Sunteți pe pagina 1din 19

Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal
(Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa,
Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan
manik depresif dan delerium.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi
tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata
ada oleh klien.

B. Klasifikasi Halusinasi

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :

a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –


suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan
bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan.

f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

C. Etiologi

a. Faktor predisposisi
1. Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan
realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul
perilaku menarik diri.

2. Psikologis

Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosiol Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu
terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b) Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.

c) Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. Pada halusinasi terdapat 3
mekanisme koping yaitu :

1) With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asyik dengan pengalaman internalnya.
2) Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan ( alam
mengalihkan respon kepada sesuatu atau seseorang ).

3) Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari-hari untuk memproses masalah dan


mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas.

Pada klien dengan halusinasi, biasanya menggunakan pertahanan diri dengan menggunakan pertahanan
diri dengan cara proyeksi yaitu untuk mengurangi perasaan emasnya klien menyalahkan orang lain
dengan tujuan menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.

D. Manifestasi Klinis

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Bicara sendiri.

2. Senyum sendiri.

3. Ketawa sendiri.

4. Menggerakkan bibir tanpa suara.

5. Pergerakan mata yang cepat

6. Respon verbal yang lambat

7. Menarik diri dari orang lain.

8. Berusaha untuk menghindari orang lain.

9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.

11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.

12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.

13. Sulit berhubungan dengan orang lain.

14. Ekspresi muka tegang.

15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.

16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

17. Tampak tremor dan berkeringat.

18. Perilaku panik.


19. Agitasi dan kataton.

20. Curiga dan bermusuhan.

21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

22. Ketakutan.

23. Tidak dapat mengurus diri.

24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami
halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

3. Gerakan mata abnormal.

4. Respon verbal yang lambat.

5. Diam.

6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.

8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.

9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.

12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.

14. Berkeringat banyak.

15. Tremor.

16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

17. Perilaku menyerang teror seperti panik.


18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.

20. Menarik diri atau katatonik.

21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.

22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

E. Akibat Dari Halusinasi

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

1. Memperlihatkan permusuhan

2. Mendekati orang lain dengan ancaman

3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

5. Mempunyai rencana untuk melukai

F. Tahapan halusinasi

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase
memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

Fase I :

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri.

Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-
tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.

Fase III :

Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.
Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.

Fase IV :

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Manifestasi Klinis

Fase I

a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

c. Gerakan mata yang cepat

d. Respon verbal yang lambat

e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Fase II

a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah

b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi

c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan
antara halusinasi dengan realitas.
Fase III

a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya

b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain

c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti
petunjuk

Fase IV

a. Prilaku menyerang teror seperti panic

b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain

c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri atau katatonik

d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

G. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :

a. Psikofarmakologis

Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis
pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis.

Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :

Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian

Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg

Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg


Flufenazine (Prolixine, 1-40 mg
Permiti
30-400 mg
Mesoridazin (Serentil)
12-64 mg
Perfenazin (Trilafon)
15-150 mg
Proklorperazin (Compazine)
40-1200 mg
Promazin (Sparine)
150-800mg
Tioridazin (Mellaril)
2-40 mg
Trifluoperazin (Stelazine)
60-150 mg
Trifluopromazin (Vesprin)

Tioksanten Klorprotiksen (Taractan 75-600 mg

Tiotiksen (Navane) 8-30 mg

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg

Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg

Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg

Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225

b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)

c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi : Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005 )
a. Risiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-marah dan mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Isolasi sosial
Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko prilaku kekerasan maka
lingkungan akan menjauh dan mengisolasi.
c. Harga diri rendah
Hal ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien beranggapan dirinya
merasa tidak berguna dan tidak mampu.

d. Defisit perawatan diri : kebersihan diri


Hal ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu sehingga klien mengalami
penurunan motivasi dalam hal kebersihan dirinya.
Pengkajian keperawatan
Menurut Trimelia S.Skp ( 2012 ), bahwa faktor terjadinya halusinasi meliputi :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
b. Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadapa stress adalah merupakan
salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
c. Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan kesepian dan
tidak percaya pada lingkungannya.
d. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersufat halusnogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivitasnya neurtransmiter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
Acetylcholin dan Dopamin.
e. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif, dingin, tidak sensitif,
pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan individu dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam nyata.
f. Faktor genetik
Penelitian menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia cenderung akan
mengalami skizofrenia.

2. Faktor presipitasi
Factor presipitasi adalah factor pencetus sebelum timbul gejala
a. Stresor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stablitas keluarga, perpisahan
dengan orang terpentng atau disingkirkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, inhalan, non epineprin, zat halusigenik, diduga berkaitan
dengan halusinasi
c. Faktor pskologi
kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga
klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan.

3. Prilaku halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam Yosep 2010) Prilaku halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama. Tanda gejala yang ditimbulkan yaitu muka merah, kadang pucat,
ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD meningkat, nafas tersengah-sengah, nadi cepat,
timbul gangguan kebutuhan nutrisi.
b. Dimensi Emosi
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menankutkan. Tanda gejala yang dapat dilihat ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak aman,
tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri atau orang lain sikap curiga dan saling bermusuhan,
marah, jengkel, dendam dan sakit hati
c. Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa
hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olahia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri
dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika dioerintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Tanda gejala yang timbul isolasi sosial, menghindar dari orang
lain, berbicara / komunikasi verbal tergangu, bicara inkoheren dan tidak masuk akal, merusak
diri sendiri atau orang lain
d. Dimensi Intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.tanda
gejala tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, sulit membuat keputusan, tidak mampu
berfikir abstrak dan daya ingat menurun
e. Dimensi Spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup , rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri. Saat
terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memkai takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

4. Mekanisme koping
a. Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkanprilaku kembali seperti pada prilaku
perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada orang lain karena
kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
c. Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik
yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku
apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

5. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak
dan prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau kreatifitas yang tinggi.
Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping,
karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit. Finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan
serta untuk memberikan dukungan csecara kesinambungan

6. Pohon masalah
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan sensori persepsi :
halusinasi pendenganran dan perabaan sebagai beriku
Risiko prilaku kekerasan

Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan perabaan

Isolasi sosial

Harga Diri Rendah


E. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA ( 2006 ), adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan Sensori persepsi : halusinasi
2. Risiko prilaku kekerasan
3. Isolasi sosial

F. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan menurut NANDA ( 2006 ), mulai dari diagnosa keperawatan, tujuan jangka
panjang, tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan, antara lain :
Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan perabaan
Tujuan : Klien mampu menetapkan dan menguji realita / kenyataan serta menyingkirkan
kesalahan sensori persepsi
Tupen 1 : setelah dilakukan interaksi …x, klien mampu membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
a. Menunjukan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon. b. Menunjukan gerakan ekspresi
wajah yang rilek. c. Menunjukan kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam,
menyebutkan nama, mau duduk berdampingan atau berhadapan.
Rencana tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali interaksi
f. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.

Tupen 2 : Setelah dilakukan interaksi selama …x , klien mampu mengenal halusinasi


pendengaran dan perabaan
Kriteria hasil :
a. Klien mampu menyebutkan waktu, isi , frekwensi munculnya halusinasi, b. Klien mampu
menyebutkan prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi muncul, c. Klien mampu
menyebutkan akibat dari prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi terjadi.
Rencana tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi
c. Bantu klien mengenal halusinasi :
- Tanyakan apakah klien mengalami halusinasi
- Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
- Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak
mengalaminya
- Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
- Katakan bahwa perawat akan membantu.
d. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi
diskusikan dengan klien: isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore , malam,
sering atau kadang-kadang. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi

Tupen 3 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x, Klien mampu mengendalikan halusinasi
pendengaran dan perabaan.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, b. Klien dapat memilih dan
melaksanakan cara baru mengendalikan halusinasi, c. Klien melaksanakan cara yang dipilih
untuk mengendalikan halusinasi.
Rencana Tindakan :
a. Diskusikan bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukan diri dll)
b. Diskusikan cara yang digunakan klien
- Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian
- Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut.
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
d. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
e. Beri kesempatan untuk melakukan apa yang dipilih dan dilatih.
f. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
g. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.

Tupen 4 : Setelah di lakukan interaksi selama …..x dengan keluarga klien dapat dukungan
dalam mengendalikan halusinasi pendengaran dan perabaan.
Kriteria Hasil :
a. Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat, b. Keluarga dapat
menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi halusinsi.
Rencana Tindakan :
a. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu,tempat, dan topic )
b. Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan ramah)
- Pengertian, tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
menmutus, obat-obatan, cara anggota keluarga mencegah halusinasi.
- Beri informasi waktu kontrol ke Rumah Sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika
halusinasi tidak di atasi.

Tupen 5 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x , Klien dapat memanfatkan obat dengan baik
Kriteria Hasil :
a. Klien dam keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, efek samping obat, dan nama warna
dan dosis b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, c. Klien dan
keluarga memahami akibat berhenti minum obat tanpa rekomendasi.
Rencana Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis,
cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
b. Pantau klien saat penggunaan obat.
c. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
e. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.

G. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan
keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah menggunakan rencana tertulis, yaitu apa yang
dipikirkan, dirasakan, itu yang di laksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan perawat
jika tindakan berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal tanda tangan.
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan, oleh kilen saat ini. Perawat juga
menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan teknikal yang
di perlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman
bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada
saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien, yang
isinya menjelaskan apa yang akan d kejakan. Dan peran serta yang di harapkan dari klien.
dokumentasikan semua tindakan yang telah di laksanakan berserta respon klien.
H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada kilen.
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah di
laksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan membandingkan antara
respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat di lakukan dengan mengunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
S : Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat diukur
dengan menanyakan : “ Bagaimana perasaan ibu setelah melakukan cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik ?”
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat diukur
dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa
yang telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada, dapat
pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang terdiri dari
tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
1. Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah.
2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat dijalankan, tetapi
hasilnya belum memuaskan.
3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang
ada, diagnosis lama juga dibatalkan.
4. Rencana atau diagnosis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah
memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya perubahan, serta
berupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta berupaya mempertahankan dan
memelihara perubahan tersebut. Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk
menguatkan perubaan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self-
reinforcemen.

DAFTAR PUSTAKA

Isaac S,Ann . (2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih Penerjemah) .
USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)

Keliat, Budi anna . ( 2005 ) . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : ECG .

Nanda . (2006) . Nursing Diagnosis : Definision dan Classification . ( Kelliat et al, penerjemah) .
Philadelphia : W. B Sauder . ( Sumber Asli Diterbitkan 2005 )

Maramis, Willy F . ( 2004 ) . Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa . Surabaya : Airlangga University Press.

Rasmun. ( 2001 ) .Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintograsi dengan Keluarga . Jakarta :
CV Agung Seto

Stuart & Sudeen . ( 1998 ) . Pocket Guide To Psychiatric Nursing . ( 3 / E ) . ( Hamid, Penerjemah ) .
Mosby Year Book Inc . (Sumber Asli Diterbitkan 1995 )
Townsend, Mary. C . ( 1998 ). Nursing Diagnosis In Psychiatryc Nursing : Pocket Guide for care
plan construction . ( 3 / E ) . ( Daulima, penerjemah ) . Pennsylvania, USA : F. A. Davis
Philadelphia . ( Sumber asli diterbitkan 1995 )

Diposkan oleh Bayu Darma Bestari di 10.08

S-ar putea să vă placă și

  • Anestesi Intravena
    Anestesi Intravena
    Document22 pagini
    Anestesi Intravena
    BaiTy InDra Indriani
    Încă nu există evaluări
  • MI 1 - Diagnosis Dan Pengobatan IMS
    MI 1 - Diagnosis Dan Pengobatan IMS
    Document62 pagini
    MI 1 - Diagnosis Dan Pengobatan IMS
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Induksi Inhalasi
    Induksi Inhalasi
    Document34 pagini
    Induksi Inhalasi
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Induksi Anesthesi
    Induksi Anesthesi
    Document21 pagini
    Induksi Anesthesi
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pagini
    Daftar Pustaka
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Sap DBD
    Sap DBD
    Document14 pagini
    Sap DBD
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Jurnal Pneumonia 1
    Jurnal Pneumonia 1
    Document15 pagini
    Jurnal Pneumonia 1
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Ppok RSHDM
    Ppok RSHDM
    Document12 pagini
    Ppok RSHDM
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document2 pagini
    Daftar Isi
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Makalah DBD
    Makalah DBD
    Document10 pagini
    Makalah DBD
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Ppok RSHDM
    Ppok RSHDM
    Document12 pagini
    Ppok RSHDM
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Diagnosa Menurut Maslow
    Diagnosa Menurut Maslow
    Document1 pagină
    Diagnosa Menurut Maslow
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Makalah Recuronium
    Makalah Recuronium
    Document28 pagini
    Makalah Recuronium
    Muhamad Nur Sobari
    100% (1)
  • Rocoronium
    Rocoronium
    Document15 pagini
    Rocoronium
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Anti Pire Tik
    Anti Pire Tik
    Document3 pagini
    Anti Pire Tik
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări
  • Kebutuhan Oksigenasi
    Kebutuhan Oksigenasi
    Document16 pagini
    Kebutuhan Oksigenasi
    Muhamad Nur Sobari
    Încă nu există evaluări