Sunteți pe pagina 1din 52

PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU Apis mellifera

YANG MENDAPAT TEPUNG KEONG MAS (Pomacea sp.)


SEBAGAI SUPLEMEN POLEN

SKRIPSI
SAKINAH AGIL AL-ATTAS

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRACT

DEVELOPMENT OF Apis mellifera COLONY GIVEN GOLDEN APPLE


SNAIL (Pomacea sp.) MEAL AS POLLEN SUPPLEMENT

Al-Attas, S. A., H. C. H. Siregar., and Kuntadi.

The availability of food source is the most important factor in beekeeping. Nectar
and pollen are foods for honeybee which can be obtain from plants. Pollen is needed
as the major source of dietary protein, lipids, minerals and vitamins, but it is not
always available. Other alternative to overcome lack of pollen is pollen supplement.
Golden Apple Snail or GAS meal is suggested as pollen supplement because of its
high protein content. The study was conducted from January up to February 2008 at
“Sari Bunga”, Titisan Village, Sukaraja, Sukabumi. Twenty five colonies of Apis
mellifera were used in this study. All colonies had queens of the same age (one year)
and seven combs. Twenty colonies assigned to feed on pollen supplement were given
pollen trap to avoid fresh pollen entering the hives. The purpose of this study was to
analyze the effect of pollen supplement pasta of four different proportion of golden
apple snail or GAS meal on feed consumption, worker’s body weight, colony weight
and weight gain, feed conversion, brood rearing area and area gain and brood
mortality. The result showed that pollen supplement gave the better perform of
colony in brood rearing, brood rearing gain and brood mortality than control. Pasta
with 25% TKM was the best pollen supplement because of its efficiency.

Keywords: Apis mellifera, golden apple snail meal, brood rearing, pollen
supplement.
RINGKASAN

SAKINAH AGIL AL-ATTAS. D14104066. 2008. Perkembangan Koloni Lebah


Madu Apis mellifera yang Mendapat Tepung Keong Mas (Pomacea sp.) Sebagai
Suplemen Polen. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi


Pembimbing Anggota : Drs. Kuntadi, M.Agr

Kesuksesan beternak lebah madu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan.


Polen (serbuk sari) adalah satu-satunya sumber protein alami bagi lebah madu untuk
memproduksi royal jelly yang merupakan makanan bagi ratu dan anakan sampai
umur satu hari. Ketersediaan polen sangat menentukan perkembangan anakan lebah
madu. Pembudidayaan lebah madu membutuhkan polen dalam mutu dan jumlah
yang memadai serta terus menerus sepanjang tahun, tetapi keberadaan polen di alam
tidak selalu tersedia karena tergantung musim bunga. Kekurangan polen sebagai
pakan sumber protein dapat diatasi salah satunya dengan cara membuat polen
tambahan (pollen supplement).
Keong mas merupakan salah satu bahan alternatif tambahan polen yang
berpotensi meningkatkan perkembangan anakan lebah madu karena kandungan
proteinnya yang tinggi dan mudah didapat. Penentuan taraf terbaik pemberian tepung
keong mas sebagai bahan tambahan polen dilakukan dalam penelitian di peternakan
lebah madu Sari Bunga selama satu setengah bulan pada Januari sampai dengan
Februari 2008. Penentuan taraf terbaik didasarkan pada hasil analisis pengaruh
pemberian tepung keong mas dengan taraf berbeda terhadap tingkat konsumsi bahan
kering dan protein, bobot badan lebah pekerja umur sehari, bobot dan pertambahan
bobot koloni, konversi pakan, luas sarang anakan dan pertambahannya serta
mortalitas anakan lebah madu.
Penelitian ini menggunakan 25 koloni lebah Apis mellifera dengan ratu yang
berumur sama (satu tahun) dan jumlah sisiran yang seragam (tujuh sisiran).
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan empat taraf perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan berupa polen tambahan
yang diberi tepung keong mas (TKM) dengan taraf berbeda; 0%, 12,5%, 25% dan
50%. Sebagai pembanding, digunakan koloni yang mendapat polen dari alam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian polen suplemen
menghasilkan performa koloni yang lebih baik pada luas anakan, pertambahan luas
anakan dan mortalitas anakan) daripada yang mendapat polen dari alam. Pasta
dengan taraf TKM 25% merupakan pasta suplemen polen terbaik karena paling
efisien digunakan oleh lebah dibandingkan pasta lainnya.

Kata-kata kunci: Apis mellifera, polen suplemen, tepung keong mas, konversi pakan,
luas sarang anakan.
PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU Apis mellifera
YANG MENDAPAT TEPUNG KEONG MAS (Pomacea sp.)
SEBAGAI SUPLEMEN POLEN

Oleh
SAKINAH AGIL AL-ATTAS
D14104066

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 3 Juni 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi. Drs. Kuntadi, MAgr.


NIP. 131 881 141 NIP. 710 006 096

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr


NIP. 131 955 531
PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU Apis mellifera
YANG MENDAPAT TEPUNG KEONG MAS (Pomacea sp.)
SEBAGAI SUPLEMEN POLEN

SAKINAH AGIL AL-ATTAS


D14104066

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1987 di Dhaka, Bangladesh.


Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Agil Salem Al-
Attas dan Zakiah Al-Attas.
Pendidikan dasar Penulis diselesaikan pada tahun 1998 di SDS Rumpun
Cempaka, Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun
2001 di Sekolah Indonesia Cairo dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Indonesia Cairo.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2004.
Selama menjadi mahasiswa, Penulis pernah menjadi pengurus English Club
di Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) periode 2004-2005.
Penulis juga pernah menjadi anggota UKM Panahan pada tahun 2005-2006 dan
anggota paduan suara mahasiswa Agria Swara pada tahun 2004-2007.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...

Alhamdulillaahirobbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas


besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan studi dengan bukti tugas akhir (skripsi) yang berjudul Perkembangan
Koloni Lebah Madu Apis mellifera yang Mendapat Tepung Keong Mas (Pomacea
sp.) Sebagai Suplemen Polen. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada teladan dan pemimpin umat terbaik hingga akhir zaman, Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.
Harapan Penulis agar hasil penelitian ini membawa manfaat dalam dunia
peternakan lebah madu dan bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ......................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................. 1
Tujuan .......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
Klasifikasi Lebah Madu ................................................................ 3
Biologi Lebah Madu .................................................................... 3
Siklus Hidup Lebah Madu ............................................................ 4
Telur ................................................................................. 5
Larva ... ............................................................................. 6
Pupa .................................................................................. 6
Dewasa ............................................................................. 6
Pakan dan Perkembangan Koloni ................................................. 7
Polen ................................................................................ 7
Pakan Tambahan .............................................................. 8
Keong Mas ................................................................................... 8
METODE ...... .......................................................................................... 11
Lokasi dan Waktu ........................................................................ 11
Materi .......................................................................................... 11
Lebah Madu ..................................................................... 11
Bahan Pakan ..................................................................... 11
Peralatan ........................................................................... 11
Rancangan ................................................................................... 11
Analisis Data .................................................................... 12
Peubah yang diamati.......................................................... 12
Prosedur ....................................................................................... 12
Persiapan Koloni ............................................................... 12
Pembuatan Tepung Keong Mas ........................................ 13
Pembuatan Pasta Polen Suplemen ..................................... 13
Pelaksanaan Penelitian....................................................... 14
Pengambilan Data ................................................................ 15

v
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 18
Tepung Keong Mas sebagai Suplemen Polen.................................. 18
Konsumsi Bahan Kering dan Protein ............................................ 20
Konsumsi Bahan Kering ................................................... 20
Konsumsi Protein ............................................................. 22
Bobot Lebah Pekerja Umur Sehari ............................................... 24
Bobot Koloni dan Pertambahannya ............................................... 25
Bobot Koloni .................................................................... 25
Pertambahan Bobot Koloni................................................ 27
Konversi Pakan............................................................................. 27
Luasan Sarang Anakan dan Pertambahannya ................................ 27
Luas Sarang Anakan ......................................................... 28
Pertambahan Luas Sarang Anakan .................................... 29
Mortalitas Anakan......................................................................... 30
Penentuan Pasta Polen Suplemen Terbaik ..................................... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 34
Kesimpulan .................................................................................. 34
Saran ............................................................................................ 34
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 36
LAMPIRAN ............................................................................................ 38

vi
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Siklus Hidup Lebah Madu Apis mellifera ................................ 5
2. Komposisi Nutrien Keong Mas ................................................ 9
3. Komposisi Pembuatan Polen Suplemen ................................... 13
4. Analisis Protein Tepung Keong Mas, Tepung Polen Jagung
dan Polen Suplemen................................................................. 18
5. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Bahan Kering ..... 20
6. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Protein ............... 22
7. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Lebah Pekerja
Umur Sehari ............................................................................ 24
8. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Koloni ...................... 25
9. Rataan Jumlah Populasi Lebah Pekerja .................................... 26
10. Rataan dan Koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Koloni.... 27
11. Rataan dan Koefisien Keragaman Konversi Pakan Terhadap
Pertambahan Bobot Koloni........................................................ 28
12. Rataan dan Koefisien Keragaman Luas Sarang Anakan ........... 28
13. Rataan dan Koefisien Keragaman Pertambahan Luas Anakan .. 30
14. Rataan dan Koefisien Keragaman Tingkat Mortalitas Anakan.. 31
15. Penentuan Pasta Polen Suplemen Terbaik...................... ........... 32

vii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Tiga Kasta dalam Koloni Lebah Madu .................................... 4
2. Fisik A. mellifera Empat Stadia di dalam Sel ........................... 5
3. Penggunaan Pollen Trap Saat Penelitian. ................................. 14
4. Penyimpanan Pasta Polen Suplemen Pada Sisiran Lebah.......... 14
5. Skema Pembagian Koloni dengan Presentase Suplemen Polen
Berbeda ................................................................................... 15
6. Pasta Polen Suplemen dengan Taraf Tepung Keong Mas
Berbeda ................................................................................... 19
7. Konsumsi Bahan Kering Pasta Polen Suplemen ....................... 21
8. Konsumsi Protein Pasta Polen Suplemen ................................ 22
9. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Protein Polen Suplemen.. 23
10. Grafik Luas Sarang Anakan Selama Penelitian............................. 29

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Analisis Keragaman Bobot Lebah Pekerja ................................. 37
2. Analisis Keragaman Bobot Koloni............................................. 37
3. Analisis Keragaman Pertambahan Bobot Koloni........................ 37
4. Analisis Keragaman Pertambahan Luas Anakan ........................ 37
5. Analisis Keragaman Mortalitas Anakan ..................................... 37
6. Perhitungan Populasi Koloni...................................................... 38
7. Daftar Harga Bahan Polen Suplemen ......................................... 38

ix
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha peternakan lebah madu sejak pertengahan 1970 sudah mulai
dikembangkan di Indonesia. Masyarakat telah mengetahui bahwa lebah madu
mempunyai potensi besar yang bermanfaat bagi manusia, namun dalam segi
manajemen dan pemeliharaan, lebah madu belum mendapatkan perhatian khusus
karena beternak lebah madu secara intensif masih relatif baru (Sihombing, 1997).
Kesuksesan beternak lebah madu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan.
Sumber pakan lebah madu adalah nektar dan polen (serbuk sari) yang diperoleh dari
tanaman. Kedua bahan pakan ini menyediakan karbohidrat, protein, lemak, vitamin
dan mineral yang dibutuhkan lebah madu untuk perkembangan koloninya. Sebagian
besar energi yang diperlukan lebah madu berasal dari nektar, sedangkan kandungan
protein lebih banyak ditemukan pada polen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
larva, perkembangan kelenjar hypopharing dan lemak tubuh (Winston, 1987).
Polen merupakan sumber protein alami bagi lebah madu. Polen sangat vital
bagi perkembangan beberapa organ dalam lebah pekerja (Keller et al., 2005)
sehingga ketersediaannya sangat menentukan terhadap perkembangan dan kondisi
kesehatan koloni. Kekurangan polen dapat mengakibatkan penurunan jumlah anakan,
perkembangan lebah yang tidak normal, memperpendek umur lebah pekerja, dan
penurunan produksi madu (Winston et al., 1983).
Polen adalah benih jantan tumbuhan yang hanya terdapat pada bunga. Hal ini
menyebabkan keberadaan dan perkembangan lebah madu secara alami sangat
tergantung kepada keberadaan bunga. Karena masa pembungaan umumnya bersifat
musiman, pada waktu tertentu koloni lebah mengalami kelangkaan pangan. Bagi
peternak lebah, masa langka bunga adalah masa kritis. Populasi koloni mengecil dan
tidak jarang sampai tingkat yang paling rendah. Contoh nyata di lapangan, yaitu pada
saat koloni lebah madu digembalakan di perkebunan karet (Hevea braziliensis) dan
rambutan (Nephelium lapaceum). Meskipun koloni lebah mampu memproduksi
madu yang cukup banyak dari kedua jenis tanaman tersebut, namun populasi koloni
mengalami penurunan drastis karena kurangnya pasokan polen. Kondisi demikian
sangat berpengaruh terhadap musim panen selanjutnya, karena penurunan populasi
yang tajam akan menyebabkan keterlambatan perkembangan koloni di saat

1
menyongsong kedatangan musim nektar. Akibatnya, petani lebah tidak dapat
memanfaatkan musim panen secara maksimal atau bahkan mengalami gagal panen.
Sebagian besar peternak bergantung pada ketersediaan polen jagung (Zea
mays) selama masa pemeliharaan. Hasil uji laboratorium terhadap polen yang
dikumpulkan lebah madu di peternakan Sari Bunga, Sukabumi, yang sebagian besar
berasal dari tanaman jagung diketahui kandungan proteinnya sekitar 11,17%
(Arianne, 2007). Persentase kadar protein sebesar itu tergolong sangat rendah
dibandingkan kebutuhan minimal untuk perkembangan koloni lebah. Menurut
Winston (1987), kadar protein polen kurang dari 20% tidak mencukupi kebutuhan
koloni untuk tumbuh dengan baik dan berproduksi optimal.
Peternak maupun peneliti saat ini mengupayakan alternatif polen pengganti
(pollen substitute) dan polen tambahan (pollen suplement) untuk mengatasi
kekurangan sumber protein alami. Menurut Chalmers (1980), pemberian polen
tambahan yang pas dapat menghasilkan perkembangan pesat pada performa koloni.
Selanjutnya, dikatakan bahwa bahan sumber protein hewani dapat digunakan sebagai
tambahan polen lebah madu, seperti yang juga dilakukan oleh Winston et al. (1983)
yang menggunakan campuran tepung ikan haring dan ragi bir sebagai polen
tambahan. Salah satu bahan yang belum diteliti dan berpotensi sebagai pakan lebah
madu adalah tepung keong mas (Pomacea sp.). Keong mas mudah didapat dan
memiliki nilai protein sebesar 54,3 % (Bombeo-Tuburan et al., 1995) sehingga telah
banyak dimanfaatkan untuk campuran bahan pakan ternak (Suwarman, 1989).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepung keong mas
dengan persentase yang berbeda terhadap tingkat konsumsi bahan kering dan protein
lebah madu, bobot lebah pekerja umur sehari, bobot koloni dan pertambahannya,
konversi pakan, luas sarang anakan dan pertambahannya, serta mortalitas anakan
Apis mellifera.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Lebah Madu


Singh (1962) mengklasifikasikan lebah madu sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Apidae
Genus : Apis
Spesies : A. cerana, A. mellifera, A dorsata, A. florea.
Saat ini telah diketahui bahwa genus Apis mempunyai sembilan spesies, yaitu
A. andreniformis, A cerana, A. florea, A. mellifera, A. dorsata, A. koschevnikovi, A.
laboriosa, A. nigrocincta dan A. nuluensis (Oldroyd dan Wongsiri, 2004).
Menurut Free (1982), spesies lebah madu yang dikenal dan paling luas
penyebarannya adalah A. mellifera. Kemampuannya memproduksi madu yang sangat
tinggi menjadikan lebah ini banyak diperkenalkan di wilayah baru yang sebelumnya
merupakan daerah penyebaran A. cerana. Apis mellifera aslinya berasal dari daerah
subtropis, yaitu benua Eropa. Ukurannya 1,25 kali lebih besar daripada A. cerana.
Panjang lebah ratu sekitar 1,9 cm, jantan 1,65 cm dan lebah pekerja sekitar 1,35 cm.
Warna tubuh bervariasi dari coklat gelap sampai kuning hitam, sifatnya sabar dan
selalu menjaga sarangnya agar tetap bersih (PPAP, 2004). Sihombing (1997)
menambahkan, A. mellifera memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga dari spesies
lebah ini dapat dibuat galur baru yang mampu hidup di lingkungan dan iklim yang
berbeda dari tempat aslinya. Karena itulah pembudidayaan A. mellifera lebih
diutamakan di Indonesia.

Biologi Lebah Madu


Satu koloni lebah umumnya terdiri dari ribuan lebah pekerja, ratusan lebah
jantan dan satu lebah ratu. Ketiga kasta lebah dewasa dapat dibedakan dengan jelas
dari ukuran tubuh atau bagian-bagian tubuh; yang paling besar adalah ratu, diikuti
oleh jantan dan yang paling kecil adalah lebah pekerja seperti yang tampak pada
Gambar 1.

3
Pejantan Pekerja
Ratu
Sumber: Winston (1987)

Gambar 1. Tiga Kasta dalam Koloni Lebah Madu

Masing-masing kasta memiliki tugas yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi


dan anatomi tubuhnya. Lebah pekerja bertanggung jawab mengerjakan seluruh tugas
di dalam dan di luar sarang, diantaranya memberi makan lebah ratu dan larva,
mencari pakan (nektar dan polen), mencari air, menjaga sarang dan memproses
nektar menjadi madu yang matang. Madu dibuat oleh lebah dari nektar bunga. Lebah
mengisap nektar dari bunga lalu dibawa ke sarang. Setiap lebah pekerja menumpuk
nektar yang dikumpulkan kedalam kantong khusus di dalam tubuh lebah yang
disebut perut madu atau honey sac. Di dalam perut, gula-gula sukrosa dari nektar
dipecah menjadi gula-gula sederhana, fruktosa dan glukosa, melalui suatu proses
yang disebut inversi. Setelah lebah mendepositkan nektar dalam sarang, dibiarkan
sebagian besar airnya menguap sehingga cairan semakin kental (Sihombing, 1997).
Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), ratu adalah satu-satunya lebah
betina sempurna yang berfungsi reproduksi untuk menjamin kelestarian koloni.
Lebah ratu mempunyai pakan khusus yaitu royal jelly sehingga ratu dapat bertelur
2000 butir telur per hari yang nantinya menjadi cikal bakal koloni lebah baru. Tugas
lebah jantan adalah mengawini ratu lebah dan langsung mati setelah berhasil kawin
karena alat kelaminnya tertinggal di abdomen lebah ratu (Sarwono, 2001).

Siklus Hidup Lebah Madu


Siklus hidup lebah mengalami metamorfosis. Lebah madu harus melewati
beberapa tahapan sebelum menjadi lebah dewasa yang sempurna. Perkembangan
siklus hidup lebah madu berdasarkan stadia perkembangannya terbagi kedalam
empat bagian, yaitu: telur, larva, pupa dan dewasa seperti yang terlihat pada
Gambar 2.

4
Telur

Larva

Pupa

Dewasa

Sumber: Winston (1987).

Gambar 2. Fisik A. mellifera empat stadia di dalam sel

Telur yang baru dikeluarkan lebah ratu akan menetas menjadi larva pada hari
ketiga. Fase larva (hari ke-4 sampai ke-9) adalah fase dimana dibutuhkan banyak
pasokan makanan, khususnya royal jelly yang dihasilkan dari kelenjar hypopharing
lebah pekerja muda. Pada hari ke-10, larva berubah menjadi pupa. Pada tahap ini,
beberapa anggota tubuh lebah sudah mulai terbentuk, seperti mata, sayap, dan kaki.
Pupa berubah menjadi lebah dewasa dari hari ke-16 hingga 24, bergantung pada jenis
lebah yang akan muncul (Tabel 1).

Tabel 1. Siklus Hidup A. mellifera


Kasta Stadia Lama hidup
(Strata) (telur-dewasa)
Telur Larva Pupa Total
-------------------(hari)-----------------
Ratu 3 5 7-8 15-16 Tahunan
Pekerja 3 4-5 11-12 18-21 Mingguan-bulanan
Pejantan 3 7 14 24 Bulanan
Sumber: Singh (1962)

Telur
Menurut Pavord (1975), A. mellifera mampu memproduksi telur 1800-2000
butir per hari. Lebah ratu memproduksi dua macam telur, yaitu telur yang dibuahi
dan yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi akan berkembang menjadi ratu atau lebah
pekerja sedangkan yang tidak dibuahi menjadi calon pejantan. Khusus telur calon
ratu diletakkan pada sel ratu yang berbeda dengan sel lain yaitu berada dalam sel

5
khusus yang bergantung tegak lurus kearah bawah sarang dan berukuran lebih besar
dan memanjang (Winston, 1987).

Larva
Pada Tabel 1 terlihat lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan stadia
larva berbeda-beda di antara kasta lebah. Menurut Gojmerac (1980), pada dua hari
pertama semua larva diberi makanan yang sama yaitu royal jelly. Bagi larva yang
dipersiapkan sebagai calon ratu mendapat tambahan royal jelly lebih dari 2,5 hari
pertama. Larva lebah madu mempunyai fisik seperti ulat berwarna putih yang tidak
memiliki kaki, mata, antena, sayap maupun sengat tetapi memiliki mulut sederhana
yang hanya digunakan untuk menelan pakan yang ditempatkan oleh lebah pekerja di
dalam sel.

Pupa
Menurut Sarwono (2001), tubuh pupa mengalami perubahan sedikit demi
sedikit dengan terlihatnya sayap dan kaki yang mulai tumbuh pada saat larva
memasuki fase pupa. Selama perkembangan fase pupa, kutikula secara bertahap
menjadi gelap dan perubahan warna ini dapat digunakan untuk menentukan umur
pupa. Lama waktu stadia pupa berakhir sekitar 7 sampai 8 hari untuk lebah ratu, 11
sampai 12 hari untuk lebah pekerja, dan bagi lebah jantan adalah 14 hari, kemudian
diikuti dengan berakhirnya pergantian kulit menuju tahap dewasa (Singh, 1962).

Dewasa
Karakteristik lebah madu yang baru keluar dari sel terlihat dari kondisinya
yang masih lemah, kutikula berwarna pucat dan belum mengeras (Free, 1982).
Berbanding lurus dengan ukuran tubuh, lama hidup ratu pun lebih panjang
dibandingkan pejantan dan selanjutnya pekerja. Kisaran bobot badan ratu, pejantan
dan pekerja yang baru keluar dari sel adalah 178-292 mg, 196-225, dan 81-151 mg.
Lama hidup, untuk lebah ratu dapat mencapai dua tahun, pejantan 21-90 hari
tergantung musim, dan lebah pekerja sekitar 20–40 hari. Di musim dingin, lebah
bekerja dapat hidup hingga 140 hari (Koning, 1994). Faktor-faktor yang
mempengaruhi bobot badan lebah madu antara lain ukuran sel, jumlah dan umur
lebah perawat, populasi koloni, ketersediaan nektar dan polen, hama (Varroa),
penyakit (nosema) dan cuaca (Winston et al., 1983).

6
Penampilan lebah ratu berbeda dari lebah pekerja terutama bagian
abdomennya yang terlihat lebih besar dan lebih panjang untuk menampung ovarium
yang berkembang dengan subur (Sihombing, 1997).
Lebah pekerja mempunyai organ reproduksi yang tidak berkembang dengan
sempurna. Walaupun demikian, lebah pekerja mampu melakukan semua tugas di
dalam maupun di luar sarang dengan organ yang dimilikinya. Peran lebah pekerja
antara lain menyediakan royal jelly bagi calon ratu; royal jelly adalah hasil sekresi
kelenjar mandibularis lebah pekerja (Sihombing, 1997).
Jumlah lebah pekerja dalam satu koloni sangat bervariasi. Menurut
Sihombing (1997), koloni A. mellifera biasanya dihuni 60.000-80.000 lebah pekerja
pada musim bunga berlimpah, sedangkan pada musim paceklik (dearth period)
hanya terdapat 10.000 lebah pekerja atau kurang.
Lebah pejantan mempunyai mata yang besar, antena yang panjang dan
sayapnya lebih besar dari kedua kasta (Free, 1982), tidak memiliki keranjang polen
(pollen basket), kelenjar malam (wax gland) maupun sengat (Sihombing, 1997).
Fungsinya selama hidup hanya mengawini ratu.

Pakan dan Perkembangan Koloni

Polen
Polen adalah sel kelamin jantan tumbuhan yang berprotein tinggi. Polen
dimakan oleh lebah madu terutama sebagai sumber protein. Kandungan protein
kasarnya bervariasi antara 8-40% (rata-rata 23%) (Sihombing, 1997). Polen
mengandung sepuluh unsur asam amino esensial diantaranya arginin, fenilalanin,
histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, treonin, triptofan dan valin (RIRDC, 2005)
yang sangat diperlukan untuk perkembangan alat reproduksi, kelenjar, rambut atau
bulu, sayap lebah serta memperbaiki bagian-bagian tubuh yang telah rusak. Oleh
karena itu, polen sangat penting untuk kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan
koloni (Winarno, 1982). Lebah membutuhkan protein yang berasal dari polen untuk
perkembangan kelenjar hypopharing, sehingga jika terjadi kekurangan polen dapat
menyebabkan perkembangan kelenjar terhambat dan umur lebih pendek
(Winston, 1987).

7
Lebah pekerja memilih polen berdasarkan bau dan bentuk fisik dari butiran
polen, bukan berdasarkan nilai nutrisi, umur, atau warna (Winston, 1987).

Pakan Tambahan
Tersedianya tanaman pakan merupakan syarat utama untuk pengembangan
budidaya lebah madu. Pengembangan koloni lebah madu memerlukan bunga yang
mengandung banyak polen sebagai sumber protein. Beberapa keadaan yang
membutuhkan polen suplemen adalah jika lintasan terbang lebah terbatas, koloni
lemah, sumber polen berkualitas rendah dan defisiensi polen (RIRDC, 2005). Nektar
sebagai sumber karbohidrat masih dapat disuplai atau diganti dengan sirup gula,
namun polen meskipun dapat dibuat pengganti atau suplemen, relatif lebih sulit
diganti dan lebih mahal (Sukartiko, 1986). Menurut Hendayati (1997), pakan
tambahan berupa larutan gula dimaksudkan untuk mengatasi masa kekurangan nektar
di lapangan. Oleh karena itu kandungan gizi yang ada di dalam pakan tambahan
sebaiknya sama dengan kandungan nektar alami. Kandungan gula dalam nektar yang
baik harus di atas 20%, karena kadar gula di atas 20% mampu mencukupi kebutuhan
energi bagi aktivitas lebah madu.
Protein sangat penting bagi kelangsungan sebuah koloni lebah madu,
sehingga banyak sumber protein lain diteliti dengan harapan akan ditemukan bahan
makanan untuk menggantikan polen alami. Menurut Smith (2000), faktor-faktor
yang menjadikan suatu bahan sebagai polen pengganti atau polen tambahan adalah
ketertarikan lebah untuk mengkonsumsi.

Keong Mas
Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) yang dikenal dengan nama
GAS (golden apple snail) merupakan hama yang menyebabkan kegagalan dalam
panen padi. Keong mas mengandung protein yang cukup tinggi dan zat lain yang
berguna bagi tubuh sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan
ternak, pakan ikan, pakan kepiting dan udang serta obat (Suwarman, 1989). Keong
mas mengandung 10 asam amino yang juga terdapat di dalam polen (Tabel 2).
Menurut Dharitri (1995) proporsi daging keong mas hanya sekitar 18% berat
keong mas hidup dengan cangkangnya atau sekitar 43% dari bagian daging beserta
alat pencernaannya. Keong mas dewasa memiliki cangkang yang berdiameter sekitar
empat sentimeter dan berat 10-20 gram. Pertumbuhan cangkang dipengaruhi oleh

8
ketersediaan kalsium sebagai bahan pembentuk cangkang. Keong mas dapat hidup 2-
6 tahun dengan fertilitas yang tinggi. Jenis moluska ini hidup di perairan yang jernih,
bersubstrat lumpur dengan tumbuhan air yang melimpah dan menyukai tempat-
tempat yang aliran airnya lambat, drainase tidak baik dan tidak cepat kering. Keong
mas dapat bertahan hidup sampai enam bulan di dalam tanah, apabila lahan tersebut
kekeringan. Hewan ini dapat hidup pada air yang memiliki pH 5-8, serta toleransi
suhu antara 18-28ºC. Pada suhu yang lebih tinggi, keong mas makan, bergerak dan
tumbuh lebih cepat. Pada suhu yang lebih dingin, hewan ini masuk ke dalam lumpur
dan menjadi tidak aktif. Pada suhu di atas 32ºC, keong mas memiliki tingkat
mortalitas yang tinggi.

Tabel 2. Komposisi Nutrien Keong Mas


Komponen Jumlah Asam Amino Jumlah
(% Bobot Kering)ª (% dari protein)b
Protein Kasar 54,3 Arginin 6,89
Lemak Kasar 1,4 Histidin 1,41
Serat Kasar 2,0 Isoleusin 2,76
Abu 21,9 Leusin 7,10
BETN 20,4 Lisin 9,60
Kalsium 6,2 Metionin 2,20
Phospor 1,2 Phenilalanin 3,13
Threonin 4,30
Tryptophan 4,58
Valin 3,14
Sumber: a) Bombeo-Tuburan et al. (1995)
b) Suryana (2000)

Dalam konteks pengelolaan populasi keong mas di alam, kita mengenal


paling sedikit dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai hama padi yang rakus,
dan sebagai suatu potensi sumber protein yang dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan keong mas telah banyak dilakukan untuk pengembangan pakan
ternak, diantaranya pada pengembangan ternak itik, keong mas merupakan makanan
campuran sebagai sumber protein paling murah. Penggunaan keong mas sebagai
makanan itik sebagai sumber protein hewani telah dilakukan sejak tahun 1985

9
(Kompiang et al., 1985). Di Sumatera Selatan, pemberian tepung keong mas 10%
mampu menaikkan hasil telur itik mencapai 80%. Selain itik, tepung keong mas juga
digunakan di peternakan ayam broiler, ayam buras, burung puyuh, ikan bahkan pada
ruminansia khususnya sapi potong. Pemberian sekitar 4,5% tepung keong mas pada
peternakan sapi potong memberikan hasil pertumbuhan yang cukup baik dan tingkat
keuntungan yang paling tinggi dibandingkan dengan sistem pemberian pakan yang
biasa dilakukan oleh para peternak di Sulawesi Selatan. Berdasarkan pernyataan
tersebut, diharapkan tepung keong mas dapat memberikan dampak positif terhadap
perkembangan koloni lebah madu.

10
METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di peternakan lebah madu “Sari Bunga”, Desa Titisan
RT 27 RW 06, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Pelaksanaan penelitian
dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Februari 2008.

Materi

Lebah Madu
Penelitian ini menggunakan ternak lebah madu A. mellifera sebanyak 25
koloni yang mempunyai ratu dengan umur seragam yakni kurang lebih satu tahun
dengan jumlah sisiran sebanyak 7 buah setiap koloni.

Bahan Pakan
Bahan yang digunakan antara lain tepung keong mas (TKM) sebagai pakan
tambahan yang dicampur dengan pakan alami yaitu tepung polen jagung (TPJ) dan
sirup gula. Keong mas yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam
laboratorium lapang Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah kotak lebah (stup), perangkap polen (pollen
trap), timbangan digital merk ADAM dengan ketelitian 0,01 gram dan merk SW-1
dengan ketelitian 2 gram, plastik transparansi, plastik, pengasap, masker, sikat lebah,
pengaduk dan alat tulis.

Rancangan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
empat taraf perlakuan, yaitu pemberian tepung keong mas (TKM) 0%, 12,5%, 25%
dan 50%. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Lima koloni sisanya
digunakan sebagai unit pembanding yang tidak diberi perlakuan.
Model matematika yang akan digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2002) adalah:
Yij = µ + τi + εij

11
Keterangan:
Yij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : rataan umum
τi : pengaruh taraf pemberian tepung keong mas ke-i
εij : pengaruh galat pada perlakuan ke-i ulangan ke-j, j = 1,2,3,4 dan 5

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis ragam (ANOVA)
Rancangan Acak Lengkap dengan selang kepercayaan 95% dan dilakukan uji
Tukey’s bila terdapat perbedaan yang nyata. Untuk data yang tidak memenuhi uji
asumsi, analisa menggunakan deskriptif.

Peubah yang diamati


Peubah yang diamati antara lain :
a. Konsumsi bahan kering dan protein
b. Bobot badan lebah pekerja umur sehari
c. Bobot koloni dan pertambahannya
d. Konversi pakan
e. Luas sarang anakan dan pertambahannya
f. Mortalitas anakan

Prosedur

Persiapan Koloni
Pemilihan koloni dimaksudkan untuk mendapatkan koloni dengan populasi
dan kondisi koloni yang relatif seragam. Selain dipilih koloni yang memiliki ratu
dengan umur yang sama, yaitu sekitar satu tahun, jumlah sarang dan ukuran populasi
koloni juga diupayakan sama. Jumlah sarang masing-masing koloni sebanyak 7 buah
dan bobot koloni lebah berkisar antara 1000–1500 gram dengan jumlah populasi
berkisar antara 13.000–17.000 ekor lebah.
Untuk mendapatkan koloni dengan bobot yang relatif sama dilakukan pengukuran
bobot dari sekitar 25-30 koloni dengan cara sebagai berikut:
Bobot Koloni = (Berat Lebah + Bingkai Sarang) – Bingkai Sarang
Populasi Koloni = Bobot Koloni
Bobot Rata-rata / ekor lebah pekerja

12
Pembuatan Tepung Keong Mas
Keong mas dikumpulkan dari kolam laboratorium lapang FPIK, lalu
dibersihkan dan direbus sampai mendidih dengan tujuan untuk menghilangkan bau
amis. Sebelum dikeringkan, daging keong mas terlebih dahulu dikeluarkan dari
cangkangnya kemudian diiris. Irisan keong mas dikeringkan dengan oven pada suhu
maksimal 60ºC kemudian digiling dengan menggunakan mesin penggiling tepung
dengan saringan berukuran 80-100 mash.

Pembuatan Pasta Polen Suplemen


Polen suplemen diberikan kepada lebah dalam bentuk adonan (pasta), yaitu
campuran TKM dengan TPJ dan sirup gula. Persentase TKM dan TPJ yang diberikan
pada penelitian yaitu:
A)100% polen jagung + 0% TKM + sirup gula
B) 87,5% polen jagung + 12,5% TKM + sirup gula
C) 75% polen jagung + 25% TKM + sirup gula
D) 50% polen jagung + 50% TKM + sirup gula
Sirup gula dibuat dari campuran gula pasir dan air dengan perbandingan 1 : 1
(1 kg gula untuk setiap liter air). Pembuatan sirup gula dilakukan setiap akan
membuat polen suplemen. Sirup gula digunakan sebagai phagostimulant atau
perangsang nafsu makan agar lebah mau mengkonsumsi polen suplemen yang
diberikan. Adonan dibuat menjadi bentuk pasta yang pekat sehingga tidak berceceran
ketika diberikan, namun tetap mudah bagi lebah untuk mengambil polen suplemen
tersebut.
Pemberian polen suplemen sebanyak 250 gram per koloni per minggu dengan
komposisi seperti yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Pembuatan Polen Suplemen


Pasta Tepung Keong Mas Tepung Polen Jagung Sirup gula
(TKM) (TPJ)
------------------------------(g)---------------------------
A 0 125 125
B 16 109 125
C 30 95 125
D 62,5 62,5 125

13
Pasta polen suplemen sebelumnya telah dilakukan uji analisis protein di
laboratorium Pusat Studi Antar Universitas (PAU) IPB, untuk mengetahui
kandungan protein dari tiap jenis pasta. Sedangkan pengujian kadar air setiap pasta
dan sisa konsumsinya dilakukan di laboratorium PBMT (Pakan dan Bahan makanan
Ternak) Fakultas Peternakan IPB.

Pelaksanaan Penelitian
Sebanyak 20 stup dipasang perangkap polen (pollen trap) untuk mencegah
masuknya polen alami yang dibawa oleh lebah ke dalam kotak sarang seperti yang
tampak pada Gambar 3.

Gambar 3. Penggunaan Pollen Trap Saat Penelitian

Adonan diletakkan di wadah plastik transparansi dan diletakkan di atas


bingkai sisiran sarang pada kotak-kotak yang telah ditentukan dengan posisi terbalik
supaya tidak cepat kering seperti yang tampak pada Gambar 4.

Gambar 4. Penyimpanan Pasta Polen Suplemen pada Sisiran Lebah

Keduapuluh koloni dibagi dalam empat kelompok yang masing-masing


mendapat jenis polen suplemen yang berbeda. Setiap kelompok terdiri dari lima buah
koloni yang berfungsi sebagai ulangan dan diberi label sesuai jenis perlakuannya,
yaitu A, B, C dan D. Lima stup sisanya tidak dipasang pollen trap dan tidak diberi

14
perlakuan apapun sebagai pembanding dengan label P seperti yang tampak pada
Gambar 5.

25 Koloni Lebah 5 Koloni


P P P P P
A.mellifera pembanding

5 Koloni TKM
A A A A A
0%

5 Koloni TKM B B B B B
12,5%
20 Koloni dengan
pollen trap
5 Koloni TKM C C C C C
25%

5 Koloni TKM D D D D D
50%

Gambar 5. Skema Pembagian Koloni dengan Persentase Suplemen Polen


Berbeda

Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dua minggu setelah pemberian polen suplemen.
Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi pengaruh polen alami yang telah
dikonsumsi sebelumnya oleh lebah.
Konsumsi Bahan Kering dan Protein Polen Suplemen per Koloni. Sebelum
diberikan, polen suplemen (pakan) terlebih dahulu ditimbang. Begitu juga sisa pakan
yang tidak dikonsumsi oleh lebah madu setelah satu minggu pemberian. Jumlah
konsumsi dalam bahan kering dan protein dihitung dengan cara:
a. Konsumsi Bahan kering (g) = (Berat pemberian (g) x % BK) -
(Berat sisa (g) x % BK)
BK = Bahan kering
BK = 100 - % kadar air

15
Kadar air = Berat sampel (awal - setelah oven) x 100%
Berat awal sampel
b. Konsumsi Protein (g) = Konsumsi BK (g) x % protein pasta
Bobot Badan Lebah Pekerja Umur Sehari. Pengukuran bobot badan lebah
pekerja umur satu hari dilakukan dengan menimbang 30 sampel lebah dari masing-
masing koloni. Hasil yang didapat kemudian dibagi 30 untuk mengetahui rata-rata
berat badan per ekornya. Ciri-ciri pekerja umur sehari antara lain badannya masih
lemah serta kutikula berwarna pucat dan belum mengeras. Sampel lebah tersebut
diambil pada minggu terakhir setelah pemberian pasta polen suplemen terakhir
diberikan.
Bobot Koloni dan Pertambahannya. Bobot koloni diukur setiap dua minggu.
Pertambahan total bobot koloni dihitung dari selisih berat koloni sebelum dan
sesudah penelitian. Penimbangan dilakukan di atas timbangan digital merk SW-1
dengan ketelitian 2 gram. Prosedur penimbangan sama dengan cara penimbangan
yang dilakukan pada saat pemilihan koloni.
Konversi Pakan. Konversi pakan dihitung untuk mengetahui efisiensi pakan pada
lebah terhadap pertambahan bobot koloni.
Konversi pakan = BK konsumsi pakan
Pertambahan bobot koloni
Luas Sarang Anakan dan Pertambahannya. Pengukuran luas sarang berisi
anakan (brood) koloni lebah madu A. mellifera dilakukan satu minggu sekali pada
setengah dari total jumlah sisiran. Total jumlah sisiran dalam satu koloni berjumlah
tujuh sisiran. Pengukuran luas sarang pada setengah dari total jumlah sisiran. Sisiran
yang diukur diambil dari tempat yang paling dekat dengan feeder hingga sisiran yang
terletak di tengah. Pengukuran luas dilakukan dengan menggambar jumlah sel sarang
lebah berisi anakan di atas plastik transparansi kemudian dihitung luasannya dengan
bantuan kertas milimeter blok. Pertambahan luas anakan total dihitung dari selisih
luas sarang anakan sebelum dan sesudah penelitian.
Mortalitas Anakan. Persentase kematian anakan dihitung berdasarkan jumlah sel
yang mengalami kematian untuk setiap 100 sel contoh. Mekanisme kerja perhitungan
dilakukan dengan memilih secara acak 100 contoh sel yang berisi telur dengan
menandainya pada plastik transparan yang ditempelkan pada contoh sarang. Pada

16
hari ke sembilan, setiap sel contoh dilihat perkembangannya dengan cara
menempelkan kembali plastik transparan yang sudah bergambar posisi ke 100 sel
contoh pada sarang sesuai letaknya pada saat pengambilan contoh sel. Setiap sel
contoh yang tidak berisi pupa diartikan bahwa anakan lebah di sel tersebut pernah
mengalami kematian pada salah satu fasenya.

17
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tepung Keong Mas sebagai Suplemen Polen


Tepung Keong Mas (TKM) sebagai suplemen polen mengalami berbagai
macam proses dalam pembuatannya. Tahap pertama dimulai dari pencucian lalu
perebusan, pencongkelan, pengirisan, pengeringan dan penggilingan.
Pemberian tepung keong mas sebagai suplemen polen dengan taraf yang
berbeda dicampur dengan sirup gula hingga terbentuk adonan lembek menyerupai
pasta. Pemberian dalam bentuk pasta memudahkan lebah pekerja untuk
mengkonsumsinya. Komposisi campuran tepung dan sirup gula didapat setelah
melakukan uji coba berulang-ulang agar komposisi yang diharapkan tercapai, yaitu
bentuk adonan tidak terlalu keras ataupun terlalu lembek.

Tabel 4. Analisis Protein TKM, TPJ dan Polen Suplemen


Sampel Kandungan Protein
(Bahan Kering)
(%)
Tepung Keong Mas (TKM) 54,72ª
Polen Jagung (Polen alam) 11,17b
Pasta Polen Suplemen
0% TKM + 100% Tepung Polen Jagung (TPJ) (A) 8,03ª
12,5% TKM + 87,5% TPJ (B) 11,30ª
25% TKM + 75% TPJ (C) 13,00ª
50% TKM + 50% TPJ (D) 17,09ª

Sumber: (a)Lab Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat IPB, Januari 2008.
(b)Arianne, 2007.

Kandungan protein TKM menurut Bombeo-Tuburan et al., (1995) sebesar


54,3%, sedangkan polen jagung bervariasi antara 3,8 sampai 20,3% (Stanley dan
Linskens, 1974). Tabel 4 menunjukkan kadar protein TKM jauh lebih tinggi daripada
polen jagung sehingga kandungan protein polen suplemen ada diantara TKM dan
polen jagung. Penurunan protein pasta polen suplemen juga disebabkan oleh
penambahan bahan lain yaitu sirup gula.

18
Bentuk fisik TKM dan TPJ jauh berbeda. Daging keong mas memiliki tekstur
yang kenyal sehingga diperlukan penggiling mesin dalam pembuatan tepungnya dan
disaring dengan saringan berukuran 80-100 mash. Sebaliknya, pembuatan polen
jagung cukup dengan penggilingan biasa.
Walaupun telah digiling dengan mesin, butiran TKM tetap lebih kasar
dibanding TPJ. Jika diraba, terlihat kehalusan TPJ lebih menyatu, sementara TKM
seperti pasir berdebu.
Tepung keong mas dan tepung polen jagung juga berbeda warnanya. TKM
berwarna coklat buram, sedangkan TPJ berwarna kuning terang. Warna polen
suplemen pun berbeda-beda tergantung taraf TKM. Semakin tinggi taraf TKM,
warna pasta semakin coklat seperti yang tampak pada Gambar 6.

1 2

3 4

Keterangan: (1) Pasta A: 0% TKM + 100% TPJ


(2) Pasta B: 12,5% TKM + 87,5% TPJ
(3) Pasta C : 25% TKM + 75% TPJ
(4) Pasta D: 50% TKM + 50% TPJ

Gambar 6. Pasta Polen Suplemen dengan Taraf Tepung Keong Mas Berbeda

Aroma tepung keong mas berbau agak amis. Setelah dibuat pasta, aroma
tepung keong mas tidak terlalu tercium, khususnya pada pasta B karena tertutupi oleh
aroma polen jagung. Pada pasta C dan D, aroma pasta didominasi oleh aroma tepung
keong mas (amis).

19
Pasta polen suplemen yang diberikan satu kali setiap minggu mempunyai
daya tahan berbeda tergantung pada cuaca. Pasta A pada awal pemberian lebih
lengket dibandingkan pasta lainnya, namun ketika musim hujan, sisa pasta A lebih
cair. Pada saat hari terang, sisa pasta B sedikit berjamur, C dan D berjamur kecuali
pasta A. Semakin tinggi taraf TKM, semakin banyak sisa pasta yang dikonsumsi
sehingga semakin banyak pula jamur yang tumbuh.

Konsumsi Bahan Kering dan Protein

Konsumsi Bahan Kering


Konsumsi bahan kering berkisar antara 105,31 sampai 187,27 gram dengan
rataan 160,69 gram/koloni/minggu. Koefisien keragaman berkisar antara 0,16 sampai
16,07 dengan rataan 22,06% seperti yang tampak pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Bahan Kering


Jenis Pasta Rataan KK
(g/koloni/minggu) (%)
A 187,27 0,16
B 182,92 3,09
C 167,26 9,72
D 105,31 16,07
Rataan 160,69 22,06

Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar TKM, rataan konsumsi


koloni lebah semakin menurun, terutama pada taraf 50% (pasta D). Jika dilihat dari
persentase KK, jumlah konsumsi bahan kering pasta A dan B cenderung konstan tiap
minggu dibandingkan pasta C dan D. Pada kenyataannya, jumlah bahan kering pasta
A dan B yang dikonsumsi lebah dapat lebih tinggi lagi karena sisa pasta yang
diambil setiap minggu sering tidak bersisa.
Hasil analisa statistik menunjukkan sebaran data tidak normal sehingga data
konsumsi bahan kering diolah secara deskriptif. Pola konsumsi bahan kering pasta
polen suplemen yang diberikan selama 5 minggu disajikan pada Gambar 7.

20
200

Tingkat Konsumsi BK
(g/koloni/minggu)
150 Pasta A
Pasta B
100
Pasta C
50 Pasta D

0
1 2 3 4 5

Minggu ke-

Gambar 7. Konsumsi Bahan Kering Pasta Polen Suplemen

Konsumsi bahan kering yang cenderung menurun dengan pertambahan taraf


TKM mengindikasikan bahwa TKM kurang disukai lebah atau memiliki palatabilitas
yang rendah, terutama pada taraf 50% TKM. Menurut Smith (2000), salah satu faktor
yang menjadikan suatu bahan sebagai polen pengganti atau polen suplemen adalah
ketertarikan lebah untuk mengkonsumsi.
Palatabilitas yang rendah disebabkan oleh bentuk fisik pasta TKM yang agak
kasar dibandingkan dengan pasta TPJ. Sebelum dibuat pasta, TPJ sangat halus dan
lebih menyatu, berbeda dengan bentuk fisik TKM yang seperti pasir berdebu. Aroma
pasta TKM (C dan D) juga lebih amis daripada pasta A dan B. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Winston (1987) bahwa lebah pekerja memilih polen bukan berdasarkan
nilai nutrisi, umur atau warna tetapi berdasarkan bau dan bentuk fisik dari butiran
polen.
Koloni lebah madu di lokasi penelitian ini mengkonsumsi polen jagung yang
diambil dari alam. Oleh karena itu, pasta dengan taraf TPJ yang tinggi lebih diminati
oleh lebah karena polen jagung merupakan pakan alaminya. Koefisien keragaman
yang semakin tinggi seiring dengan tingginya taraf TKM mengindikasikan bahwa
lebah madu kurang menyukai bau amis. Palatabilitas TKM dapat ditingkatkan
melalui penghilangan bau amis pada saat pengolahan dengan cara mencuci daging
keong mas dengan larutan cuka berkadar rendah atau larutan air jeruk nipis. Cara
tersebut mirip dengan menghilangkan bau amis pada ikan yang akan dimasak
(Pitojo, 1996).
Lebah masih dapat mengkonsumsi pasta yang mengandung TKM walaupun
bentuk fisik TKM kasar dan berbau amis. Hal tersebut mungkin dikarenakan

21
penambahan gula pada campuran pasta yang bersifat phagostimulant atau
merangsang nafsu makan lebah madu.

Konsumsi Protein
Konsumsi protein selama penelitian berkisar antara 15,03 hingga 21,74 gram
dengan rataan 18,85 gram/koloni/minggu. Koefisien keragaman berkisar antara 0,17
sampai 16,09% dengan rataan 16,67% seperti yang tampak pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan dan Koefisien Keragaman Konsumsi Protein


Jenis Pasta Rataan KK
(g/koloni/minggu) (%)
A 15,03 0,17
B 20,67 3,09
C 21,74 9,73
D 17,99 16,09
Rataan 18,86 16,67

Hasil analisa statistik menunjukkan sebaran data tidak normal sehingga data
konsumsi protein diolah secara deskriptif. Pola konsumsi protein pasta polen
suplemen yang diberikan selama 5 minggu dilukiskan pada Gambar 8.

25
Tingkat Konsumsi Protein

20
(g/koloni/minggu)

Pasta A
15 Pasta B
10 Pasta C
Pasta D
5

0
1 2 3 4 5

Minggu ke-

Gambar 8. Konsumsi Protein Pasta Polen Suplemen

Gambar 8 menunjukkan protein pasta A dikonsumsi oleh lebah dalam jumlah


paling rendah dibandingkan yang lainnya, tetapi KK yang rendah seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 6 menunjukkan respon lebah terhadap pasta A cukup
seragam dan konstan setiap minggunya. Pasta A tidak diberi campuran TKM dan

22
kandungan proteinnya paling rendah daripada pasta yang lain (8,03%). Meskipun
demikian, seperti halnya dalam konsumsi bahan kering, jumlah konsumsi protein
pasta A kemungkinan besar dapat melebihi rataan konsumsi protein setiap
minggunya.
Konsumsi protein pasta B dan C tidak terlalu jauh bedanya dan cukup tinggi.
Koefisien keragaman pasta B (3,08%) lebih rendah dari pasta C (9,72%) yang
menandakan bahwa respon lebah untuk mengkonsumsi protein pasta B lebih
seragam. Hal ini mungkin terjadi karena taraf TKM pada pasta B yang rendah
(12,5%). Semakin tinggi taraf TKM, semakin tinggi pula tingkat KK nya seperti
yang terjadi pada pasta D dengan KK tertinggi (16,09%). Hal ini sejalan dengan
konsumsi bahan kering, yaitu kemungkinan akibat proses adaptasi terhadap aroma
dan tekstur.
Konsumsi Bahan Kering dan Protein

200 187,27 182,92


180 167,26
Pasta Polen Suplemen (g)

160
140
120 105,31
Konsumsi BK
100
80 Konsumsi Protein
60
40 20,67 21,74 17,99
15,03
20
0
A B C D

Jenis Pasta

Gambar 9. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Protein Polen Suplemen

Gambar 9 menunjukkan konsumsi bahan kering tertinggi adalah pasta A dan


terendah pasta D. Namun konsumsi protein pasta D sedikit lebih tinggi daripada A.
Hasil penelitian Agustina (2008) yang menggunakan tiga jenis kacang
(kacang hijau, kacang merah dan kacang kedelai) sebagai polen pengganti untuk
lebah madu diketahui tingkat konsumsi bahan keringnya berkisar antara
87,61-130,78 gram dengan tingkat konsumsi protein berkisar antara 17,36-18,1
gram/minggu/koloni. Jumlah tersebut dapat dikatakan bernilai sama jika
dibandingkan dengan koloni yang diberi suplemen dengan taraf TKM berbeda
karena jumlah sisiran yang digunakan sebanyak 6 buah, sementara pada penilitian ini
sebanyak 7 buah sisiran. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber protein hewani

23
cukup baik digunakan sebagai suplemen polen karena menghasilkan tingkat
konsumsi yang tidak berbeda jauh dengan yang diberi sumber protein nabati dari
ketiga jenis kacang (kacang hijau, kacang merah dan kacang kedelai).
Kesimpulan sementara berdasarkan konsumsi bahan kering dan protein, pasta
C lebih dipilih sebagai suplemen polen untuk lebah yang terbaik dari keempat
perlakuan karena konsumsi bahan keringnya yang rendah dapat memberikan asupan
protein yang tinggi sehingga lebih baik dari segi ekonomi.

Bobot Lebah Pekerja Umur Sehari


Rataan bobot lebah pekerja umur sehari yang diperoleh untuk perlakuan A, B,
C dan D berkisar antara 94,68 sampai 100,68 mg/ekor. Hasil sidik ragam
memperlihatkan taraf TKM tidak berpengaruh nyata terhadap bobot lebah pekerja
umur sehari seperti yang tampak pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Lebah Pekerja Umur Sehari
Jenis Pasta Rataan KK
(mg/ekor) (%)
A 100,68 4,54
B 94,68 7,31
C 94,82 2,36
D 98,16 4,96
Rataan 97,09 5,36
Pembanding 94,45 2,46
Keterangan: KK= Koefisien Keragaman, R² = 24,25%

Rataan bobot lebah pekerja umur sehari masih termasuk dalam kisaran
normal seperti yang dinyatakan oleh Winston (1987), yaitu bobot badan lebah
pekerja yang baru keluar dari sel berkisar antara 81–151 mg.
Bobot lebah pekerja umur sehari tidak berbeda nyata padahal konsumsi
protein diantara perlakuan berbeda hampir 7 gram (15,03-21,74 gram) seperti yang
tercantum pada Gambar 7. Nilai koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa
konsumsi protein hanya mendeterminasi 24,25% dari bobot lebah pekerja umur
sehari, sedangkan sekitar 75% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati,
contohnya ukuran sarang, jumlah dan umur lebah perawat.

24
Keller et al. (2005) menyatakan, bahwa efisiensi dari penggunaan perangkap
polen untuk mencegah masuknya polen kedalam kotak sarang hanya sebesar
15–43 %. Namun pada saat pengamatan didapat sedikit sekali polen alam yang ada
pada sisiran koloni sehingga faktor tersebut diabaikan.
Bobot lebah pekerja umur sehari yang mendapat TKM tidak jauh berbeda
dengan yang dari alam (100,68; 94,68; 94,82; 98,16 dibanding 94,45 mg). Berarti,
penggunaan TKM sampai taraf 50% masih dapat menghasilkan bobot lebah yang
normal. Menurut Jay (1963), faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan adalah
ukuran sarang, jumlah dan umur lebah perawat, populasi koloni, ketersediaan nektar
dan tepung polen, penyakit dan cuaca. Jadi, bila dihubungkan dengan cuaca, polen
suplemen mempunyai kelebihan karena cuaca bukan merupakan kendala. Lebah
tidak akan kekurangan asupan makanan sehingga peningkatan bobot lebah tetap
terjaga.

Bobot Koloni dan Pertambahannya

Bobot Koloni
Rataan bobot koloni yang didapat dari penelitian pada perlakuan A, B, C dan
D berkisar antara 1132 sampai 1230 gram seperti yang tampak pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan dan Koefisien Keragaman Bobot Koloni


Jenis Pasta Rataan KK
(g/koloni) (%)
A 1230 20,59
B 1157 17,52
C 1144 20,27
D 1132 12,42
Rataan 1166 16,57
Pembanding 1129 11,03
Keterangan: KK= Koefiesien Keragaman , R²= 4,13%

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis pasta tidak berbeda nyata
terhadap bobot koloni. Nilai koefisien determinasi (R²) yang didapat hanya sebesar
4,13% yang berarti sebesar 95,87% dari bobot koloni tidak dipengaruhi oleh jenis
pasta. Bila dibandingkan dengan koloni yang mendapat polen alami, bobot koloni

25
yang mendapat perlakuan pasta polen suplemen tidak berbeda jauh. Dengan
demikian, pasta TPJ dan pasta dengan ketiga taraf TKM dapat dijadikan pengganti
polen alami.
Jumlah populasi lebah diperoleh dari bobot koloni dibagi dengan bobot lebah
pekerja umur sehari. Rataan jumlah pekerja menurut perhitungan kurang lebih
sebanyak 12.000 ekor, berada jauh di bawah perkiraan (20.000-50.000 per koloni).
Sihombing (1997) yang menyatakan bahwa koloni A. mellifera biasanya
dihuni 60.000-80.000 lebah pekerja pada musim bunga berlimpah, sedangkan pada
musim paceklik (dearth period) hanya terdapat 10.000 lebah pekerja atau kurang.

Tabel 9. Rataan Jumlah Populasi Lebah Pekerja


Koloni Rataan
(ekor)
A 12.217
B 12.220
C 12.064
D 11.532
Rataan 12.008
Pembanding 11.953

Jumlah populasi yang sedikit dikarenakan waktu penimbangan dilakukan


pada pukul 08.00-12.00 ketika sebagian besar lebah melakukan aktivitas mencari
makanan. Menurut Erwan (1999), A. mellifera mulai bekerja mencari makan sekitar
pukul 06.27 dan berhenti pukul 18.55 WIB. Solihah (2005) menambahkan bahwa
aktivitas lebah pekerja dalam mengumpulkan polen lebih banyak terjadi pada pagi
hari (06.00-09.00) dengan aktivitas tertinggi pukul 08.00 WIB. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan persentase lebah pekerja yang keluar mengumpulkan polen
sebesar 56%.
Penimbangan bobot koloni untuk mengukur jumlah pekerja seharusnya
dilakukan sebelum pukul 06.27 atau setelah pukul 18.55 WIB. Hal tersebut sulit
dilakukan di lapangan sehingga dalam perhitungan dapat digunakan asumsi dengan
mempertimbangkan hasil penelitian mengenai persentase jumlah lebah pekerja yang
mencari pakan pada waktu-waktu tertentu.

26
Pertambahan Bobot Koloni
Kisaran pertambahan bobot koloni total adalah 264,4 sampai 502,0 dengan
rataan 404,4 gram/koloni. Pertambahan bobot koloni disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan dan Koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Koloni


Jenis Pasta Rataan KK
(g/koloni) (%)
A 392,8 38,36
B 458,4 27,96
C 502,0 25,41
D 264,4 99,31
Rataan 404,4 46,01
Pembanding 303,0 56,63
Keterangan: KK= Koefiesien Keragaman , R²= 24,34%

Tabel 10 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan bobot koloni pasta D


paling rendah, jauh berbeda dibandingkan dengan pasta C yang mempunyai nilai dua
kali lebih tinggi (264,4 dan 502,0 gram). Meskipun hasil statistik yang diperoleh
tidak berbeda nyata, pemberian pasta dengan taraf 50% TKM sebaiknya tidak
dilakukan karena rataan pertambahan bobot koloni yang diperoleh lebih kecil
daripada pembanding. Selain itu, koefisien keragaman pasta D sangat tinggi
(99,24%) yang berarti respon pertambahan bobot koloni tidak konsisten.

Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan salah satu parameter yang sangat diperlukan
untuk mengetahui kemampuan koloni dalam merubah bahan pakan menjadi bobot
koloni. Semakin rendah nilai konversi semakin efisien koloni tersebut memanfaatkan
pakan. Konversi pakan terhadap pertambahan bobot koloni berkisar antara 1,08
sampai 2,15 dengan rataan 1,56.
Hasil analisa statistik menunjukkan sebaran data tidak normal sehingga data
konversi pakan diolah secara deskriptif. Tabel 11 menunjukkan rataan konversi
pakan selama penelitian.

27
Tabel 11. Rataan dan Koefisien Keragaman Konversi Pakan terhadap
Pertambahan Bobot Koloni
Jenis Pasta Rataan KK
(%)
A 1,65 43,88
B 1,30 34,20
C 1,08 16,76
D 2,15 64,15
Rataan 1,56 55,20

Tabel 11 menunjukkan bahwa koloni yang diberi pasta C paling efisien dalam
memanfaatkan pakan, terlihat dari nilai konversi yang rendah (1,08) dibandingkan
koloni yang diberi pasta lainnya. konversi yang rendah disebabkan konsumsi protein
pasta C yang tinggi (21,74 gram) meskipun konsumsi bahan keringnya lebih rendah.
Konsumsi protein pasta D lebih besar daripada pasta A, tetapi pertambahan
bobot koloni yang didapat lebih rendah. Hal ini karena konsumsi protein pada pasta
D masih lebih rendah daripada kebutuhan lebah. Haydak (1961) dalam Winston
(1987) menyatakan bahwa kadar protein polen yang dibutuhkan oleh lebah sekitar
20%.

Luas Sarang Anakan dan Pertambahannya

Luas Sarang Anakan


Luas sarang anakan merupakan salah satu peubah yang diamati untuk
mengetahui pengaruh pakan yang diberikan pada koloni yang digunakan dalam
memproduksi anakan. Rataan luas sarang anakan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan dan Koefisien Keragaman Luas Sarang Anakan


Jenis Pasta Rataan KK
(cm²/minggu) (%)
A 2353 13,83
B 2318 16,64
C 2052 23,88
D 2154 16,60
Rataan 2219 17,26
Pembanding 1749 22,97

28
Keterangan: KK= Koefiesien Keragaman

Rataan luas sarang anakan berkisar antara 2052 sampai 2353 cm² dengan
rataan keseluruhan 2219 cm² per koloni setiap minggu. Rataan luas sarang anakan
antar perlakuan tidak jauh berbeda, dengan KK yang cukup seragam. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa sebaran data tidak normal sehingga data luas sarang
anakan diolah secara deskriptif.

3000
Luas Anakan (cm2/koloni)

2500

2000 Pakan A
Pakan B
1500
Pakan C
1000
Pakan D
500 P= Pembanding
0
1 2 3 4 5

Minggu ke-

Gambar 10. Grafik Luas Sarang Anakan Selama Penelitian

Secara keseluruhan luas sarang anakan yang diberi pasta polen suplemen
lebih baik daripada pembanding. Hal ini disebabkan oleh kurangnya asupan makanan
yang diperoleh koloni pembanding karena selama penelitian hujan turun beberapa
kali. Padahal, polen merupakan satu-satunya sumber protein bagi lebah pekerja
dalam memproduksi royal jelly yang merupakan makanan bagi ratu lebah sehingga
ratu dapat bertelur 2000 butir per hari. Jika ratu kekurangan makanan akan
mengakibatkan penurunan jumlah anakan (Winston et al., 1983).

Pertambahan Luas Sarang Anakan


Kisaran pertambahan luas sarang anakan total adalah 500,1 sampai 739,9 cm²
dengan rataan 625,2 cm²/koloni. Hasil sidik ragam memperlihatkan taraf TKM tidak
berpengaruh nyata terhadap pertambahan luas sarang anakan. Koefisien keragaman
berkisar antara 26,17 sampai 62,83% dengan KK paling tinggi adalah pasta D. Nilai
koefisien determinasi (R²) yang didapat rendah (13,55%) seperti yang tampak pada
Tabel 13.

29
Tabel 13. Rataan dan Koefisien Keragaman Pertambahan Luas Sarang
Anakan (cm²/koloni)
Jenis Pasta Rataan KK
(cm²) (%)
A 500,1 43,81
B 713,7 26,17
C 547,2 37,29
D 739,9 62,83
Rataan 625,2 46,08
Pembanding 191,4 29,51
Keterangan: KK= Koefiesien Keragaman, R² = 13,55%

Koefisien determinasi (R²) yang rendah diikuti dengan KK yang tinggi


menunjukkan luas sarang anakan lebih dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak
diamati. Menurut Herbert dan Shimanuki (1983), pertambahan luasan anakan
dianggap sulit untuk diprediksi sacara akurat dengan diperolehnya hasil luasan
anakan yang selalu berubah-ubah. Hal tersebut dikarenakan oleh kondisi antar koloni
lebah berbeda, tergantung pada umur dan kesuburan ratu dalam menghasilkan
anakan, kualitas dan kuantitas polen dan nektar yang diperoleh, serta kondisi umum
dari koloni tersebut.
Tabel 13 memperlihatkan rataan pertambahan luas anakan pada koloni yang
mendapat polen alami (191,4 cm²) lebih kecil daripada koloni yang mendapat pasta
polen suplemen (625,2 cm²). Hal ini disebabkan kurangnya asupan makanan ketika
hari hujan, seperti yang juga terjadi pada luas anakan, sehingga kesimpulan
sementara yang didapat adalah TPJ dan TKM sampai taraf 50% dapat digunakan
lebah madu untuk memperbaiki pertambahan luas anakan.

Mortalitas Anakan
Salah satu tolak ukur keberhasilan pemeliaraan ternak lebah madu dapat
dilihat dari tingkat mortalitas anakan. Rataan tingkat kematian anakan pada koloni
yang mendapat perlakuan berkisar antara 34,0% sampai 62,8% dan 68,25% pada
pembanding. Rataan mortalitas anakan lebah madu selama penelitian disajikan dalam
Tabel 14.

30
Tabel 14. Rataan dan Koefisien Keragaman Tingkat Mortalitas Anakan
Jenis Pasta Rataan KK
(%) (%)
A 34,0 105,11
B 36,8 85,27
C 62,8 40,04
D 54,0 51,18
Rataan 46,9 64,69
Pembanding 68,25 48,83
Keterangan: KK= Koefisien Keragaman, R² = 16,34%

Menurut Fukuda et al. (1986) dalam Winston (1987), penelitian tentang


anakan lebah pekerja yang bertahan hidup saat musim panas sebesar 94% dari telur
sampai stadium larva, 86% sampai stadium pupa dan 85% sampai dewasa. Winston
(1987) menambahkan bahwa rendahnya angka kematian pada fase pupa disebabkan
pada fase ini tidak lagi memerlukan asupan makanan dan sensitivitasnya terhadap
fluktuasi lingkungan lebih rendah bila dibandingkan saat fase telur dan larva.
Berdasarkan hasil analisis ragam, penambahan TKM pada pasta polen
suplemen tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas anakan dengan rataan 68,25%.
Nilai mortalitas tersebut lebih tinggi dari normal. Rataan koefisien keragaman yang
cukup tinggi pada seluruh perlakuan dan didukung oleh nilai R² yang kecil (16,34%)
menunjukkan bahwa faktor luar lebih mendeterminasi mortalitas anakan pada saat
penelitian.
Kemungkinan faktor luar tersebut disebabkan pada saat penandaan sampel
telur yang sebagian diambil dari pinggiran sisiran. Dalam penelitian ini, sampel telur
diambil dari pinggir sisiran karena yang ditengah tidak mencukupi 100 sel telur.
Menurut Fukuda et al. (1968) dalam Winston (1987), pertumbuhan anakan yang
terletak pada pinggiran sisiran membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang,
dan kondisinya lebih rentan daripada yang terletak di tengah-tengah sisiran karena di
lokasi tersebut tidak banyak lebah pekerja, khususnya lebah perawat, yang menjaga
suhu temperatur dan kelembaban untuk pertumbuhan optimal.
Jumlah lebah yang banyak dapat menaikkan suhu dalam stup. Populasi lebah
pada perhitungan didapat berada di bawah normal yaitu hanya sekitar 12.000 yang

31
kemungkinan besar mengakibatkan tidak dicapai suhu optimal dalam stup. Menurut
Sihombing (1997), suhu optimal untuk daerah tetasan (brood area) adalah 35º C.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya tingkat mortalitas anakan mungkin
karena perkawinan lebah ratu dengan pejantan yang mempunyai hubungan keturunan
yang dekat (inbreeding). Inbreeding menyebabkan lebah lebih mudah terpengaruh
oleh keadaan lingkungan yang jelek sehingga tingkat kematian anakan lebih tinggi
dibandingkan tidak inbreeding pada situasi dan kondisi yang sama (PPAP, 2005).
Menurut Sihombing (1997), ratu lebah kawin di udara bebas di luar sarangnya dan
hal tersebut telah diketahui sejak abad ke-18, sehingga kemungkinan besar terjadinya
inbreeding sulit dielakkan.

Penentuan Pasta Polen Suplemen Terbaik


Pemberian pasta dengan perbedaan taraf TKM (0, 12,5; 25 dan 50%) sebagai
polen suplemen menunjukkan hasil dan pengaruh yang berbeda-beda. Oleh sebab itu,
perlu penentuan polen suplemen terbaik yang dapat digunakan sebagai pengganti
polen alami. Pemilihan polen suplemen terbaik sebagai alternatif pengganti polen
alami berdasarkan peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Penentuan Pasta Polen Suplemen Terbaik


Perlakuan
Peubah Pembanding
A B C D
Konsumsi BK (g) + + - - *
Konsumsi Protein (g) - + + - *
Bobot Lebah Pekerja (mg/ekor) + + + + +
Bobot Koloni (g) + + + + +
Pertambahan Bobot Koloni (g) + + + - +
Konversi Pakan - - + - *
Luas Sarang Anakan (cm²) + + + + -
Pertambahan Luas Sarang (cm²) + + + + -
Mortalitas Anakan (%) + + + + -
Jumlah + 7 8 8 5 3
Jumlah - 2 1 1 4 2
Keterangan: + : Nilai positif * : Data tidak diambil
- : Nilai negatif

32
Berdasarkan peubah yang diukur (bobot lebah pekerja umur sehari, bobot
koloni, pertambahan bobot koloni, luas sarang anakan, pertambahan luas sarang
anakan dan mortalitas anakan), performa koloni yang diberi polen suplemen lebih
baik daripada pembanding karena jumlah nilai positifnya lebih banyak yaitu 5-6
dibanding 3. Dengan demikian, pemberian pasta polen suplemen (TPJ dan TKM
sampai taraf 50%) dapat digunakan untuk memperbaiki performa koloni.
Penggunaan TKM dalam menggantikan TPJ dapat menurunkan biaya pasta polen
suplemen karena harga TKM lebih murah daripada TPJ yaitu Rp.15.000 dibanding
Rp.50.000.
Diantara jenis pasta polen suplemen, pasta B dan C merupakan pasta yang
memberikan performa terbaik karena jumlah nilai positifnya tertinggi yaitu 8 dengan
nilai negatif berjumlah 1. Nilai negatif pada pasta B adalah konversi pakan yang
tinggi sedangkan pada pasta C adalah konsumsi bahan kering yang rendah. Berarti,
koloni yang mendapat pasta B tidak efisien dalam memanfaatkan pakan sedangkan
koloni yang mendapat pasta C mengkonsumsi pakan lebih sedikit sehingga lebih
ekonomis.

33
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pasta polen suplemen (tepung polen jagung dan tepung keong mas sampai
taraf 50%) menghasilkan performa koloni yang lebih baik pada luas anakan,
pertambahan luas anakan dan mortalitas anakan daripada pembanding.
Pasta dengan taraf tepung keong mas 25% merupakan pasta polen suplemen
terbaik karena paling efisien digunakan oleh lebah dibandingkan pasta lainnya.

Saran
Pasta tepung keong mas sampai taraf 25% meskipun efisien digunakan
namun kurang disukai karena berbau agak amis sehingga harus dilakukan
penghilangan bau amis pada saat pengolahan dengan cara mencuci daging keong mas
dengan larutan cuka berkadar rendah atau larutan air jeruk nipis.
Pemberian polen suplemen untuk lebah harus diganti setiap empat hari agar
polen suplemen tersebut tidak berjamur dan kesegarannya dapat terjaga.
Penelitian yang mengamati pertambahan luas sarang anakan dan mortalitas
anakan harus memperhatikan suhu optimal yang dibutuhkan oleh anakan.
Penimbangan bobot koloni untuk mengukur jumlah pekerja seharusnya
dilakukan sebelum pukul 06.27 atau setelah pukul 18.55 WIB. Jika sulit dilakukan di
lapangan dapat menggunakan asumsi dengan mempertimbangkan hasil penelitian
mengenai persentase jumlah lebah pekerja yang mencari pakan pada waktu-waktu
tertentu.

34
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillaahirobbil’Aalamiin, sujud syukurku di hadapan Allah SWT


karena atas kehendaknya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurah untuk Baginda Nabi Muhammad SAW dan
keluarga serta para sahabat.
Bantuan dan dukungan yang Penulis dapatkan saat penelitian maupun saat
menyelesaikan tugas ini begitu banyak sehingga Penulis mengucapkan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi dan Drs. Kuntadi,
M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan nasehat
untuk Penulis. Terima kasih kepada dosen penguji ujian akhir Ir. Salundik, MSi dan
Dr. Ir. Kartiarso, MSc atas kritik dan sarannya, serta Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi
selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing Penulis selama ini.
Keluarga Besar Agil Salem Al-Attas: Abah&Ummi, Fatimah Agil, Salim
Agil, Intan Agil, Aminah Agil, Abdurrahman Agil dan Ahmad Reza atas limpahan
doa, dukungan dan kasih sayang yang diberikan, juga Siti Romlah sekeluarga.
Kepada kepala peternakan Saribunga H. Jeanny Komar, terima kasih atas
kebaikan hati dan seluruh fasilitas yang telah diberikan. Terima kasih kepada kru
“Sari Bunga” termasuk Arie Febretrisiana, SPt dan teman sepenelitian Dwi Karti A.
Terima kasih Garingers dan seluruh teman-teman TPT 41 atas
kebersamaannya yang tidak dapat disebutkan semuanya. Terimakasih atas
bantuannya sejak pra penelitian hingga pasca penelitian.
Terima kasih untuk tunanganku Fahmi Taufiq Aljufri atas doa, kasih sayang,
kesabaran dan pengertiannya. Semoga harapan dan cita-cita kita dapat segera
dikabulkan. Amin.
Terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Tak lupa Penulis memohon maaf yang
setulusnya bila melakukan kesalahan yang sengaja maupun tidak disengaja selama
menyelesaikan studi sarjana.

Bogor, Juni 2008

Penulis

35
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, D. K. 2008. Perkembangan koloni lebah madu Apis mellifera L. yang


mendapat polen pengganti dari tiga jenis kacang dengan dan tanpa vitamin B
komplek. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Arianne, H. 2007. Pengaruh olahan kedelai sebagai pengganti tepungsari terhadap
produksi lebah ratu, bobot badan dan kandungan protein lebah pekerja (Apis
mellifera L.). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bombeo-Tuburan I., S. Fukumoto dan C. M. Rodriguez. 1995. Use of golden
apple snail, cassava and maize as feeds for the tiger shrimp, Penaeus
monodon in ponds. Aquaculture, 131:91-100.
Chalmers, W.T. 1980. Fish meal as pollen-protein substitutes for honey bees. Bee
Word 61 (3) : 89-96.
Dharitri, E. S. 1995. Pembuatan kerupuk keong mas (Pomacea sp) dengan
penambahan tepung beras ketan dan flavor udang. Skripsi Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Erwan. 1999. Pengaruh jenis lebah (Apis cerana dan Apis mellifera) terhadap
efisiensi pengumpulan nektar tanaman. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Free, B. J. 1982. Bees and Mankind. George Allen & Unwin Ltd, London.
Gojmerac, W. L. 1980. Bees, Beekeeping, Honey and Pollination. AVI Publishing
Co., Inc., Westport Connecticut.
Hendayati, Y. 1997. Pengaruh pemberian gula kristal pasta dan sirup terhadap
pertumbuhan dan perkembangan koloni lebah madu Apis mellifera Linn.
Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Herbert, E. W. dan Shimanuki. 1978. Effects of thiamine or riboflavin-deficient
diet fed to new emerged honey bees, Apis mellifera L. Apidologie, 9 (4),
341-348.
Jay, S. C. 1963. The development of honeybees in their cells. J. Apic. Res. 2:117-13
Keller, I., P. Fluri dan A. Imdorf. 2005. Pollen nutrition and colony development in
honey bees-part II. Bee World 86(2):27-34.
Kompiang, I. P. Mudtisari dan Setioko. 1985. Tepung keong (Achctina fulica)
sebagai sumber protein hewani untuk makanan itik. Laporan Penelitian.
Balai Penelitian Peternakan. Bogor.
Koning, R. E. "Honeybee Biology". Plant Physiology Website. 1994.
http://plantphys.info/plants_human/bees/bees.html
Mattjik, A. A. dan J. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Jilid I Edisi kedua. Percetakan Jurusan Statistika FMIPA
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

36
Oldroyd, B. dan S. Wongsiri 2004. The Biology of Asian Honey Bees: Gaps in our
Knowledge. Proceedings of the Seventh Asian Apicultural Association
Conference and Tenth Symposium and Technofora, University of the
Philippines Los Banos 23 – 27 February 2004.
Pavord, A. V. 1975. Bees and Beekeeping. Cornell University Press Ltd., 2-4 Brook
Street, London.
Pitojo, S. 1996. Petunjuk Pengendalian dan Pemanfaatan Keong Mas. Trubus
Agriwidya, Ungaran.
Pusat Perlebahan Apiari Pramuka. 2004. Lebah Madu Cara Beternak dan
Pemanfaatan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rural Industries Research and Development Corporation. 2005. Fat Bees Skinny
Bees – a manual on honey bee nutrition for beekeepers. Union Offset,
Australia.
Sarwono, B. 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu. AgroMedia
Pustaka, Jakarta.
Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Singh, S. 1962. Beekeeping in India. Indiana Councial of Ariculural Research. S. N.
Guha Ray At Sree Saraswaty Press Limited, New Delhi.
Smith, W. E. 2000. Honey bee nutrition and supplementary feeding. DAI/178. Doug
Somerville Apiary Officer Goulburn.
Solihah, E. 2005. Aktivitas lebah madu Apis cerana dan Apis mellifera dalam
pengumpulan polen di desa Bantarjaya Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Stanley, R. G. and H. F. Linskens. 1974. Pollen Biology Biochemistry Management.
Springer-Verlag: Berlin, Heidelberg, New York.
Sukartiko, B. 1986. Evaluasi budidaya lebah madu. Dalam: Pembudidayaan Lebah
Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta.
Sumoprastowo, R. M. dan A. Suprapto. 1980. Beternak Lebah Madu Moderen.
Brarata Karya Aksara, Jakarta.
Suryana. 2000. Pengaruh pemberian pakan dengan kombinasi tepung ikan dan
tepung keong mas (Pomacea sp.) sebagai sumber protein terhadap
pertumbuhan ikan mas (Cypitinus carpio L.). Skripsi. Fakultas Perikanan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suwarman, P. 1989. Budidaya Keong Mas. Media Mina Nomor 17. Edisi Juli.
Winarno. F. G. 1982. Madu Teknologi Khasiat dan Analisa. Ghalia, Indonesia.
Winston, M. L. 1987. The Biology of The Honey Bee. Harvard University Press.
London. England.
Winston, M. L., W. T. Chalmers, dan P. C. Lee. 1983. Effect of two pollen
substitutes on brood mortality and legth of adult life in the honey bee.
Journal of Apricultural Research 22: 49-5.

37
LAMPIRAN

38
Lampiran 1. Analisis Keragaman Bobot Lebah Pekerja
SK DB JK KT F P
Pakan 3 124.97 41.66 1.71 0.206
Galat 16 390.40 24.40
Total 19 515.37
R²= 24,25%

Lampiran 2. Analisis Keragaman Bobot Koloni


SK DB JK KT F P
Pakan 3 23096 7699 0.17 0.913
Galat 12 536590 44716
Total 15 559686
R²= 4,13%

Lampiran 3. Analisis Keragaman Pertambahan Bobot Koloni


SK DB JK KT F P
Pakan 3 17763 592 1.72 0.204
Galat 16 55223 3451
Total 19 72986

R²= 24,34%

Lampiran 4. Analisis Keragaman Pertambahan Luas Anakan


SK DB JK KT F P
Pakan 3 254239 84746 0.61 0.621
Galat 12 1667535 138961
Total 15 1921774
R² = 13,55%

Lampiran 5. Analisis Keragaman Mortalitas Pupa


SK DB JK KT F P
Pakan 3 2858.2 952.7 1.04 0.401
Galat 16 14635.6 914.7
Total 19 17493.8

39
R² = 16,34%

Lampiran 6. Perhitungan Populasi Koloni


Perlakuan Bobot Lebah Pekerja Bobot Koloni Populasi Koloni
Umur Sehari
(g) (g) (ekor)
A 0,10068 1230 1230/0,10068 = 12.216
B 0,09468 1157 1157/0,09468 = 12.220
C 0,90482 1144 1144/0,09482 = 12.064
D 0,09816 1132 1132/0,09816 = 11.532

Rataan 0,09709 1166 1166/0,09709 = 12.008


Pembanding 0,09445 1129 1129/0,09445 = 11.953

Lampiran 7. Daftar Harga Bahan Polen Suplemen


Biaya Tepung Keong Mas Tepung Polen Jagung

------------------------(Rp/kg)-----------------------
Pengolahan 15.000 -
Pembelian - 50.000
Total Rp.15.000,- Rp.50.000,-

40

S-ar putea să vă placă și