Sunteți pe pagina 1din 18

MAKALAH

Perawatan Pada Pasien Dengan Peningkatan Tekanan Intra


Kranial (TIK)

Untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan Sistem II

Kelompok 18 :

Nama : MIKE APRILIA

NIM : 15.20.022

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otak merupakan jaringan tubuh yang mempunyai tingkat metabolisme
tinggi, hanya dengan berat kurang dari 2% dari berat badan, memerlukan 15%
kardiak output dan menyita 20% oksigen yang beredar ditubuh, serta
membutuhkan 25% dari seluruh glukosa dalam tubuh. Pada keadaan emergensi
dan kritis akan terjadi peningkatan kebutuhan bahanbahan metabolism
tersebut. Dengan demikian apabila suplai bahan-bahan untuk metabolisme otak
terganggu tentunya akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak
yang dapat berakibat kematian dan kerusakan permanen.
Ruang didalam kepala dibatasi oleh struktur yang kaku, semua
kompartemen intrakranial ini tidak dapat dimampatkan, hal ini dikarenakan
volume intrakranial yang konstan (Hukum MonroKellie). Oleh karena itu bila
terdapat kelainan pada salah satu isi yang mempengaruhi peningkatan volume
didalamnya akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial setelah batas
kompensasi (compliance) terlewati.
Tekanan intrakranial normal berkisar pada 8-10 mmHg untuk bayi,
nilai kurang dari 15 mmHg untuk anak dan dewasa, sedangkan bila lebih dari
20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20 menit dikatakan
sebagai hipertensi intrakranial. Efek peningkatan tekanan intrakranial
sangatlah kompleks, oleh karena itu perlu penanganan segera agar penderita
tidak jatuh dalam keadaan yang lebih buruk. Tiga puluh enam persen penderita
dengan cedera otak yang disertai koma, datang dalam keadaan hipoksia dan
gagal nafas yang membutuhkan ventilator mekanik.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan peningkatan


Tekanan Intra Kranial (TIK)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan


peningkatan TIK

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengertian peningkatan TIK
2. Untuk mengetahui etiologi peningkatan TIK
3. Untuk mengetahui patofisiologi peningkatan TIK
4. Untuk mengetahui gejala peningkatan TIK
5. Untuk mengetahui pemantauan peningkatan TIK
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan peningkatan
TIK
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Tekanan Intra Kranial (TIK) adalah tekanan atau hubungan volume
diantara kranium dan isi kubah kranium. Volume kranium terdiri atas darah,
jaringan otak, dan cairan serebrospinal (CSS). Tekanan intrakranial
didefinisikan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya diukur
sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Tekanan intrakranial normal
adalah 0 – 15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai
hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan
intrakranial dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume
total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%) (Fransisca,
2008).
Peningkatan tekanan intrakranial adalah tekanan darah sistemik,
ventilasi dan oksigen, jumlah metabolik dan kebutuhan oksigen (demam,
aktivitas, perubahan), vasospasme area serebral, dan saturasi oksigen serta
hematokrit. Ketidakmampuan mengatur dan menstabilkan tekanan intrakranial
diakibatkan oleh peningkatan TIK, sebagai akibat dari trauma kepala, edema
serebral, abses dan infeksi, lesi dan bedah intrakranial. Peningkatan tekanan
intrakranial memerlukan penangan darurat dan terapi. Tekanan intrakranial
dapat dimonitor dengan kateter intraventrikular pemasangan skew
subarakhnoid, dan merekam tekanan epidural dengan alat (Fransisca, 2008).
2.2 Etiologi
Peningkatan volume kompartemen intrakranial yang progresif dapat
menyebabkan peningkatan TIK/hipertensi intrakranial. Peningkatan TIK
merupakan kasus emergensi dimana cedera otak irreversibel atau kematian
dapat dihindari dengan intervensi tepat pada waktunya. Mekanisme umum dan
penyebab hipertensi intrakranial adalah sebagai berikut (Amri, 2017):
1. Edema otak dengan berbagai sebab mengakibatkan peningkatan jumlah air
diparenkim otak. Ada berbagai macam penyebab edema otak bergantung
pada mekanisme patofisiologi yang mendasarinya meliputi :
a. Edema sitotoksik : swelling intraseluler, biasanya disebabkan oleh
transpor ion dan cairan di seluler terganggu sebagai akibat dari
gangguan metabolisme.
b. Edema vasogenik : edema ekstraseluler sekunder karena peningkatan
permeabilitas sawar darah otak.
c. Edema interstisial : edema jaringan karena adanya perbedaan osmotik
antara plasma dan jaringan otak.
2. Peningkatan CBV disebabkan karena inflow dan outflow tidak sebanding,
seperti:
a. Menurunnya outflow vena : obstruksi mekanis pada struktur vena
intrakranial atau ekstrakranial, posisi kepala dibawah (head-down),
obtruksi ventilasi, collar neck yang ketat.
b. Peningkatan CBF (hilangnya autoregulasi vaskular pada CPP rendah
atau tinggi, peningkatan PaCO2, hipoksia).
3. Peningkatan volume cairan serebrospinal intrakranial (hidrosefalus).
Penyebab umum peningkatan volume cairan serebrospinal adalah :
a. Menurunnya absorbsi cairan serebrospinal di villi arakhnoidalis,
dikenal dengan hidrosefalus komunikan (perdarahan subarakhnoid,
infeksi).
b. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal, dikenal dengan hidrosefalus
obstruktif (neoplasma, perdarahan spontan dan trauma, infeksi)
c. Peningkatan jumlah produksi (meningitis, tumor pleksus khoroid)
4. Massa intra dan ekstra aksial menyebabkan peningkatan TIK karena
langsung meningkatkan volume intrakranial. Beberapa penyebab umum
meliputi :
a. Neoplasma
b. Perdarahan
c. Trauma (hematom intraserebral, epidural, dan subdural, kontusio,
higroma)
d. Infeksi (abses, empiema subdural)
2.3 Patofisiologi
Prinsip TIK diuraikan pertama kali oleh Profesor Monroe dan Kellie
pada tahun 1820. Orang dewasa normal menghasilkan sekitar 500 mL cairan
serebrospinal (CSF) dalam waktu 24 jam. Setiap saat, kira-kira150 mL ada
didalam ruang intrakranial. Ruang intradural terdiri dari ruang intraspinal
ditambah ruang intrakranial. Total volume ruang ini pada orang dewasa sekitar
1700 mL, dimana sekitar 8% adalah cairan serebrospinal, 12% volume darah,
dan 80% jaringan otak dan medulla spinalis. Karena kantung dura tulang
belakang tidak selalu penuh tegang, maka beberapa peningkatan volume ruang
intradural dapat dicapai dengan kompresi terhadap pembuluh darah epidural
tulang belakang. Setelah kantung dural sepenuhnya tegang, apapun
penambahan volume selanjutnya akan meningkatkan salah satu komponen
ruang intrakranial yang harus diimbangi dengan penurunan volume salah satu
komponen yang lain.Pertambahan volume dari suatu kompartemen hanya
dapat terjadi jika terdapat penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain.
Satu-satunya bagian yang memilik kapasitas dalam mengimbangi (buffer
capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi
perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atas sudah
maksimal maka terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan volume pada
kompartemen (seperti pada massa di otak) akan menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK).
Nilai normal TIK masih ada perbedaan diantara beberapa penulis, dan
bervariasi sesuai dengan usia, angka 8-10 mmHg masih dianggap normal untuk
bayi, nilai kurang dari 15 mmHg masih dianggap normal untuk anak dan
dewasa, sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu
lebih dari 20 menit dikatakan sebagai hipertensi intrakranial.
Tekanan intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral
(CPP / Cerebral perfusion pressure). CPP dapat dihitung sebagai selisih antara
rerata tekanan arterial (MAP) dan tekanan intrakranial (ICP/TIK).
CPP = MAP – ICP atau MAP Ini dipakai ketika kranium sedang
terbuka (saat operasi) dan ICP-nya nol. Jadi perubahan pada tekanan
intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral, dimana ini akan
berakibat terjadinya iskemia otak.
Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini
tidak akan cepat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Sebab
volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan
serebrospinalis dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan disamping itu
volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan
durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan
complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus
menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah
peningkatan tekanan intrakranial.
(Amri, 2017)
2.4 Gejala Peningkatan TIK
Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK (Affandi & Panggabean,
2016) :
1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala
terjadi karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan
memberikan gejala yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas,
batuk, mengangkat, bersin.
2. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.
3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus
yang berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan
indikator klinis yang baik untuk hipertensi intrakranial.
4. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran;
gelisah, iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik.
5. Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan
merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak
15%. Frekuensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor.
Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih
lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang
lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang
ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer,
batang otak dan difossa posterior.
6. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan
penggeseran jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan
tandatanda umum Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, respirasi
ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu melokalisasi level
cedera.
Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat
biasanya karena perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma, onset yang
bertahap karena tumor, hidrosefalus yang sudah lama, atau abses. Riwayat
kanker sebelumnya, berkurangnya berat badan, merokok, penggunaan obat-
obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit iskemik dapat berguna dalam
mencari etiologi.
2.5 Pemantauan TIK
Pemantauan TIK digunakan untuk mencegah terjadinya fase
kompensasi ke fase dekompensasi. Secara obyektif, pemantauan TIK adalah
untuk mengikuti kecenderungan TIK tersebut, karena nilai tekanan
menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar terhindar dari cedera otak
selanjutnya, dimana dapat bersifat ireversibel dan letal. Dengan pemantauan
TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat penting, dimana
menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga dengan oksigenasi
otak (Amri, 2017).
1. Indikasi pemantauan TIK
Pedoman BTF (Brain Trauma Foundation) 2007 merekomendasi
bahwa TIK harus dipantau pada semua cedera kepala berat (Glasgow
Coma Scale/GCS 3-8 setelah resusitasi) dan hasil CT scan kepala
abnormal (menunjukkan hematoma, kontusio, pembengkakan, herniasi,
dan/atau penekanan sisterna basalis), TIK juga sebaiknya dipantau pada
pasien cedera kepala berat dengan CT scan kepala normal jika diikuti dua
atau lebih kriteria antara lain usia>40 tahun, sikap motorik, dan tekanan
darah sistolik <90 mmHg. Indikasi pemantauan TIK meliputi : trauma
kepala berat, intraserebral hemoragik, subarachnoid hemoragic,
hidrosephalus, strok, edema serebri, post kraniotomi dan ensefalopati.
2. Kontraindikasi pemantauan
TIK Tidak ada kontrindikasi absolut untuk memantau TIK, hanya
ada beberapa kontraindikasi relatif yaitu : a. Koagulopati dapat
meningkatkan resiko perdarahan pada pemasangan alat pemantauan TIK.
Bila memungkinkan pemantauan TIK ditunda sampai International
Normalized Ratio (INR), Prothrombin Time (PT) dan Partial
Thromboplastin Time (PTT) terkoreksi ( INR <1,4 dan PT <13,5 detik).
Pada kasus emergensi dapat diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) dan
vitamin K. b. Trombosit < 100.000/mm³ c. Bila pasien menggunakan obat
anti platelet, sebaiknya berikan sekantong platelet dan evaluasi fungsi
platelet dengan menghitung waktu perdarahan.
3. Komplikasi akibat pemantauan TIK
a. Infeksi intrakranial
b. Perdarahan intraserebral
c. Kebocoran udara masuk ke ventrikel atau ruang subarachnoid
d. Kebocoran cairan serebrospinal
e. Overdrainage CSF menyebabkan ventrikel kolaps dan herniasi
4. Metode pemantauan TIK
Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara
langsung) dan non invasif (tidak langsung). Metode non invasif (secara
tidak langsung) dilakukan pemantauan status klinis, neuroimaging dan
neurosonology (Trancranial Doppler Ultrasonography/ TCD). Sedangkan
metode invasif (secara langsung) dapat dilakukan di beberapa lokasi
anatomi yang berbeda yaitu intraventrikular, intraparenkimal,
subarakhnoid/subdural, dan epidural. Metode yang umum dipakai yaitu
intraventrikular dan intraparenkimal (microtransducer sensor). Metode
subarakhnoid dan epidural sekarang jarang digunakan karena akurasinya
rendah. Pengukuran tekanan LCS lumbal tidak memberikan estimasi TIK
yang cocok dan berbahaya bila dilakukan pada TIK meningkat. Beberapa
metode lain seperti Tympanic Membrane Displacement/TMD, Optic nerve
sheath diameter/ONSD namun akurasinya sangat rendah.
Pemantauan TIK secara tidak langsung (non invasif) meliputi
pemantauan beberapa kondisi klinis yang harus dinilai pada peningkatan
TIK yaitu:
1. Tingkat kesadaran (GCS)
2. Pemeriksaan pupil
3. Pemeriksaan motorik okuler (perhatian khusus pada nervus III dan VI)
4. Pemeriksaan motorik (perhatian khusus pada hemiparesis)
5. Adanya mual atau muntah
6. Keluhan nyeri kepala
7. Tanda vital saat itu Oftalmoskopi adalah salah satu penilaian yang
bermakna pada peningkatan TIK. Papil edema ditemukan bila
peningkatan TIK telah terjadi lebih dari sehari. Tapi sebaiknya tetap
dinilai pada evaluasi awal, ada atau tidak ada papil edema dapat
memberikan informasi mengenai proses perjalanan penyakit
5. Manajemen Peningkatan Tik
Hipertensi intrakranial adalah besarnya TIK >15 mmHg.
Sedangkan literatur lain hipertensi intrakranial didefinisikan sebagai
peningkatan TIK > 20 mmHg dan menetap lebih dari 20 menit.
Peningkatan progresif dari batas ini atau TIK yang terus menerus >20
mmHg, disarankan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan.
Peningkatan progresif dari TIK dapat mengindikasikan memburuknya
hemoragik/hematom, edema, hidrosefalus, atau kombinasinya dan
merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan CTscan. Peningkatan terus
menerus TIK akan memperparah resiko terjadinya cedera sekunder
(komplikasi) berupa iskemik dan herniasi.
a. Penanganan konvensional
Elevasi kepala dan mencegah terjadinya obstruksi vena
Peningkatan MAP (jika perlu) Pa CO2 30-35 mmHg, atau 25-30
mmHG jika terdapat tanda-tanda herniasi Manitol 0,5 – 1,0 g/kg tiap
6 jam(jika perlu) dan furosemid 20 mg(jika perlu) Ventrikulostomi
untuk drainase LCS, jika memungkinkan Pemeberian obat sedasi
dengan opiate, benzodiazepine dan/ atau propofol Penyesuaian kadar
PEEP Mempertahankan normovolemia, awasi CVP.
b. Penanganan agresif (pada pasien yang gagal dengan penanganan
konvensional
a) Induksi hipotermi pada 33-34⁰C Supresi EEG maksimal dengan
induksi propofol atau barbiturate
b) Hiperventilasi Pa CO2 20-25 mmHg Pemberian larutan salin
hipertonik (3% atau 7,5% 25-50 ml/jam); monitor kadar natrium.
c. Penanganan ekstrim
a) Kraniektomi dekompressi
b) Eksisi jaringan infark(lobektomi)
Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20
mmHg dan menjaga agar CPP > 60 - 70 mmHg.
6. Penatalaksanaan umum
Tujuannya adalah menghindari hipoksia (PaO2 < 60 mmHg)
dengan mengoptimalkan oksigenasi(Saturasi O2 >94% atau PaO2 >80
mmHg) dan menghindari hipotensi (tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg).
Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi
antara lain adalah :
a. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan
memperbaiki venous return
b. Mengusahakan tekanan darah yang optimal, tekanan darah yang
sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan
darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya
juga akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
c. Mencegah dan mengatasi kejang
d. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
e. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC Kejang, gelisah, nyeri dan
demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan
metabolisme serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa
berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema.
Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK.
f. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit. Hiponatremia akan
menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi
edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan
lisisnya sel-sel neuron.
g. Hindari kondisi hiperglikemia
h. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar
atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera
dikoreksi.
i. Atasi hipoksia Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak
lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa
metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan
terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan
peningkatan TIK.
j. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
k. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan
abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan
yang berlebihan.
7. Penatalaksanaan khusus
a. Mengurangi efek massa
Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun
perdarahan intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor
maupun abses intrakranial tentunya akan menyebabkan peninggian
TIK dengan segala konsekuensinya. Sebagian dari kondisi tersebut
memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa.
Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang
refrakter terhadap terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK
mencapai 70%.
b. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi,
atau terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti
memindahkan pasien ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan untuk
menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya
myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang.
c. Mengurangi volume cairan serebrospinal
a) Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila
didapatkan hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti
halnya pada infeksi meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara
yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter
intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal.
Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab
hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial.
b) Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat
dikerjakan apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak
didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif.
Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal.
Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan
serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK.
Keuntungan lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan
perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
d. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau
cairan isotonik jika CPP < 60 mmHg.
e. Mengurangi volume darah intravaskular
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut,
dan perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan
vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan
menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam
beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang
efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan
menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan
dalam keadaan emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam jangka
pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1
mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik jaringan
sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang singkat.
Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan
terhadap CBF dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar
30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek terhadap
diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan
terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila
hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas
oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK
akan meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam
menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun
dibawah 30%.
f. Terapi osmotik
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler, baik
mannitol maupun salin hipertonik memiliki manfaat dalam
menurunkan viskositas darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel
darah merah.
a) Salin hipertonik : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam
1020 menit melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1
mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus
diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan
dengan edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk
mencegah terjadinya edema rebound.
b) Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg) : Loading dose 1gr/kg BB,
diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam
dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas
serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16
jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah
90 menit hingga 6 jam
Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan
dalam terapi ini masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi
kombinasi berikut :
1. Menurunkan TIK :
a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan
viskositas darah dimana akan meningkatkan CBF dan O2
delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam beberapa menit.
b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum
menggambarkan edema cairan dari parenkim otak. 2.
Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi
darah.
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pemakaian mannitol yaitu sebagai berikut :
a. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang
melintasi sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat
memperburuk edema otak. Jadi penggunaan mannitol harus
diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK.
b. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan
hipertensi dan jika autoregulasi terganggu maka akan
meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi
daripada mencegahnya.
c. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal
akut khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L,
penggunaan obatobatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya
penyakit ginjal sebelumnya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Pasien dengan kecelakaan lalu lintas,ditabrak oleh mobil dari belakang,
pasien membawa motor,oleh masyarakat pasien dibawa ke UGD, lalu di UGD
diberikan infuse RL 30 tetes/menit, pemasangan kateter, oksigenisasi,
antibiotic, mersitropyl 12 gr /hari, kutoin ampul perdrip,perawatan luka, posisi
kepala 30 derajat dengan tubuh tetap dalam posisi netral ( dengan bed
fungsional ), terdapat perdarahan pada subdural berdasarkan hasil CT
Scan,GCS 10, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90x/menit,pernafasan
24x/menit, temperature 37,5 derajat. Kejadian pada saat itu pada waktu hari
libur sehingga dokter special bedah syaraf tidak ada ditempat.Pasien setelah di
rawat di ugd dibawa ke ruang rawat. Sampainya diruang rawat bangsal, terapi
diteruskan dari UGD, klien tetap diberikan posisi elevasi kepala 30 derajat.
3.2 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. perubahan kesadaran
b. kelemahan iritabilitas,perubahan personalitas,middle confusion, bicara
lambat
c. pergerakan volunteer
d. sensasi berkurang
e. sakit kepala spesifik pada waku posisi supine, pagi hari, dan ketika
membungkuk
f. Kaji selama tidur untuk pergerakan mata REMs yang akan berakibat
penurunan pernafasan akibat akumulasi berlebihan karbondioksida
g. Mual dan muntah proyektil akibat adanya penekanan pada medulla atau
sekitarnya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial sehubungan dengan penurunan
compliance dan gagalnya mekanisme secara normal untuk kompensasi
meningkatkan volume intracranial.
b. Perubahan perfusi jaringan cerebral sehubungan dengan hypertensi
intracranial.
c. Injury sehubungan dengan aktifitas kejang
d. Resiko tidak efektifnya pernafasan sehubungan dengan gangguan
perubahan gas dari kompresi batang otak dan nervus kranial
3. Intervensi keperawatan
a. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK : GCS,perubahan nadi < dari
60x/menit atau peningkatan >100x/menit, pernafasan,peningkatan
tekanan darah.
b. Kaji respon pupil:rangsang cahaya,bentuk, pergerakan mata abnormal.
c. Catat adanya muntah, sakit kepala,letargi
d. Elevasi kepala 15 sampai 30 derajat jika tidak ada kontraindikasi,
Cegah perubahan posisi dengan segera.
e. Pertahankan lingkungan tenang, rencanakan aktifitas untuk
meminimalkan TIK
f. Lapor ke dokter untuk feces yang lunak
g. Cegah masase karotis
h. Monitor resiko tinggi perubahan status pernafasan
i. Monitor efektifitas bersihan jalan nafas.
j. Monitor adanya kejang
Daftar Pustaka

Affandi, I. G. & Panggabean, R., 2016. Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial


pada Stroke. CDK, 43(3), pp. 180-184.

Amri, I., 2017. Pengelolaan Peningkatan Tekanan Intrakranial. Jurnal Ilmiah


Kedokteran, 4(3), pp. 1-17.

Fransisca, B., 2008. Asuhan keperawatam pada pasien dengan gangguan sistem
persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

S-ar putea să vă placă și