Sunteți pe pagina 1din 18

BAB I

PENDAHULUAN

Asuransi adalah suau kesepakatan bersama antara anggota masyarakat untuk saling
menjamin dan menanggung dengan cara mengumpulkan uang dan membuat sebuah
tabungan dana keuangan bersama yang digunakan sebagai dana bantuan bagi seseorang
yang ditimpa kesusahan. Hal ini dilakukan sebagai suatu usaha untuk menghadapi
peristiwa yang mungkin akan terjadi yang menimpa seseorang dan membawa kepada
kerugian. Di zaman modern ini, keperluan kepada asuransi makin meningkat sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional. Setiap individu yang
membuka usaha perdagangan selalunya memerlukan perlindungan keselamatan dan
jaminan kesejahteraan bagi usahanya. Dengan itu, perlindungan asuransi pada hari ini
dianggap penting bagi keselamatan dan kesejahteraaan baik untuk perusahaan maupun
individu. Pendirian perusahaan perusahaan asuransi juga telah memberikan sumbangan
yang besar terhadap sektor ekonomi sebuah negara. Selain dapat memberikan bantuan
keuangan kepada individu dan negara, perusahaan juga memberikan keuntungan dari
investasi di perusahaan yang bergerak dalam pembangunan sektor sektor penting negara
yang dikelola oleh swasta atau pemerintah. Oleh karena itu eksistensinya sangat
diperlukan bagi pembangunan. Namun perusahaan asuransi dalam kegiatannya tidak
dapat lepas dari hal hal yang dilarang oleh syariat Islam. Banyak para ulama yang
berpendapat bahwa asuransi merupakan suatu akad yang mengandung unsur riba,
gharar, dan maisir serta banyak menimbulkan dampak dampak negatif yang timbul
dalam masyarakat. Banyak kasus yang terjadi seperti seseorang membunuh atau
merusakkan sesuatu miliknya sendiri atau orang lain dengan tujuan untuk memperoleh
uang dari perusahaan asuransi. Oleh karenanya kajian kajian mengenai asuransi terus
dilakukan untuk menjawab permasalahan ini yang pada akhirnya munculah konsep
asuransi yang sesuai dengan hukum Islam sebagai hasil kajian itu.
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH

Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda ‘assurantie’ yang dalam hukum Belanda
disebut verzekering bermakna ‘pertanggungan’. Dari peristilahan assurantie, kemudian
muncul istilah assuradeur bagi ‘penanggung’ dan greassureerde bagi’ tertanggung’.
Dalam bahasa Inggris asuransi diistilahkan dengan insurance, ‘penanggung’ diistilahkan
dengan insurer dan ‘tertanggung’ diistilahkan dengan insured. Istilah asuransi mulanya
dikenal di Eropa Barat pada abad pertengahan berupa asuransi kebakaran. Kemudian,
pada abad ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu lintas perhubungan laut antar pulau
sehingga berkembang pula asuransi pengangkutan laut yang berasal dari Romawi. Jenis
asuransi ini merupakan jenis asuransi kapitalis. Asuransi ini dibentuk untuk
mendapatkan laba dan didasarkan atas perhitungan niaga. Asuransi jiwa baru dikenal
pada awal abad ke-19. Asal-usul asuransi syariah berbeda dengan kemunculan asuransi
konvensional seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Praktik bernuansa asuransi
tumbuh dari budaya suku Arab pada zaman Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah.
Al-Aqilah mengandung pengertian saling memikul dan bertanggung jawab bagi
keluarga. Dalam kasus terbunuhnya seorang anggota keluarga, ahli waris korban akan
mendapatkan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh angota keluarga terdekat dari si
pembunuh yang disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana secara bergotong royong
untuk membantu keluarga yang terlibat dalam perkara pembunuhan yang tidak sengaja
itu. Dalam satu kasus tentang aqilah ini, Nabi Muhammad saw pernah bersabda seperti
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, yang artinya adalah sebagai berikut. Dari Abu
Hurairah ra: “Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu
wanita tersebut melempar batu kepada wanita yang lain sehingga mengakibatkan
kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Ahli waris dari wanita
yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw maka
Rasulullah memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin adalah dengan
membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita. Dan kompensasi atas kematian
wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat
dari orang tua laki-laki).’ (HR Bukhari)

Praktik aqilah ini pada zaman Rasulullah saw tetap diterima oleh masyarakat Islam dan
menjadi bagian dari hukum Islam. Terdapat kemungkinan seseorang secara tidak
sengaja mencelakai orang lain hingga meninggal dunia. Kemudian, keluarga orang
tersebut mengumpulkan dana untuk digunakan sebagai kompensasi finansial kepada
ahli waris korban sehingga masalah kecelakaan ini dianggap selesai antar keluarga.
Prinsip aqilah memang didasarkan kepada kejadian tidak disengaja atau kekeliruan yang
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang sehingga yang lain (aqilah) menanggung
beban kompensasi terhadap ahli waris korban. Beban kompensasi tidak ditanggung oleh
si pembuat kekeliruan. Menurut Buku Dictionary of Islam yang ditulis oleh Thomas
Patrick jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, maka
pewaris kurban akan dibayar sejumlah uang darah atau yang dikenal sebagai diyat.
Diyat ini digunakan sebagai kompensasi dari keluarga terdekat si pembunuh. Al-aqila
adalah denda sedangkan makna al’aqil adalah orang yang membayar denda. Beberapa
ketentuan sistem aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial dituangkan oleh
Nabi Muhammad SAW dalam piagam Madinah yang merupakan konstitusi pertama di
dunia setelah hijrah ke Madinah. Pasal 3 Konstitusi Madinah menyebutkan bahwa orang
Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama
dan akan saling bekerja sama membayar uang darah di antara mereka. Jika seorang
anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain, maka ahli waris
korban akan memperoleh bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh
penutupan keluarga pembunuh, yang disebut sebagai aqilah. Praktik aqilah tersebut
memiliki kemiripan konsep dengan praktik asuransi Islam yang pertama kali dibentuk.
Praktik asuransi Islami berawal pada pendapat Dewan Yurisprudensi Islam Liga Dunia
Muslim, Mekkah, Arab Saudi, yang menyetujui adanya “asuransi koperatif”. Organisasi
asuransi atas dasar koperatif dimotivasi oleh sebab yang sama dan pada hakikatnya
mengikuti perkembangan yang sama baik di zaman modern, maupun di zaman kuno.
Suatu Negara Islam seharusnya menganjurkan pembentukan suatu industri asuransi
yang dimotivasi oleh jiwa koperatif karena gagasan koperatif diakui dalam Islam.
Dalam sistem asuransi koperatif, para penyumbang dana asuransi adalah para
dermawan, dan sumbangan mereka adalah donasi, dengan tujuan menanggung kerugian
yang menimpa siapa saja dari para penyumbang itu secara bersama-sama. Kompensasi
yang diberikan bertalian dengan kerugian yang diderita dan bukan suatu jumlah tertentu
yang disetujui antara pengasuransi dan yang diasuransikan pada waktu perjanjian
dibuat. Pada dekade 70-an di beberapa Negara Islam atau di Negara-negara yang
mayoritas penduduknya penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip
operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsure yang
diharamkan Islam. Pada tahun 1979 “Faisal Islamic Bank of Sudan” mengambil
prakarsa untuk mendirikan Perusahaan Asuransi atas dasar koperatif yang bernama di
Sudan. Perusahaan tersebut mengasuransikan usaha berikut ini, kecuali asuransi jiwa. :
1. Asuransi Muatan Laut
2. Asuransi Kapal
3. Kebakaran dan Pencurian
4. Penerbangan
5. Kecelakaan Pribadi
6. Rekayasa
7. Ganti rugi para pekerja

Islamic Insurance Co. Ltd tersebut menyelenggarakan dua akun yang terpisah dan
berbeda yaitu akun pertama adalah akun pemegang polis dan akun kedua adalah akun
pemegang saham. Akun para pemegang polis dimasukkan dalam kredit beserta semua
iuran mereka, dengan mempertimbangkan perlindungan asuransi ditambah dengan
keuntungan yang diterima pada investasi sumbangannya, dan didebitkan dengan
proporsi beban jasa dan klaim. Kelebihan yang ada setelah menyiapkan cadangan yang
diperlukan, dibagikan di antara para pemegang polis, sebanding dengan iuran yang
mereka bayar. Para pemegang saham perusahaan tidak turut serta dalam suatu bagian
pun dari kelebihan akun pemegang polis itu. Pendapatan yang diperolah dari investasi
modal saja dikreditkan pada akun pemegang saham. Bila ada kelebihan yang tersisa
sesudah membayar bagian pengeluaran pemegang saham untuk masa yang tertentu,
maka kelebihan ini dapat dibagi antar pemegang saham (Mannan, 1993). Perusahaan
tersebut telah membuat banyak kemajuan dalam jangka waktu lima tahun dan telah
mampu mendirikan beberapa cabang di Arab Saudi yang bernama Islamic Insurance Co.
Ltd dan di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diikuti oleh
berdirinya Dar al-Mal al-Islam di Geneva, Swiss dan Takaful Islami di Luxemburg,
Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful alIslami di Bahrain pada tahun
1983. Syarikat Takaful Nerhad di Malaysia berdiri pada tahun 1984. Di Asia, asuransi
syariah pertama kali diperkenalkan di Malaysia pada tahun 1985 melalui sebuah
perusahaan asuransi jiwa bernama Takaful Malaysia, selanjutnya diikuti oleh Negara-
negara lain seperti Brunei, Singapura, dan Indonesia (Mannan, 1993).

B. TUJUAN ASURANSI SYARIAH (TAKAFUL)


Asuransi syariah memiliki tujuan yang lebih komplek dibanding dengan asuransi
konvensional. Asuransi syariah tidak hanya dituntut untuk mengejar profit yang dari
investasi yang dilakukan dengan sebagian dana peserta. Namun lebih dari profit gain
asuransi syariah juga memiliki tanggung jawab sosial dalam memberikan sosial edukasi
kepada masyarakat tentang pentingnya tolong menolong sesama muslim dalam rangka
menegakkan ajaran Islam ditengah- tengah masyarakat. Tujuan asuransisyariah menurut
YadiJawari,2005 adalah: (Jawari, 2005 : 13) Menjaga konsistensi pelaksanaan syariah
di bidang keuangan, antisipasi terhadap makin meningkatnya kemakmuran bangsa, turut
meningkatkan kesadaran berasuransi masyarakat, dan menumbuhkan kemampuan umat
Islam di bidang pengelolaan industri asuransi. Selain itu, tujuan berdirinya asuransi
syariah adalah: Pertama, tolong-menolong Eja Armaz Hardi 430 Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam dan bekerja sama, kekayaan yang dimiliki sebagai karunia Allah
SWT hendaknya berfungsi sosial, terutama membebaskan orang dari penderitaan dan
ketergantungan. Saling tolong dan bekerja sama merupakan salah satu sifat terpuji dan
sangat dianjurkan oleh-Nya. Kedua, Saling menjaga keselamatan dan keamanan,
kehendak untuk selamat dan aman dalam hidup merupakan naluri kemanusiaan. Ajaran
Islam menganjurkan agar manusia berupaya menjadikan dunia bebas dari bahaya
ketakutan. Niat ikhlas karena Allah untuk membantu sesama yang mengalami
penderitaan merupakan landasan awal asuransi Islam. Premi yang dibayarkan kepada
asuransi syariah harus didasarkan pada kerjasama dan tolong-menolong sesuai dengan
perintah Allah untuk memperoleh ridha-Nya. Dari tujuan d iatas beberapa k alangan
berpendapat bahwa asuransi juga berorientasikan kepada pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Melalui aktivitas investasi yang dilakukan pihak perusahaan akan
memberikan dampak kepada tumbuhnya perekonomian masyarakat. Dengan tujuan
tersebut semakin meyakinkan bahwa manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup
tanp adanya interaksi sosial yang dilakukan. Sikap kebersamaan inilah yang dijunjung
tinggi dengan berdirinya asuransi syariah. Harapan lebih jauh dari pendirian asuransi
syariah ini adalah terciptanya kedamaian, ketentraman jiwa masyrakat. Dalam hal inilah
asuransi syariah dituntut untuk memberikan kontribusinyata kepada masyarakat grass
root ketimbang hanya mengambil pasar dari kalangan menengah keatas.

C. PRINSIP-PRINSIP ASURANSI SYARIAH


Adapun prinsip-prinsip asuransi syariah adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Tauhid
Setiap muslim harus melandasi dirinya dengan tauhid dalam menjalankan segala
aktivitas kehidupan, tidak terkecuali dalam berasuransi syariah. Dimana dalam niatan
dasar ketika berasuransi syariah haruslah berlandaskan pada prinsip tauhid,
mengharapkan keridhaan Allah SWT. Jika dilihat dari sisi perusahaan, asas yang
digunakan dalam berasuransi syariah bukanlah semata-mata meraih keuntungan dan
peluang pasar namun lebih dari itu. Niat awal adalah implementasi nilai syariah dalam
dunia asuransi. Dari sisi nasabah, berasuransi syariah adalah bertujuan untuk
bertransaksi dalam bentuk tolong menolong yang berlandaskan asas syariah, dan bukan
semata-mata mencari “perlindungan” apabila terjadi musibah. Dengan demikian, nilai
tauhid terimplementasi pada industri asuransi syariah.
b. Prinsip Keadilan
Perusahaan asuransi memiliki peluang besar untuk melakukan ketidakadilan, seperti
adanya unsur dana hangus (untuk produk tabungan), karena pembatalan kepesertaan di
tengah jalan oleh nasabah. Pada asuransi syariah, dana saving nasabah yang telah
dibayarkan melalui premi harus dikembalikan kepada nasabah bersangkutan, berikut
hasil investasinya. Bahkan beberapa perusahaan asuransi syariah menyerahkan ke
lembaga kesejahteraan umat seperti lembaga zakat, infaq, dan shodaqah, ketika terdapat
dana-dana saving nasabah yang telah mengundurkan diri atau terputus di tengah periode
asuransi, lalu tidak mengambil dananya kendatipun telah dihubungi baik melalui surat
maupun media lainnya. Hal ini berbeda dengan asuransi pada umumnya. Sikap adil
terdapat pada firman Allah QS Al-Maidah:8 yang artinya adalah sebagai berikut.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan kebenaran karena Allah menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
c. Prinsip Tolong Menolong
Hakekat konsep asuransi syariah adalah tolong menolong, dimana sesama peserta
bertabarru’ atau berderma untuk kepentingan peserta lain yang tertimpa musibah.
Peserta tidak berderma kepada perusahaan asuransi, peserta berderma hanya kepada
sesame peserta saja. Perusahaan hanya berfungsi sebagai pengelola dana tabarru,
konsekuensinya perusahaan tidak berhak menggunakan dana tabarru’ atau mengklaim
bahwa dana tabarru’ adalah milik perusahaan. Perusahaan hanya mendapatkan ujrah
(fee) atas jasanya mengelola dana tabarru’ tersebut. Perusahaan asuransi mengelola
dana tabarru’ dengan cara menginvestasikan ke instrument yangs sesuai aturan Islam
dan mengalokasikan untuk membantu peserta lain yang tertimpa musibah. Dengan
konsep ini sesama peserta telah mengimplementasikan kegiatan tolong menolong,
walaupun antara peserta tidak saling bertatap muka. Allah berfirman dalam QS Al-
Maidah:2 yang artinya sebagai berikut.
“Dan bertolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah
kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”
d. Prinsip Amanah
Pada hakekatnya kehidupan ini adalah amanah yang kelak dipertanggungjawabkan
kepada Allah SWT. Perusahaan dituntut untuk amanah dalam segala hal seperti
mengelola dana premi dan proses klaim. Nasabah juga harus amanah dalam aspek risiko
yang menimpanya. Nasabah tidak diperbolehkan untuk mengada-ada sesuatu yang
seharusnya tidak dapat diklaimkan namun berusaha untuk menjadi klaim, dimana hal ini
akan merugikan peserta yang lian. Perusahaan juga tidak boleh seenaknya dalam
mengambil keuntungan yang berdampak kerugian pada nasabah. Transaksi yang
amanah membawa pelakunya mendapatkan surga. Rasulullah SAW bersabda : “Seorang
pebisnis yang jujur lagi amanah (kelak akan dikumpulkan di akhirat bersama para
nabi, shiddiqin, dan syuhada” (HR. Tarmidzi)
e. Prinsip Saling Ridha
(‘An Taradhin) Aspek an taradhin atau saling meridhai harus selalu menyertai. Nasabah
ridha dananya dikelola oleh perusahaan asuransi syariah yang amanah dan professional.
Perusahaan asuransi syariah ridha terhadap amanah yang diberikan peserta untuk
mengelola kontribusi (premi) peserta. Peserta ridha dananya dialokasikan untuk peserta-
peserta lainnya yang tertimpa musibah, untuk meringankan beban penderitaan mereka.
Dengan prinsip inilah, asuransi syariah menjadikan saling tolong menolong memiliki
arti yang luas dan mendalam. Semua menolong dengan ikhlas dan ridha, bekerja dengan
ikhlas dan ridha, serta bertransaksi dengan ikhlas dan ridha juga.
f. Prinsip Menghindari Riba
Riba adalah mendapatkan keuntungan dengan cara menggunakan uang sebagai
komoditas utamanya yang terdapat pada sistem bunga di bank atau bisnis pada lembaga
keuangan konvensional. Riba dapat juga diartikan sebagai tambahan (ziyadah), tumbuh
dan berkembang (usury). Islam melarang setiap muslim yang mencoba untuk
meningkatkan modal mereka melalui pinjaman atas riba (berkembang atau bunga) baik
itu pada rate yang rendah atau tinggi.
g. Prinsip Menghindari Maisir
Arti secara harfiah kata maisir dalam bahasa Arab adalah memperoleh sesuatu dengan
sangat mudah tanpa bekerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja keras (Sula,
2004). Maisir bisa disamakan dengan kegiatan berjudi. Judi menunjukkan tindakan atau
permainan yang bersifat untunguntungan/spekulatif yang dimaksudkan untuk
mendapatkan keuntungan materi yang akan membawa dampak terjadinya praktik
kepemilikan harta secara batil. Allah SWT sangat tegas melarang kegiatan
perekonomian yang mengandung unsur perjudian. Larangan tersebut terdapat dalam
Surat Al-Baqarah ayat 219 berikut.
ْ َ ٓ ْ َّ ُ َ َ َ ٌ َ ٌ ْ ٓ َ ْ ‫ون َك َعن ْٱل َخ ْمر َو ْٱل َم ْيِس ۖ ُق‬
َ ُ َٔ ْ َ
‫اس َورإث ُم ُه َما أ ك ََ ُي‬
ِ ‫لن‬ ‫ل‬‫ر ر‬‫ع‬ ‫َٰف‬ َٰ ‫ن‬‫م‬‫و‬ ‫ي‬ ‫ب‬
‫رر‬ ‫ك‬ ‫م‬‫ث‬ ‫إ‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫يه‬
‫ر‬ ‫ف‬‫ر‬ ‫ل‬ ِ ‫ر‬ ِ ِ ‫يسـل‬
َ
ْ ‫ٱَّلل ل ُك ُم‬
ُ‫ي ه‬ َ َ ْ
ُ‫ون قل ٱل َع ْف َو ۗ كذ ل َك ُي َب ِ ن‬ ُ َ
َ ُ ُ َ َ َ َٔ ْ َ َ َ ْ َّ ُ
‫ٱل َء َاي َٰ رَٰت‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫رمن نف رع رهما ۗ ويسـلونك ماذا ي رنفق‬
َ ‫َ ه ُ َََ ه‬
‫ل َعلك ْم تتفك ُرون‬
Arti dari ayat di atas adalah: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir
(QS Al-Baqarah:219).
i. Prinsip Menghindari Risywah
Dalam menjalankan bisnis, baik pihak asuransi syariah maupun pihak peserta harus
menjauhkan diri dari aspek risywah (sogok menyogok atau suap menyuap). Risywah
pasti akan menguntungkan satu pihak dan aka nada pihak lain yang dirugikan, apapun
dalihnya. Peserta tidak boleh menyogok oknum asuransi supaya bisa mendapatkan
manfaat (klaim), dan sebaliknya, perusahaan tidak perlu menyuap supaya mendapatkan
premi (kontribusi) asuransi. Semua harus dilakukan secara baik, transaparan, adil, dan
dilandasi dengan ukhuwah islamiyah.
j. Berserah Diri dan Ikhtiar
Allah memiliki dan menguasai atas seluruh harta kekayaan. Allah berhak penuh untuk
memberikan rezekinya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah yang telah
menetapkan seorang hamba menjadi kaya dan Dia pula yang memutuskan seorang
menjadi miskin. Sebagaimana firman Allah dalam QS AlBaqarah:255 dan 284, Al-
Maidah:120, Thaha:6. Kita sebagai hamba Allah yang (khalifah di muka bumi) wajib
memanfaatkan rizki yang telah dititipkan oleh-Nya untuk kemaslahatan (kemanfaatan)
manusia. Oleh karena itu kita diwajibkan untuk saling tolong menolong dan bekerja
sama.
k. Saling Bertanggung Jawab
Seluruh peserta asuransi berjanji/berakad saling bertanggungjawab antara satu sama
lain. Bagi setiap muslim, tanggung jawab merupakan suatu kewajiban. Rasa tanggung
jawab ini timbul atas dasar sifat saling menyayangi , saling mencintai, saling membantu
dan terdapat kepentingan bersama untuk mendapatkan kemakmuran bersama guna
mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa dan harmonis. Dalam Islam, konsep
seperti ini disebut dengan fardhu kifayah. Landasan prinsip saling bertanggungjawab
adalah sebagai berikut.
“Setiap kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab
terhadap orang-orang yang di bawah tanggung jawabmu”
(HR. Bukhari dan Muslim)
“Seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia
mengasihi dirinya sendiri” (HR. Bukhari)
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain (dalam sautu masyarakat) aeperti sebuah
bangunan dimana tiap-tiap bagian bangunan itu mengukuhkan bagianbagian yang
lain” (HR. Bukhari dan Muslim)
l. Saling Melindungi dan Berbagi Kesusahan
Peserta asuransi satu sama lain saling melindungi dari kesusahan dan bencana karena
keselamatan dan keamanan merupakan keperluan pokok bagi semua orang. Allah SWT
berfirman dalam surat Quraisy mengenai pemberian janji keselamatan dari ancaman
terhadap kelaparan dan bencana, dimana kelaparan merupakan keeprluan untuk jasmani
sedangkan rasa ketakutan merupakan cerminan keperluan rohani. Pada prinsipnya
tadhamun islami menyatakan bahwa

D. KETENTUAN OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH


a. Akad dalam Asuransi Syariah Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah
Nasional mengeluarkan fatwa khusus tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah yang
terkait dengan akad-akad dalam asuransi syariah adalah sebagai berikut: 1) Akad dalam
asuransi 2) Kedudukan setiap pihak dalam akad tijarah dan akad tabrru’ 3) Ketentuan
dalam akad tijarah dan tabarru’
b. Mekanisme Pengelolaan Dana Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi
menjadi dua system (Muhamad Syakir Sula, 2004:177-178) yaitu: 1) Sistem pada
produk saving ‘tabungan’ 2) Sistem produk non-saving ‘tidak ada tabungan’
c. Sumber Biaya Operasional Dalam operasionalnya asuransi syariah yang berbentuk
bisnis seperti Perseroan Terbatas (PT), sumber biaya operasional menentukan
perkembangan dan percepatan perrtumbuhan industri. Sumber dana operasional dalam
asuransi syariah berasal dari bagi hasil surplus underwriting, bagi hasil investasi dan
dana pemegang saham.
d. Underwriting Underwriting merupakan proses penyelesaian dan pengelompokan
risiko yang akan ditanggung. Md Azmi Abu Bakar dalam tulisanya Famili Takaful
Plans Concept Operation and Underwriring membagi tujuan underwriting dalam
asuransi syariah kedalam dua bagian dikutip (Muhamad Syakir Sula, 2004:184), yaitu:
1) Ensure rate adequace (memastikan kecukupan rate premi)
2) Equity (keadilan)

E. PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI


KONVENSIONAL
1. Pengelolaan Risiko
Terdapat perbedaan pengelolaan risiko yang ada pada asuransi syariah dan juga asuransi
konvensional. Untuk asuransi syariah mereka menggunakan prinsip sharing of risk,
yang berarti semua risiko akan dibebankan dan dibagi kepada pihak asuransi dan juga
anda sebagai nasabah. Sehingga kedua belah pihak ikut bertanggungjawab dan
menanggung risiko yang teradi.

Sedangkan untuk asuransi konvensional menggunakan prinsip transfer of risk, yang


berarti semua risiko akan dibebankan kepada yang tertanggung atau anda sebagai
nasabah asuransi.

2. Kepemilikan dana
Untuk kepemilikan dana yang dimiliki oleh asuransi syariah, memiliki sistem dana yang
dimiliki semua peserta asuransi sedangkan pihak asuransi hanya berfungsi sebagai
pihak pengelolanya saja. Untuk kepemilikan dana pada asuransi konvensional, sistem
dana yang dimiliki akan menjadi wewenang penuh oleh pihak asuransi. Alasannya
premi yang dibayarkan selama ini adalah milik perusahaan asuransi yang bersangkutan.

3. Pengelolaan dana
Pada asuransi syariah pengelolaan dana bersifat transparan dan juga digunakan untuk
mendapatkan keuntungan bagi pemegang polis asuransi. Sedangkan pada asuransi
konvensional premi yang telah dibayarkan selama ini akan dijadikan sebagai kuntungan
yang besar bagi perusahaan asuransi itu sendiri.

4. Kewajiban Zakat
Di dalam asuransi syariah mewajibakan para nasabahnya untuk selalu membayar zakat
dengan jumlah yang telah ditentukan sesuai dengan besarnya keuntungan pada
perusahaan asuransinya. Sedangkan pada asuransi konvensional tidak menerapkan
kebijakan ini.

5. Sistem Perjanjian
Pada asuransi syariah di dalamnya memakai akad hibah dan bisa dipastikan halal karena
memakai sistem yang syariah. Sedangkan untuk asuransi konvensional, akadnya sama
seperti perjanjian jual beli.

6. Pembagian keuntungan
Keuntungan yang didapatkan pada asuransi syariah akan dibagi kepada seluruh peserta
asuransi. Sedangkan untuk asuransi konvensional seluruh keuntungan yang didapatkan
akan dimiliki oleh perusahaan asuransi itu sendiri.

7. Pengawasan
Dalam kebijakan pengawasan di asuransi syariah terbilang sangat ketat karena langsung
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berwenang seperti MUI, DPS dan DSN yang
diberikan fungsi untuk mengawasi pelaksanaan prinsip ekonomsi syariah yang ada.
Sementara untuk perusahaan asuransi konvensional hanya dilihat dari nilai dan juga
premi yang ditetapkan pada perjanjian asuransi saja dan tidak seketat asuransi syariah.

8. Klaim dan Layanan


Semua peserta asuransi syariah dapat memanfaatkan perlindungan biaya rawat inap baik
perorangan maupaun seluruh anggota keluarga yang bersangkutan sehingga premi
asuransi yang dibayarkan akan lebih ringan. Sedangkan di dalam asuransi konvensional,
setiap orang atau setiap anggota keluarga harus memiliki polis masing-masing dan
premi yang dibayarkan tentunya lebih tinggi.

9. Dana Hangus
Dana hangus terjadi ketika asuransi yang dimiliki tidak diklaim. Tetapi hal ini hanya
berlaku pada suransi konvensional saja. Untuk asuransi syariah, dana hangus tidak
diberlakukan karena dana masih bisa diambil walaupun ada sebagain kecil dana yang
memang harus diikhlaskan sebagai dana tabaru.

10. Instrumen Investasi


Perbedaan dari asuransi syariah dan asuransi konvensional sangat menonjol dalam hal
instrumen investasi ini. Mengapa? Alasannya adalah pada asuransi syariah kegiatan
investasi tidak bisa dilakukan pada berbagai jenis usaha. Jadi hanya boleh menjalankan
usaha yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah atau
mengandung unsur yang haram.

Namun hal ini berbanding terbalik pada asuransi konvensional di mana di dalamnya
diizinkan untuk melakukan investasi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
yang besar. Dan pada dasarnya dana yang dikelola memang murni menjadi hak
perusahaan pengelola asuransi. Jadi pihak nasabah tidak berhak ikut campur terkait
pengelolaan dana tersebut.
F. KENDALA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
Analisis SWOT adalah suatu metode perencanaan strategi yang digunakan untuk
mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), Kelemahan
(Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang mungkin terjadi
dalam mencapai suatu tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau institusi/lembaga
dalam skala yang lebih luas (Hasan, Nurul Ichsan. Pengantar Asuransi Syariah. 2014
hlm.215-216). Dengan melihat kekuatan yang dimiliki serta pengembangan kekuatan
tersebut dapat dipastikan bahwa perusahaan akan lebih maju dibanding pesaing yang
ada. Demikian juga dengan kelemahan yang dimiliki harus diperbaiki agar perusahaan
bisa tetap eksis. Peluang yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan
agar volume penjualan dapat meningkat. Dan ancaman yang akan dihadapi oleh
perusahaan haruslah dihadapi dengan mengembangkan strategi pemasaran yang baik.

A) Kekuatan. Beberapa yang menjadi kekuatan positif dalam upaya pengembangan


operator asuransi syariah baru di Indonesia sebagai berikut: 1)Tenaga kerja
professional/SDM inti yang kompeten dan memiliki integritas moral dan ghirah Islam,
yang berada dalam sebuah teamwork yang solid, 2)Pemegang saham yang memiliki visi
dan misi syariah yang jelas, 3)Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang memenuhi syarat
syariah mampu member rasa aman kepada peserta asuransi syariah. Sebagai fakta dari
kekuatan asuransi syariah adalah jika pada tahun 2000 jumlah asuransi yang berbinis
dengan berdasarkan prinsip syariah adalah sebanyak 4 buah, pada tanggal 21 Agustus
2007 asuransi syariah yang sudah mendapatkan rekomendasi dari DSN MUI sebanyak
37 asuransi syariah, 3 reasuransi syariah dan 5 broker asuransi dan reasuransi yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariah.

B) Kelemahan. Sistem asuransi syariah dan core team asuransi syariah baru ini memiliki
kelemahan yang masih dalam tahap peningkatan yaiyu:

1. SDM pndukung belum banyak memahami bisnis syariah,

2. Dalam hal pemasaran, alternatif distributif relative masih terbatas dibandingkan pola
konvensional,
3. Permodal yang terbatas akan mempengaruhi:

a) teknologi pendukung manajemen,

b) strategi bisnis,

c) ketersediaan infrastruktur. Apabila pmegang saham kurang mnghargai pntingnya


investasi di bidang IT sebagai "modeling tools" dan "administration tools",
penerapan modal terhadap bisnis riil belum cukup, lemahnya "public relations"
untuk mengkomunikasikan keunggulan LKS.
C)Peluang. Peluang dari bisnis asuransi di Indonesia adalah keunggulan konsep asuransi
syariah dapat memahami peningkatan tuntutan rasa keadilan dari masyarakat, jumlah
penduduk beragama islam di Indonesia lebih dari 180 juta orang, meningkatnya
kesadaran bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat
golongan menengah, meningkatnya kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan
ekonomi umat, tumbuhnya lembaga keuangan syariah (LKS). Sedikitnya masyarakat
Indonesia yang ikut berasuransi menjadi peluang bagi asuransi syariah untuk
meningkatkan pangsa pasar, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan
jasa asuransi misalnya untuk kebutuhan meningkatkan pendidikan anak dan
meningkatnya biaya kesehatan.

D) Ancaman. Adapun ancaman yang akan dihadapi oleh asuransi syariah di Indonesia,
beberapa ancaman meliputi: 1)Globalisasi, masuknya asuransi luar negeri yang
memiliki nilai kapital yang lebih besar dan teknologi yang lebih canggih sehingga
membuat premi asuransi lebih murah, 2)Langkanya ketersediaan SDM yang qualified
dan memiliki semangat syariah, 3)Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur
asuransi syariah. Prospek asuransi syariah di Indonesia akan cerah dan semakin
prespektif jika umat islam dapat membaca dan memberdayakan peluang dan kekuatan
yang dimiliki. Di samping itu, asuransi syariah juga harus bisa meminimalisir ancaman
yang sudah ada dan akan muncul sekaligus memperbaiki kelemahan atau kkurangan
yang ada. Sebagai lembaga keuangan tentunya juga berorientasi keuntungan (profit
oriented), asuransi wyariah tidak boleh melupakan tujuan awal benrdirinya asuransi
syariah yang mengusung semboyan social oriented sebagai wujud ta'awun 'ala al birr wa
at taqwa. (Hasan, Nurul Ihcsan. Pengantar Asuransi Syariah. 2014 hlm.222-231)
Strategi pengembangan asuransi syariah untuk mengatasi kekurangan SDM yang
professional dapat diatasi dengan akan mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas
SDM asuransi syariah melalui beberapa program sertifikasi agar perkembangan industri
didukung ketersediaan fellow dan associate berkualitas. Untuk memasyarakatkan dan
meningkatkan asuransi syariah maka LKS harus mengembangkan teknologi informasi
yang terdepan, serta meningkatkan promosi dan sosialisasi di segala lapisan masyarakat.
Semua pihak harus bekerja keras untuk memperkenalkan system asuransi syariah di
Indonesia agar masyarakat mengetahui ada solusi dalam pengelolaan resiko secara
islami dan pemerintah juga harus lebih mendukung asuransi syariah, para wkonom yang
ada di cabinet saat ini sebaiknya meninggalkan system ekonomi kapitalis dan mengikuti
aturan main kapitalis, sehingga bisa keluar dari krisis. Berdasarkan konsep Risk Based
Capital (RBC) perusahaan asuransi di Indonesia sebenarnya dapat beroperasi dengan
modal yang sangat rendah (diatas Rp. 3 miliar) asal sehat dan memenuhi Risk Based
Capital diatas 120%. Asuransi syariah dalam bentuk cabang atau devisi dari perusahaan
asuransi konvensional dapat beroperasi dengan penyisihan modal minimal Rp. 2 miliar.
Kemudah-mudahan permodalan ini disatu sisi baik untuk mendorong timbulnya
perusahaan asuransi/cang/devisi syariah. Disisi lain sebenarnya harus disadari bahwa
ketentuan minimum tersebut kurang mendorong timbulnya perusahaan yang sehat
(Hasan, Nurul Ichsan. Pengantar Asuransi Syariah. 2014 hlm. 249).

G. PERKEMBANGAN ASURANSI ISLAM DI INDONESIA


Perkembangan asuransi syariah belakangan ini diburu banyak orang dan menenangkan.
Kini, nyaris semua perusahaan asuransi membentuk unit syariah. Bahkan asuransi asing
juga ikut membuka unit syariah. Pada tahun 2008 di Indonesia sudah ada 3 perusahaan
yang full asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang re-asuransi syariah.
Perolehan premi industri asuransi syariah tanah air pada tahun 2007 tumbuh sebesar
60%-70%. Pada 2006, industri asuransi syariah membukukan pertumbuhan premi
sebesar 73% dengan nilai total Rp. 475 miliar. Kendati asuransi syariah mengalami
pertumbuhan yang pesat, kontribusi terhadap total industri baru mencapai 1,11% per
2006 dan diperkirakan meningkat ke posisi 1,33% tahun 2007. Pada tahun 2003, hanya
ada 11 pemain dalam industri syariah. Jumlah itu meningkat menjadi 30 pemain pada
2006. Pada tahun 2007, terdapat 38 pemain asuransi syariah dengan rincian 2
perusahaan asuransi syariah, 1 asuransi umum, 12 asuransi jiwa syariah, 20 asuransi
umum syariah, dan 3 asuransi syariah. (Soemitra, Andri. Bank Dan Lembaga Keuangan
Syariah. 2009 hlm. 285) (2009:285).

Pada tahun 2015 diperkirakan bahwa potensi penerimaan premi syariah di Indonesia
akan mencapai US$ 1,20 miliar. Pencapaian posisi ini menempatkan pada posisi
terbesar kedua setelah Malaysia yang diperkirakan oleh penlitian Institute of Islamic
Banking and Insurance di London sebesar US$ 1,22 miliar. Tetapi jika dibandingkan
dengan asuransi konvensional jumlah premi ini sangatlah kecil. Beberapa hal yang
menjadi penyebab relatif rendahnya penetrasi pasar asuransi syariah dalam sepuluh
tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback up perusahaan asuransi syariah,
promosi dan edukasi pasar yang relatif belum dilakukan secara efektif (terkait dengan
lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah seperti broker-
broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain sebagainya, produk dan layanan belum
diunggulkan di atas produk konvensional, posisi pasar yang masih ragu antara
penerapan konsep syariah yang menyeluruh dengan kenyataan bisnis di lapangan yang
terkadang sangat jauh dari prinsip syariah, dukungan kapasitas reasuransi yang masih
terbatas (terkait juga dengan dana) dan belum adanya inovasi produk dan layanan yang
benar-benar digali dari konsep dasar syariah. Salah satu keunggulan asuransi syariah
berkembang di Indonesia ialah ekonomi Indonesia yang secara signifikan bergantung
pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) akan cocok dengan pendekatan
pengelolaan resiko melalui konsep tolong menolong dalam asuransi syariah, sifat alami
asuransi syariah yang memungkinkan peserta mendapatkan bagian hasil akan lebih adil
diterapkan pada masyarakat karena tidak secara berlebihan menguntungkan satu pihak
dan merugikan pihak lain (Hasan, Nurul Ichsan. Pengantar Asuransi Syariah. 2014
hlm.220-221). Prinsip dasar asuransi syariah yang mendorong orang atau badan untuk
saling tolong menolong sesama dengan bantuan operator asuransi syariah yang sangat
berbeda dengan prinsip dasar asuransi konvensional yang memposisikan nasabah
sebagai tertanggung dan perusahaan asuransi sebagai penanggung dan asuransi syariah
memberikan kepastian kehalalan bagi para pesertanya.
BAB III

KESIMPULAN

Dalam sejarah pendiriannya asuransi takaful adalah untuk memenuhi keperluan umat
Islam di zaman modern ini yang dilatarbelakangi oleh pembicaraan dan kajian
mengenai asuransi secara Islam oleh para ulama dan pakar pakar asuransi. Mereka
membuat kesimpulan tentang konsep konsep Islam yang dapat dijadikan dasar falsafah
asuransi secara Islam. Usulan yang diutarakan amat banyak tetapi keseluruhannya tidak
lepas dari konsep altakaful yang ada dalam Islam. Takaful kemudiannya dipakai sebagai
nama asuransi secara Islam dan takaful ini lebih dikenal sebagai Perusahaan asuransi
yang sistem operasionalnya berlandaskan ajaran Islam. Takaful berasal dari bahasa
Arab yang berarti memberi makan, sedekah, perlindungan, saling menolong,
menanggung atau menjamin. Definisi takaful secara istilah lebih luas yaitu menyangkut
keseluruhan aktivitas kehidupan sosial dan melingkupi aspek aspek pembinaan iman,
pembinaan jiwa dan kepribadian dalam kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat.
Takaful juga berhubungan dengan tanggungjawab antara kaum muslimin satu sama lain
untuk menolong bekerjsa sama menjamin hak dan kesejahteraan hidup bersama.
Pemahaman takaful sebagai asuransi syariah adalah merupakan arti yang lebih sempit,
akan tetapi takaful kini lebih dikenal sebagai nama perusahaan asuransi syariah
ketimbang makna luasnya. Takaful memiliki konsep, prinsip dan falsafah yang
berdasarkan kepada ajaran Islam. Ketiga tiganya ini menggambarkan rancangan
perlindungan asuransi sesuai dengan syariat Islam yang dlakukan secara bersama sama
dalam masyarakat muslim yang mengadung nilai kemanusiaan dan persaudaraan
didasari atas rasa kasih 17aying dan pengorbanan bersumber dari ajaran Alquran dan
Hadits Nabi SAW.
DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Abdullah. 2011. Apa Bedanya Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional.
Cetakan Pertama. Unit Pelaksana Teknis Percetakan dan Penerbitan, ST. Mediakom
Trisakti, Jakarta. ISBN 979999826-3
Hasan, Nurul Ichsan. 2014. Pengantar Asuransi Syariah. Jakarta:
Referensi (Gaung Persada Press Group)

S-ar putea să vă placă și