedur yang tidak secara menyeluruh, dengan demikian biaya yang
dilakukan secara efisien (sesuai standar), terlebih tidak efisien berupa process failure cost dan
kondisi ini berulang tanpa ada tindakan koreksi product return cost dapat dikurangi, sehingga
atau perbaikan. Dari struktur biaya dapat diketa- efisiensi penggunaan biaya meningkat dan keun-
hui bahwa process failure costs terjadi berulang, tungan yang diperoleh semakin besar.
tidak hanya dalam 1 bulan produksi. Munculnya PPKR Jembrana perlu dukungan pemer-
biaya tambahan yang tidak efisien dapat diku- intah, dalam hal ini Dinas Perindustrian Kabu-
rangi dengan menerapkan GMP. paten Jembrana, berupa upaya perbaikan dan
Pengurangan biaya yang tidak efisien koreksi agar persyaratan GMP dapat diterapkan
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bi- secara menyeluruh sehingga terjadi peningka-
aya yang dilihat dari nilai R/C. Seperti contoh tan efisiensi. Utamanya komponen-komponen
pada munculnya quality costs tambahan di atas, yang tingkat pelaksanaannya ma sih kategori 2
adalah karena tidak dilakukannya prosedur pen- (agak rendah) seperti komponen Keamanan dan
golahan sesuai standar GMP. Jika diasumsikan Keselamatan Kerja serta Pengelolaan Lingkun-
GMP telah diterapkan menyeluruh, biaya terse- gan, komponen Kesehatan dan Kebersihan
but tidak akan muncul. Dengan demikian jika Pekerja, dan juga komponen Pemeliharaan. Jika
semua komponen GMP telah diterapkan secara
dilakukan simulasi process failure costs dan
menyeluruh, PPKR Jembrana dapat mengaju-
product return costs tidak ada, maka efisiensi
kan sertifikasi GMP kepada Pejabat Fungsional
penggunaan biaya (R/C) akan meningkat dari
Pengawas Mutu Hasil Pertanian (PMHP) pada
1,22 menjadi 1,43 (meningkat sebesar 17,01% Lembaga Pengawas Mutu dan Keamanan Pan-
dari nilai efisiensi awal. Hal ini sejalan dengan gan Hasil Pertanian.
kajian Dianameci (2007), bahwa munculnya
biaya tidak efisien yang berasal dari pekerjaan DAFTAR PUSTAKA
tidak efisien dapat diatasi dengan penerapan Asheri, Vitalia Putri. 2014. Analisis Nilai Tam-
manajemen mutu. GMP dapat dijadikan sebagai bah Cokelat Batangan (Chocolate Bar) Di
langkah awal untuk mengurangi pekerjaan tidak Pipiltin Cocoa, Kebayoran Baru, Jakarta
efisien. Dengan mengurangi biaya yang tidak Selatan. Bogor: Departemen Agribisnis
efisien, maka efisiensi meningkat dan keuntun- Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Insti-
gan yang diperoleh semakin besar. tut Pertanian Bogor

KESIMPULAN Burhanuddin, K. Mudikdjo dan Asari. 2002.


Tingkat pelaksanaan GMP berdasarkan Implementasi Quality Function Devel-
Permentan No.35/Permentan/-OT.140/7/2008 opment Dalam Peningkatan Manajemen
di PPKR Jembrana adalah sebesar 47% (kate-
Mutu. Jurnal Media Peternakan 25 (2):
gori 3) atau dengan kata lain tingkat pelaksanaan
64-69
komponen dan subkomponen GMP di PPKR

JSEP Vol 10 No. 2 Juli 2017 33


Davit, John, Ria Puspa Yusuf, dan Dewa Ayu Sri
Yudari. 2013. Pengaruh Cara Pengolahan
Kakao Fermentasi Dan Non Fermenta-
si Terhadap Kualitas, Harga Jual Produk
Pada Unit Usaha Produktif (UUP) Tun-
jung Sari, Kabupaten Tabanan. E-Jurnal
Agribisnis Dan Agrowisata, 2 ( 4): 191-
201

Dianameci, R. A. 2007. An Overview of Inte-


grated Models for Quality Management
in The Agri-Food Industry Trough Cost/
Benefit Analysis. Jurnal Standarisasi, 9
(3): 87-93

Hasibuan, Abdul Muis, Rita Nurmalina dan


Agus Wahyudi. 2012. Analisis Kebija-
kan Pengembangan Industri Hilir Kakao
(Suatu Pendekatan Sistem Dinamis). In-
formatika Pertanian, 21 (2): 59 – 67

ICCO. 2016. The World Cocoa Eeconomy: Past


and Present. London: ICCO

Rahmadi, A. 2009. Food Review: Safe-


ty of Cocoa Products. [serial on line].
http://www.foodreview.biz/preview.
php?view2&id=55838. Diakses 25 Juni
2016

Rahmanu, R. 2009. Analisis Daya Saing Industri


Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao In-
donesia. Bogor: Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Insti-
tut Pertanian Bogor

Setiawati, Rini Marlina, M.H. Bintoro Djoefrie,


dan Hartrisari Hardjomidjojo. 2007. Pe-
nentuan Produk Unggulan Berbasis Ka-
kao Sebagai Alternatif untuk Meningkat-
kan Pendapatan Industri Kecil Menengah.
Jurnal MPI, 2 (1): 58-69

Soekartawi. 1995. Teori Ekonomi Produksi. Ja-


karta: Rajawali Press

Suryaningsih, Ika Barokah. 2006. Strategi pen-


ingkatan mutu manajemen untuk pengem-
bangan industri kecil di Kabupaten Jem-
ber. Jurnal Manajemen Akuntansi dan
Bisnis, 4 (3)

34 JSEP Vol 10 No. 2 Juli 2017

S-ar putea să vă placă și